Anda di halaman 1dari 14

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk
dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga
selesainya makalah ini. Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini
dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat
memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa saya ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang
dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh
sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang
bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.

Purwokerto, 5 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf................................................................................... 2
B. Dalil Wakaf............................................................................................ 3
C. Macam-macam Wakaf........................................................................... 5
D. ............................................................................................................... 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan
atau organisasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan
untuk mendapatkan kebaikan dan rida Allah SWT. Wakaf hukumnya sunah
dan harta yang di wakafkan terlepas dari pemiliknya untuk selamanya, lalu
menjadi milik Allah SWT semata-mata. Dan wakaf memiliki empat rukun
yaitu, orang yang mewakafkan, Ikrar serah terima wakaf, barang yang
diwakafkan dan pihak yang menerima wakaf. Wakaf memiliki syarat-syarat
bagi pewakaf, salah satunya yaitu pewakaf boleh menentukan apa saja syarat
yang ia inginkan dalam wakafnya
Sebagai Ibadah wakaf memiliki beberapa keistimewaan. Wakaf
mempunyai dimensi-dimensi keistimewaan sekaligus yakni, Pertama: dimensi
keagamaan,maksudnya wakaf sebagai saran untuk mendapatkan ampunan atau
maghfirah Allah, karena di dalam fiqh wakaf dilakukan dalam hal kebaikan
yang dapat dimanfaatkan oleh banyak serta hilangnya hak milik pewakaf
menjadi hak milik Allah; Kedua: dimensi keilmuan, artinya dengan wakaf
semua orang mempunyai kesempatan untuk memperoleh ilmu dan pendidikan.
Jadi bukan orang kaya saja yang mendapatkan pendidikan, namun orang
miskin yang memiliki potensi mendapatkan kesempatan yang sama dalam
pendidikan; Ketiga : dimensi sosial, artinya dengan wakaf kita dapat
membantu fakir miskin, janda muslimah, yatim piatu yang tak mempunyai
sanak keluarga, termasuk juga dalam rangka membantu yang sakit dan derita
kehidupan sehari hari; Keempat : dimensi kesehatan, maksudnya dengan
wakaf umat Islam dapat membangun rumah sakit, pelayanan kesehatan secara
gratis, penanganan gizi buruk, membantu biaya berobat dan lain-lain; Kelima :
dimensi pertahanan sosial, maksudnya dengan wakaf umat Islam dapat
memiliki kekuatan militer kuat, memajukan pertahanan dan ketahanan di
bidang militer.

1
2

Sedangkan keistimewaan wakaf khususnya bagi wakif adalah sebagai


berikut : Pertama : amalan tanpa batas, maksudnya wakaf adalah suatu ibadah
kebaikan yang pahalanya akan terus mengalir tanpa batas sampai pelaku
(wakif) meninggal dunia, masih menerima pahala asal yang diwakafkan masih
bermanfaat dan tidak hancur atau hilang; Kedua: Imam Nawawi dalam syarah
kitab Shahih Muslim, memaknai wakaf sebagai amal jariyah, di mana
pahalanya terus mengalir meskipun wakifnya telah meninggal dunia; Ketiga:
wakaf adalah ibadah yang yang pahalanya dapat menembus batas kematian
artinya meskupun wakif sudah meninggal dunia , pahalaya selalu mengalir
tanpa batas. Keempat : wakaf sebagai sarana untuk mengejar ketertinggalan
mereka (orang-orang muslim) dalam hal kebaikan dengan amalan-amalan
yang pahalanya terus mengalir, meskipun seseorang telah meninggal dunia.
Kelima :wakaf menghindarkan sedekah yang salah alamat, artinya bisa saja
salah memilih orang yang kita beri sedekah, misalnya sedekah kepada pencuri,
pezina dan orang kaya. Namun, jika seseorang berwakaf, maka akan terhindar
dari kesalahan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun merumuskan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian wakaf?
2. Apa saja dalil-dalil wakaf?
3. Apa saja macam-macam wakaf?
4.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Wakaf secara bahasa berasal dari kata al-Waqf, bentuk masdar dari
waqafa-yaqifu-waqfan yang berarti berdiri atau berhenti. Kata waqaf
memiliki arti yang sama dengan kata al-habs yang berasal dari kata
habasa-yahbisu-habsan yang berarti menahan.1 Dengan demikian wakaf
berarti memberikan harta miik seseorang dengan penuh keikhlasan dan
pengabdian,yakni penyerahan hak milik seseorang kepada satu lembaga
Islam, dengan menahan benda tersebut, 2untuk dapat diambil manfaatnya
tanpa musnah seketika dan dimaksudkan untuk mendapatkan keridlaan
Allah SWT.3
Dalam pengertian lain, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik
yang zatnya tahan lama kepada nadzir (pemelihara atau pengurus wakaf)
atau kepada salah satu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil dan
atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Setelah proses
wakaf, maka benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik waqif,
demikian pula bukan milik nazir, akan tetapi menjadi milik Allah SWT
(hak umat). Dalam UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf dijelaskan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
untuk keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Oleh karena itu, keabsahan wakaf sangat ditentukan oleh rukun
wakaf yang terdiri dari : pertama, waqif, yakni orang yang memberi wakaf
dengan syarat mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru’ atau
kecakapan melepaskan hak miliknya kepada orang lain. Dengan kata lain
seorang waqif harus orang yang merdeka, berakal, sehat, baligh, dan

1
Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah,”Mujahidin Muhayan,Ter.Fiqh Sunnah IV”,(Jakarta : Pena Pundi
Aksara,2009),hlm.461
2
Abdul Halim,Hukum Perwakafan di Indonesia,(Jakarta : Ciputat Press,2005),hlm.1
3
Direktorat Pemberdayaan Wakaf,Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf,(Jakarta :
Departemen Agama RI,2006)

3
4

rashid atau dewasa serta betul-betul memiliki harta benda. 4 Kedua,


mawquf bih, yakni harta atau benda yang diwakafkan, dengan ketentuan
syarat-syarat sebagai berikut : a) benda yang diwakafkan memiliki nilai;b)
terjamin tidak terjadi kerusakan; c) jelas bentuknya, d) merupakan hak
milik milik waqif, e) berasal dari harta pemilik pewakaf sendiri, f) berupa
benda yang tidak bergerak, seperti tanah atau benda yang disesuaikan
dengan kebiasaan wakaf yang ada. Ketiga, mawquf ‘alaih, yakni sasaran
wakaf atau tujuan wakaf (peruntukkan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan
dalam batas-batas yang diperbolehkan syari’at Islam, seperti untuk
kepentingan umum, menolong fakir miskin, keperluan anggota keluarga
sendiri, atau untuk tujuan lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
ibadah.
Keempat, sighat (pernyataan wakaf) atau ikrar wakaf. Apabila lafal
wakaf sudah diucapkan, maka mawquf bih hanya dapat dipergunakan
untuk sesuatu kebaikan sebagaimana dimohonkan waqif sepertihalnya
pembangunan masjid, atau dengan kata lain peruntuknya tidak dapat
dialihkan lagi. Kelima, nazir atau pengelola wakaf. Pada umumnya dalam
kitab-kitab fikih, nazir wakaf tidak menjadi bagian dari rukun wakaf,
namun dengan memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan
manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran nazir sangat diperlukan.
Kedudukan nazir adalah sebagai pengelola yang menjadi wakil waqif yang
bertanggung jawab mengurus harta wakaf. Oleh karena itu, waqif dapat
menghentikan nazir atau menggantinya dengan yang lain manakala
diperlukan.
B. Dalil Wakaf
1. Dalil Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat Al-Quran yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.

4
Dirjen.Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN di
Jakarta,Ilmu Fikih 3,(Jakarta : Departemen Agama RI,1986),hlm.212
5

Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:

)٢٧٦( ‫َيْمَح ُق ُهَّللا الِّر َبا َو ُيْر ِبي الَّص َد َقاِۗت َو ُهَّللا اَل ُيِح ُّب ُك َّل َك َّفاٍر َأِثيٍم‬
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 267)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan
harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu,
ayat 261 surat Al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang
akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
2. Dalil Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di
Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi
menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di
Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya
telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya
peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan
kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan
sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.”
Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk
memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir
dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh
pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa
menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam
Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah :
“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal
perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak saleh yang
mendoakannya.”
6

Selain dasar dari Al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijmak)
menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada
orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf
telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat
Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh
masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak
pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang
perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang
Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah
menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-undang nomor 41 tahun 2004.
C. Macam-macam Wakaf
1. Wakaf keluarga atau wakaf ahli atau wakaf khusus
Wakaf keluarga atau wakaf ahli atau wakaf khusus adalah wakaf yang
diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun
orang lain. 5“Di beberapa negara Timur Tengah wakaf semacam ini menimbulkan
banyak masalah terutama jika wakaf tersebut berupa tanah pertanian sering kali
terjadi penyalahgunaan seperti: (a) menjadikan wakaf keluarga ini sebagai alat
untuk menghindari pembagian harta kekayaan pada ahli waris yang berhak
menerimanya, setelah wakif meninggal dunia. (b) wakaf keluarga ini dijadikan alat
untuk mengelak dari tuntutan kreditor terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh
seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu. Maka dari itu di beberapa negara
wakaf keluarga ini dihapuskan seperti di Mesir tahun 1952 wakaf ini dihapuskan
karena praktek-praktek penyimpangan yang tidak sesuai ajaran Islam. Selain itu di
Indonesia harta pusaka suku Minangkabau memiliki ciri-ciri seperti wakaf keluarga,
harta pusaka tersebut dipertahankan tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada
keturunan secara individual, karena diperuntukkan bagi kepentingan keluarga”
menurut Nazaroeddin Rachmat dalam.

5
Drs.H.Abdul Halim,M.A,Hukum Perwakafan di Indonesia,(Ciputat Press,2005),cet.I.hlm.25.
7

2. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi


Wakaf Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
kepentingan atau kemaslahatan umum, yang sifatnya sebagai lembaga keagamaan
dan lembaga sosial dalam bentuk Masjid, madrasah, pesantren, rumah sakit, dll.
Wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan sangat dianjurkan
karena bagi yang menjalankannya akan memperoleh pahala yang terus mengalir.

D. WAKAF BENDA TIDAK BERGERAK DALAM PERSPEKTIF


HUKUM ISLAM
Fikih wakaf mengenal adanya dua bentuk wakaf apabila dilihat dari konteks
kemungkinan pemindahannya; yaitu : wakaf benda tidak bergerak (waqf al iqar) dan
wakaf benda bergerak (waqf al-manqul). Benda tidak bergerak (al-iqar) adalah benda
yang tidak bisa dipindahkan dari tempatnya semula, seperti rumah dan tanah atau
sesuatu yang tetap. Sementara, yang disebut benda bergerak (al-manqul) adalah benda
yang bisa dipindahkan dari tempatnya semula, atau sesuatu yang bisa dipindahkan dari
satu tempat ke tempat lainnya seperti mata uang, binatang, timbangan dan sebagainya.
Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat dalam hal katagorisasi kedua bentuk tersebut;
apakah benda yang berubah bentuknya ketika dipindahkan itu disebut benda tidak
bergerak atau benda bergerak seperti pepohonan dan bangunan.
Dalam hal ini ada dua pendapat yang berbeda :
1. Pendapat ulama Hanafiyah yang menyatakan bahwa benda tersebut
termasuk ke dalam benda bergerak (al-manqul) kecuali apabila
bangunan dan pepohonan tersebut tetap diatas tanah.
2. Pendapat Jumhur Ulama selain Hanafiyah menyatakan bahwa benda
tersebut masuk dalam akatagori benda tidak bergerak (al-iqar).6
Dari beberapa perbedaan pendapat para ulama atas definisi dan katagorisasi benda
tidak bergerak (al-iqar) dan benda beregerak (al-manqul) ini, mempengaruhi pula pada
keabsahan tindakan wakaf atas dua katagorisasi benda wakaf tersebut. Keabsahan
mewakafkan harta tidak bergerak menjadi dalil atas keabsahan mewakafkan harta
bergerak selama memegang prinsip menahan pokok dan menyalurkan manfaatnya
(tahbis al-ashl wa tasbil al-manfaah). Imam al Mawardi berkata bahwa wakaf benda
6
Abu ‘Amr Dubyan Ibn Muhammad al Dubyan,Al Muamalat al Maliyah Ashalah wa
Mu’asharah.(1432 H),hlm.166
8

tidak bergerak adalah sah dengan tanpa perdebatan sebagaimana mereka juga sepakat
(ijma’) atas keabsahan mewakafkan benda bergerak yang mengikuti keabsahan
mewakafkan benda bergerak yang mengikuti keabsahan benda tidak bergerak. Imam al
Zayla’iy berkata bahwa wakaf benda bergerak mengikuti wakaf benda tidak bergerak
adalah diperbolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).
Adapun beberapa pernyataan ulama atas keabsahan wakaf benda tidak bergerak
dan benda bergerak adalah sebagai berikut :
a) Imam Abu Hanifah dan berdasarkan periwayatan Imam Ahmad
menyatakan bahwa wakaf benda bergerak adalah tidak sah.
b) Mazhab Maliki, Syafi’I dan yang masyhur di kalangan ulama madzab
Hambali menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara benda
bergerak dan tidak bergerak di dalam wakaf. Semuanya menyatakan
sah dalam wakaf.
c) Pendapat Abu Yusuf dari Madzab Hanafiy menyatakan bahwa yang
termasuk katagori benda bergerak yang sah dalam wakaf hanya
mencakup persenjataan dan hewan (kuda dan keledai).
d) Sementara itu, pendapat Muhammad Ibn al-Hasan al Syaybani dari
Mazhab Hanafiy menyatakan sah wakaf benda bergerak berdasarkan
adat kebiasaan wakaf di suatu tempat. 7
E. Ketentuan Hukum Wakaf Benda Tidak Bergerak dalam Perspektif
Perundang-Undangan
Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf bagian Keenam
Harta Benda Wakaf, pasal 16 dinyatakan bahwa8 :
1) Harta benda wakaf terdiri dari :
a. Benda tidak bergerak
b. Benda bergerak.
2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

7
Al Maslahah : Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam.Vol:06 No.2, 2 Oktober 2018,hlm.196
8
9

d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b adalah harta
benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
a. Uang;
b. Logam mulia;
c. Surat berharga;
d. Kendaraan;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Hak sewa; dan
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan perundang-
undangan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai penyusun, kami merasa masih ada kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari
pembaca. Agar kami dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai