Anda di halaman 1dari 7

1

Faktor Penyebab Konflik Tanah Wakaf di Jawa

Barat

Nama : Suparj

NIM : E21010032
[JUDUL YANG DIPERSINGKAT HINGGA 50 KARAKTER] 2

A. Latar Belakang Masalah

Perwakafan di Indonesia kini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini

ditandai dengan banyaknya masyarakat Indonesia khususnya bagi yang menganut agama

islam mulai berbondong-bondong untuk mewakafkan sebagian dari harta - harta mereka.

Karena sudah banyak orang-orang muslim yang sudah mulai timbul kesadaran tentang

pentingnya manfaat berwakaf . Tanah wakaf di samping untuk tujuan ibadah keagamaan

seperti untuk Masjid, Perkuburan, atau Pesantren. Tanah wakaf juga dapat difungsikan untuk

berbagai macam kepentingan umum lainnya dalam Hukum Islam, baik Puskesmas maupun

gedung-gedung pemerintahan dll. Dengan arti kata bahwa dalam pemanfaatannya tanah

wakaf dapat dipergunakan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat demi tercapainya

masyarakat yang adil dan makmur.

Dalam al-Qur’an tidak ditemukan secara explisit dan tegas serta jelas mengenai wakaf.

Alqur’an hanya menyebut dalam artian umum, bukan khusus menggunakan kata-kata wakaf.

Para ulama fikih yang menjadikan ayat-ayat umum itu sebagai dasar wakaf dalam Islam.

Seperti ayat yang membicarakan sedekah, infaq, dan amal jariyah. Para ulama

menafsirkannya bahwa wakaf sudah tercakup di dalam cakupan ayat tersebut.

Secara kebahasaan wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata al-waqf yang jamaknya

alawqafa. Kata tersebut masdar dari waqafa, yaqifu, waqfan. Se- nada dengan pernyataan di

atas kata al-waqf semakna dengan al-Habs bentuk masdar dari Habasa yang artinya menahan

Wakaf mempunyai 25 (dua puluh li- ma) arti lebih, akan tetapi yang lazim dipakai

adalah arti menahan dan mencegah. Dari penjelasan pengertian wakaf menurut bahasa di atas,

dapat disimpul- kan, bahwa al-Habs maupun al-Waqf sama-sama mengandung makna
[JUDUL YANG DIPERSINGKAT HINGGA 50 KARAKTER] 3

menahan, mencegah atau melarang dan diam. Dikatakan menahan karena wakaf ditahan dari

kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf.

Salah satu dalil yang dijadikan dasar hukum wakaf adalah Q.S. al-Baqarah ayat

254, yaitu: :‫مارزقنُكمِ من ْقبِألنيأ ِِْتىي ٌْو َّملَّ ْبيٌعِفيِهو َّل ُخلَّةٌولَّشفع ٌۗةٌوٱْل ِكفُرون‬ ِ ‫يأُّيهاٱل‬
ْ ‫َِِذينءامنُواأنِفقُواِ َّم‬

‫هُُِ مٱل َّظِ لُمون‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian

dari rixki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari

itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah

orang-orang yang zalim.”

Persoalan tentang perwakafan tanah milik, telah diatur, ditertibkan, dan diarahkan sedemikian

rupa sehingga benar-benar memenuhi hakekat dan tujuan daripada perwakafan sesuai dengan

ajaran Agama Islam. Hal ini dapat ditempatkan dalam proporsi yang sebenarnya sesuai

dengan undang-undang yang berlaku.

Persoalan perwakafan tanah milik, A.P. Perlindungan, memberi pandangan harus diciptakan

suatu hukum agraria yang sederhana dan menjamin kepastian hukum dan dimasukan unsur

agama (perwakafan) dalam sistem hukum agraria nasional tersebut. Pelaksanaan perwakafan

tanah miliki merupakan salah satu sarana pengembangan kehidupan, keagamaan,

kemasyarakatan dan salah satu bentuk ibadah sosial di dalam Islam yang erat kaitannya

dengan keagrariaan. Demikian maka fungsi wakaf adalah untuk mengekalkan manfaat tanah

yang diwakafkan, sesuai dengan tujuan wakaf yang bersangkutan menjadi hapus. Tetapi

tanahnya tidak menjadi tanah negara, melainkan memeproleh status yang khusus sebagai

tanah wakaf, yang diatur oleh hukum aga Islam.

Perwakafan di Indonesia sendiri pernah diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1960

Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977

Tentang Perwakafan Tanah Milik. Sementara saat ini kita te- lah memiliki Undang-Undang
[JUDUL YANG DIPERSINGKAT HINGGA 50 KARAKTER] 4

No 41 tahun 2004 tentang Wakaf, yang mana di da- lamnya juga diatur pelaksanaan wakaf

baik berupa benda bergerak seperti uang, logam dan lain maupun berupa benda tidak

bergerak seperti tanah. Yang ber- tujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan

fungsinya sekaligus mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk

kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.12 Dibuatnya peraturan perundang-

undangan wakaf ini diharapkan bisa menghilangkan segala permasalahan pewakafan yang

terjadi di Indonesia.

Namun pada kenyataannya dengan dibuatkannya undang-undang tentang wakaf tidak serta –

merta mampu menyelesaikan semua permasalahan yang ada. hal ini dibuktikan masih saja

banyak kasus – kasus persengketaan perwakafan yang terjadi terlebih pada kasus wakaf

tanah. Dalam praktiknya wakaf tanah sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang

diminta kembali oleh ahli waris wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia.13 Kondisi ini

pada dasarnya bukanlah masalah yang serius, karena apabila mengacu pada ketentuan

peraturan perundang- undangan, wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga

apabila waktu yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris

wakif. Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah

menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang diwakafkan

tersebut tidak dapat diminta kembali. Kondisi di atas dipicu oleh kurangnya informasi dan

minimnya pengetahuan ten- tang wakaf baik menurut hukum Islam maupun peraturan

perundang-undangan mengakibatkan: a) masih adanya persepsi masyarakat bahwa wakaf

adalah “ibadah” sehingga merasa tidak perlu jika wakaf diketahui orang lain, ditulis, bahkan

sam- pai harus dengan “akta”; b) masih ada jalan fikiran atau anggapan bahwa tanpa sertifikat

kedudukan hukum tanah wa- kaf sudah cukup kuat karena selama 30- 40 tahun bahkan lebih

tanah tersebut di- gunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan fungsi dan peruntukan wakaf,

tidak ada gugatan atau tuntutan dari pihak manapun. Kedua anggapan ini mendorong
[JUDUL YANG DIPERSINGKAT HINGGA 50 KARAKTER] 5

terjadinya penyimpangan dari hakekat hukum dan tujuan wakaf sehingga terjadi sengketa ta-

nah wakaf. Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan ditegaskan bahwa wakaf harus

dilakukan sesuai dengan pro- sedur administratif meliputi tatacara per- wakafan, tatacara

pemberian hak, dan tatacara untuk mendapatkan kepastian hak atas tanah yang diwakafkan,

dimana ketentuan ini tidak diketahui dan tidak dikenal sebelumnya oleh masyarakat.

Adanya tanah wakaf yang tidak meme- nuhi ketentuan administratif sebagaimana ditegaskan

dalam peraturan perundang-un- dangan menyebabkan ketidaksamaan dan ketidakseimbangan

dalam hal kepastian hukumnya jika dibandingkan dengan tanah wakaf yang mempunyai

sertifikat. Tidak adanya bukti otentik dan dokumen tertulis. terkait tanah wakaf dalam hal ini

sertifikat wakaf, menyebabkan kedudukan tanah wa- kaf tidak cukup kuat secara yuridis

karena tidak ada alat bukti yang merupakan jami- nan bagi kepastian hukum atas tanah wa-

kaf jika terjadi tuntutan dan gugatan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

B. Konflik dan Pembahasan

Menurut data Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat. Jumlah lokasi tanah wakaf di Jawa

Barat tahun 2011 sebanyak 74.156 lokasi dengan luas tanah 136.828.607,5 M2 yang tersebar

di seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2011, dari 74.156 lokasi tanah wakaf di Jawa Barat,

22.587 lokasi (30,54 %) belum bersertifikat, bahkan 5.981 diantaranya belum memiliki

dokumen Akta Ikrar Wakaf (AIW).

Kondisi tersebut antara lain yang menyebabkan sering terjadinya konflik tanah wakaf,

diantaranya :

1. Konflik antara Ahli Waris Wakif dengan Nazhir;

2. Konflik pengelolaan wakaf antara Nazhir dengan masyarakat;

3. Nazhir tidak cakap;

4. Tanah Wakaf didaftarkan menjadi Tanah Milik Negara;


[JUDUL YANG DIPERSINGKAT HINGGA 50 KARAKTER] 6

5. Tanah Wakaf Dikuasai Pihak Ketiga;

6. Terjadi perubahan status atau alih fungsi lahan aset wakaf untuk keperluan

pembangunan sarana-prasarana umum, seperti untuk keperluan pelebaran jalan atau

pembangunan jalan tol. Dalam hal ini, peran negara dengan mengundangkan UU Nomor 41

Tahun 2004 tentang Wakaf khususnya tentang penyelesaian sengketa wakaf secara non

litigasi adalah untuk menjawab tuntutan akselerasi dan dinamika masyarakat dalam

memanage konflik yang volume maupun intensitasnya semakin kompleks. Negara

memberikan peluang dan kesempatan ke- pada masyarakat untuk menyelesaikan sengketa

sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki melalui institusi penyelesaian konflik yang

bersumber dari masyarakat sendiri (folk institution).

Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hu- kum Perdata (KUHPdt) menyatakan:

Semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang mem- buatnya. Perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan

kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-

undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan baik.


[JUDUL YANG DIPERSINGKAT HINGGA 50 KARAKTER] 7

Anda mungkin juga menyukai