Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk maupun sebelum Islam
masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf telah dikenal pada masa Hindu- Buddha yaitu
dengan istilah Sima dan Dharma. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama dengan
lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah hutan saja
atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh
agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan.
Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang
cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda
(untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah
masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah
menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat.
Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia juga mempengaruhi pengaturan perwakafan
tanah di Indonesia yang peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan
sosial yang dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era
setelah kemerdekaan.
Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49
tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian wakaf?
2. Sejarah wakaf
3. Apa Prinsip – prinsip pengelolaan wakaf?
4. Apa rukun dan syarat wakaf?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”.1
Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti
menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah,
binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam
pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat
bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada
perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak
bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain)
milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang
diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa
kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan
artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya
terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.2
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau
tempat yang berhak saja.3
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bias
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang
kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah
serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.4
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para

1
Hafidhuddin, Didin. 2004. Hukum Wakaf. (Jakarta: Iman dan Dompet Duafa Republika). hal. 21
2
Ibid., hal. 23
3
Ibid
4
Ibid

2
ulama ahli fiqih. Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan
dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.5
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan
peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.

B. Sejarah Wakaf
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf
disyariatkan setelah nabi SAW tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang
di kalangan Fuqaha tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf.
Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan
wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun
masjid. Keberadaan wakaf sejak masa Rasulullah saw, telah diriwayatkan oleh
Abdullah Bin Umar, bahwa umar bin khatab mendapat sebidang tanah di khaibar. Lalu umar
bin kahatab menghadap Rasul untuk memohon petunjuk tentang apa yang sepatutnya
dilakukan terhadap tanah tersebut. Lalu Rasul menjawab jika engkau mau tahanlah
tanah itu laku engkau sedekahkan. Lalu umar menyedekahkan dan mensyaratkan
bahwa tanah itu tidak boleh diwariskan. Umara saluran hasil tanah itu untuk orang-orang
fakir, ahli familinya, membebaskan budak, orang-orang yang berjuang fisabililah. Masa-masa
itu wakaf pertama dalam islam yang dilakukan oleh Umar Bin khatab, kemudian
disusul oleh abu thalhah dan sahabat-sahabat nabi Masa dinasti islam Praktek wakaf
menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang
berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir
dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan,
membangun perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk
para siswa dan mahasiswa. Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin
berbuat baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan

5
Antonio, Syafi’i. 2006. Menuju Era Wakaf Produktif. (Jakarta Selatan: Mitra Abadi Press). hal. 18

3
yang pasti. Namun setelah masyarakat Islam merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf,
maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik.6
Kemudian dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan
menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau
keluarga Pada masa dinasti Umayyah, terbentuk lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang
pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara Islam.
Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-
Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Demikian
perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang manfaatnya dapat
dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga wakaf berkembang searah dengan
pengaturan administrasinya.
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup menggembirakan,
dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta wakaf dan semua dikelola oleh
negara dan menjadi milik negara (baitul mal). Lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam
ini telah diterima menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Di samping itu, suatu
kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik wakaf benda bergerak
ataupun benda tak bergerak. Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan
selalu berkembang bersamaan dengan laju perubahan zaman dengan berbagai inovasi-inovasi
yang relevan seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak atas Kekayaan Intelektual (Haki). Di
Indonesia sendiri saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan
diterbitkannya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 Tahun
2006 tentang pelaksanaannya.7

C. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf


Ada beberapa hal yang menjadi pokok pikiran dari undang-undang tersebut, paling
tidak meliputi lima prinsip yaitu :8
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda
wakaf, hal tersebut dapat dilihat adanya penegasan dalam undang-undang ini agar
wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan

6
Al – Alabij, Adijani. 2002. Perwakafan Tanah di Indonesia. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
hal.32
7
Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. (Kudus: Darul Ulum Press). hal. 43
8
Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana). hal. 52

4
yang pelaksanaannnya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf yang harus dilaksanakan.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas
pada wakaf benda tidak bergerak, menurut undang-undang ini wakif dapat pula
mewakafkan sebagian kekayaan berupa harta benda bergerak, baik berwujud dan tak
berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa
uang, wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang dimaksud
dengan Lembaga Keuangan Syariah di sini adalah badan hukum Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di
bidang keuangan syari’ah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syari’ah.
3. Peruntukan harta wakaf tidak semata-mata kepentingan sarana ibadah dan sosial,
tetapi juga dapat diperuntukkan memajukan kesejahteraan umum dengan cara
mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dan campurtangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat
mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut
merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang
melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(Lihat penjelasan dari UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf)

D. Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf di Beberapa Negara Muslim


Wakaf mengalami kemajuan dan pengelolaan yang semakin profesional di banyak
negara muslim, seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, Kuwait, dll. Harta wakaf digunakan untuk
membangun rumah sakit, hotel, sekolah, persawahan, jembatan, jalan, dan sarana umum
lainnya. Bahkan tanah wakaf di beberapa negara tersebut lebih dari ¾ menjadi lahan
produktif di negara tersebut. Di Mesir dan kuwait bahkan APBN negara mereka ditopang
oleh Wakaf, dan di Universitas Aljazair Kairo Mesir Mahasiswa bahkan dibiayai oleh negara
dengan dana Wakaf. Prof. Dr. Abdul Manan (Bangladesh) membuat terobosan baru dengan
membuat Social Investment Bank Ltd (SIBL) yaitu sebuah bank sosial yang mengelola wakaf
5
tunai. Walaupun Bangladesh termasuk negara miskin tetapi masyarakatnya cukup antusias
dalam membayar wakaf, karena SIBL mengeluarkan sertifikat wakaf yang dapat digunakan
untuk mengurangi pajak penghasilan orang yang sudah berwakaf, dan selain itu karena dana
wakaf yang dikelola secara profesional dapat berperan dalam peningkatan perekonomian
umat Islam Bangladesh.9

E. Profil Lembaga dan Sistem Pengelolaan Wakaf di Indonesia


1. Profil Lembaga
Tabungan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang
didirikan oleh Dompet Dhuafa dan diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005. Berperan
sebagai lembaga yang melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi wakaf kepada
masyarakat sekaligus berperan sebagai lembaga penampung dan pengelola
harta wakaf. Visi dalam tabungan wakaf Indonesia ini adalah menjadi lembaga
wakaf berorientasi global yang mampu menjadi wakaf sebagai salah satu pilar
kebangkitan ekonomi umat yang berbasiskan sistem ekonomi berkeadilan.
Misinya itu mendorong pertumbuhan ekonomi umat serta optimalisasi peran
wakaf dalam sektor sosial dan ekonomi produktif
2. Sistem Pengelolaan Wakaf
Karena pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka pengelolaan wakaf
juga baru ada setelah ada demand wakaf dari jamaah. Demikian terus berlanjut hinga
sekarang. Laporan kegiatannya pun belum ada mengingat tanah wakaf yang terletak di
bilanagn Ciputat itu baru dibangun sarana dan prasarananya. Wakaf dalam lembaga
ini nantinya akan dikelola secara produktif yaitu nanti didalamnya akan ada sarana
ibadah dan sarana pelatihan MQ, pendidikan formal, Balai Latiahan Kerja,
dan Sebagian Pemanfaatan Lahan untuk perikanan.

F. Rukun dan Syarat Wakaf


Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua,
benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al –
mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).10

9
Chairuman, Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, 2004, Hukum Perjanjian dalam Islam,
(Jakarta: Sinar Grafika). hal. 53
10
Ibid

6
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) Syarat-syarat al-waqif ada
empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu,
artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.
Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau
orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah
orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh,
orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah
dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang
ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang
yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi
apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada
ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang
berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada
harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu
ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu
kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak
tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya
seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi
orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah
orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim,
merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf.
Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.
Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang
akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang
dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan
untuk kepentingan Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat.
Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan
kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua,
ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan
7
kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak
diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas
dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf
adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah
berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima
wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

G. Bentuk-bentuk wakaf
1 Wakaf ahli
yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih,
baik keluarga si wakif atau bukan. Wakaf ahli juga sering disebut wakaf dzurri atau
wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial
dalam lingkungan keluarga atau lingkungan kerabat sendiri. Dalam satu segi, wakaf
ahli ini mempunyai dua aspek kebaikan, yaitu (1) kebaikan sebagai amal ibadah
wakaf, (2) kebaikan silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf.
2 Wakaf Khoiri
Wakaf khoiri yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagamaan
atau kemasyarakatan (kepentingan umum). Wakaf ini ditujukan untuk kepentingan
umum dengan tidak terbatas pada aspek penggunannya yang mencakup semua aspek
untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.11

11
No name, 2006, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf). hal. 22

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan
perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai
sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, Wakaf dilakukan dengan
tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang
diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja
yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh Wakif, dan
Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia
tentukan. Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik untuk dikembangkan dan
disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk wakaf yang dikelola secara
produktif dan hasilnya untuk kegiatan social. DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak
memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini
bias berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan
pahala bagi Muwakif. Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
adalah Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf, Pembuatan akuntabilitas
dalam kinerja lembaga, Buat replikasi di Tanah wakaf tertentu yang telah ada atqau
sedang dikembangkan untuk dikloning ditempat lain.

B. Saran dan Kritik


Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh dari
kesempurnaan,. Saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnaan
makalah sehingga akan lebih bermanfaat dalam kontribusinya bagi keilmuan. Wallahu’alam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul Gani. 2008. Wakaf Produktif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Al – Alabij, Adijani. 2002. Perwakafan Tanah di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Antonio, Syafi’i. 2006. Menuju Era Wakaf Produktif. Jakarta Selatan: Mitra Abadi Press.
Chairuman, Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, 2004, Hukum Perjanjian dalam Islam,
Jakarta: Sinar Grafika.
Hafidhuddin, Didin. 2004. Hukum Wakaf. Jakarta: Iman dan Dompet Duafa Republika.
No name, 2006, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf.
Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum Press.

10

Anda mungkin juga menyukai