PENDAHULUAN
Quba’, yaitu masjid yang dibangun atas dasar takwa sejak dari pertama, agar menjadi
wakaf pertama dalam Islam untuk kepentingan agama. Wakaf berasal dari bahasa Arab
waqf yang berarti “menahan, berhenti, diam di tempat, atau tetap berdiri”. Wakaf
menurut syara’ adalah menahan zat (asal) benda dan mempergunakan hasilnya, yakni
menahan benda dan mempergunakan manfaatnya di jalan Allah (sabilillah).1 Menurut Ali
bin Muhammad Al-Jurjani, wakaf adalah menahan zat suatu benda dalam pemilikan si
Wakaf itu suatu ibadah yang disyariatkan dan elah menjadi lazim (telah berlaku)
dengan sebutan lafadz, walaupun tidak diputuskan oleh hakim, dan lepas miiknya,
walaupun barang itu tetap ada di tangannya.3 Wakaf berarti penetapan yang bersifat abadi
untuk memngut hasil dari barang yang diwakafkan guna kepentingan orang-orang atau
yang bersifat keagamaan atau untuk tujuan amal.4 Perwakafan tanah sangat penting bagi
kepentingan manusia karena fungsi dan perannya mekonomi, politik maupun budaya.
1
Sayid Sabiq. 197. Fiqih Sunnah. PT Al-Ma’arif. Bandung. hlm. 378.
2
Suparman, Usman. 2006. Hukum Perwakafan Indonesia. Darul Ulum Perss. Jakarta. hlm. 27.
3
Hasbi Ashiddiqi. 1975. Pengantar Hukum Fiqih Islam. Bulan Bintang. Jakarta. hlm. 159.
4
Maulana Muhammad Ali. 1980. The Religion of Islam (Penerjemah R. Kalang dan HM. Buchrun) PT Ichtiar Baru.
Jakarta. hlm . 467.
1
Jumlah penduduk yang selalu bertambah sedangkan lahan tanah yang sangat
tanah sangat dominan karena lahan tanah tidak sebanding dengan kebutuhan yang
diperlukan. Tanah merupakan objek benda tidak bergerak yang penguasaannya berada
pada negara, manfaat dari tanah tersebut adalah digunakan oleh negara melalui
Wakaf adalah perikatan antara orang yang memberikan wakaf (wakif) kepada
orang yang menerima wakaf untuk tujuan wakaf (Nazir). Perikatan adalah suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar
mana pihak yang satu berhak dan pihak lain berkewajiban atas suatu prestasi.5 Apabila
tanah wakaf kehilagan manfaat sesuai dengan tujuannya, tanah wakaf tersebut dapat
dijual oleh nazir. Penjualannya wajib dibelikan tanah lain yang nilai dan manfaatnya
harus sama dengan harta wakaf awal yang dijual. Jika perikatan terjadi maka secara
Konsensualisme.
tanah air terbilang cukup besar. Sebagian besar dari wakaf itu berupa tanah yang
dibangun untuk rumah ibadah, lembaga pendidikan Islam, pekuburan dan lain-lain yang
rata-rata tidak produktif. Harta wakaf agar mempunyai bobot roduktif harus di kelola
dengan majemen yang baik dan modern, namun tetap berdasarkan Syari’at Islam dibawah
koordinasi Badan Wakaf Indonesia (BWI). Pemberdayaan harta wakaf tersebut mutlak
5
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung:Binacipta, 1987, Cet.IV), hal. 1 .
2
diperlukan dalam rangka menjalin kekuatan ekonomi umat demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
memperhatikan tanah wakaf agar tercpai tujuan optimal. Mengingat wakaf merupakan
belum maksimal. Perbuatan mewakafkan adalah perbuatan yang suci, mulia dan terpuji
sesuai dengan ajaran agama Islam. Berhubungan dengan itu maka tanahyang hendak
diwkafkan itu harus betul-betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya ari sudut
kepemilikan.
dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau
dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Apabila terjadi sengketa wakaf hal
tersebut atur dalam Pasal 62 Undang-undang No.41 Tahun 2004 bahwa Penyelesaian
pengembangan wakaf pada masa yang akan datang akan memperoleh dasar hukum yang
kuat, terutama adanya kepastian hukum kepada nazir, wakif, dan peruntukkan wakaf.
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ketangan pihak ketiga dengan
3
cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak
mampuan nadir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf tetapi karena juga
sikap masyarakat yang kurang peduli ataubelum memahami status harta benda wakaf
yang sehausnya dilindungi demi kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukan wakaf.
Terhadap pendapat yang mengatakan bahwa benda wakaf tidak boleh diganti atau
ditkar dengan benda yang lain, menyebabkan banya benda wakaf tidak dapat dikelola
dengan baik, banyak benda wakaf tidak berfungsi karena sudah using dimakan usia, atau
tidak strategis lagi karena terletak di lingkungan yang kumuh dan tidak ada manfaat apa
pun kepada masyarakat. Bahkan banyak sekali benda wakaf justru membebani
Rasulullah SAW. Adalah harus memberi manfaat untuk kepentingan masyarakat banyak.
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
umum menurut syariat (Pasal 1 Undang-undang No.41 Tahun 2004). Dari uraian tersebut
dapat dsimpulkan, bahwa wakaf adalah melepaskan atau menahan hak milik atas harta
benda untuk dimanfaatkan guna kepentingan ibadah (umum) yang diridhai Allah. 6
Dasar hukum keberadaan wakaf tercantum di dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi
6
Umar Said Sugiharto. 1993. Efektifitas Pendaftaran anah di Kota Malang Setelah Berlakunya PP No. 28 Tahun
1977 (Thesis). Hlm. 86.
4
“Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali kamu belanjakan sebagian harta yang
yakni shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaa, dan anak sholeh yang mendoakan orang
konvensional yang memungkinkan rentan terhadap berbagai masalah dan tidak sedikit
yang berakhir di pengadilan. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya penyimpangan
terhadap benda-benda wakaf yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,
dan juga sudah menjadi rahasia umum ada benda-benda wakaf yang di perjualbelikan.
Keadaan ini tidak hanya berdampak buruk kepada perkembangan wakaf di Indonesia,
tetapi merusak nilai-nilai luhur ajaran Islam yang semestinya harus dijaga kelestariannya
Dalam Pasal 225 Kompilasi Hukum Islam ditentukan, bahwa benda yang telah
diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang
dimaksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat
5
tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;
Namun, pada kenyataannya jual-beli tanah wakaf pernah dilakukan baik dari
keluarga wakif, pihak pemerintah, maupun orang-orang yang tidak bertanggung jawab
Hal tersebut terjadi dalam sebuah kasus yang penulis angkat yang mengenai jual-
beli tanah wakaf pemakaman yang dikategorikan melawan hukum. Kasus jual-beli tanah
tentang Wakaf yang dimana Tanah Wakaf tersebut di jual oleh Ketua Rw 05, kasus di
tangani oleh Kuasa Hukum Anton Suhartono dan Leni Anggraeni kasus tersebut sangat
beli yang ada. Menurut Kuasa Hukum Leni Anggraeni pada fakta jual-beli yang ada
terdapat tandatangan warga yang di duga dipalsukan dan belum di uji penyidik, padahal
ada bukti penguat lainnya. Bukti tersebut adalah surat pernyataan dari terlapor tersendiri
yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik warga Rw 05. Kemudian di tambah
dengan surat pernyataan H. Amas sebagai penjul tanah tersebut bahwa tanah tersebut
sudah dijual ke warga RW 05. Jadi bagaiman mungkin akta jual beli disejajarkan dengan
surat pernyataan. Jadi arahnya bukan ke sana lanjut Leni Anggraeni karena akta jual beli
7
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 71.
6
harus mengetahui asal muasalnya. Apakah terlapor mempunyai hak penuh dalam menjual
tanah tersebut. Dan bagaimana juga dengan Kepala Dea Supriatna yang mengakui
Leni Anggraeni juga mengatakan dari hasil BAP (berita acara pemeriksaan) yang
dilakukan oleh penyidik menurut Kepala Unit Harta Benda Polresta Bandung hal itu
harus dilporkan kembali. Tetapi kan sulit rasanya warga menuntut keadilan bila proses
hukum harus seperti ini jika harus melapor kembali. Ada berapa banyakwarga lagi tersita.
Padahal Tanah tersebut lanjut Leni Anggraeni, adalah untuk kepentingan umum yaitu
tanah untuk kuburan. Karena sah-sah saja berbeda pendapat hukum, karena akan kita uji
lag di pra peradilan ucap Leni Anggraeni, oleh karenanya Leni pun akan melakkan upaya
hukum lain yaitu dengan cara pra peradilan tersebut dalam waktu dekat.
Leni Anggraeni juga menyatakan kasus penjualan Tanah Wakaf ini sama seperti
kasus tanah waris. Jadi apabila salah satu ahli waris tidak setuju maka dinyatakan
penjualan tidak sah secara hukum. Ini sesuai dengan Pasal 1471 Kitab Undang-undan
“Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada
pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak
Jadi penjualan tanah wakaf yang dilakukan oleh Ketua RW 05 dan Kepala Desa
setempat ini tidak sah, karena tidak melalui persetujuan warga seutuhnya. Tetapi
8
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-01567260/kasus-tanah-wakaf-kuburan-diduga-dijual-ketua-rw-
di-sp3-kuasa-hukum-ajukan-praperadilan. Diakses tanggal 28 Oktober 2021.
7
seharusnya tanah yang sudah berubah menjadi tanah wakaf tidak boleh di ganggu gugat
Dalam kasus ini sebanyak 13 saksi yang akan diperiksa oleh Polresta Bandung
atas adanya dugaan tandatangan palsu penjualan tanah kuburan untuk wakaf di Kampung
orang ini diduga terkait tanda tangan palsu yang tercantum di penjualan tanah wakaf
tersebut. Pada persetujuan yang ada, tiga orang di antaranya menggunakan tanda tangan
palsu kata kuasa Hukum Warga RW 05 yaitu Leni Anggraeni. Sebelumnya warga RW
pertanyakan nasib tanah wakaf untuk pekuburan yang dijual oleh warga lainnya yang
diberi mandate.Bahkan yang warga diberi mandate ini pu didukung oleh kepala dsa
setempat dalam menjual tanahnya. Pada tahun 2000 lalu Pemkab Bandung lakuan
normalisasi Sungai Citarum, sehingga tanah wakaf pekuburan di lokasi Kampung Bantar
terpaksa dindahkan. Pengganti tanah wakaf tersebut langsung diberikan ke ahli waris,
sedangkan biaya pemindahan jenazah dibayarkan oleh para ahli warisnya masing-masing
menurut Anton.
Lalu lanjut Anton warga setempat yang terdiri dari tokoh masyarakat, Ketua
DKM dan lainnya bersepakat untuk mengurus pemindahan jenazah tersebut. Tetapi
warga pun sepakat biaya dari pemindahan ini akan diajukan lahan baru pekuburan,
mengingat taka da lokasipekuburan di tempat tersebut. Hanya saja selama beberapa bulan
belum ditemukan tanh baru untuk pekuburan ini yang lokasinya tidak jauh. Jadi untuk
mengurangi isu dan suudzan warga maka biaya ganti rugi wakaf tersebut dibelikan dulu
sawah di sekitar lokasi tak lama dari kejadian tersebut warga akhirnya menemukan tanah
8
di RW 04 milik Bapak Amas adi untuk pekuburan baru. Tetapi untuk mempermudah
menjualnya ata Anton maka warga pun berembg untuk menjadikan tanah tersebut atas
nama wakil dari warga, kami kuasakan ke Pak Dede Sutisna saat itu merupakan Ketua
RW 05. Sehingga tanah tersebut atas nama Pak Dede Sutisna dengan Nomor Akta Jual
Tanah itu pun selama beberapa tahun menjadi asset berjalan bagi warga
khususnya bagi DKM, pengurus masjid. Lumayan untuk memberi gaji para guru ngaji di
masjid setempat. Hanya saja pada tahun 2013 tanah tersebut dijual begitu saja oleh Pak
Dede Sutisna sehingga membuat keadaan kisruh, jadi tanpa koordinasi dengan warga atau
ahli waris dan uangnya diserahkan ke kepala desa tidak jelas. Setelah ditelusuri ternyata
yang setuju ini hanya segelintir orang ahkan beberapa di antaranya hanya nama dengan
Seseorang yang mewakafkan harta benda berupa tanah yang dimiliki untup
kegiatan pembangunana yayasan tertentu. Dalam hal ini, tanah tidak diperbolehkan dijual
maupun dihibahkan kepada orang lain setelah diterima. Melainkan, pengelolaan yayasan
pahami bahwa wakaf merupakan upaya bersedekah, yaitu dengan menyedekahkan harta
secara permanen kepada orang lain untuk di jadikan kepentingan umum misalnya masjid,
sekolahan, yayasan, atau pemakaman atau yang lainnya. Maka dari sumber inilah penulis
WAKAF”
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka topik-topik yang akan dibahas dalam penelitian
ini :
1. Bagaimana aturan hukum terhadap tanah wakaf pemakaman yang dijual dalam
C. Tujuan Penelitian
dalam Masyarakat.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik dari segi teoritis
10
a) Menambah pengetahuan dan pengalaman, khususnya Hukum Islam
Indonesia;
c) Hasil dari penelitian ini semoga bisa dipakai sebagai acuan terhadap
pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat agar tidak ada penyalahgunaan tanah
wakaf di Indonesia, serta menjadi masukan dan pedoman bagi aparat hukum terutama
11
E. Kerangka Pemikiran
kesatunya berbunyi “Ketuhan Yang Maha Esa” menunjukan bahwa Negara Indonesia
Tuhanan yang menjadi landasan moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat.
yang begitu kental dengan nilai-nilai ketuhanan. Dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang
Dasar (UUD) Tahun 1945 juga dinyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan demikian agama dijadikan landasan moral dan etika
warga Negara untuk melaksanakan hak-hak mereka. Dalam hal ini, paragraph pertama
dari Pasal 28 D Konstitusi Republik Indonesia menegaskan bahwa setiap orang memiliki
hak untuk dijamin atas perlindungan yang adil dan jaminan hukum dan perlakuan yang
Wakaf adalah bagian hukum Islam yang mendapat pengaturan secara khusus
Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dengan demikian, wakaf merupakan salah satu lembaga
hukum Islam yang telah menjadi hukum positif di Indonesia. Yaitu sebagai suatu
lembaga keagamaan, dan berfungsi sebagai ibadah kepada Allah SWT, wakif juga
9
Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003,hlm.77.
12
berfungsi social. Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi
kehidupan wakif (pemberi wakaf) di akhirat karena pahalanya akan terus menerus
Tentang Wakaf. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Wakaf menyebutkan bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
syariah.
wakaf, yaitu untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini yang tentunya
akan menjadi sasaran pokok dan perhatian pengelola. Ini pula yang menjadi
pertimbangan pentingnya benda wakaf itu dikelola oleh lembaga Negara, dalam hal ini
BWI (Badan Wakaf Indonesia) secara langsung. Atau lembaga-lembaga lain yang
independen, bukan afiliasi dari salah satu ormas. Dapat dibayangkan, apabila benda
wakaf wakaf itu dikelola oleh suatu ormas, maka lingkup kemaslahatan wakaf akan
terbatas yang pemanfaatannya mungkin hanya berkisar pada mereka yang terkait dengan
masyarakat banyak dengan interval waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya dalam Pasal
13
22 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa rangka mencapai tujuan
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan.
Di kalangan ulama fiqih terdapat silang pendapat tentang boleh tidaknya harta
benda wakaf ditukarkan atau ruslag. Meskipun ulama fiqih berbeda pendapat, tetapi
alasan mereka masing-masing sama, yaitu didasari oleh pertimbangan aspek maslahat
manfaat dari pada ketetapan harta wakafnya sendiri, sedangkan pendapat kedua lebih
melihat pada kemaslahatan harta yang diwakafkannya, yaitu keabadian harta wakaf.10
Dengan mengacu pada pendapat para ahli itu, maka yang harus menjadi perhatian
dan rujukan adalah tujuan bagi masyarakat luas. Secara jujur, siapapun tidak mungkin
memaksakan untuk tidak mengganti benda wakaf apabila sudah tidak produktif atau tidak
dapat lagi dimanfaatkan. Untuk itu, tentu saja perlu adanya pemahaman yang sama dalam
mengartikulasikan makna abadi dari benda wakaf itu sendiri, apabila benda wakaf itu
dapat terus berguna dan memberikan manfaat. Siapapun juga akan menyatakan sesuatu
10
Ibid., hlm. 39-44.
14
itu “rusak” apabila memang sudah tidak dapat digunakan lagi. Apapun yang diberi label
“rusak” itu berarti berbanding tidak lurus dengan makna abadi itu sendiri.
Wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan
orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya dan atau menyalurkan manfaat dari
harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Asas-asas perwakafan yang pertama
ialah asas pertanggung jawaban dalam wakaf terdapat dua dimensi pertanggung jawaban
prinsip untuk mengelola wakaf tersebut yaitu mempunyai prinsip keabadian dan juga
prinsip kemanfaatan, benda yang menjadi benda wakaf nantinya akan menerima status
sebagai benda wakaf sesuai dengan syariah Islam, dan orang yang mengelola wakaf
tersebut disebut dengan nazira yang telah menerima pelatihan secara khusus, pengelola
Dalam Pasal 215 angka (1) Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa
wakaf adalah perbuatan hukum seorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama. Ini
berarti wakaf adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
orang atau badan hukum dengan cara memisahkan sebagian harta benda milik dan itu
dilembagakan untuk selama-lamanya bagi kepentingan ibadat atau umum lainnya sesuai
dengan ajaran agama Islam. Benda milik yang dimaksud tidak hanya benda tidak
11
Abdul Shomad, Hukum Islam, Kencana, Jakarta, 2010,hlm371.
12
Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf, Alkabisi, Jakarta, 2006, hlm
16.
15
bergerak (benda tetap), tetapi juga dapat benda bergerak asalkan benda yang
bersangkutan memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut
ajaran Islam.13
Badan Wakaf Indonesia (BWI) Badan wakaf Indonesia baik di pusat ataupun
Perwakilan BWI di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk dalam rangka memajukan dan
benda wakaf;
2) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional;
3) Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf;
dengan instansi Pemerintah, baik pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli,
13
Ibid., hlm. 65-66.
14
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Bab VI Pasal 49 ayat 1.
16
badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu. Setelah memerhatikan saran
Tugas dan Wewenang BWI cukup luas mencakup pembinaan pengelolaan dan
pengawasan, bahkan BWI dapat bertindak sebagai Nazir yakni “mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf”.16 BWI sebagai lembaga Pembina bahkan dapat
memberhentikan dan mengganti nadzir tidak lazim untuk bertugas sebagai pengelola
(Nazir) pada saat yang bersamaan, karenanya masalah ini harus menjadi kajian sungguh-
dan wewenangnya, BWI perlu diawasi public, wewenang dan tugasnya hendaknya
Perwakafan tanah di Indonesia telah ada sejak lama yaitu sejak agama Islam
masuk ke Indonesia. Wakaf adalah suatu lembaga keagamaan, khususnya bagi umat yang
beraga Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. 17 Allah telah
mensyariatkan wakaf, menganjurkan dan menjadikannya sebagai salah satu cara untuk
perintah melaksanakan wakaf, yang dijadikan dasar hukum wakaf, yaitu sebagai berikut :
maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya
15
Ibid., Pasal 49 ayat (2) dan Pasal 50.
16
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 11 poin b.
17
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HAM RI, Aspek Hukum Perwakafan Hak Atas
Tanah Selain Hak Milik, Jakarta, 2002, hlm. 22.
17
akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang
banyak”.18
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik”.
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. 19
“Sesungguhnya sebagian amalan dan kebaikan orang yang beriman yang dapat
mengikutinya sesudah ia meninggal ialah: ilmu yang disebar luaskan, anak saleh yang
18
Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Surabaya, 1997, hlm.66.
19
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 65-66.
18
ditinggalkan, Al-Quran yang diwariskan, masjid yang didirikan, rumah yang dibangun
untuk musafir, sungai yang ia alirkan, atau sedekah yang dikeluarkan dari harta bendanya
konvensional yang memungkinkan rentan terhadap berbagai masalah dan tidak sedikit
yang berakhir di Pengadilan. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya penyimpangan
terhadap benda-benda wakaf yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,
dan juga sudah menjadi rahasia umum ada benda-benda wakaf yang diperjualbelikan.
Keadaan ini tidak hanya berdampak buruk kepada perkembangan wakaf di Indonesia,
tetapi termasuk nilai-nilai luhur ajaran Islam yang semestinya harus dijaga kelestariannya
sebab ia merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Menyadari tentang keadaan
ini, para pihak yang berwenang telah memberlakukan beberapa peraturan tentang wakaf
untuk dilaksanakan oleh umat Islam di Indonesia. Namun peraturan-peraturan yang telah
dikeluarkan itu dianggap masih belum memadai dalam menghadapi arus globalisasi saat
ini, maka di perlukan peraturan baru tentang wakaf yang sesuai dengan situasi dan
wakaf di Indonesia masih jauh ketinggalan. Selama ini pelaksanaan wakaf di Indonesia
masih berorientasi kepada sarana peribadatan seperti masjid, sekolah, kuburan, dan
sarana keagamaan lainnya. Pengelolaan wakaf di beberapa Negara Islam seperti Mesir,
Arab Saudi, Qatar, Turki sudah dilakukan dengan manajemen yang baik, wakaf tidak lagi
terfokus kepada sarana peribadatan, tetapi ruang lingkupnya sudah diperluas yakni
seluruh harta kekayaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang berwujud
19
dan tidak berwujud, juga sudah dikenal dengan wakaf uang, logam mulia, surat berharga,
kendaraan transfortasi, hak kekayaan intelektual, hak sewa, hak pakai, dan sejenisnya.
memberi rasa aman kepada para pengelola wakaf dengan pengawasan yang cukup ketat.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf20 rukun wakaf ada empat macam yaitu :
Yang dimaksud dengan wakif adalah pemilik harta benda yang melakukan
perbuatan hukum. Menurut para pakar hukum Islam, suatu wakaf dianggap sah dan
yakni melepas hak milik tanpa mengharapkan imbalan materiil. Oleh karena itu
seorang wakif haruslah orang yang merdeka, berakal sehat, balig dan rasyid serta
Wakaf harus didasarkan atas kemauan sendiri, bukan atas tekanan atau
paksaan dari pihak manapun. Para ahli hukum Islam sudah sepakat bahwa wakaf dari
orang yang dipaksa adalah tidak sah hukumnya, bagitu pula hukum atau ketentuan
Agar harta benda yang diwakafkan sah, maka harta benda tersebut harus
pertama: mutaqawwin (mal mutaqawwin) yakni harta pribadi milik si wakif secara
sah dan halal, dapat benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak
berwujud, kedua: benda yang diwakafkan itu jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya
dan tidak dalam keadaan sengketa, ketiga: benda yang diwakafkan itu harus kekal
20
Abdul Wahhab Khallaf, Ahkam al-Waqf, Matba’ah al Misr, Kairo, Mesir, 1951, hlm. 24.
20
yang memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus. Namun demikian
menurut Imam Malik dan golongan Syiah Imamiyah wakaf dapat atau boleh dibatasi
waktunya.
dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Oleh
karena itu, benda-benda yang dijadikan sebagai objek wakaf hendaknya benda-benda
yang termasuk dalam bidang mendekatkan diri (qurbat) kepada Allah SWT.
Tidak dibenarkan pelaksanaan wakaf itu didasarkan kepada tujuan yang tidak
dilaksanakan dengan tujuan untuk kebaikan sesame manusia dengan mendapat ridha
dan pahala dari Allah SWT., misalnya untuk pelaksanaan pendidikan dan untuk
Tentang sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh
Jumhur Fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf, para Fuqaha menganggap wakaf belum
sempurna dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah pernyataan yang
Ikrar wakaf yang diucapkan pemberi wakaf pada umumnya sebagai berikut
“saya wakafkan harta saya ini kepada Madrasah Polan untuk dipakai pembelanjaan
21
dan penyelenggaraannya” atau “saya wakafkan kebun kelapa ini untuk digunakan
hasilnya bagi penyelenggaraan yayasan yatim piatu polan” dan sebagai nya.
1. Asas manfaat
pada keabadian benda wakaf, walaupun sudah rusak sekalipun, tidak boleh benda
wakaf itu ditukarkan dengan benda yang lain walaupun benda akan rusak atau
dan Syafi’iyah berpendapat bahwa benda wakaf boleh diganti asal dengan benda
yang lebih bermanfaat sebab dengan adanya pergantian itu, maka benda tidak
akan sia-sia. Berbeda dengan Abu Hanifa dan Imam Ahmad Ibnu Hambali
mengatakan bahwa benda wakaf boleh saja ditukar atau dijual karena sudah tidak
memiliki nilai manfaat lagi, diganti yang lebih bermanfaat untuk masyarakat
umum.
dikategorikan sebagai ibadah yang memiliki nilai pahala yang terus menerus
22
b) Benda wakaf memberi nilai yang lebih nyata bagi wakif itu sendiri.
Apabila harta wakaf itu memberikan manfaat kepada orang lain, maka si
d) Benda wakaf tidak menimbulkan bahaya bagi orang banyak maupun bagi
wakaf sendiri.
2. Asas pertanggungjawaban
sosial kemasyarakatan.
jawab wakif yang harus memberikan wakaf dengan penuh keikhlasan serta niatan
yang baik. Serta tanggung jawab nazir yang harus mengelola atau menjalankan
harta wakaf dengan sungguh-sungguh, professional, jujur, amanah, serta niat yang
tulus.
masyarakat.21
23
Wakaf yang dikelola dengan manajemen yang baik dan benar akan menghasilkan
manfaat yang lebih besar bagi kepentingan masyarakat. Dalam pengelolaan wakaf
tidak boleh lepas dari tuntutan yang digariskan oleh Rasulullah SAW, yakni
mungkin untuk kepentingan masyarakat. Dalam kaitan ini, para pakar hukum
Agama Islam mencontohkan prinsip keadilan sosial dalam surat al-ma’un, dalam
ibadah wakaf prinsip keadilan sosial dapat dilihat dari sifat kedewmawanan yang
sebuah anjuran yang ada merupakan sebuah anjuran yang bertujuan untuk
Allah.
Perubahan atau penggantian dalam bahasa Arab disebut dengan ibdal, artinya
istibdal dengan menggunakan sin dan ma’na thalab adalah membeli barang lain dan
dijadikan pengganti benda wakaf yang telah dijual (Abu Zahrah, 1959: 172-123). Oleh
24
karena itu, istibdal dan ibdal merupakan dua hal yang harus ada dalam kasus/peristiwa
wakaf. Jika benda dijual dan dikeluarkan dari wakaf, harus ada benda lain yang menjadi
penggantinya.
Maksud perubahan dan penggantinya lain fungsi benda atau harta wakaf
sebagaimana terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 225 ayat (1) adalah sebagai
berikut:
1. Sebelum terjadinya perubahan atau penggantian telah terjadi ikrar wakaf antara wakif
dengan nadzir;
3. Proses ikrar wakaf disaksikan oleh pihak KUA, MUI, Camat dan pihak-pihak lainnya
yang diundang atau diperlukan, misalnya ahli waris wakif yang sudah baligh.
4. Untuk melaksanakan pembangunan mesjid atau lainnya sesuai dengan ikrar wakaf
5. Dengan alas an-alasan di atas, maka pihak-pihak yang terkait langsung dengan ikrar
wakaf diundang untuk membicarakan perubahan atau penggantian fungsi benda atau
6. Atau ikrar wakaf yang telah dilakukan menyimpang dari kebutuhan umum.
Dengan enam hal diatas, dapat diambil pemahaman bahwa maksud perubahan
atau penggantian lain harta wakaf adalah mengubah fungsi harta wakaf sesuai dengan
25
Undang-Undang Perwakafan dan kepentingan umum yang tidak menyimpang dari
syariat.22
Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, wakaf yang di lakukan yaitu mengenai
penjualan tanah wakaf pemakan oleh ketua RW 05 yang berada di Kampung Bantarbaru,
Desa Buahbatu, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Seharus nya tanah wakaf
tidak boleh di perjual belikan, disita, diwariskan dan sebagainya. Berdasarkan Pasal 40
1. Dijadikan Jaminan;
2. Disita;
3. Dihibahkan;
4. Dijual;
5. Diwariskan;
6. Ditukar; atau
“Tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakuakn, baik atas nama wakif maupun
atas nama mauquf “alaih karena dapat merusak kelestarian wakaf, yaitu :
1. Menjual lepas, artinya transaksi memindahkan hak atas tanah atau barang-barang
2. Mewariskan, artinya memindahkan harta wakaf secara turun temurun kepada anak
22
H. Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam Pranata Sosial, 2013, hlm 196-197.
26
3. Menghibahkan, artinya menyerahkan harta wakaf kepada pihak lain tanpa imbalan.
sepenuhnya berjalan dengan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus mengenai
wakaf sebagaimana mestinya, terlantar, beralih ke tangan pihak ketiga atau ke tangan ahli
warisnya dengan cara melawan hukum. Keadaan ini hanya karena kelalaian atau ketidak
mampuan nazir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Hal itu juga
karena sikap masyarakat terhadap kurang nya kepedulian atau memahami status harta
benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan,
F. Metode Penelitian
tahap-tahap tertentu, dan konsisten berarti penelitian dilakukan secara taat asas.
Dan pada dasarnya sesuatu yang dicari dalam penelitian ini tak lain adalah
“pemahaman” apabila kita sudah paham tentu kita mengetahuinya yang disebut sebagai
“pengetahuan”, di mana pengetahuan yang bener ini nantinya dapat dipakai untuk
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI,1986), hlm.43
27
1. Spesifikasi Penelitian
Dalam spesifik penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Deskriptif Analisis,
2. Metode Pendekatan
memberikan landasan teori yang relevan dengan masalah yang akan dibahas
serta sumber data sekunder lainnya yang terkait dengan permasalahan yang akan
Wakaf.
3. Tahap Penelitian
28
Penelitian kepustakaan ( Library Research), yaitu suatu penelitian yang
bahas. Adapun bahan yang dipergunakan terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu
Wakaf
29
3) Bahan hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
Kamus Hukum
data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
kepustakaan.
a. Penelitian Kepustakaan
dalam bentuk formal, maupun data melalui naskah resmi yang ada.
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, CV. Rajawali, Jakarta, 1999, hlm. 15.
26
Amirudin dan Zaeulani Asikin, Op.Cit, hlm. 68.
30
b. Penelitian Lapangan
b. Dalam penelitian lapangan alay yang akan digunakan yaitu berupa daftar
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah
yang terkait dan berhubungan dengan masalah dalam penulisan hukum ini dan
31
hukum ini. Dalam penelitian ini metode Yuridis Kualitatif yaitu data yang
7. Lokasi Penelitian
a. Perpustakaan
b. Instansi
8. Jadwal Penelitian
Bulan
1. Persiapan
judul
penyusunan
penulisan
32
hukum
2. Seminar
proposal
3. Persiapan
penelitian
4. Pengumpulan
data
5. Pengelolaan
data
6. Analisis data
7. Penyusunan
hasil
penelitian ke
dalam bentuk
penulisan
hukum
8. Siding
komprehensif
9. Perbaikan
10. Penjilidan
11. Pengesahan
G. Sistematika Penulisan
33
BAB I PENDAHULUAN
KABUPATEN BANDUNG
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran berdasarkan hasil
DAFTAR PUSTAKA
34
A. Buku
Abdul Wahhab Khallaf, Ahkam al-Waqf, Matba’ah al Misr, Kairo, Mesir, 1951,
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam, Kencana, Jakarta, 2008,
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HAM RI, Aspek
Hukum Perwakafan Hak Atas Tanah Selain Hak Milik, Jakarta, 2002,
Bahder Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Surabaya, 1997,
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989),
Hasbi Ashiddiqi. 1975. Pengantar Hukum Fiqih Islam. Bulan Bintang. Jakarta.
Maulana Muhammad Ali. 1980. The Religion of Islam (Penerjemah R. Kalang dan HM.
Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf Tentang Fungsi Dan Pengelolaan Wakaf,
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990,
Suparman, Usman. 2006. Hukum Perwakafan Indonesia. Darul Ulum Perss. Jakarta.
35
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI,1986),
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, CV. Rajawali, Jakarta,
1999,
Umar Said Sugiharto. 1993. Efektifitas Pendaftaran anah di Kota Malang Setelah
B. Peraturan Perundang-Undangan
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum
Islam
C. Sumber Linnya
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-01567260/kasus-tanah-wakaf-kuburan-
Oktober 2021.
36