Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya, seperti yang
berkaitan dengan konteks amal ibadah pokok seperti shalat, selain itu islam juga
mengatur hubungan sosial kemasyarakatan maupun dalam hal pendistribusian
kesejahteraan (kekayaan) dengan cara menafkahkan harta yang dimiliki demi
kesejahteraan umum seperti adanya perintah zakat, infaq, shadaqah, qurban, hibah dan
wakaf.
Pada  umumnya wakaf diartikan dengan memberikan harta secara sukarela 
untuk digunakan bagi kepentingan umum dan memberikan manfaat bagi orang
banyak seperti untuk masjid, mushola, sekolah, dan lain-lain. Dengan seiring
berjalannya waktu wakaf nantinya tidak hanya menyediakan sarana ibadah dan sosial
tetapi juga memiliki kekuatan ekonomiyang berpotensi antara lain untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan
prinsip syariah.
Saat ini definisi wakaf lebih mudah dipahami, yaitu wakaf diartikan sebagai
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah. Lalu pengertian harta benda wakaf sendiri juga mengalami
perubahanmaksud yang lebih mudah, yaitu bahwa  harta benda wakaf ialah harta
benda yang diwakafkan oleh wakif, yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat
jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah. Harta benda wakaf
tersebut dapat berupa  harta benda tidak bergerak maupun yang  bergerak.
B. Rumusan Masalah
1.  Bagaimana sejarah dan pengertian wakaf ?
2. Apa sajakah jenis-jenis dan tujuan dari wakaf ?
3. Apa saja ketentuan bagi pengelola wakaf ?
4. Bagaimana akuntansi lembaga wakaf ?
5. Bagaimana permasalahan pada praktik-praktik wakaf ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami sejarah dan pengertian wakaf
2. Mengetahui jenis-jenis dan tujuan dari wakaf
3. Dapat menjelaskan ketentuan bagi pengelola wakaf
4. Mengetahui akuntansi pada lembaga wakaf
5. Memahami pemecahan masalah pada praktik wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Wakaf
Esensi wakaf pada dasarnya telah dilakukan oleh umat- umat terdahulu,
termasuk dikalangan nonmuslim. Hanya saja apa yang dilakukan oleh umat
terdahulu tersebut bukan untuk mendapat keridaan Allah melainkan persembahan
untuk kepercayaan mereka. Kondisi ini menjadi penyebab ulama besar seperti
Imam Syafi’I menyatakan bahwa tidak ada wakaf sebelum umat islam.1 Sejarah
wakaf dibagi dalam dua kelompok yaitu : masa Rasulullah dan para sahabat, dan
masa dinasti-dinasti Islam.
1. Masa Rasulullah dan para sahabat
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang siapa yang melakukan wakaf pertama
kali, sebagian mengatakan bahwa wakaf dilakukan oleh Rasulullah atas
pembangunan masjid, dan sebagian lagi mengatakan dilakukan oleh sahabat Umar
atas tanahnya di Khaibar. Rasulullah pernah mewakafkan tujuh kebun kurma di
Madinah, selanjutnya disusul oleh para sahabat lainnya, seperti : Abu Thalhah
yang mewakafkan kebunnya, Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di
Mekah, Utsman bin Affan menyedekahkan hartanya di Khaibar, Ali Bin Abi
Thalib mewakafkan tanahnya yang subur, Muadz bin Jabal mewakafkan
rumahnya. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah
bin Umar, Zubair bin Awwan dan ‘Aisyah istri Rasulullah SAW.
2. Masa dinasti-dinasti Islam
Pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, pelaksanaan wakaf menjadi lebih
luas lagi, yaitu untuk turut membangun solidaritas umat dan ekonomi
masyarakat.Pada dinasti Abbasiyah, pengelolaan wakaf baik secara administrasi
dan independen dilakukan oleh lembaga disebut dengan”shadr al-wuquf”.Pada
masa Ayyubiyah, terjadi lompatan besar dalam berwakaf. Dinasti utsmani, yang
menguasai sebagian besar wilayah Negara Arab, menerapkan syariah islam
dengan lebih mudah termasuk mengatur tentang wakaf yang mulai diberlakukan
pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H (1859 M). Selanjutnya tahun 1287 H
(1866 M) dikeluarkan Undang-undang yang menjelaskan tentang kedudukan dan
tanah-tanah kekuasaan Turki Utsman dan tanah produktif yang berstatus

1 Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Keuangan Syariah, Jakarta : Salemba, 2008, hlm. 34
wakaf.Dari implementasi undang-undang tersebut di Negara-negara Arab masih
banyak tanh yang berstatus wakaf dan dipraktikan sampai sekarang.2
B. Pengertian Wakaf
Kata wakaf berasal dari bahasa arab “waqafa” berarti menahan atau
berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Secara syariah, wakaf berarti
menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah. Perbedaan pandangan
tentang terminology wakaf adalah sebagai berikut :
Menurut Mazhab Hanafi Wakaf adalah menahan suatu benda yang
menurut hukum, tetap milik si wakif/pewakaf dan mempergunakan manfaatnya
untuk kebijakan. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal berpendapat Wakaf
adalah menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang
kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
Perbedaan wakaf dengan infak/shadaqah dan hibah :
Wakaf Infak/shadaqah/hibah
Menyerahkan kepemilikan suatu Menyerahkan kepemilikan suatu barang
barang kepada orang lain kepada pihak lain
Hak milik atas barang dikembalikan Hak milik atas barang diberikan kepada
kepada Allah penerima shadaqah/hibah
Objek wakaf tidak boleh diberikan atau Objek shadaqah.hibah boleh diberikan
dijual kepada pihak lain atau dijual kepada pihak lain
Manfaat barang biasanya dinikmati Manfaat barang dinikmati oleh penerima
untuk kepentingan social shadaqah/hibah
Objek wakaf biasanya kekal zatnya Objek shadaqah/hibah tidak harus kekal
zatnya
Pengelolaan objek wakaf diserhakan Pengelolaan obejek shadaqah/hibah
kepada administratur yang disebut diserahkan kepada si penerima
nadzir/mutawali

C. Jenis-jenis Wakaf
1. Wakaf Ahli (Wakaf Dzuri). Wakaf jenis  ini kadang juga disebut wakaf ‘alal
audad, yaitu wakaf yang diperuntukan baagi kepentingan dan jaminan sosial
dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli ini
adalah suatu hal yang baik karena pewakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu
kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga dai silaturahmi terhadap keluarga.
2 Ibid, hlm. 35-36
Akan tetapi, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, akibat terbatasnya
pihak-pihak yang dapat mengambil  manfaat darinya.
2. Wakaf Khairi (Kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan
agama atau kemasyarakatan. Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, pantti asuhan anak
yatim dan lain sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak
yang dapat mengambil manfaat darinya. Dan jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai denga  tuuan wakaf itu sendiri secara umum.
D. Jenis Wakaf Berdasarkan Klasifikasi
1. Berdasarkan Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dilihat dari
jenis harta yang diwakafkan, wakaf terdiri atas:
a. Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi lagi menjadi:
- Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
- Tanaman dan benda bagian lain yang berkaitan dengan tanah
- Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
-  Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah
danperaturan perundang-undangan.
b. Benda bergerak selain uang, terdiri atas :
Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat
berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
- Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan
dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian.
- Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat
diwakafkan, kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediaannya
berkelanjutan.
- Benda bergera karena sifatnya yang dapat diwakafkan (kapal, pesawat
terbang, kendaraan bermotor, mesin, logam dan batu mulia).
-  Benda bergerakselain uang karena peraturan perundang-undangan
yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah (surat berharga, hak atas kekayaan intelektual, hak atas benda
bergerak lainnya).
c. Benda bergerak berupa uang (wakaf tunai, cash waqf)
Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI
melalui komisi fatwa mengeluarkan tentang wakaf uang yang intinya berisi
sebagai berikut:
- Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam
bentuk uang tunai.
- Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga;
- Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
- Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan secara syar’i.
- Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
2. Berdasarkan Waktu
a. Muabbad
b. Mu’aqqot
3. Berdasarkan Penggunaan Harta yang Diwakafkan
a. Mubayir/dzati
b. Istitsmary3
E. Rukun dan Syarat Wakaf
1. Rukun Wakaf
a.  Pelaku terdiri atas orang yang menakafkan harta (wakil/pewakaf).
b. Barang atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
c. Peruntukan wakaf (mauquf’alaih).
d.  Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan
peruntukan).

2. Syarat Ketentuan Pewakaf


Kriteria pewakaf:
a. Merdeka
3 Fulindo, Fiqih Ibadah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 1997, hlm 56-57
b. Berakal sehat
c. Dewasa (baligh)
d. Tidak berada di bawah pengampuan
F. Ketentuan Mauquf Bih (Harta yang Diwakafkan)
Syarat sahnya harta wakaf, adalah :
1. Harta yang diwakafkan harus merupakan harta yang bernilai (mal
mutaqowwam).
2. Harta yang akan diwakafkan harus jelas sehingga tidak akan menimbulkan
persengketaan.
3. Milik pewakaf secara penuh.
4. Harta tersebut bukan milik bersama (musya’) dan terpisah.
5. Syarat-syarat yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf. Syarat yang
ditetapkan pewakaf dapat diterima asalkan tidak melanggar prinsip dan hukum
syariah/wakaf ataupun menghambat pemanfaatan barang yang diwakafkan.
G. Akuntansi Lembaga Wakaf dan Permasalahan dalam Pratik Perwakafan
1. Akuntansi Lembaga Wakaf
Secara umum, lembaga wakaf dibentuk atau didirikan untuk mengelola
sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai
untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu
khususnya.Hingga saat ini belum ada PSAK yang mengatur tentang akuntansi
lembaga wakaf. Namun merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik dari
lembaga wakaf yang telah beroperasi di Indonesia saat ini, maka perlakuan
akuntansi untuk zakat, infak/sedekah dengan wakaf tidak akan berbeda jauh. Hal
ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan
pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.
2. Permasalahan dalam praktik perwakafan
a. Masalah pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf
Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan
baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud
disyariatkan wakaf.
Selain itu, masih cukup banyak masyarakat yang memahami bahwa
benda yang diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak, seperti tanah,
bangunan dan benda-benda tidak bergerak lainnya. Dengan demikian,
peruntukkannya pun menjadi sangat terbatas, seperti masjid , mushalla, rumah
yatim piatu, madrasah, dan sejenisnya. Sehingga perlu disosialisasikan kepada
masyarakat perlu dikembangkannya wakaf benda bergerak, selain benda tiak
bergerak.
Pewakaf pun  kurang mempertimbangkan kemampuan nadzir untuk
mengelola harta wakaf sehingga tujuan wakaf untuk meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan umat tidak optimal. Sementara di masa lalu
cukup banyak wakaf berupa kebun yang produktif, yang hasilnya
diperuntukkan bagi mereka yang memerlukan.Untuk itu, kompetensi
pengelola wakaf harus diperhatikan agar sasaran wakaf dapat tercapai optimal.
b. Pengelolaan dan manajemen wakaf
Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat mengakibatkan
pengelolaan harta wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar, bahkan harta
wakaf dapat hilang.Untuk mengatasi masalah ini, paradigma baru dalam
pengelolaan wakaf harus diterapkan.Wakaf harus dikelola secara produktif
dengan menggunakan manajemen modern.Untuk mengelola wakaf secara
produktif, ada beberapa yang perlu dilakukan.Selain perumusan konsepsi fikih
wakaf dan peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf harus dibina dan
dilatih menjadi pengelola wakaf profesional untuk dapat mengembangkan
harta yang dikelolanya, apalagi jika harta itu berupa uang.
Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional,
diperlukan badan khusus untuk melakukan pembinaan pengelola wakaf, antara
lain Badan Wakaf Mesir, Badan Wakaf Sudan, Badan Wakaf Indonesia, dan
lain-lain.
Pengelola wakaf adalah salah satu unsur penting dalam
perwakafan.Berfungsi atau tidaknya wakaf sangat tergantung pada
kemampuan pengelola wakaf. Apabila pengelola wakaf kurang cakap dalam
mengelola harta wakaf, dapat mengakibatkan potensi harta wakaf sebagai
sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat muslim tidak optimal.
Bahkan dalam bebagai kasus ada pengelola wakaf yang kurang memegang
amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang
melindungi harta wakaf, dan kecurang-kecurangan lain sehingga
memungkinkan harta tersbut berpindah tangan. Untuk mengatasi masalah ini,
hendaknya calon pewakaf sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa
yanfg diperlukan masyarakat, dan dalam memilih pengelola hendaknya
dipertimbangkan kompetensinya.
H. Laporan Keuangan Wakaf
1. Laporan posisi keuangan, terdiri dari: Aktiva, Kewajiban dan Saldo Dana
2. laporan sumber dan penggunaan dana, terdiri dari: Sumber Dana dan
Penggunaan Dana
3. Laporan arus kas, terdiri dari: Aktivitas Operasi, Aktivitas Investasi dan
Aktivitas Pendanaan
4. catatan atas laporan keuangan
5. Ikhtisar laporan keuangan nazhir, yang sekurang-kurangnya mencakup :
a. jumlah fundrising wakaf.
b. jumlah investasi wakaf.
c.jumlah penyaluran/pemanfaatan hasil investasi wakaf.4

4Zuhri, Zakat Infaq Shadaqah Wakaf dan Hibah, Semarang : PT Asy-Syfa, 2008, hlm. 3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah
SWT atau dapat dikatakan juga perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.Masih cukup
banyak harta benda wakaf, terutama yang berupa tanah, yang belum dikelola
secara baik dan maksimal.Untuk itu perlu dirumuskan strategi pengelolaan dan
menerapkannya dalam rangka pengembangan wakaf secara
berkesinambungan.Hal ini perlu dilakukan untuk mencapai tujuan wakaf secara
umum yaitu untuk kemaslahatan manusia, dengan mendekatkan diri kepada Allah,
serta memperoleh pahala dari pemanfaatan harta yang diwakafkan yang akan terus
mengalir walaupun pewakaf sudah meninggal dunia serta fungsi sosial yang
dimiliki dari wakaf, karena sasaran wakaf bukan sekedar untuk fakir miskin tetapi
juga untuk kepentingan publik dan masyarakat luas. Sehingga wakaf
menjadi salah satu alternatif pemberdayaan kesejahteraan umat secara
keseluruhan. Hal ini juga tidak lepas dari peranan nadzir sebagai pihak yang
mengelola wakaf untuk menciptakan wakaf yang mempunyai potensi sebagai
sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat muslimsecara optimal
B. Kritik dan Saran
“Taka ada gading yang tak retak” begitulah istilah yang sering digunakan
untuk menyatakan setiap pasti mempunyai salah. Begitupun pada penulisan
makalah ini. Penulis menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini hingga
kritik dan saran dari pembaca terkhususnya dosen pengampu sangat diperlukan
agar dapat diperbaiki di lain waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Sri Wasilah. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta : Salemba.

Fulindo. 1997. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.


Zuhri,. 2008. Zakat Infaq Shadaqah Wakaf dan Hibah, Semarang : PT Asy-Syfa.

Anda mungkin juga menyukai