Anda di halaman 1dari 16

BADAN WAKAF

Dosen Pembimbing : Inayatillah, M.A.Ek.

Disusun Oleh:

Kelompok V :

ADETYA RAHMA (200603089)

ALFI NAILUL MUNNA (200603092)

NOVA SAPUTRI (200603021)

NURILA (170603041)

ZURMITIARA (200603098)

PROGRAM STUDI PENGANTAR AKUNTANSI


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
[Badan Wakaf] ini tepat pada waktunya.

Makalah [BADAN WAFAF] disusun guna memenuhi tugas [Ibu:


Inayatillah, M.A.Ek.] pada [Mata Kuliah: Lembaga Keuangan Syariah] di
[Kampus: Universitas Islam Negri Ar Raniry]. Selain itu, saya juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang [Pengertian
wakafnya serta Lembaga/ badan yang mengelola zakat].

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada [Ibu:


Inayatillah, M.A.Ek.]. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni saya. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima
demi kesempurnaan makalah ini.

[Banda Aceh, 09/06/2021]

Kelompok V

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i


KATA PENGANTAR ………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….... iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………. 4

1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 4


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………… 5
1.3 Tujuan.…………………………………………………………... 5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………. 6

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Wakaf........................................... 6


B. Rukun Wakaf Dan Syaratnya ........................................................ 7
C. Harta Benda Wakaf .…………...................................................... 8
D. Sejarah wakaf dan badan wakaf…....................................................
E. Lembaga pengeloa/Badan Wakaf…………......................................

BAB III PENUTUP..................................................................................14

1.4 Kesimpulan………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia kegiatan wakaf dikenal sering dengan perkembangan dakwah


islam di Nusantara. Disamping melakukan dakwah islam, para ulama juga
sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa
lembaga wakaf yang berasal dari agama islam ini telah diterima menjadi hukum
adat bangsa Indonesia sendiri.

Aset wakaf itu hanya tidak hanya digunakan untuk tujuan ibadah saja.
Padahal, nilai ibadah itu tidak harus berwujud langsung seperti itu. Bisa saja, di
atas lahan wakaf dibangun pusat perbelanjaan yang keuntungannya nanti
dialokasikan untuk beasiswa anak-anak yang tidak mampu, layanan kesehatan
gratis atau riset ilmu pengetahuan.

Wakaf merupakan salah satu sumber harta kekayaan bagi umat islam, di
Indonesia aset wakaf terbilang besar dan selalu meningkat setiap tahunnya,
berdasarkan data dari Direktorat Urusan Agama Islam, pada tahun 2016
tercatat 4.359.443.170 m2 yang tersebar di 435.768 lokasi di seluruh
Indonesia. Berdirinya Badan Wakaf Indonesia berawal dari banyaknya tanah
wakaf dan inovasi pengembangan wakaf yang belum terdata dan terkelola
dengan baik,

Dalam mengelola harta wakaf ini sangat menentukan apakah tercapai


atau tidak tujuan dari wakaf tersebut, karena peran nadzir adalah sebagai
pengendali, menentukan, memanajerial perwakafan sehingga berdaya guna dan
berhasil, inilah yang menjadi tanggung jawab dari BWI dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan serta membantu segala bentuk pembiayaan yang
diperlukan terhadap nadzir guna untuk mencapai tujuan tersebut.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan dasar hukum wakaf ?
2. Apa saja rukun wakaf dan syaratnya?
3. Apa saja harta benda wakaf ?
4. Bagaimana sejarah wafak dan badan wakaf dari zaman rasul sampai pada
zaman sekarang(modern) ini ?
5. Bagaimana lembaga pengeloaan badan wakaf ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan dasar hukum wakaf
2. Mengetahui apa saja rukun dan syarat wakaf
3. Mengetahui apa saja harta benda wakaf
4. Mengertahui sejarahnya
5. Mengetahui bagaiman lembaga pengelolaan badan wakaf

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Ilmu Hukum Wakaf

1. Pengertian Wakaf
Wakaf merupakan salah satu instrument ekonomi Islam yang sangat unik
dan  sangat khas dan tidak dimiliki oleh system ekonomi yang lain, ‘seperti’ hibah
atau infaq, berbeda dengan wakaf. Kekhasan. Wakaf juga sangat terlihat 
dibandingkan dengan instrument zakat yang ditujukan untuk menjamin 
keberlangsungan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan 
masyarakat Mustahiq.  
PengertianWakaf menurut Hukum Islam secara bahasa wakaf berasaldari
kata waqafa-yaqifu yang berarti menahan, berhenti, sedangkan wakaf secara
istilah antara lain dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:

a. Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan benda yang menurut hukum, tetap milik wakif dalam
rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Kepemilikan harta wakaf
tidak lepas dari wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh
menjualnya, Wakaf itu tidak mengikat (tidak terikat oleh hukum-hukumnya),
wakaf diberikan karena semata-mata hanya ingin memberikannya.

Pengertian Wakaf Menurut Perundang-undangan Indonesia:

 Peraturan PemerintahNomor 28 Tahun 1977.

Wakaf adalah perbuatan hokum seseorang atau badan hukum yang


memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.

6
Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah
perbuatan wakif (pemilik harta) untuk melepaskan atau menahan harta benda
miliknya yang diserahkan kepada penerima wakaf yang kemudian olehnya
dikelola dan mempergunakan harta tersebut di jalan Allah.

2. Dasar Hukum Wakaf

Dalil yang menjadi landasan disayariatkannya wakaf terdapat di dalam Al-


quran dan hadits serta di dalam peraturan perundang-undangan menjadi panduan
peraturan wakaf Indonesia.

a. Al-quran

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep


wakaf secara jelas maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan
konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang
menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.

ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َر‬


‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُم@@وا‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُوْ ا ِم ْن طَي ِّٰب‬
‫هّٰللا‬
َ ‫ْث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُوْ نَ َولَ ْستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَ ْن تُ ْغ ِمضُوْ ا@ فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ َغنِ ٌّي‬
ٌ‫ح ِميْد‬ َ ‫ْال َخبِي‬

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk laluka
mumenafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi MahaTerpuji." (Q.S al-Baqarah:267).

b. Hadist

Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu hadis yang menceritakan tentang kisah
Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.

7
c. Peraturanperundang-undangan

UU No 41 tahun 2004 tentangwakaf, peraturan ini merupakan


penyempurnaan dari peraturan yang sudah ada dengan menambahkan hal-hal baru
yang merupakan pemberdayaan wakaf secara produktif. Juga terdapat perluasan
benda yang diwakafkan yaitu mengatur tentang benda bergerak seperti uang dan
benda bergerak lainnya.

B. Rukun Wakaf Dan Syaratnya

a. Orang yang berwakaf (al-waqif)

1. Memiliki secara penuh harta itu, artinya merdeka untuk mewakafkan harta
itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.
2. Orang yang berakal, (tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang
sedang mabuk).
3. Baligh.
4. Orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid).

b. Harta yang diwakafkan (al-mauquf)

1. Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindah milikkan, kecuali apabila ia
memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh:
2. Barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga
3. Harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi tidak diketahui
jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah.
4. Pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif).

5. Berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut
juga dengan istilah (ghaira shai’).

8
c. Orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih)

1. Tertentu (mu’ayyan), jelas orang yang menerima wakaf itu.Maka orang


muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki
harta wakaf.
2. Tidak tertentu (ghaira mu’ayyan) Sedangkan yang tidak tentu maksudnya,
tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya
seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll.

d. Berkaitan dengan isi ucapan (sighah), syaratnya (jika terpenuhi maka


penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah) :

1. Mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid).


2. Dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan
kepada syarat tertentu.
3. Bersifat pasti.

4. Tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan

C. Harta Dan Benda Wakaf

a. Benda tidak bergerak :


1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan
yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.

b.   Benda bergerak :

9
1. Uang, Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset financial
dan pada asset riil.
2. Logam mulia (logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki manfaat jangka
panjang).
3. Surat berharga.
4. Kendaraan.
5. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
6. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.

D. Sejarah Perkembangan wakaf dan badan wakaf dari masa


rasulullah sampai ke masa moern (sekarang ini)

Sejarah mencatat, wakaf pertama terjadi pada masa Rasulullah SAW.


Ketika hijrah bersama kaum Muhajirin ke Madinah, umat Islam membangun
Masjid Quba. Enam bulan setelahnya, di pusat kota Madinah juga dibangun
Masjid Nabawi, yang juga dalam bentuk wakaf keagamaan. Pernah mewakafkan
ketujuh kebun kurma di Madinah. Pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa
yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra.

Kemudian syariat wakaf dususul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan


kebunnya “Bairaha”. Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di
Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke
Mekkah. Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib
mewakafkan tanahnya yang subur. Mu’ads bin Jabal mewakafkan rumahnya,
dengan sebutan “Dar Al-Anshar”. Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair
bin Awwam dan Aisyah Isri Rasulullah SAW.

Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti
Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, tidak
hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal

10
untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan
membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan
mahasiswa.

Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin berbuat


baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada
aturan yang pasti. Setelah merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf, maka
timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik. Kemudian
dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan
menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu
atau keluarga.

Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin
Ghar Al-Hadhramiy. Ia sangat perhatian dan tertarik dengan pengembangan
wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana lembaga
lainnya dibawah pengawasan hakim. Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat
lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus
administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.

 Pada tahun 1287 Hijriyah dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan


tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani dan tanah-tanah
produktif yang berstatus wakaf. Dari implementasi undang-undang tersebut di
negara-negara Arab masih banyak tanah yang berstatus wakaf dan diperaktekkan
sampai saat sekarang.

Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan selalu berkembang


bersamaan dengan laju perubahan jaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang
relevan, seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak Kekayaan Intelektual (Haki), dan
lain-lain. Di Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang
cukup serius dengan diterbitkannya Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya. 

11
E. Lembaga Keuangan Dan Badan Wakaf

a. Pengertian BWI

Wakaf juga memerlukan pengelola yang dapat mengurusi dan menjaga


harta benda wakaf, karena wakaf erat kaitannya dengan harta. Di Indonesia sendiri
pengelolaan wakaf dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan
adalah, ‘Badan Wafak Indonesia’ atau BWI adalah lembaga negara indenpenden
yang dalammelaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun,serta bertanggung ja6ab kepada masyaraka yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 41Tahun 2004 tentang wakaf.

keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden sesuai dengan keputusan


Presiden (kepres) No. 75 M/tahun 2007, yang ditetapkan di jakarta, 13 juli 2007.
Dalam kepengurusan, BWI terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan
Pertimbangan.

b. Tugas dan wewenang BWI

1. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih asset-aset wakaf yang selama ini
dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sydah ada.

2. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan


mengembangkan harta benda wakaf, agar lebih baik dan produktif sehingga
dapat memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat. Baik dalam
bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan
infrastruktur publik

3. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf  berskala


nasional dan internasional.

4. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukandan status


harta benda wakaf

5. Memberhentikan dan menggantiakan nazir

12
6. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf 

7. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam


penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BMI bekerja sama dengan


Kementrian agama (Direktorat Pemberdayaan Wakaf) bertugas melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelengaraan wakaf dan mengikut
sertakan BWI dalam melakukan hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia, Badan
Pertahanan Nasional, Bank Indonesia, Islamic Development bank juga dengan
para pengusaha.

c. Prinsip-prinsip dalam pengelolaan wakaf , diantaranya :

1. Prinsip keabadian dan kemanfaatan

2. Seluruh benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan
status wakaf sesuai dengan Syariah.

3. Nazir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan dan fungsi

4. Pengelola dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif

5. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungan saja yang akan
dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

d. Legelitas Badan Wakaf

Legalitas berarti perihal keadaan sah atau keabsahan. Untuk memperjelas


status harta benda yang diwakafkan haruslah ada sebuah legalitas dari pihak
terkait yaitu dari pemerintah. Tidak hanya sumber hukum Islam saja yang menjadi
sandaran tetapi peran pemerintah juga diperlukan dalam mengatur secara resmi
eksistensi wakaf terutama di Indonesia.

13
Salah satunya:

1. Menurut PP 28 Tahun 1977 benda yang diwakafkan hanya sebatas tanah milik,
sedangkan menurut aturan selainnya benda yang diwakafkan tidak hanya sebatas
tanah milik tetapi juga harta benda lainnya.

2. Dalam Undang-undang No 41 Tahun 2004 ditetapkan bahwa pihak yang


menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai
dengan peruntukannya dinamakan dengan nadzir atau nadir. 

14
BAB III
PENUTUP

1.4 Kesimpulan
Badan wakaf Indonesia adalah lembaga yang berkedudukan sebagai media
untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional. Badan wakaf
Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat nasional selain
bertugas mengkoordinasikan para nazhir, badan wakaf Indonesia pun
memprakarsai kerja sama antar nazhir, dengan demikian mereka dapat saling
tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.
Dan masih banyak lagi fungsinya seperti sebagai motivator, fasilator,
Regulator sekaligus operator. Juga praktik penghimpunan, penerimaan dan
pengelolaan wakaf uang

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Al-Kabisi, Muhammad Abid, Hukum Wakaf; Kajian Kontemporer


Pertama dan terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf
Secara Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf, Depok : Dompet Dhuafa
Republika dan IIMaN, 2004.

Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, Departemen Agama RI Diterjemahkan


Oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Semarang: PT.Karya
Toha Putra, 2002.

Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Ghofur

Anshori, Hukum kewarisan islam diindonesia,eksistensi dan


adaptabilitas, Yogyakarta: EKONOSIA, 2002.

Harahap, Sofyan Syafri, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian


Komprehensif, Jakarta : PT. Pustaka Quantum, 2001.

Imam Muslim, Shahih Muslim, Bandung : Dahlan. Tth.

Kansil, Pengantar ilmu hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1989.

Nawawi, Hadari, Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada


University Press, 1990.

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Jakarta: Attahiriyah, 1976.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada, 1998.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia (UI-Press), 2008.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:


Alfabeta, 20

16

Anda mungkin juga menyukai