Anda di halaman 1dari 11

KONSEP ADMINISTRASI WAKAF

Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Administrasi Wakaf

Disusun oleh : Kelompok 3. SA. G/6

Hanik Rahmawati 101180150


Mey Widyastuti 101180076
Mohammad Alfin S.L 101180170
Nanang Qosim 101180189

Dosen Pengampu :

Nugroho Noto Diharjo, M.E.

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan
rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami
yang berkaitan Manajemen Administrasi Wakaf.
Dengan segala kerendahan hati serta melalui kesempatan ini kami menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu kami juga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan pada makalah-makalah selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat dengan harapan dapat menjadi acuan untuk proses
belajar-mengajar di perguruan tinggi dan semoga makalah ini juga bermanfaat bagi para
pembaca.

Ponorogo, 28 Januari 2021

Kelompok 3. SA.G/3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejak datangnya Islam, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh
sebagian besar masyarakat Islam Indonesia,masyarakat Islam Indonesia masih menggunakan
kebiasaan-kebiasaan keagamaan, seperti kebiasaan melakukan perbuatan hukum perwakafan
tanah secara lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang atau lembaga tertentu ,
kebiasaan memandang wakaf sebagai amal shaleh yang mempunyai nilai mulia di hadirat
Tuhan tanpa harus melalui prosedur administratif, dan harta wakaf dianggap milik Allah
semata dan tidak akan pernah ada pihak yang berani mengganggu gugat.

Namun demikian ketika ada orang yang mewakafkan harta bendanya dengan tulisan
atau isyarat untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkan bukan berarti
wakafnya tidak sah. Pernyataan tulisan mewakafkan sesuatu justru bisa menjadi bukti yang
kuat bahwa si wakif telah melakukannya, lebih-lebih itu dinyatakan di hadapan hakim dan
nazhir wakaf yang ditunjuk.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Unsur Wakaf?
2. Bagaimana Penyelenggaraan Administrasi Tanah Wakaf?

3. Bagaiman Registrasi Untuk Sertifikasi Tanah Wakaf?

4. Bagaimana KebijakanTertib Administrasi Perwakafan?

C. Tujuan

1. Untuk memahami Unsur Wakaf

2. Untuk memahami Penyelenggaraan Administrasi Wakaf

3. Untuk memahami Registrasi Sertifikat Tanah Wakaf

4. Untuk memahami Kebijakan Sertifikat Tanah Wakaf

BAB II
PEMBAHASAN
A. Unsur Wakaf

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dijelaskan bahwa


Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
Syariah. Perbuatan untuk menyerahkan sebagian harta benda tersebut memiliki beberapa
unsur, yaitu;

a. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

b. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

c. Harta benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat
jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif

d. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau
tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

e. Peruntukan harta benda wakaf adalah bagi: sarana dan kegiatan ibadah; sarana dan
kegiatan pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu,
bea siswa; kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah
dan peraturan perundang – undangan.

f. Jangka Waktu Wakaf adalah unsur wakaf yang khusus untuk wakaf uang, karena wakaf
uang dapat diwakafkan secara muabad (abadi) atau mu’aqad (berjangka).1

Asas – Asas Wakaf

Asas – asas dalam waqaf ada diantaranya: Asas Kebaikan Manfaat, Asas
Pertanggungjawaban, Asas Profesionalitas Manajemen, Asas Keadilan Sosial.

a. Asas Kebaikan Manfaat

1
Taufiq Hamami,Perwakafan Tanah Dalam Hukum Nasional,(Jakarta:Tatanusa,2003)hlm 69
Dasar hukum tentang wakaf secara implisit tidak dikatakan dalam al-quran dan al-hadits,
Namun secara eksplisit, dasar hukum wakaf ada didalamnya. Hadits umar bin khattab tentang
kepemilikan tanah di khaibar intinya adalah bahwa kebun tersebut untuk dishadaqohkan
hasilnya untuk umat, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan tidak di wariskan, hadits tentang
umar bin khatttab mempunyai maksud bahwa ajaran wakaf itu bukan hanya berkaitan dengan
objek benda saja akan tetapi juga dilihat nilai manfaat dari harta benda yang ada.

b. Asas Pertanggungjawaban
Ibadah wakaf selain memiliki sifat ilahiyah di dalamnya juga terkandung sifat insaniyah,
untuk itu pertanggungjawaban dari ibadah ini mencakup pertanggungjawaban didunia dan
juga di akhirat. Asas pertanggungjawaban terbagi menjadi beberapa bagian :
1) Tangungjawab kepada Allah, berkaitan dengan perilaku dalam perwakafan itu sesuai
dengan aturan – aturan yang ada dalam agama Allah.
2) Tanggungjawab kelembagaan, yaitu tanggungjawab kepada pihak yang memberi
wewenang
3) Tanggungjawab hukum, yaitu tanggungjawab oleh orang yang diamanahi untuk yang
mengelola wakaf dalam hal segala tindakan yang diambil dalam perwakafan sesuai dengan
aturan hukum

4) Tanggungjawab sosial, yaitu tanggungjawab kepada masyarakat terkait segala tindakan


yang diambil dalam perwakafan”.
c. Asas Profesionalitas Manajemen
Asas ini merupakan asas yang urgent dalam ibadah wakaf, ini dikarenakan asas inilah yang
menentukan benda wakaf itu akan lebih bermanfaat atau tidak dalam perwakafan, dengan
melihat pola manajemen pengelolaan wakaf, untuk itu nadzir menjadi sosok yang penting
berkaitan dengan asas ini.

d. Asas Keadilan Sosial


Agama islam mencontohkan prinsip keadilan social dalam social dalam surat al-ma’un,
dalam ibadah wakaf prinsip keadilan social dapat dilihat dari sifat kedermawanan yang
terkandung dalam ibadah tersebut, dimana kedermawanan yang ada merupakan sebuah
anjuran yang ada merupakan sebuah anjuran yang bertujuan untuk menciptakan kemakmuran
untuk mencapai keadilan social bagi sesama bagi sesame makhluk Allah.

B. Penyelenggaraan Administrasi Tanah Wakaf


Dalam peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Perwakafan Tanah
dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang ataubadan hukum yang
memisahkan sebagian harta kekayaanya yang berupa tanah milik dan melembagakan
selamnya untuk keperluan umum sesuai dengan ajaran islam.

Dalam batasan atau pengertian wakaf menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah
No.28/1977, terdapat unsur-unsur wakaf, yakni: wakif, ikrar, benda yang diwakafkan, tujuan
wakaf dan nadzir. Pengertian wakif menurut Peraturan Pemerintah No. 28/1977 adalah orang
atau orang-orang atau badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. Karena mewakafkan
tanah itu merupakan perbuatan hukum, maka wakif haruslah orang atau orang-orang atau
badan hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum, syaratnya adalah:

1. Dewasa

2. Sehat akalnya

3. Tidak terhalang melakukan tindakan hukum

4. Atas kehendak sendiri mewakafkan tanah

5. Mempunyai tanah milik sendiri

Dasar hukum dari perwakafan tanah milik dapat ditemukan di Pasal 49 ayat (3)
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(selanjutnya disebut UUPA) yang menentukan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ketentuan
tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik (selanjutnya disebut PP 28/1977).2

Tanah hak milik yang dimaksud itu seperti:

1. hak milik atas tanah baik yang sudah terdaftar atau yang belum.

2. hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai atas tanah yang sudah ditingkatkan menjadi
hak milik.

3. hak milik atas satuan rumah susun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;

4. tanah negara yang di atasnya berdiri bangunan mesjid atau makam.

2
Nasaruddin Harahap,Panduan Pemberdaya Tanah Wakaf Produktif,(Jakarta:Sinar Grafika,2008)hlm 61
Seluruh hak atas tanah dimaksud dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh
wakif secara sah, dan bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan atau perkara. Perwakafan
tanah milik harus dilakukan atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain.

C.Registrasi Untuk Sertifikasi Tanah Wakaf

Untuk mengurus pendaftaran dan pencatatan perwakafan tanah milik, tidak terlepas
dari persoalan biaya administrasi. Ketentuan mengenai biaya administrasi yang berhubungan
dengan perwakafan tanah milik, dapat dilihat pada :

1.Bab III Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6/1977 tentang Tata
Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik. Adapun Pasal 11 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 6 / 1977.

2.Bab IX Pasal 18 Peraturan Menteri Agama Nomor 1/1978, tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Pasal 18 tersebut
berbunyi sebagai berikut: Penyelesaian administrasi perwakafan tanah milik diatur dalam
peraturan ini dibebaskan dari biaya kecuali bea materai.

3.Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan masyarakat Islam Nomor KEP/D/75/78


tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Perwakafan Tanah Milik pada point V.

4.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2/1978 tentang Biaya Pendaftaran Tanah, lebih
jelasnya ditentukan bahwa biaya pendaftaran tanah milik yang diwakafkan dan pembuatan
sertifikatnya, serta pemecahan tanah yang diwakafkan dan pembuatan sertifikatnya masing-
masing dikenakan biaya berdasarkan tarif tertentu.

5. Pasal 2 ayat (1) sub c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang biaya materai.
Bunyi ketentuan itu adalah sebagai berikut : Terhadap akta-akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya dikenakan bea materai dengan tarif Rp.
1.000,00

D. Kebijakan Tertib Administrasi Perwakafan

Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan beberapa kebijakan pemerintah, baik


berupa Undang Undang maupun Peraturan Pemerintah (PP), sebagai upaya untuk
melaksanakan tertib administrasi perwakafan. Upaya tertib administrasi perwakafan tertuang
dalam pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) sebagai badan hukum yang berupaya menertibkan
perwakafan, baik harta benda wakaf yang berupa tanah maupun yang lainnya. Pengalaman
operasional pembuatan AIW, sampai saat ini, lebih banyak terkait dengan sertifikat tanah
wakaf, khususnya perwakafan tanah milik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977.

Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1978 Tentang Pelaksanaan


Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik telah diatur
bahwa Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), dan administrasi perwakafan diselenggarakan di Kantor Urusan
Agama Kecamatan. Peraturan tersebut hanya mengatur mengenai pendaftaran harta benda
wakaf tanah, belum mengatur pendaftaran harta benda wakaf bergerak seperti uang.3

Sebagai langkah kongkrit pemerintah dalam menertibkan administrasi perwakafan,


telah disahkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. UU ini terdiri atas
sebelas bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal yang meliputi pengertian tentang wakaf, syarat-
syarat sahnya wakaf, fungsi wakaf, tata cara mewakafkan dan pendaftaran wakaf, perubahan,
penyelesaian sengketa, pembinaan dan pengawasan wakaf, Badan Wakaf Indonesia (BWI),
ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.

Dalam BAB III Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda wakaf yang termuat
dalam pasal 32 sampai dengan pasal 39 sudah cukup rinci mengatur tentang tertib
administrasi perwakafan. Hal ini diperjelas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf.

Dalam BAB IV Peraturan Pemerintah tersebut telah menjabarkan bagaimana tata


cara pendaftaran harta benda wakaf, baik harta benda wakaf tidak bergerak maupun harta
benda wakaf bergerak. Hal ini termuat dalam pasal 38 sampai dengan pasal 43 Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf.4

Semua peraturan tersebut dibuat hanya untuk menjaga dan melestarikan harta benda
wakaf di Indonesia. Jika harta benda wakaf tertata dengan apik, maka kita akan dapat

3
https ://www.bwi. go.id /540/2011/01/27/petunjuk-dan-gagasan-administrasi-pewakafan/
4
Adjiani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia. Jakarta : CV Rajawali Pers, 1992 hal 23.
mengembangkan dan mengelola harta benda wakaf tersebut dengan baik. Sehingga hasil
pengelolaan tersebut dapat didistribusikan sebagaimana peruntukan harta benda wakaf.

Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang sudah memadai, diharapkan


perwakafan di Indonesia menjadi tertib dan dapat berkembang dengan maksimal sehingga
harta benda wakaf dapat membantu memperbaiki kondisi kesejahteraan umat.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dijelaskan bahwa Wakaf
adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
Syariah.

Dalam peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Perwakafan Tanah


dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang ataubadan hukum yang
memisahkan sebagian harta kekayaanya yang berupa tanah milik dan melembagakan
selamnya untuk keperluan umum sesuai dengan ajaran islam. Karena mewakafkan tanah itu
merupakan perbuatan hukum, maka wakif haruslah orang atau orang-orang atau badan
hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum, syaratnya adalah:

1. Dewasa

2. Sehat akalnya

3. Tidak terhalang melakukan tindakan hukum

4. Atas kehendak sendiri mewakafkan tanah

5. Mempunyai tanah milik sendiri

Dalam perwakafan semua ada aturan dibuat untuk menjaga dan melestarikan harta
benda wakaf di Indonesia. Jika harta benda wakaf tertata dengan apik, maka kita akan dapat
mengembangkan dan mengelola harta benda wakaf tersebut dengan baik. Sehingga hasil
pengelolaan tersebut dapat didistribusikan sebagaimana peruntukan harta benda wakaf.
DAFTAR PUSTAKA

https ://www.bwi. go.id /540/2011/01/27/petunjuk-dan-gagasan-administrasi-pewakafan/

Hamim,Taufiq , Perwakafan Tanah Dalam Hukum Nasional,Jakarta :TataNusa,2003

Harahap,Nasaruddin, Panduan Pemberdaya Tanah Wakaf Produktif, Jakarta:Sinar


Grafika,2008

Anda mungkin juga menyukai