Waqaf Keagamaan
Waqaf Derma
Waqaf Keluarga
Waqaf Keagamaan
Sejarah mencatat, wakaf
keagamaan pertama adalah Masjid
Quba di Madinah. Masjid ini
dibangun pada saat kedatangan Nabi
Muhammad SAW pada tahun 622
M. Sampai kini masjid tersebut
masih ada di tempat yang sama
dengan bangunan yang diperbarui
dan diperluas.
Selang enam bulan setelah
Masjid Quba dibangun, didirikan
pula Masjid Nabawi di tengah-
tengah kota Madinah. Masjid serta
tanah dan bangunan yang secara
eksklusif menyediakan penghasilan
untuk pemeliharaan dan pendanaan
masjid, jelas Esposito, termasuk ke
dalam kategori wakaf keagamaan.
Waqaf Derma
Wakaf derma atau wakaf filantropis ini juga sudah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Seseorang bernama Mukhairiq berkehendak mendermakan
(mewakafkan) tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah, setelah
dia meninggal, kepada Nabi SAW. Pada 626 M, Mukhairiq meninggal dunia. Lalu Nabi
SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya
sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin.
Praktik ini diikuti oleh para sahabat Nabi dan Khalifah Umar bin Khattab.
Menurut hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang disepakati oleh ulama hadits pada
umumnya dari Abdullah bin Umar bin Khattab, Umar bin Khattab berkata kepada
Rasulullah SAW:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, yang aku belum
pernah memiliki tanah sebaik itu. Apa nasihat engkau kepadaku?” Rasulullah SAW
menjawab: “Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu, sedekahkanlah hasilnya.”
Lalu Umar mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar (di sekitar kota
Madinah) itu dengan pengertian tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Menjelang Nabi wafat pada tahun 632 M, banyak wakaf derma telah dibuat.
Waqaf Keluarga
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab (635-645 M). Ketika Umar
memutuskan untuk membuat dokumen tertulis mengenai wakafnya di
Khaibar, dia mengundang beberapa sahabat untuk menyaksikan penulisan
dokumen tersebut.
Dalam dokumen tertulis tersebut, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu
Umar bahwa Umar bin Khattab bersedia menyedekahkan hasil tanah itu
kepada fakir miskin dan kerabat serta untuk memerdekakan budak, untuk
kepentingan di jalan Allah SWT, orang terlantar dan tamu. Wakaf jenis ini
disebut dengan wakaf keluarga. Dalam hadits sahih Bukhari dan Muslim
(Muttafaq ‘Alaih) dikatakan:
“Tidak ada dosa bagi orang yang mengurusnya memakan sebagian harta itu
secara patut atau memberi makan keluarganya, asal tidak untuk mencari
kekayaan.”
KEISTIMEWAAN WAQAF
1. Harta wakaf punya hukum pemisahan yang
tetap dari hak milik.
Harta yang sudah diwakafkan secara utuh dan
bulat telah menyebabkan kuasa kepemiikan si pemegang
harta sebelumnya akan terhapus daripada harta tersebut.
Secara prinsip, kontrak penyerahan kepemilikan dalam
wakaf berkekalan dan si pewakaf tak boleh lagi dengan
alasan apapun untuk memiliki kembali harta itu. kecuali
jika diberikan tanggungan sebagai pengurus wakaf. Dalam
konteks ini, harta yang sudah diwakafan adalah menjadi
milik Allah Ta’ala.
2. Wakaf punya manfaat dan pahala yang terus
menerus mengalir tanpa henti.
Wakaf ini menjadi satu rahmat dari Allah SWT yang terbukti nyata.
Sedekah yang diniatkan dengan niat wakaf akan membawa pahala yang terus
menerus mengalir pada si wakif. Tak hanya itu, bahkan pihak yang menerima
juga mendapat manfaat yang terus menerus mengalir. Seperti yang tercantum
dalam hadits Rasulullah SAW:
Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : “Jika
anak Adam meninggal, maka amalnya terputus, kecuali dari tiga perkara,
sedekah jariah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang berdoa
kepadanya”. (Hr. Muslim).
1. Tertentu (mu’ayyan) ialah jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah
seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan
tidak boleh dirubah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf
tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh
untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka
dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf.
Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah
menerima wakaf.
2. Tidak tertentu (ghaira mu’ayyan) ialah tempat berwakaf itu tidak
ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk
orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima
wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang
dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya
ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
Syarat Shigah
Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah)
https://id.wikipedia.org/wiki/Wakaf
http://blog.act.id/ini-dia-3-keistimewaan-wakaf
http://www.rumahwakaf.org/pengertian-wakaf-
syarat-wakaf-macam-macam-wakaf-tujuan-wakaf-
fungsi-wakaf/
https://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengert
ian-rukun-dan-fungsi-wakaf.html
https://medium.com/@indotesis/pengertian-
rukun-dan-fungsi-wakaf-81439308b60c