Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah


Administrasi Ke-NU-an

PROSEDUR PENGAJUAN WAKAF

Oleh
SHOLIHUL HADI
N I M 2121014

Dosen Pengajar:

Muntaha Luthfi M.H

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH


JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI (STAIP)
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, dan tak lupa pula kita
kirimkan sholawat serta salam kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Yang telah membawa
kita dari masa jahiliyah menuju masa kecerdasan yang dapat kita rasakan sampai saat ini.

Semoga dengan adanya makalah ini kami bisa mengetahui prosedur pengajuan wakaf
sebagai media pembelajaran bagi kita semua.

Oleh karena itu kami berharap mendapatkan saran dan masukan agar menjadi
pembelajaran kedepannya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pati, Desember 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu sumber harta kekayaan bagi umat islam, di
Indonesia aset wakaf terbilang besar dan selalu meningkat setiap tahunnya,
berdasarkan data dari Direktorat Urusan Agama Islam, pada tahun 1999, jumlah tanah
wakaf di seluruh Indonesia tercatat 1.477.111.015 m2 yang terdiri dari 349.296 lokasi.
Berdasarkan potensi yang ada, pemerintah cukup serius dalam mengakomodir
pengelolaan harta wakaf, hal tersebut diwujudkan lewat peraturan perundang-
undangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fikih yaitu Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf (selanjutnya disingkat UU No. 41
Tahun 2004 ) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaanya (selanjutnya disingkat PP No. 42 Tahun 2006), dengan adanya
peraturan tersebut umat islam tinggal menjalankan saja dan tidak perlu lagi banyak
berwacana, kalau dulu banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga khusus
yang menangani perwakafan di Indonesia, maka kini hadir sebuah lembaga atau
badan pengelola yang menangani tentang wakaf di Indonesia yaitu BWI atau Badan
Wakaf Indonesia (selanjutnya disingkat BWI) sebagai perwujudan
terselenggarakannya wakaf dengan baik di Indonesia, setelah lembaga tersebut
muncul kini yang harus dilakukan adalah bagaimana memaksimalkan dan
mengoptimalkan lembaga independen amanat undang-undang tersebut (Kurniawan,
2016).
Perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf
dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata
cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
wakaf. Hal ini untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, Dalam Undang-Undang tersebut ditegaskan pula
bahwa. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan
dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan
wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf (Nurdin, n.d.)
Pedoman ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pembina Nadzir Wakaf dalam
membina dan memberikan petunjuk kepada nadzir wakaf dalam pendaftarannya
sesuai ketentuan yang berlaku. Wakaf dalam Al-Qur’an dan Sunnah tidak memiliki
penjelasan yang eksplisit. Ulama berpendapat bahwa wakaf merupakan bagian dari
perintah untuk melakukan kebaikan.3 Dasar hukum wakaf adalah firman Allah SWT
dalam Q.S surat Ali Imran ayat 92:
‫َلْن َتَناُلوا اْلِبَّر َح ّٰت ى ُتْنِفُقْو ا ِمَّم ا ُتِح ُّبْو َن ۗ َو َم ا ُتْنِفُقْو ا ِم ْن َش ْي ٍء َفِاَّن َهّٰللا ِبٖه َع ِلْيٌم‬

Artinya:
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang tentang hal itu sungguh
Allah maha mengetahui.4 (Q.S. Ali Imran (3) : 92).
Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana
ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan
cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu
memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan
ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip
manajemen dan ekonomi Syaria. Oleh karena itu Petunjuk Teknis Pendaftaran Harta
Benda Wakaf yang disusun ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1977, Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor
42 tahun 2006, masing- masing Prosedur pendaftaran harta benda wakaf tidak
bergerak ke Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf dan ke Badan Pertanahan Nasional; Prosedur pendaftaran wakaf tunai dan
prosedur pendaftaran wakaf benda bergerak selain uang (Nurdin, n.d.).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengaturan wakaf yang telah di ikrarkan tidak dapat dibatalkan ?
2. Bagaimana prosedur pengajuan wakaf ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pengaturan wakaf yang telah di ikrarkan tidak dapat
dibatalkan.
2. Untuk mengetahui tentang bag prosedur pengajuan wakaf.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Wakaf merupakan pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan
menahan asal (tahbis al ashli), lalu menjadikan manfaatya berlaku umum. Tahbis al
ashli adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual,
dihibahkan, digadaikan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah sesuai
dengan kehendak pemberi wakaf (waqif) tanpa imbalan (Putra & Ali, 2021).
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu
meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan
menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan
ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum,
sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah (Nurdin,
n.d.).

1. Pengaturan wakaf yang telah di ikrarkan


Pembatalan akta ikrar wakaf terhadap objek tanah wakaf yang telah dijual
oleh ahli waris wakif” Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
bahwa dalam melaksanakan perbuatan wakaf seorang wakif harus menuangkannya
didalam akta ikrar wakaf, akta ikrar wakaf tersebut harus dibuat di hadapan pejabat
pembuat akta ikrar wakaf (kepala KUA setempat) dan harus memenuhi persyaratan-
persyaratan dari akta ikrar wakaf tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 21-22
undang-undang no 41 tahun 2004 tentang wakaf, jika tidak memenuhi maka dapat
dikatakan cacat hukum atau batal demi hukum (Lucyani, 2009).
Kemudian ikrar wakaf yang diucapkan oleh wa<qif tersebut dituangkan dalam
Akta Ikrar Wakaf. Demi keseragaman, maka bentuk dan model Akta Ikrar Wakaf
ditetapkan oleh Menteri Agama. Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap 3 (tiga) di mana
lembar pertama disimpan oleh PPAIW, lembar kedua dilampirkan pada surat
permohonan pendaftaran kepada Bupati/Walikota cq. Kepala Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten dan lembar ketiga dikirim ke Pengadilan Agama yang
mewilayahi tanah wakaf tersebut. Selain itu, PPAIW yang bersangkutan juga harus
membuat salinan Akta Ikrar Wakaf dalam rangkap 4 (empat), yang masing-masing
untuk wa<qif, na<z}hir (pengelola wakaf), Kantor Departemen Agama Kabupaten
atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf tersebut, dan Kepala Desa atau Lurah
setempat.
Setelah pengikraran wakaf dan penuangannya ke dalam Akta Ikrar Wakaf
selesai dilaksanakan, maka perbuatan mewakafkan tersebut telah dianggap terwujud
dalam keadaan sah dan mempunyai kekuatan bukti yang kuat (otentik). Sehingga
dengan demikian, tanah wakafnya itu sendiri telah terjamin dan terlindungi eksistensi
dan keberadaanya dari satu generasi ke generasi. Setelah selesai Akta Ikrar Wakaf,
maka PPAIW atas nama na<z}hir diharuskan mengajukan permohonan kepada
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Dektorat Agraria setempat
untuk mendaftar perwakafan tanah milik tersebut menurut ketentuan PP No. 10 Tahun
1961. Selanjutya Kepala Sub Dektorat Agraria mencatatnya pada buku tanah dan
sertifikatnya. Akan tetapi kalau tanah wakaf tersebut belum mempunyai sertifikat,
maka pencatatannya dilakukan setelah dibuatkan sertifikatnya. Setelah itu na<z}hir
yang bersangkutan wajib melaporkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Agama, dalam hal ini yaitu Kepala KUA Kecamatan. Dalam hal perwakafan tanah
yang dilakukan tidak di hadapan PPAIW, maka perwakafan tanah tersebut dapat
dilaporkan dan didaftarkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat
dengan mengajukan permohonan secara tertulis. Adapun pihak yang berwenang untuk
mengajukan pendaftaran wakaf tersebut ke KUA setempat adalah na<z}hir yang
bersangkutan kepada KUA setempat (Yunus, 2003).

2. Prosedur Pengajuan wakaf


a. Prosedur Wakaf Baru
1) Perorangan/ Organisasi/ Badan Hukum yang mewakafkan tanah hak
miliknya (sebagai calon wakif) diharuskan datang sendiri di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan Ikrar
Wakaf
2) Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan
kepada PPAIW, surat-surat sebagai berikut :
a) Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah;
b) Surat Pernyataan dari Calon Wakif mengenai kebenaran pemilikan tanah
dan tidak dalam sengketa diperkuat oleh Kepala Desa/ Lurah dan Camat
setempat
c) Surat Keterangan pendaftaran tanah;
d) Ijin Bupati/Walikota u.b Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat, hal ini
terutama dalam rangka tata kota atau master plan city.
3) PPAIW meneliti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi
dan mengesahkan susunan nadzir.
4) Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau
mengucapkan kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah disahkan. Ikrar
wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk
tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan
(misalnya bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu
isyarat dan kemudian mengisi blanko
W.1. Apabila wakif itu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara
tertulis dengan persetujuan dari Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf
dan kemudian surat atau naskah tersebut dibacakan dihadapan nadzir
setelah mendapat persetujuan dari Kandepag. Selanjutnya penandatanganan
Ikrar Wakaf (bentuk W.1).
5) PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.2) rangkap tiga dengan
dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya dibuatkan
Salinan Akta Ikrar Wakaf (W.2.a) rangkap 4 (empat). selambat-lambatnya
satu bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf dikirim tiap-tiap lembar ke BPN
dan lainnya,dengan pengaturan pendistribusiannya sebagai berikut:
a) Akta Ikrar Wakaf
1) Lembar pertama disimpan PPAIW
2) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran
tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
3) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat
b) Salinan Akta Ikrar Wakaf :
1) Lembar pertama untuk wakif
2) Lembar kedua untuk nadzir
3) lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota
4) lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
6) Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf
(bentuk W.4) dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
b. Pendaftaran Wakaf Lama
1) Wakif/ ahli waris wakif/ Nadzir/ ahli waris wakif/ Masyarakat yang
mengetahui keberadaan tanah wakaf/ Kepala Desa setempat mendaftarkan
wakaf tanah kepada Kepala KUA setempat selaku Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW).
2) Pendaftar wakaf tersebut menyerahkan surat-surat kepada PPAIW,
sebagai berikut :
a) Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah
b) Surat Keterangan Pendaftaran Wakaf Tanah lama (blangko model WD)
c) Surat keterangan Kades/Lurah tentang keberadan tanah wakaf (WK).
d) Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah diperkuat oleh Camat setempat
mengenai kebenaran pemilikan tanah dan tidak dalam sengketa;
e) Ijin Bupati/Walikota u.b Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat,
hal ini terutama dalam rangka tata kota atau master plan city.
3) PPAIW meneliti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi
untuk pelepasan hak atas tanah (untuk didaftarkan), meneliti saksi-saksi
dan mengesahkan susunan nadzir.
4) Jika wakif masih hidup dapat dilakukan ikrar kembali wakaf tersebut
dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau
mengucapkan kehendak wakaf itu kepada nadzir yang telah disahkan. Ikrar
wakaf tersebut diucapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan dalam bentuk
tertulis (bentuk W.1). Sedangkan bagi yang tidak bisa mengucapkan
(misalnya bisu) maka dapat menyatakan kehendaknya dengan suatu isyarat
dan kemudian mengisi blanko W.1. Apabila wakif itu sendiri tidak dapat
menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka wakif
dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kandepag
yang mewilayahi tanah wakaf dan kemudian surat atau naskah tersebut
dibacakan dihadapan nadzir setelah mendapat persetujuan dari Kandepag.
Selanjutnya penandatanganan Ikrar Wakaf (bentuk W.1). Selanjutnya
dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (W2) dan Salinan Akta Ikrar Wakaf (W2a)
sesuai prosedur wakaf baru.
5) Dalam hal pendaftaran wakaf yang wakif sudah tiada, maka selanjutnya
PPAIW membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.3)
rangkap tiga dengan dibubuhi materi menurut ketentuan yang berlaku dan
selanjutnya dibuatkan Salinan Akta pengganti Akta Ikrar Wakaf (W.3.a) rangkap
4 (empat). selambat-lambatnya satu bulan setelah dibuat Akta Ikrar Wakaf
dikirim tiap-tiap lembar ke BPN dan lainnya, dengan pengaturan
pendistribusiannya sebagai berikut:
a) Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3)
1) Lembar pertama disimpan PPAIW
2) Lembar kedua sebagai lampiran surat permohonan pendaftaran
tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kab/Kota (W.7)
3) Lembar ketiga untuk Pengadilan Agama setempat
b) Salinan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (W3a):
1) Lembar pertama untuk wakif
2) Lembar kedua untuk nadzir
3) Lembar ketiga untuk Kandep. Agama Kabupatan/Kota
4) Lembar keempat untuk Kepala Desa/ Lurah setempat.
6) Setelah pembuatan Akta, PPAIW mencatat dalam Daftar Akta Pengganti
Akta Ikrar Wakaf ( W.4a) dan menyimpannya bersama aktanya dengan
baik.
c. Prosedur Pendaftaran wakaf ke BPN
1) Kepala KUA Kecamatan setempat atas nama Nadzir Wakaf mendaftarkan
wakaf ke BPN dengan mengisi Blangko W.7 dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut:
a) Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-surat
pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan
warisan, girik dll) bagi tanah hak milik yang belum bersertifikat.
b) Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat bahwa
tanah tersebut tidak dalam sengketa.
c) W.5 atau W.5.a.
d) Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (asli lembar
kedua)
e) Foto Copy KTP Wakif apabila masih hidup.
f) Foto Copy KTP para nadzir.
g) Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah)
2) Proses Sertifikasi Tanah Wakaf
a) Pihak Kantor Pertanahan Kab/Kota menerima berkas persyaratan
untuk proses sertifikasi tanah wakaf, kemudian meneliti kelengkapan
persyaratan administrasi.
b) Pihak Kantor Pertanahan melakukan pengukuran tanah wakaf untuk
dibuatkan Gambar Situasi Tanah.
c) Pihak BPN mencatat wakaf dalam Buku Tanah
d) Selanjutnya memproses dan menerbitkan sertifikat tanah (Nurdin,
n.d.).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Saat ini masih banyak tanah- tanah atu barang-barang wakaf yang perbuatan hukum
wakafnya belum dicatatkan karena pengaruh paradigm lama di masyarakat. Dengan
berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maka pencatatan perbuatan huum wakaf
adalah wajib, sehingga apabila saat ini masih ada tanah atau barang-barang wakaf yang ikrar
wakafnya belum dicatatkan, haruslah segera dicatatkan. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan hukum, dan kepastian hukum bagi wakif, nadzir dan harta yang
diwakafkan, serta menghindari munculnya sengketa wakaf di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, A. (2016). Problematika Pengelolaan Harta Benda Wakaf Di Kecamatan


Pahandut Kota Palangka Raya. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
Lucyani, D. fryda. (2009). Analisis Putusan Pengadilan Agama Serang No.
0960/Pdt.G/2017/srg. Journal Information, 10(3), 1–16.
Nurdin, H. N. (n.d.). Tatacara Pencatatan Harta Benda Wakaf (Petunjuk Teknis bagi Nadzir
Wakaf), 1–14. Retrieved from
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN/qwrc1331701524.pdf
Putra, T. W., & Ali, M. Z. (2021). Analisis Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Wakaf di
Kelurahan Mappala, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar. Management of Zakat and
Waqf Journal (MAZAWA), 3(1), 63–76. Retrieved from
http://jurnalfebi.uinsby.ac.id/index.php/MAZAWA/article/view/600
Yunus, M. (2003). Ketentuan Umum Tentang Perwakafan, 18–49.

Anda mungkin juga menyukai