Anda di halaman 1dari 14

A. Mari Mengenal Wakaf !

Banyak cara yang dilakukan seorang Muslim untuk menyerahkan hartanya


kepada seseorang atau badan hukum (lembaga) dengan motivasi pengabdian
kepada Allah SWT, diantaranya dengan wakaf. Wakaf berasal dari bahasa
Arab yang bermakna menahan (al-habs) dan mencegah (al-man’u). Wakaf tidak
boleh diwariskan, dihibahkan, dan dijual, karena al-habs (menahan)
menunjukkan makna permanen karena benda wakaf bersifat kekal agar dapat
dimanfaatkan barangnya selama-lamanya. Sedangkan wakaf menurut istilah
syar’i adalah suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya pada
orang lain dengan cara menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya untuk
diambil manfaatnya oleh masyarakat. Wakaf termasuk amaliah shadaqah yang
belum banyak diamalkan, sebab biasanya wakaf ini berupa harta yang
disenangi seperti: tanah, sawah, bangunan, atau mobil yang dikeluarkan dari
milik perorangan untuk diambil manfaatnya oleh salah satu lembaga sosial
Islam guna mencari pahala dari Allah SWT.
Dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah milik dijelaskan, bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya berupa tanah
milik dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam. Menurut Jaih Mubarok dari
definisi tersebut memperlihatkan tiga hal, yaitu:
a. Wakif atau pihak yang mewakafkan secara perorangan atau badan hukum
seperti perusahaan atau organisasi kemasyarakatan;
b. Pemisahan tanah milik belum menunjukkan pemindahan kepemilikian tanah
milik yang diwakafkan;
c. Tanah wakaf digunakan untuk kepentingan ibadah atau keperluan umum
lainnya sesuai ajaran Islam.
Wakaf memiliki dua tujuan, yaitu hubungan horizontal, yaitu mengentaskan
kemiskinan dan hubungan vertical, yaitu pendekatan pada Allah SWT.

1. Dalil-dalil tentang wakaf adalah sebagai berikut :


a. Q.S Ali Imran (3) : 92
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal
itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran (3) : 92 )
b. Hadits Nabi Saw.:

Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Apabila


seorang muslim meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara;
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang
mendoakannya.". (HR. Abu Dawud ).
Ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan shadaqah jariyah dalam
Hadits tersebut adalah wakaf.
Artinya : “Diriwayatkan dari Shahr Ibn Juwairiayah dari Nafi’, “Sesunguhnya
Umar Ibn al Khatthab memilki tanah yang dinamakan dengan Tsamagh yang
ada kurma yang indah sekali. Umar berkata, “ya Rasulallah saya ingin
memanfaatkan hartaku yang sangat baik, apakah saya mau
menshadaqahkannya?. Nabi menjawab, “hendaklah shadaqahkanlah asalnya
yang tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan akan tetapi hendaklah
nafkahkan buahnya”. Lalu Umar menshadaqahkan di jalan Allah, perbudakan,
tamu, orang-orang miskin, ibnu sabil, dan sanak karabat. Maka tidak berdosa
bagi orang yang mengurusnya makan sekedarnya dengan jalan yang baik atau
memberi makan kepada temannya sekedarnya”. (HR. al-Bukhari)
Berdasarkan dalil Al-Qur’an dan hadits-hadits di atas, menegaskan bahwa
orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah, maka sepantasnya harus
memilh hartanya yang paling baik untuk diwakafkan, sebagaimana yang telah
dilakukan oleh Umar bin Khattab ra.
Umat Islam berbeda pendapat tentang awal diberlakukannya wakaf. Menurut
kaum Muhajirin, bahwa wakaf pertama kali diberlakukan pada zaman Umar ibn
Khatthab dan dimulai Nabi Saw. sendiri. Sementara menurut kaum Anshar,
wakaf pertama kali dilakukan oleh Nabi Saw., sebagaimana dalam kitab
Maghazi al-Waqidi dikatakan bahwa sedekah yang berupa wakaf dalam Islam
yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Saw. sendiri adalah sebidang tanah
untuk dibangun masjid. Dengan demikian, dasar wakaf bukan hanya berupa
ucapan Nabi (qaul al-nabi), tetapi juga praktek Nabi Saw. sendiri ( fi’il al-
nabi).
Menurut al-Qurthubi, seluruh sahabat Nabi pernah mempraktekkan wakaf di
Mekkah dan Madinah, seperti Abu Bakar, Umar bin al-Khatthab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Fathimah, Zubair, Amr bin Ash, dan Jabir.
Menurut Imam Syafi’i dalam qaul qadim-nya bahwa sekitar delapan puluh
sahabat Nabi dari kaum Anshar mempraktekkan sedekah muharramat yang
disebut wakaf dan seluruh sahabat Nabi melakukan wakaf serta tidak
seorang pun yang tidak mengetahuinya. Dengan demikian, wakaf memiliki
dasar yang kuat mulai dari Al-Qur’an yang bersifat global ( mujmal), perkataan
dan perbuatan Nabi Saw., dan perilaku sahabat Nabi Saw

2. Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunnat. Wakaf sebagai amaliyah sunnah yang sangat
besar manfaatnya bagi wakif, yaitu sebagai shadaqah jariyah. Berdasarkan
dalil–dalil wakaf bagi keperluan umat, maka wakaf merupakan perbuatan yang
terpuji dan sangat dianjurkan oleh Islam.

3. Rukun dan Syarat Wakaf


Rukun wakaf ada empat, yaitu:
a. Orang yang berwakaf (al-wakif), dengan syarat-syarat sebagai berikut:
 Memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan
harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
 Berakal, tidak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang
mabuk.
 Baligh.
 Mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang
yang sedang bangkrut (muflis) dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan
hartanya.
b. Benda yang diwakafkan (al-mauquf), dengan syarat-syarat sebagai berikut:
 Barang yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.
 Harta yang diwakafkan itu harus diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu
tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu
tidak sah.
 Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf ( wakif).
 Harta itu harus berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain
(mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah ghaira shai’.
c. Orang yang menerima manfaat wakaf ( al-mauquf ‘alaihi) atau sekelompok
orang/badan hukum yang disertai tugas mengurus dan memelihara barang
wakaf (nadzir). Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua
macam, yaitu:
 Tertentu (mu’ayyan), yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah
seorang, dua orang, atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak
boleh dirubah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini ( al-
mawquf mu’ayyan) bahwa ia adalah orang yang boleh untuk memiliki harta
(ahlan li al-tamlik). Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi (non Muslim
yang bersahabat) yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf.
Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.
 Tidak tertentu (ghaira mu’ayyan), yaitu tempat berwakaf itu tidak
ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang untuk orang fakir,
miskin, tempat ibadah, dan lain-lain. Syarat-syarat yang berkaitan dengan
ghaira mu’ayyan, yaitu bahwa yang akan menerima wakaf itu hendaklah dapat
menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri
kepada Allah dan hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
d. Lafadz atau ikrar wakaf (sighat), dengan syarat-syarat sebagai berikut:
 Ucapan itu harus mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya
(ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
 Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu.
 Ucapan itu bersifat pasti.
 Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi, maka penguasaan atas
tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf ( wakif) tidak dapat lagi
menarik balik kepemilikan harta itu karena telah berpindah kepada Allah
SWT dan penguasaan harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima
wakaf (nadzir). Secara umum penerima wakaf ( nadzir) dianggap pemiliknya
tetapi bersifat tidak penuh (ghaira tammah).

B. Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya


Berdasarkan hadits dan amal perbuatan para sahabat Nabi Saw., harta wakaf
itu berupa benda yang tidak habis karena dipakai dan tidak rusak karena
dimanfaatkan, baik benda bergerak ataupun benda tidak bergerak. Sebagai
contoh adalah sebagai berikut:
 Umar bin Khattab ra. mewakafkan sebidang tanah di Khaibar.
 Khalid bin Walid ra. mewakafkan pakaian perang dan kudanya.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah.
Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan benda bergerak.
1. Wakaf benda tidak bergerak, yaitu
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Wakaf benda bergerak


a. Uang. Wakaf uang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah yang ditunjuk
oleh Menteri Agama. Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada
asset-aset financial dan pada aset ril.
b. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki manfaat
jangka panjang.
c. Surat berharga.
d. Kendaraan.
e. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). HAKI mencakup hak cipta, hak
paten, merek, dan desain produk industri.
f. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di indonesia
keanggotaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) diangkat oleh Presiden Republik
Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No.75/M tahun 2007,
yang di tetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007 sebagai amanah Undang-undang
Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.

C. Pengelolaan Wakaf
1. Dasar wakaf di Indonesia
Perwakafan di Indonesia diatur dalam:
a. UU RI No.41 Tahun 2004 tentang wakaf tanggal 27 Oktober 2004.
b. Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1998 tentang Peraturan Pelaksanaan
PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
c. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik.
e. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
khususnya pasal 5, 14 (1), dan 49, PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik.
f. Intruksi Bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 4 Tahun 1990 tentang Sertifikat Tanah Wakaf.
g. Badan Pertanahan Nasional No. 630.1-2782 tantang Pelaksanaan
Penyertifikatan Tanah Wakaf.
h. SK Direktorat BI No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah (pasal 29 ayat 2 berbunyi: bank dapat bertindak sebagai
lembaga baitul mal, yaitu menerim dana yang berasal dari zakat, infaq,
shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada
yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan ( qard al-
hasan).
i. SK Direktorat BI No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah (pasal 28 berbunyi: BPRS dapat bertindak
sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya
kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan
(qard al-hasan).
Untuk selanjutnya di tingkat masyarakat yang menangani langsung
perwakafan diserahkan kepada Kementerian Agama dan Kementerian Dalam
Negeri. Di tingkat paling bawah, urusan wakaf dilayani oleh Kantor Urusan
Agama yang dalam hal ini Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW).

2. Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan


sebagai berikut:
a. Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya
diharuskan datang sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) untuk melaksanakan ikrar Wakaf.
b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus
menyerahkan surat-surat (sertifikat, surat keterangan, dan lain-lain) kepada
PPAIW.
c. PPAIW meneliti surat dan syarat-syaratnya dalam memenuhi untuk
pelepasan hak atas tanah.
d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas,
tegas, dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW
maka dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan.
e. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta
ikrar wakafdan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.

3. Sertifikasi Tanah Wakaf


Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui tanah wakaf yang tidak
disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi tertib administrasi dan
kepastian hak bila terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah
wakaf dilakukan secara bersama oleh Kementerian Agama dan Badan
Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan
Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 Tahun
2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf
dibebankan kepada anggaran Kementerian Agama.

4. Ruilslag Tanah Wakaf


Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat
mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan
peruntukan wakaf.
Dalam prakteknya, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling ( ruilslag)
tanah wakaf karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun
2006 memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf
dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama. Kewajiban nazhir
yang terutama adalah mengamankan harta wakaf yang dikelolanya, dan
memanfaatkannya. Jika didapati harta wakaf tidak sesuai kemanfaatannya,
misalnya gedung madrasah yang penduduk sekitarnya telah pindah, sehingga
harta wakaf tersebut tidak berfungsi lagi, maka nazhir mengambil langkah
untuk kemanfaatan yang lain.
Apakah harta wakaf itu boleh dijual dan diganti serta dipindahkan ke tempat
lain? Dengan alasan kemaslahatan dan kemanfaatan, diperbolehkan mengganti
bangunan gedung wakaf. Demikian juga menggantikan tanaman wakaf dengan
tanaman yang lebih produktif juga diperbolehkan, yang hasilnya lebih
bermanfaat dari yang sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tujuan wakaf. Adapun
memindahkan harta wakaf diperbolehkan berdasarkan alasan maslahat dan
manfaat. Contohnya jika jalan yang berjembatan wakaf tidak lagi
dipergunakan, maka jembatan itu boleh dipindahkan ke tempat lain yang
memerlukannya.
Mengenai harta wakaf yang tidak mungkin diambil manfaatnya, juga boleh
dijual, kemudian membeli benda baru yang lain sebagai pengganti. Imam
Syafi’i dan yang lainnya tidak memperbolehkan mengganti masjid atau tanah
wakaf. Namun Umar bin Khattab pernah memindahkan masjid Kufah ke
tempat yang baru dan tempat yang lama dijadikan pasar kurma.
Oleh karena itu, perubahan atau pengalihan dari yang dimaksud dalam ikrar
wakaf hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu saja, dan terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari pemerintah setempat dengan alasan:
 Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang diikrarkan oleh wakif.
 Karena kepentingan umum.

5. Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui
musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil,
sengketa dapat dilakukan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan.

6. Syarat, Kewajiban, dan Hak Nazhir


Nazhir bisa dilakukan oleh perseorangan, organisasi, atau badan hukum.
Syarat nazhir perseorangan adalah sebagai berikut:
 Warga negara Indonesia;
 Beragama Islam;
 Dewasa;
 Amanah;
 Mampu secara jasmani dan rohani;
 Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Organisasi atau badan hukum yang bisa menjadi nazhir harus memenuhi
persyaratan, yaitu:
 Pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana tersebut di atas;
 Organisasi atau badan hukum itu bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, atau keagamaan Islam;
 Badan hukum itu dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
Kewajiban atau tugas nazhir adalah sebagai berikut:
 Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
 Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi, dan peruntukannya;
 Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
 Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, nazhir memiliki hak-hak sebagai berikut:
 Menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen);
 Menggunakan fasilitas dengan persetujuan Kepala Kantor Kementeria
Agama Kabupaten/Kota.

7. Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf


Secara makro, wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan ekonomi
masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan,
sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar, dan lain-lain, bahkan
modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan dalam bentuk
pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah. Kondisi demikian akan
memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia bergerak secara teratur
tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus
ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf, pertama, manajemennya
harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’; kedua, azas kesejahteraan
nadzir; dan yang ketiga, azas transparansi dan akuntabiliti dimana badan
wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang
proses pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk laporan audit keuangan
termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Adapun prinsip-prinsip pengelolaan wakaf adalah sebagai berikut:
a. Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif
dengan status wakaf sesuai dengan syariah;
b. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu;
c. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang
diperkenankan oleh syariah;
d. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan
dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif;
e. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang
telah ia tentukan.

Mengelola Wakaf dengan Penuh Amanah demi Kemajuan Umat


Salah satu ajaran penting dalam Islam tentang hidup adalah tentang
kejujuran. Jujur adalah suatu sikap yang harus ada pada setiap orang yang
beriman. Dalam QS. Al-Maidah {5} : 8 dan QS. At-Taubah {9} : 119 Allah
SWT berfirman :
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan ”.
(QS. Al-Maidah {5} : 8)
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar ”. (QS. At-Taubah {9} : 119)
Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Abu Hurairah ra, berkata : Nabi saw bersabda : Tanda seorang
munafiq itu tiga : jika berkata-kata berdusta, jika berjanji menyalahi janji,
dan jika diamanati berkhianat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ketiga hal yang disebutkan hadits di atas, semuanya memerlukan
kejujuran, dalam artian, apabila berkata: harus dikatakan yang sejujurnya,
apa yang kita lihat dan rasa, harus dikatakan dengan yang terlihat dan yang
dirasakan tersebut tanpa menguranginya sedikitpun. Kemudian apabila
berjanji, harus melaksanakan apa yang telah dijanjikan, tanpa mengingkarinya
sedikitpun. Kemudian apabila diserahi amanah, harus jujur melaksanakan
amanah itu, dengan melaksanakan sepenuhnya.
Menjaga harta wakaf merupakan salah satu bentuk perilaku jujur dalam
melaksanakan amanah yang harus dilakukan oleh nazhir. Menjaga harta wakaf
dengan penuh amanah adalah
kunci keberhasilan konsep Islam tentang pemberdayaan harta kekayaan agar
tidak hanya bergulir di antara golongan kaya saja, tetapi dirasakan pula oleh
golongan lemah. Nazlir menjadi subjek utama dalam pemberdayaan harta
wakaf ini demi terciptanya pemerataan dan kesejahteraan umat.

rangkuman
1) Wakaf termasuk ibadah maaliyah yang jika pengelola dan pengurusnya
amanah, maka akan membuahkan hasil yang baik bagi kepentingan
umum/agama.
2) Sah tidaknya wakaf ditentukan syarat dan rukunnya.
3) Pelaksanaan wakaf diatur oleh berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah
4) Pengelolaan wakaf tidak bersifat statis, tetapi dinamis
SOAL
Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e pada jawaban
yang paling tepat !
1. Wakaf termasuk shadaqah jariyah sebab .....
a. pahala wakaf akan tetap mengalir kepada yang wakaf
b. orang yang sudah mati putus amal kecuali anak sholeh
c. manfaatnya akan dirasakan oleh para nadlir
d. dapat mengurangi kesenjangan sosial
e. dapat memacu orang lain untuk wakaf
2. Menyerahkan sebuah rumah kepada panti asuhan anak yatim untuk
keperluan kegiatan anak yatim dan sekitarnya dengan mengharap ridla Allah
SWT adalah sebagai wujud.....
a. hadiah
b. infak
c. wakaf
d. hibah
e. ikrar
3. Seorang Calon Kepala Desa memberikan sebidang tanahnya untuk dijadikan
sebuah masjid pada saat masa kampanye pemilihan Kepala Desa di daerahnya.
Mengeluarkan harta wakaf untuk menarik simpati masyarakat agar
masyarakat memilihnya sebagai Kepala Desa hukumnya .....
a. sunnah
b. makruh
c. wajib
d. haram
e. mubah
4. Peraturan Menteri Agama yang mengatur pelaksanaan perwakafan di
Indonesia adalah .....
a. No. 1 Tahun 1974
b. No. 1 Tahun 1978
c. No. 2 Tahun 1977
d. No. 28 Tahun 1979
e. No. 29 Tahun 1977
5. Jika kita cermati QS. Ali Imran (3): 92 bahwa semua bentuk pemberian
akan dapat mencapai kebaikan yang sempurna apabila .....
a. memberikan sesuatu yang paling mahal harganya
b. membelanjakan sebagian harta untuk kepentingan keluarga
c. memberikan sesuatu yang paling disenangi.
d. menyerahkan sebidang tanah yang tidak ada mafaatnya.
e. pemberian itu berupa infak atau shadaqah
6. Orang yang akan melakukan wakaf disyaratkan .....
a. laki-laki
b. tidak dipaksa
c. orang Indonesia
d. memiliki secara penuh harta itu
e. kekal zatnya.
7. Ikrar wakaf dibaca oleh wakif dihadapan .....
a. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
b. Camat sebagai PPAT
c. Kepala KUA sebagai PPAIW
d. Kyai sebagai Ta’mir masjid
e. Masyarakat desa setempat
8. Pak Arif sehari-hari bertugas sebagai guru di sebuah sekolah. Sementara
itu di tempat tinggalnya, Pak Arif adalah termasuk orang diserahi tugas
mengurus dan memelihara barang wakaf. Orang atau sekelompok orang yang
diserahi tugas mengurus dan memelihara barang wakaf disebut .....
a. nadlir
b. ta’mir masjid
c. kyai
d. Mauquf
e. kepala desa
9. Ikrar wakaf dinyatakan tidak sah dan tidak bisa dilanjutkan wakafnya,
apabila …
a. tempatnya jauh dari yang mewakafkan
b. yang diwakafkan jumlahya sedikit sekali
c. tidak bebas dari sengketa dan pajak
d. mengandung ta’lik dan dibatasi waktu
e. tidak dibatasi waktu dan tempatnya
10. Berikut ini yang berkewajiban mengajukan pendaftaran tanah wakaf
kepada Bupati/Walikota, adalah…
a. kepala desa
b. camat
c. wakif sendiri
d. maukuf ‘alaih
e. PPAIW atas nama nadlir
11. Seorang ayah memberikan sebidang sawah kepada anak-anaknya.
Pemberian ini disebut .....
a. shadaqah
b. zakat
c. hadiah
d. wakaf
e. warisan
12. Di bawah ini adalah syarat-syarat benda yang diwakafkan ( al-mauquf),
kecuali .....
a. barang yang berharga
b. diketahui kadarnya
c. pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif).
d. berdiri sendiri
e. melekat kepada harta lain (mufarrazan)
13. Jika barang sudah diwakafkan untuk kepentingan umat Islam, maka
barang itu dilarang .....
a. disertifikatkan oleh masyarakat
b. untuk ditempati kegiatan
c. diwariskan atau dihibahkan
d. disewakan untuk kepentingan umat Islam
e. dimanfaatkan oleh masyarakat
14. Harta yang paling baik untuk diwakafkan adalah .....
a. harta yang sudah tidak dimanfaatkan
b. harta yang paling lama dipakai oleh wakif
c. yang paling dicintai dan disukai
d. yang paling mahal harganya
e. yang tidak lagi disengketakan
15. Hak Nadlir untuk menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang
ditentukan oleh .....
a. PPAIW
b. Camat
c. Kepala Desa
d. Bupati/Walikota
e. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota

Anda mungkin juga menyukai