Anda di halaman 1dari 20

WAKAF

Created By

Deni Pebrianto 22.0102.0032


Pengertian
Secara Syariah, wakaf berarti menahan harta dan
memberikan manfaatnya di jalan Allah. ( Sabiq, 2008 )

Sedangkan menurut istilah terdapat pendapat yang


berbeda di kalangan ahli fiqih, sehingga mereka
berbeda pula dalam memandang hakikat wakaf itu
sendiri. Perbedaan pandangan tentang terminology
wakaf adalah sebagai berikut.

01
Mazhab Hanafi

Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap


milik si wakif / pewakaf dan mempergunakan manfaatnya untuk
kebajikan.

03
Mahzab Maliki

Wakaf adalah menahan benda milik si pewakaf ( dari Penggunaan


secara kepemilikan – termasuk upah ), tetapi membolehkan
pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian
manfaat benda secara wajar untuk suatumasa tertentu sesuai lafal
akad wakaf dan tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf lafal
( selamanya )

03
Mahzab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal

Wakaf adalah menahan harta pewakaf untuk bisa diamnfaatkan di


segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta
tersebut sebagai taqarru ( mendekatkan diri ) kepada Allah SWT.

03
Pendapat lain

Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga , namun berbeda dari segi kepemilikan
atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquh’alaih / penerima wakaf,
meskipun ia tidak berhak melakukan suatu Tindakan atas benda wakaf tersebut, baik
menjual atau menghibahkannya.

03
Sejarah Wakaf

Masa Rasulullah dan Para Sahabat


Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada
tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha) tentang siapa yang
pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali
melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.

Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon
A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali
melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab.

Selain kisah diatas terdapat 2 kisah sahabat nabi yang pertama kali melaksanakan syariat Wakaf yaitu kisah Umar bin Khatab
dan Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangan dan terbaik yang mereka miliki . Peristiwa ini terjadi setelah
pembebasan tanah Khaibar pada tahun ke-7 Hijriyah. Pada masa Umar bin Khattab menjadi Khalifah, ia mencatat
wakafnya dalam akte wakaf dengan disaksikan oleh para saksi dan mengumumkannya. Sejak saat itu banyak keluarga Nabi
dan para sahabat yang mewakafkan tanah dan perkebunannya. Sebagaian di antara mereka ada yang mewakafkan harta
untuk keluarga dan kerabatnya, sehingga muncullah wakaf keluarga (wakaf dzurri atau ahli).
14
Masa Dinasti – Dinasti Islam

Pada masa dinasti Umayyah wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk
membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa
untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk
mengatur pengelolaan wakaf. Maka, dalam perkembangan berikutnya mulai dibentuk lembaga yang mengatur wakaf.
Lembaga ini bertugas untuk mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau
secara individu atau keluarga.
Taubah bin Ghar al-Hadhramiy yang menjabat sebagai hakim di Mesir pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743
M) dari Dinasti Umayyah, misalnya, telah merintis pengelolaan wakaf di bawah pengawasan seorang hakim. Ia juga
menetapkan formulir pendaftaran khusus dan kantor untuk mencatat dan mengawasi wakaf di daerahnya.
Upaya ini mencapai puncaknya dengan didirikannya kantor wakaf untuk pendaftaran dan melakukan kontrol yang dikaitkan
dengan kepala pengadilan, yang biasa disebut dengan “hakimnya para hakim”. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali
dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan di seluruh negeri Islam pada masa itu. Pada saat itu juga, Hakim
Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak itulah pengelolaan wakaf berada di bawah kewenangan lembaga
kehakiman.
Keberadaan lembaga wakaf ini juga diteruskan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Pemerintah Abbasiyah
membentuk sebuah lembaga yang diberinama Shadr al-Wuquuf. Lembaga wakaf ini bertugas mengurusi masalah
administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
Masa Dinasti – Dinasti Islam

Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah
pertanian menjadi harta wakaf dan semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara (baitul mal).

Pada masa Mamluk juga dikenal yang namanya wakaf hamba sahaya, yakni mewakafkan budak untuk memelihara masjid
dan madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh pengusa Dinasti Ustmani ketika menaklukan Mesir, Sulaiman Basya, yang
mewakafkan budaknya untuk merawat masjid.

Pada masa dinasti utsmani, melalui sistem wakaf, Turki Utsmaniyah sukses mewujudkan pemerataan dan kemakmuran.
Berbagai kebijakan yang diambil para sultan pun membuat masyarakat mudah diajak berwakaf. Hasil pengelolaan aset-aset
wakaf dinikmati banyak orang, termasuk kaum pelajar.
J e n i s Wa k a f

1. Berdasarkan Peruntukan

2. Berdasarkan Jenis Harta


3. Berdasarkan Waktu

4. Berdasarkan Penggunaan Harta yang di Wakafkan

04
Berdasarkan Peruntukan

1. Wakaf Ahli ( Wakaf Dzuri ) yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga dan lingkungan kerabat sendiri.

2. Wakaf Khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama ( keagamaan ) atau kemasyarakatan
( Kebajikan umum )
Berdasarkan Jenis Harta
1. Benda tidak bergerak
a. Hak atas tanah
b. Bangunan
c. Tanaman dan Benda lain yang berkaitan dengan tanah
d. Hak milik atas satuan rumah susun
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan
2. Benda bergerak selain uang :
a. benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau
karena ketetpan undang-undang.
b. benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karen a pemakaianan
c. benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan kecuali air dan bahan
bakar minyak yang persediannnya berkelanjutan.
d. benda bergerak karena sifatnya
e. benda bergerak selain uang karena peraturan perundang- undangan yang dapat diwakafkan sepanang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah
3. Benda bergerak berupa uang.
Berdasarkan Waktu

Muabbad: yakni wakaf yang diberikan untuk selamanya. Jenis


harta wakaf ini tidak bisa diambil kembali oleh wakif (pemilik)
karena tidak terikat waktu, contohnya masjid.
Mu’aqqot: wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Jenis harta
wakaf ini akan dikembalikan nazhir (pihak penerima wakaf) kepada wakif
(pemilik) setelah jangka waktu yang telah ditentukan pada ikrar wakaf.
Misalnya, laboratorium sewaan selama 10 tahun. Nadzhir mengelola lab
tersebut secara produktif hingga menghasilkan keuntungan yang dapat
diberikan kepada mauquf ‘alaih (penerima manfaat). Jika sudah 10 tahun,
maka aset wakaf dikembalikan kepada wakif.
Berdasarkan Penggunaan Harta yang di Wakafkan

Mubasyir/dzati: harta wakaf yang menghasilkan pelayanan


masyarakat dan bisa digunakan secara langsung. Kata kuncinya
ialah pelayanan masyarakat yang memiliki makna fasilitas yang
dapat digunakan secara luas dan berkelanjutan, contohnya sekolah
dan rumah sakit.
Istitsmary: yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman
modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang
dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya
diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
D a s a r S ya r i a h
Menurut Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena
wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep
wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang
baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2):
267)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan
sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-
Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang diperoleh untuk
mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan
pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Menurut Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah
di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut,
Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di
Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah,
saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah
saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda
perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau
kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu
Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk
memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang
musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang
sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan
kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam
Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang
manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari
tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil
manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari pewakaf untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai peruntukannya. Posisi pengelola wakaf adalah sebagai pihak
yang bertugas untuk mengelola harta wakaf, mempunyai kedudukan yang penting
dalam perwakafan.

Hal – hal yang wajib dilakukan oleh pengelola Wakaf ( Alkabsi, 2004 )
1. Melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan
Pengelola Wakaf 2. Melaksanakan syarat dari pewakaf
3. Membela dan mempertahankan kepentingan harta wakaf
4. Melunasi utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi
harta wakaf terdebut.Menunaikan hak-hak mustahik dari harta wakaf tanpa
menundanya, kecuai terjadi sesuatu yang mengakibatkan pembagian tersebut
tertunda.

Hal – hal yang boleh dilakukan oleh pengelola Wakaf ( Alkabsi, 2004 )
1. Menyewakan harta wakaf
2. Menanami tanah wakaf
3. Membangun pemukiman diatas tanah wakaf untuk disewakan
4. Engubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para fakir
miskin dan mustahik jika pengelola wakaf menghendakinya..
Lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan
wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan
menolong mereka yang kurang mampu khususnya. Hingga saat ini belim ada PSAK yang

Akuntansi mengantur tentang akuntasi Lembaga Wakaf, sehingga peralakuan akuntasi untuk zakat ,
infak/sedekah tidak berbeda jauh, sebab akunatsi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan
pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima. Artinya untuk wakafpun
Lembaga Wakaf pencatatannya akan mirip dengan zakat dan dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis
penerimaan maupun pengeluaran dana program wakaf termasuk juga pengelolaan serta
pelaksanaan program wakaf.

Perbedaan akuntansi untuk wakaf, zakat, dan infak/sedekah adalah zakat, infak/sedekah
tidak ada penerimaan yang berasal dari penegembangan dana zakat dan infak/sedekah,
kalaupun ada tidak terlalu besar. Sedangkan pada wakaf dana penerimaan yang berasal dari
pengembangan dana wakaf (terutama wakaf tunai) dan kemungkinan memeiliki nilai yang
besar.
Jika pemeberdayaan kekayaan wakaf dilakuakn melalui pembentukan entitas yang lebih
bersifat komersial (mencari laba), maka akuntasi utuk entitas tersebut dapat mengunakan
akuntasi yang berlaku umum sepanjang sesuai dengan Syariah.

Akuntansi Selain masalah pencatatan akuntasi yang relatif sama dengan pencatatan wakaf yang
menjadi perhatian adalah pengelolaan oleh pengelola wakaf. Penegelola wakaf harus
Lembaga Wakaf melakukan kegiatannya sesuai dengan ketentuan Syariah atas wakaf. Jika wakaf dikelola
melalui persewaan, maka pengelola wakaflah yang berperan sebagai pihak yang
menyewakan, sehingga pada saat yang sama ia tidak boleh sebagai penyewa termasuk yang
menjadi tanggungannya ataupun keluarganya. Harga sewa ditetapkan merupakan harga
wajar. Sedangkan masa sewa harus ditetapkan Batasan waktunya dan sedapat mungkin
menghindari waktu sewa yang terlalu Panjang. Dalam hal ini rukun dan ketentuan
syariahnya tidak berbeda dengan akad ijarah.
Terimakasih
Sampai Jumpa di Pertemuan berikutnya

Anda mungkin juga menyukai