Anda di halaman 1dari 8

AYAT DAN HADIS TENTANG WAKAF

Pengertian wakaf:
Secara bahasa, wakaf berasal dari kata waqafayaqifu-waqfan, yang berarti berhenti
atau menahan. Menurut istilah (fikih), wakaf adalah menahan pokok harta benda
wakaf dan menyalurkan manfaat atau hasilnya. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
Syariah.
Menurut Abu Hanifah “Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum,
tetap miliki si wakaf dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan”.
Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia
dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta
tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf
hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu madzhab Hanafiyah mendefinisikah
“wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap
sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan
(sosial), baik sekarang maupun akan datang”.
Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan
tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain
dan wakif berkewajibanmenyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik
hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya
itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti
mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa
tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan
benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan
hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang
benda itu tetap milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan
karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.
Madzhab Syafi’iyah, Hanbaliyah dan sebagian Hanafiyah. Madzhab ini berpendapat
bahwa wakaf adalah mendayagunakan harta untuk diambil manfaatnya dengan
mempertahankan dzatnya benda tersebut dan memutus hak wakif untuk
mendayagunakan harta tersebut. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap
harta yang diwakafkan. Berubahnya status kepemilikan dari milik seseorang, kemudian
diwakafkan menjadi milik Allah. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak
dapat diwarisi oleh ahli waris. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya
kepada mauquf ‘alaih (orang yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, di
mana wakif tidak dapat melarang menyalurkan sumbangannya tersebut. Apabila wakif
melarangnya, maka qadhi berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf
‘alaih. Karena itu madzhab ini mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu
tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah swt, dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
Adapun perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam mendefinisikan wakaf diakibatkan
cara penafsiran dalam memandang hakikat wakaf.1
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan Sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selama jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut Syariah
dan dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf.
Unsur unsur wakaf sebagai berikut
1. Wakif
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Wakif meliputi wakif
perseorangan, wakif Organisasi, dan wakif badan hukum dengan persyaratan : dewasa,
berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, pemilik sah harta benda
wakaf, untuk wakil organisasi atau badan hukum hanya dapat melakukan wakaf
apabila memenuhi ketentuan organisasi/badan hukum sesuai dengan anggaran dasar
yang bersangkutan.
2. Nazhir
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir meliputi Nazhir perseorangan,
Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum dengan persyaratan sebagai berikut :
warga negara Indonesia, beragama islam, dewasa, Amanah, mampu scara jasmani dan
rohani, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, untuk nazhir organisasi / badan
hukum selain persyaratan tersebut juga harus memenuhi persyaratan lain yaitu
bergerak dibidang sosial, Pendidikan, masyarakat, atau keagamaan islam, khusus
nazhir badan hukum dibentuk sesuai dengan peraturan perundang undangan.
3. Harta benda wakaf
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama / manfaat
jangka Panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut Syariah yang diwakafkan oleh
wakif. Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama nazhir untuk kepentingan pihak
yang dimaksudkan dalam akta ikrar wakaf sesuai peruntukannya. Implikasi dari
terdaftarnya harta benda wakaf atas nama nazhir tersebut tidak membuktikan
kepemilikan nazhir atas harta benda wakaf bahkan penggantian nazhir tidak
mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangkutan.
4. Ikrar wakaf

1
Wahbah Zuhaili. Al-Fiqh al-Islamiy (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika & IIMaN), hlm. 38-60.
Ikrar Wakaf, yaitu pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau
tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Ikrar wakaf
dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(“PPAIW”) dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan dinyatakan secara lisan dan/atau
tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
5. Peruntukan harta benda wakaf
Peruntukan Harta Benda Wakaf, yaitu kehendah dari wakif terkait peruntukan harta
benda yang diwakafkan. Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda
wakaf hanya dapat diperuntukan bagi sarana dan kegiatan ibadah; sarana dan kegiatan
pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu,
beasiswa; kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau kemajuan
kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan. Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf. Pernyataan kehendak
wakif dituangkan dalam bentuk akta ikrar wakaf sesuai dengan jenis harta benda yang
diwakafkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh nazhir,
mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 orang saksi. Pernyataan kehendak wakif
tersebut bisa dalam bentuk wakaf-khairi atau wakaf ahli.
6. Jangka waktu wakaf.2
Jangka waktu wakaf yang pada prinsipnya diberlakukan selamanya, artinya tidak
berbatas waktu. Wakaf yang berjangka waktu hanya diberlakukan untuk wakaf yang
berupa uang tunai, misalkan untuk pemberian beasiswa.
Rukun wakaf ada empat, yaitu3
1. Wakif (pihak yang mewakafkan hartanya)
2. Mauquf Bih (harta yang diwakafkan)
3. Mauquf’alaih (penerima manfaat wakaf)
4. Shighah (pernyataan wakaf)
Macam macam wakaf
Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan batasan waktunya, tujuan,
penggunaan barangnya, bentuk manajemen dan jenis barangnya.
a. Macam-macam wakaf berdasarkan batasan waktu
Berdasarkan batas waktunya, wakaf dibagi menjadi dua bagian. Pertama, wakaf
mu‟abbad yaitu wakaf selamanya, apabila berbentuk barang yang bersifat abadi
seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya. Kedua, wakaf mu‟aqqat (sementara/
dalam waktu tertentu), seperti barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah

2
Drs. H. Tarmizi, MA, Buku Saku Wakaf (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2017) hlm 1-2
3
Muhyiddin an-Nawawi, Ar-Raudhah, (Bairut: Dar al-Kutub alIlmiah), IV, hal. 377
rusak dan wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang
memberikan batasan waktu ketika mewakafkan barangnya.
b. Wakaf berdasarkan tujuan
Berdasarkan tujuannya, wakaf terbagi menjadi tiga macam yaitu pertama, wakaf ahli
yang mana ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga wakif
atau bukan. Wakaf ahli disebut juga wakaf dzurri yang mana bertujuan untuk
memberikan manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya dan orang-orang
tertentu tanpa melihat kaya atau miskin, sehat atau sakit serta tua ataupun muda.
4
Kedua, wakaf Khairi yang bertujuan untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan
yang diserahkan untuk keperluan umum seperti: pembangunan masjid, sekolah,
jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya. Ketiga, wakaf
gabungan antara keduanya (Musytarak) yaitu tujuan wakafnya untuk umum dan
keluarga secara bersamaan. Wakaf ini lebih banyak digunakan dari pada wakaf
keluarga, karena wakif menggunakannya untuk tujuan umum dan khusus yang mana
separuhnya untuk kepentingan keluarganya dan separuhnya lagi untuk kepentingan
umum.
c. Wakaf berdasarkan penggunaan harta
Wakaf berdasarkan penggunaannya, wakaf terbagi menjadi dua macam yaitu pertama,
wakaf langsung yang mana wakaf pokok barangnya digunakan untuk mencapai
tujuannya seperti rumah sakit, masjid, sekolah dan lainnya. Kedua, wakaf produktif
wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dan hasilnya di
peruntukkan untuk tujuan wakaf.
d. Wakaf berdasarkan bentuk manajemennya
Wakaf berdasarkan manajemennya dibagi menjadi empat empat: pertama, wakaf
dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari keturunanya. Kedua, wakaf dikelola oleh
oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu jabatan atau lembaga tertentu,
seperti imam masjid dimana hasil wakafnya untuk kepentingan masjid tersebut. Ketiga,
wakaf yang dokumennya telah hilang, sehingga hakim menunjuk seseorang untuk
megatur wakaf tersebut. Keempat, wakaf yang dikelola oleh pemerintah. Dikarena
pada zaman itu belum ada lembaga-lembaga yang menangani wakaf seperti sekarang.
e. Wakaf berdasarkan jenis barangnya
Wakaf berdasarkan jenis barangnya, mencakup semua jenis harta benda. Diantara
benda wakaf tersebut adalah wakaf pokok berupa tanah bukan berupa pertanian.
Menurut ekonomi modern, wakaf harta benda bergerak yang dijadikan pokok tetap
seperti alat-alat pertanian, al-Qur‟an, sajadah untuk masjid dan lain sebagainya. Akan
tetapi, semua benda bergerak akan punah dan tidak berfungsi. Karena, para ahli fiqih
berpendapat bahwa benda wakaf berakhir dengan hilangnya bentuk benda wakaf atau
4
Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah (Libanon: Dar al-Arabi,1971) hlm 378
kerusakannya. Begitupula wakaf uang yang berupa dirham dan dinar diwakafkan untuk
dua tujuan. Pertama, dipinjamkan kepada orang-orang yang membutuhkannya dan
kemudian uang tersebut dikembalikan untuk dipinjamkan kepada orang lain tanpa
mengambil keuntungan. Kedua, wakaf uang untuk keperluan produksi. Wakaf uang
produktif ini telah ada sejak zaman sahabat dan tabi‟in5
HUKUM WAKAF
Berdasarkan firman Allah SWT yang tercantum pada surah Albaqarah ayat 267, Alhajj
ayat 77, dan Ali Imran ayat 92, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum wakaf adalah
sunnah. Bahkan menurut suatu riwayat dari Imam Muslim, dasar hukum wakaf adalah
sunnah yang sangat diutamakan sebab pahalanya akan terus mengalir bahkan sampai
di alam kubur. Sedangkan di Indonesia, dasar hukum wakaf sendiri telah diatur dalam
undang-undang tahun 2004 nomor 41 tentang wakaf.
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa wakaf adalah mubah. Sedangkan para faqih yang
lain berpendapat bahwa hukum wakaf adalah mandub (mustahab). Arti mandub
(mustahab) adalah “suatu perbuatan yang diberi pahala kepada pelakunya tetapi tidak
diberik sanksi bagi yang meninggalkannya” 6
AYAT DAN HADIS TENTANG WAQAF
Dalil yang menjadi dasar disyariatkan wakaf bersumber dariAl-Qur’an. Dalam Qur’an
surah Al-Hajj ayat 77, Allah berfirman:
َ‫اعبُد ُۡوا َربَّ ُكمۡ َو ۡاف َعلُ ۡوا ۡالخ َۡي َر لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِح ُۡون‬ ۡ ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ۡار َكع ُۡوا َو‬
ۡ ‫اس ُجد ُۡوا َو‬

Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah


Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung.”
Penjelasan pada ayat diatas bahwa dalam melakukan kebajikan setelah ruku dan sujud
(shalat). Maka, seseorang melakukan shalat dilengkapi dengan berbuat kebajikan dan
diantara pelaku kebajikan yaitu dengan wakaf. Selain itu di ayat lainnya Allah
berfirman:
‫لَ ۡن تَنَالُوا ۡالبِ َّر َح ٰتّى تُ ۡنفِقُ ۡوا ِم َّما تُ ِحب ُّۡونَ ؕ َو َما تُ ۡنفِقُ ۡوا ِم ۡن َش ۡى ٍء فَا ِ َّن هّٰللا َ بِ ٖه َعلِ ۡي ٌم‬
Artinya “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu
sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS Ali Imran :92)
Ayat diatas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sampai atau tidak akan
memperoleh kebajikan yang sempurna, sebelum seseorang menafkahkan sebagian
harta yang ia cintai, seperti halnya wakaf. Hal ini pula berdasarkan riwayat bahwa Abu
Talhah ketika mendengar ayat tersebut, beliau segera mewakafkan Sebagian harta
5
Abdurrohman Kasdi, Fikih wakaf dari wakaf klasik hingga wakaf produktif (Yogyakarta: Idea Press,
2017) hlm 96
6
Dr. Az-Zuhali, op.cit, hal 7599
yang ia cintai yaitu sebuah kebun yang terkenal dengan kesuburannya. Kemudian,
Rasulullah menasehatinya agar mewakafkan perkebunan tersebut. Maka, Abu Talhah
mengikuti nasehat tersebut. Kemudian Abu Ubaid mengatakan walaupun kata infak
dalam ayat tersebut menunjukan arti sunnah, namun umat Islam dianjurkan untuk
merealisasikan dalam mencapai tujuan infak tersebut. Maka ayat tersebut menjadi
dalil disyariatkannya wakaf. 7 Dalam ayat lainnya Allah menjelaskan pula tentang
ganjaran bagi orang yang menginfakkan atau mewakafkan hartanya di jalan Allah yang
berbunyi:
ٰ ‫َمثَ ُل الَّ ِذ ۡينَ ي ُۡنفِقُ ۡونَ اَمۡ َوالَهُمۡ فِ ۡى َسبِ ۡي ِل هّٰللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة اَ ۡۢنبَت َۡت َس ۡب َع َسنَابِ َل فِ ۡى ُكلِّ س ُۡۢنبُلَ ٍة ِّمائَةُ َحبَّ ٍة‌ؕ َوهّٰللا ُ ي‬
ؕ ‫ُض ـ ِعفُ لِ َم ۡن ي ََّش ـٓا ُ‌ء‬
‫اس ٌع َعلِ ۡي ٌم‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫َو ُ َو‬
Artinya “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.
Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha
Mengetahui.” (QS Al-Baqarah :261)
Penjelasan dari ayat diatas bahwa orang-orang yang menafkahkan dijalan Allah akan
dilipat gandakan pahalanya dan diantara menafkahkan harta di jalan Allah adalah
wakaf. Dan pada ayat lainnya Allah Berfirman:
ۡ ُ‫خَي ٍر فَاِل َ ۡنفُ ِس ُكمۡ‌ؕ َو َما تُ ۡنفِقُ ۡونَ اِاَّل ۡابتِغَٓا َء َو ۡج ِه هّٰللا ِ‌ؕ َو َما تُ ۡنفِق‬
‫ــوا‬ ۡ ‫ك ه ُٰدٮهُمۡ َو ٰلـ ِك َّن هّٰللا َ يَ ۡه ِد ۡى َم ۡن يَّ َشٓا ُ‌ء ؕ َو َما تُ ۡنفِقُ ۡوا ِم ۡن‬
َ ‫س َعلَ ۡي‬
َ ‫لَ ۡي‬
ۡ ۡ
َ‫ف اِلَ ۡي ُكمۡ َواَنـتُمۡ اَل تُظلَ ُم ۡون‬ ۡ ‫ِم ۡن‬
َّ ‫خَي ٍر ي َُّو‬
Artinya: “Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat
petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan
janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari ridha Allah. Dan apa pun harta
yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak
akan dizhalimi (dirugikan)” (QS Al-Baqarah :272)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang menafkahkan harta dijalan Allah,
maka pahalanya akan kembali kepada orang yang menafkahkannya dan diantara harta
yang dinafkahkan kepada seorang mukmin adalah wakaf. Ayat-ayat diatas secara
umum, memrintahkan untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah. Akan tetapi, tidak
memerintahkan secara tegas mengenai wakaf. Namun demikian, wakaf dalam
pengertiannya masuk dalam makna ayat-ayat diatas, karena harta benda yang
diwakafkan disyaratkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan umat manusia.
Ayat di atas, memang tidak secara tegas menyinggung tentang wakaf. Namun, ayat di
atas lah yang dijadikan para ahli fiqih sebagai dalil dianjurkannya berwakaf didasarkan
pada keumuman ayat-ayat al-Quran tentang perintah lakukanlah kebaikan, yang mana
kata kebaikan itu mengandung arti yang umum yang termasuk pula di dalamnya
perintah untuk berwakaf, karena dengan wakaf akan mendekatkan hubungan seorang
hamba dengan tuhannya dan dengan sesama manusia.
7
Abu Ubaid, Al Amwal (Cairo: Buku daras di fakultas Syariah universitas Al-Ahzar, 1991) hlm 552
Hadis tentang wakaf
‫هّٰللا‬
‫ إِ َذا َمــاتَ اإْل ِ ْن َسـانُ ا ْنقَطَـ َع َع ْنـهُ َع َملُـهُ إِاَّل ِم ْن‬: ‫ـال‬ َ ِ ‫ض َي هلّلا ُ َع ْنهُ أَ َّن َرسُوْ َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَـ‬ ِ ‫ع َْن أَبِ ْي هُ َر ي َْرةَ َر‬
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ ٍ ِ‫صال‬ َ ‫ أَوْ َولَ ٍد‬،‫ أَوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬،‫اريَ ٍة‬ َ ‫ إِاَّل ِم ْن‬:‫ثَاَل ثَ ٍة‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila
manusia wafat terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu dari
sedekah jariyah (wakaf), atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang
mendoakannya” (HR. Muslim).
Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah saw “Shadaqah Jariyah” dengan wakaf bukan
seperti memanfaatkan harta.
DAFTAR PUSTAKA

Zuhaili, Wahbah. Al Fiqh al-Islamiy. Dompet Dhuafa Republika : Jakarta


Tarmizi.(2017).Buku Saku Wakaf. Kementrian Agama RI : Jakarta
An-Nawawi, Muhayiddin. Ar-Raudhah. Dar Al-Kutub alilmiah : Beirut
Sabiq, Sayyid.(1971). Fiqhu As-Sunnah. Dar al-Arabi : Libanon
Kasdi, Abdurrohman.(2017). Fikih wakaf dari wakaf klasik hingga wakaf produktif. Idea
Press : Yogyakarta
Az-Zuhali, Wahbah. At Fiqhu Al Islami Wa adillatuhu. Dar Al fikri Al Mu'asir : Damaskus
Al-Amwal, Abu.(1991). Buku Daras Di fakultas syariah universitas Al Ahzar : Cairo

Anda mungkin juga menyukai