1. Wakif, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uangnya untuk wakaf.
2. Kontrak wakaf (waqfieh), yaitu pernyataan wakif tentang penyerahan harta dan
danawakaf.
3. Penerima manfaat (Mawquf ‘alaih), yaitu orang perorangan atau lembaga yang
menjadi tujuan penerima manfaat hasil wakaf.
4. Harta (mawquf), yaitu harta tau uang yang diserahkan sebgai wakaf.
5. Mutawalli, yaitu orang yang menjadi perwalian (custodian) hukum atas mawquf
yang bukan milikinya. Mutawalli bertanggung jawab untuk mengelola,
mengamankan, mengembangkan, atau meningkatkan harta wakaf, dan menerapkan
batasan dari pihak yang mewakafkan (nadzir).
Wakaf Produktif
Salah satu semangat yang dibawa oleh UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf adalah wakaf
produktif (pasal 43 ayat (2)). Secara bahasa produktif berarti bersifat atau mampu
menghasilkan, mendatangkan hasil, manfaat dan menguntungkan. Sedangkan Munzir
Qahaf membagi penggunaan wakaf menjadi dua, yaitu wakaf yang digunakan secara
langsung dan tidak langsung (Qahaf, 2005:162-163). Wakaf jenis pertama adalah wakaf
yang pokok barangnya digunkan untuk mencapai tujuan, seperti masjid, sekolah, rumah sakit.
Sedangkan wakaf jenis kedua pokok barangnya tidak digunakan secara langsung, melainkan
dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa.
Wakaf secara etimologi berasal dari kata waqafa sinonim kata habasa yang
memiliki arti berhenti, diam (al-tamakkust), atau menahan (al-imsak) (Anshori, 2005;
Baalbaki, 1995). Ibnu Mandzur (1954) menambahkan al-hubus wa wuqifa (sesuatu yang
di wakafkan), seperti habasa al-faras fi sabīlillah (ia mewakafkan kuda di jalan Allah),
atau habasa al-dār fi sabīlillahi (ia mewakafkan rumahnya di jalan Allah). Yusuf bin
Hasan (1990) menjelaskan, bahwa kata al-waqfu adalah bentuk masdar (gerund) dari
ungkapan waqfu al-syai’ yang berarti menahan sesuatu.
a. Harta wakaf lepas/putus dari hak milik wakif, kecuali pendapat Hanafiyah,
Malikiyah, dan menurut hukum positif.
b. Harta wakaf harus kekal, kecuali pendapat Malikiyah yang mengatakan bahwa
boleh mewakafkan sesuatu walaupun akan habis dengan sekali pakai, seperti
makanan, asalkan manfaatnya berlanjut.
c. Yang disedekahkan hanyalah manfaatnya saja
Lebih lanjut, praktik wakaf sendiri dapat dibedakan menjadi sejumlah kategori
ditinjau dari beberapa perspektif, yaitu:
Prinsip pengaturan ini terkait dengan pengelolaan aset – aset wakaf. Wakif dalam
memberikan aset wakaf tentunya disertai dengan peruntukan wakaf. Misalnya, wakif
menginginkan bahwa peruntukan tanah wakafnya adalah untuk kesehatan (pembangunan
rumah sakit). Maka, nazhir harus berupaya agar keinginan wakif untuk didirikan rumah
sakit tersebut dipenuhi. Selain itu juga, nazhir harus memikirkan juga bagaimana
memenuhi biaya operasional rumah sakit tersebut.
Nazhir harus mempunyai perencanaan yang baik terkait dengan aset-aset wakaf
yang dikelolanya. Misalnya, nazhir harus dapat memperkirakan kapan rumah sakit
tersebut tidak dapat lagi menampung pasien yang ada. Perkiraan ini harus masuk dalam
perencanaan pengelolaan rumah sakit (aset wakaf). Sebelum rumah sakit tersebut sudah
tidak mampu lagi untuk menangani banyaknya pasien, maka nazhir harus melakukan
pelebaran kapasitas rumah sakit disertai dengan penambahan usaha-usaha, sehingga akan
dihasilkan laba tambahan dari usaha tersebut yang dapat digunakan untuk membiayai
tambahan operasional rumah sakit.
3. Manajemen Penghimpun Aset Wakaf
Metode penghimpunan aset wakaf berupa saham dan juga properti tentunya
sangat berbeda. Di dalam pokok-pokok pengaturan wakaf ini, manajemen penghimpunan
aset wakaf harus dijabarkan dan dijadikan panduan bagi para nazhir.