Oleh
SHOLIHUL HADI
N I M 2121014
Dosen Pengajar:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini, dan tak lupa pula kita
kirimkan sholawat serta salam kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Yang telah membawa
kita dari masa jahiliyah menuju masa kecerdasan yang dapat kita rasakan sampai saat ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kami bisa mengetahui prosedur pengajuan wakaf
sebagai media pembelajaran bagi kita semua.
Oleh karena itu kami berharap mendapatkan saran dan masukan agar menjadi
pembelajaran kedepannya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu sumber harta kekayaan bagi umat islam, di
Indonesia aset wakaf terbilang besar dan selalu meningkat setiap tahunnya,
berdasarkan data dari Direktorat Urusan Agama Islam, pada tahun 1999, jumlah tanah
wakaf di seluruh Indonesia tercatat 1.477.111.015 m2 yang terdiri dari 349.296 lokasi.
Berdasarkan potensi yang ada, pemerintah cukup serius dalam mengakomodir
pengelolaan harta wakaf, hal tersebut diwujudkan lewat peraturan perundang-
undangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fikih yaitu Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf (selanjutnya disingkat UU No. 41
Tahun 2004 ) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaanya (selanjutnya disingkat PP No. 42 Tahun 2006), dengan adanya
peraturan tersebut umat islam tinggal menjalankan saja dan tidak perlu lagi banyak
berwacana, kalau dulu banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga khusus
yang menangani perwakafan di Indonesia, maka kini hadir sebuah lembaga atau
badan pengelola yang menangani tentang wakaf di Indonesia yaitu BWI atau Badan
Wakaf Indonesia (selanjutnya disingkat BWI) sebagai perwujudan
terselenggarakannya wakaf dengan baik di Indonesia, setelah lembaga tersebut
muncul kini yang harus dilakukan adalah bagaimana memaksimalkan dan
mengoptimalkan lembaga independen amanat undang-undang tersebut (Kurniawan,
2016).
Perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf
dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata
cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
wakaf. Hal ini untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, Dalam Undang-Undang tersebut ditegaskan pula
bahwa. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan
dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan
wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf (Nurdin, n.d.)
Pedoman ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pembina Nadzir Wakaf dalam
membina dan memberikan petunjuk kepada nadzir wakaf dalam pendaftarannya
sesuai ketentuan yang berlaku. Wakaf dalam Al-Qur’an dan Sunnah tidak memiliki
penjelasan yang eksplisit. Ulama berpendapat bahwa wakaf merupakan bagian dari
perintah untuk melakukan kebaikan.3 Dasar hukum wakaf adalah firman Allah SWT
dalam Q.S surat Ali Imran ayat 92:
َلْن َتَناُلوا اْلِبَّر َح ّٰت ى ُتْنِفُقْو ا ِمَّم ا ُتِح ُّبْو َن ۗ َو َم ا ُتْنِفُقْو ا ِم ْن َش ْي ٍء َفِاَّن َهّٰللا ِبٖه َع ِلْيٌم
Artinya:
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang tentang hal itu sungguh
Allah maha mengetahui.4 (Q.S. Ali Imran (3) : 92).
Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana
ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan
cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu
memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan
ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip
manajemen dan ekonomi Syaria. Oleh karena itu Petunjuk Teknis Pendaftaran Harta
Benda Wakaf yang disusun ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28
tahun 1977, Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor
42 tahun 2006, masing- masing Prosedur pendaftaran harta benda wakaf tidak
bergerak ke Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf dan ke Badan Pertanahan Nasional; Prosedur pendaftaran wakaf tunai dan
prosedur pendaftaran wakaf benda bergerak selain uang (Nurdin, n.d.).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengaturan wakaf yang telah di ikrarkan tidak dapat dibatalkan ?
2. Bagaimana prosedur pengajuan wakaf ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pengaturan wakaf yang telah di ikrarkan tidak dapat
dibatalkan.
2. Untuk mengetahui tentang bag prosedur pengajuan wakaf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
Wakaf merupakan pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan
menahan asal (tahbis al ashli), lalu menjadikan manfaatya berlaku umum. Tahbis al
ashli adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual,
dihibahkan, digadaikan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah sesuai
dengan kehendak pemberi wakaf (waqif) tanpa imbalan (Putra & Ali, 2021).
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu
meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan
menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan
ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum,
sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah (Nurdin,
n.d.).
Saat ini masih banyak tanah- tanah atu barang-barang wakaf yang perbuatan hukum
wakafnya belum dicatatkan karena pengaruh paradigm lama di masyarakat. Dengan
berlakunya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maka pencatatan perbuatan huum wakaf
adalah wajib, sehingga apabila saat ini masih ada tanah atau barang-barang wakaf yang ikrar
wakafnya belum dicatatkan, haruslah segera dicatatkan. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan hukum, dan kepastian hukum bagi wakif, nadzir dan harta yang
diwakafkan, serta menghindari munculnya sengketa wakaf di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA