Tuga tahun kemudian yaitu 1983/1984 Dijen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag berhasil
mengumpulkan data tentang jumlah tanah wakaf menurut penggunaan dan statusnya di propinsi-
propinsi di seluruh Indonesia. Tanah wakaf yang sudah dicatat instansi Agraria yang sudah terdapat
AIW atau APAIW seluas 27.597.944 m2 pada 11.407 lokasi, yang belum mendapat AIW atau APIW
335.571.991.511 m2 pada 189.103 lokasi.
Dari dua data yang diperoleh dengan kurun waktu 6 tahun yaitu 1978 s.d 1983 setelah
diberlakukannya PP no. 28 tahun 1978 ternyata ada kemajuan yang sangat fantatstis. Perbedaan yang
sangat tajam selama 6 tahun tersebut dimungkinkan karena 2 hal yaitu :
Pertama, karena kian banyknya lokasi dan umat islam yang mewakafkan tanahnya selama
interval waktu 6 tahun tersebut.
Kedua, semakin rapinya pencatatan wakaf tanah milik, sehingga dimungkinkan data tentang
umat islam dan lokasi wakaf tanah milik lebih banyak terjaring dengan 6 tahun sebelummnya.
Sehubungan bertambahnya penduduk bangsa indonesia dan tidak bertambahnya tanah, maka
umat islam harus didorong terus untuk berwakaf selain tanah sesuai dengan semangat ajaran islam
yaitu wakaf buku untuk perpustakaan, wakaf uang, dll.
C. STATUS PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN TANAH WAKAF
1. Status Tanah Wakaf
Sebagaimana disebutkan sebellumnya bahwa wakaf dianggap sah jika telah memenuhi
setidaknya empat rukun, yaitu :
a. Ada orang yang mewakafkan (Wakif)
b. Adanya harta atau sesuatu yang diwakafkan (Mauquf)
c. Ada tempat kemana harta itu diwakafkan (Mauquf alaih)
d. Akad yaitu pernyatan serah terima harta wakaf dari yang mewakafkan kepada yang diserahi harta
wakaf untuk mengelolanya (nadzir)
Disamping itu ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi yaitu :
a. Wakaf itu harus tunai, karena berarti memindahkan hak hak milik pada waktu wakaf.
b. Hendaklah dalam berwakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa wakaf diserahkan.
c. Ada yang berhak menerima wakaf tersebut baik perseorangan maupun kolektif seperti yayasan atau
lembaga-lembaga sosial lainnya.
Menurut kesepakatan fuqoha’ bahwa harta yang telah diwakafkan berpindah hak
kepemilikannya dari empunya kepada Allah swt. Harta tersebut harus dimanfaatkan untuk kepentingan
orang banyak sesuai dengan ketentuan pemiliknya yaitu Allah swt.
Bila dipandang dari sudut hukum islam semata, maka soal wakaf menjadi begitu mudah dan
sederhana aslakan dilandasi kepercayaan dan dianggap telah memenuhi ketentuan formal tersebut
diatas, maksudnya kemudahan administratif tidak ada prosedur yang rumit. Namun demikian disisi lain
kemudahan itu berakibat pada kesulitan pengawasan dan pendataan harta wakaf.
Indikasi ini menunjukkan bahwa ibadah tidaklah hanya cukukp dilandasi dengan keikhlasan dan
kepercayaan menerima amanat semata karena Allah swt, tetapi ibadah juga memperhatikan unsur
kemaslahatan jauh ke depan khususnya ibadah wakaf akan sangat berarti jika harta yang diwakafkan
tidak hanya bermanfaat dengan jangka waktu yang pendek tetapi jauh kedepan sebagaimana sifat
wakaf itu sendiri.
Pada umumnya harta wakaf yang tidak didata sebaikbaiknya akan berujung pada perselisihan
ketika wakif telah meninggal, sebab antara wakif dan nadzir tidak ada dokumen yang menguatkan
posisi kedua belah pihak. Bila keadaan ini terjadi maka tidak ada pihak yang berwenang yang dapat
bertindaik sebagai penengah dengan data tertulis yang jelas, akhirnya harta wakaf kehilangan fungsi
dan porsi yang diharapkan oleh wakif.
Atas dasar pengalaman diatas maka pemerintah menganggap perlu untuk melindungi harta
wakaf tersebut dengan mengeluarkan UU no. 5 th 1960 bahwa wakaf tanah milik dilindungi dan
kemudian diatur dengan PP. No. 28 tahun 1977 berisi tentang keharusan mendaftarkan benda atau harta
wakaf kepada instansi yang telah diberi kewenangan oleh pemerintah untuk mengurusnya.
Sedangkan untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA kecamatan oleh PPAIW,
adapun tugasnya adalah :
a. Meneliti kehendak wakif.
b. Meneliti dan mengesahkan nadzir atau anggota nadzir yang baru. Ps 10 ayat 3-4
c. Meneliti saksi ikrar wakaf.
d. Menyelesaikan pelaksanaan ikrar wakaf.
e. Membuat akta ikrar wakaf.
f. Menyampaikan akta ikrar wakaf dan salinannya selambat-lambatnya 1 bulan sejak dibuatnya. ps ayat
2-3
g. Menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf.
h. Menyimpan dan memelihara akta dan daftarnya.
i. Mengurus pendaftaran perwakafan. Ps 10 ayat 1
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang wakaf tanah ini semakin lengkap setelah
terbitnya UU no. 41/2004 tentang wakaf, harta juga tidak boleh dijadikan jaminan, disita, dihibahkan,
dijualm diwariskan, ditukarm atau dialihkan dalam bentuk hak lainnya, kecuali apabila harta benda
wakaf untuk kepentingan umum harus didaftarkan kembali untuk diproses oleh nadzir melalui PPAIW
kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia yang tugas dan wewenangnya adalah :
a. Melakukan pembinaan kepada nadzair dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf.
b. Memberikan persetujuan dan atau perizinan atas perubahan dan peruntukan dan status harta wakaf.
c. Memberhentikan dan mengganti nadzir.
d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
Dalam beberapa faktor masih banyaknya tanah yang belum berakta bisa juga karena beberapa
faktor yaitu :
a. Karena tidak ada bukti pewakafan sama sekali.
b. Tanah wakaf masih dalam sengketa.
c. Masalah biaya.
d. Prosedur yang dianggap tidak praktis, yaitu : pertama, harus mengusahakan sertifikat hak milik, kedua
mengusahakan sertifikat perwakafan tanah.
Jika Nadzir tersebut berbentuk badan hukum, maka harus memenuhi syarat :
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan.
b. Badan hukum indonesia yang berkedudukan di Indonesia.
c. Badan hukum bergerak pada bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan islam.
d. Memunyai perwakilan di kecamatan tempat tanah yang diwakafkan.
Dengan ketetapan Kepala KUA nadzir berhak mengambil keuntungan maksimal 10 % daru
hasil tanah wakaf dan jumlah nadzir maksimal sejumlah desa yang ada di kecamatan.