Anda di halaman 1dari 11

LITERATUR AKUNTANSI WAKAF

LO BERDASARKAN RPS
1. Pengertian dan manfaat wakaf
2. Manajemen wakaf
3. Akuntansi wakaf
Pengertian Wakaf
Kata wakaf berasal dari bahasa arab “waqafa” berarti menahan atau berhenti atau diam di
tempat atau tetap berdiri. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan
manfaatnya di jalan Allah. Perbedaan pandangan tentang terminology wakaf adalah sebagai
berikut :
1.   Mazhab Hanafi
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif/pewakaf dan
mempergunakan manfaatnya untuk kebijakan.
2. Mazhab Maliki
Wakaf adalah menahan benda milik pewakaf(dari penggunaan secara kepemilikan termasuk
upah), tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan yaitu pemberian
manfaat benda secara wajar.
3. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang
kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah SWT.
4. Pendapat Lain
Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda
yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf’alaih/penerima wakaf, meskipun ia tidak berhak
melakukan suatu tindakan atas benda tersebut, baik menjual/ menghibahkannya.
Perbedaan Wakaf Dengan Shadaqah/Hibah
Wakaf Infak/shadaqah/hibah
Menyerahkan kepemilikan suatu Menyerahkan kepemilikan suatu
barang kepada orang lain barang kepada pihak lain
Hak milik atas barang Hak milik atas barang diberikan
dikembalikan kepada Allah kepada penerima shadaqah/hibah
Objek wakaf tidak boleh Objek shadaqah.hibah boleh
diberikan atau dijual kepada diberikan atau dijual kepada pihak
pihak lain lain
Manfaat barang biasanya Manfaat barang dinikmati oleh
dinikmati untuk kepentingan penerima shadaqah/hibah
social
Objek wakaf biasanya kekal Objek shadaqah/hibah tidak harus
zatnya kekal zatnya
Pengelolaan objek wakaf Pengelolaan obejek shadaqah/hibah
diserhakan kepada administratur diserahkan kepada si penerima
yang disebut nadzir/mutawali
Rukun Wakaf
Rukun wakaf ada 4 (empat) (Depag, 2006), yaitu:
1. Pelaku terdiri atas orang yang menakafkan harta (wakil/pewakaf). Namun, ada pihak yang
memiliki peranan penting walaupun di luar rukun wakaf yaitu pihak yang diberi
wakaf/diamanahkan untuk mengelola wakaf yang disebut nazhir
2. Barang atau harta yang diwakafkan (mauquf bih)
3. Peruntukan wakaf (mauquf’alaih)
4. Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta
bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan peruntukan)
Syarat Pewakaf
1. Merdeka
2. Berakal sehat
3. Dewasa (baligh)
4. Tidak berada di bawah pengampuan. Ada kalanya seseorang mewakafkan hartanya, tetapi
wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan dengan keberadaan
orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan degan masalah ini:
 Orang yang mempunyai utang, maka wakafnya ada 3 macam:
a. Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau
sebagian hartanya, sedang utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum
wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada kerelaan para kreditormya
b. Jika ia berada di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau
sebagian hartanya ketika sedang menderita sakit parah, maka wakafnya sah. Akan tetapi
pelaksanaannya bergantung pada kerelaan para kreditor
c. Jika dia tidak di bawah pengampuan karena utang dan mewakafkan seluruh atau sebgaian
hartanya ketika dalam keadaan sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan, baik
utangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki atau hanya sebagian saja
 Apabila pewakaf mewakafkan hartanya ketika sedang sakit parah, dan ketika
mewakafkan harta tersebut dia masih cakap untuk melakukan perbuatan baik (tabarru’),
maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan selama dia masih hidup. Hal ini karena
penyakitnya tidak bisa dipastikan sebagai penyakit kematian. Jika kemudian pewakaf
meninggal, maka hukum wakafnya sebagai berikut:
a. Jika dia meninggal sebagai debitor, maka hukum wakafnya seperti yang telah diuraikan
dalam butir (1) di atas
b. Jika dia meninggal tidak sebagai debitor, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia
sedang sakit keras seperti wasiat. Yaitu jika yang diberi wakaf bukan ahli warisnya dan
harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3 hartanya, maka wakaf terlaksana hanya
sebatas 1/3 hartanya saja, jika harta yang diwakafkan lebih dari 1/3, maka kelebihan dari
1/3 tersebut bergantung pada kerelaan ahli waris sebagai pemilik harta tersebut.
Jenis-Jenis Wakaf
1. Berdasarkan Peruntukan
a. Wakaf ahli (Wakaf Dzurri) atau disebut juga wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang
dipeuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, dan
lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli (dzurri) ini adalah suatu hal yang baik karena
pewakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya,
juga dari silaturrahmi terhadap keluarga. Akan tetapi, wakaf ahli ini sering
menimbulkan masalah, akibat terbatasnya pihak-pihak yang dapat mengambil
manfaat darinya.
b. Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama
(keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan
untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan
anak yatim dan lain sebagainya. Wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang
dapat mengambil manfaat darinya.Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling
sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum.
2. Berdasarkan Jenis Harta
Dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dilihat dari jenis harta yang
diwakafkan, wakaf terdiri atas:
a. Benda tidak bergerak, yang kemudian dapat dibagi lagi menjadi:
 Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
 Tanaman dan benda bagian lain yang berkaitan dengan tanah
 Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
 Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah danperaturan
perundang-undangan
b. Benda bergerak selain uang, terdiri atas :
 Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah
atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
 Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak
dapat dihabiskan karena pemakaian.
 Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan,
kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediaannya berkelanjutan.
 Benda bergera karena sifatnya yang dapat diwakafkan (kapal, pesawat terbang,
kendaraan bermotor, mesin, logam dan batu mulia).
 Benda bergerakselain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat
diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (surat berharga, hak
atas kekayaan intelektual, hak atas benda bergerak lainnya).
c. Benda bergerak berupa uang (wakaf tunai, cash waqf) yang merupakan inovasi
dalam keuangan publik Islam (Islamic society finance), karena jarang ditemukan
pada fikih klasik. Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI
melalui komisi fatwa mengeluarkan tentang wakaf uang yang intinya berisi sebagai
berikut:
 Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai;
-  Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga;
-  Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh);
-  Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar’i;
-  Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan, dan atau diwariskan.
3.    Berdasarkan Waktu
a. Muabbad, yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya.
b. Mu’aqqot, yaitu wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.
4.    Berdasarkan Penggunaan Harta yang Diwakafkan
a. Mubayir/dzati yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa
digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.
b. Istitsmary, yaitu harta wakaf yang ditunjukan untuk penanaman modal dalam produksi
barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian
hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
Ketentuan Bagi Pengelola Wakaf
Pengelola wakaf (Nazhir)adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari pewakaf
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.Pengelola wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam pewakafan yang bertugas untuk memelihara dan mengelola harta
wakaf.Pengelola wakaf dapat dijalankan oleh perseorangan maupun lembaga (baik berbadan
hukum atau organisasi kemasyarakatan).Sedemikian pentingnya pengelola wakaf dalam
perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf sangat bergantung padanya.Meskipun demikian
tidak berarti pengelola wakaf mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan /
dititipkan kepadanya.
Hal-hal yang wajib dilakukan oleh pengelola wakaf (Alkabisi, 2004), yaitu :
1. Melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang diwakafkan, baik pewakaf
mensyaratkan secara tertulis atau tidak (pendapat jumhur ahli fikih). Sumber dana wakaf
harus terus dikelola, baik diperoleh dari dana khusus yang disiapkan pewakaf untuk
pembangunan, ataupun harta wakaf yang siap dimanfaatkan secara langsung.
2. Melaksanakan syarat dari pewakaf. Pengelola wakaf wajib menjalankan semua syarat-syarat
yang dibuat oleh pewakaf dengan tidak menyalahi aturan syariah dan wakaf.Contoh :
menyamaratakan pembagian atau memprioritaskan pembagian pada mustahik tertentu, atau
siapa yang harus menerima terlebih dahulu saat pembagian hasil, dan dalam hal apa saja dana
itu digunakan.
3. Membela dan mempertahankan kepentingan harta wakaf. Usaha ini dapat dilakukan sendiri
atau dengan bantuan pihak lain (wakilnya), seperti pengacara atau penasihat hukum.
4. Melunasi hutang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf
tersebut.
5. Menunaikan hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu
yang mengakibatkan pembagian tersebut tertunda. Misalnya, kebutuhan mendesak guna
merenovasi atau memperbaiki harta wakaf yang menuntut wakaf dialokasikan untuk
kepentingan tersebut, atau melunasi utang terkait dengan harta wakaf. Hal ini harus
didahulukan ketimbang menyerahkannya kepada para mustahik.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola wakaf ( Alkabisi, 2004), yaitu :
1. Menyewakan harta wakaf. Pengelola wakaf berwenang untuk menyewakan wakaf jika
menurutnya akan mendatangkan keuntungan  dan tidak ada pihak yang melarangnya,
sehingga dari penerimaan itu, pengelola wakaf dapat membiayai hal-halyang ditentuka oleh
pewakaf atau untuk kepentingan wakaf dan penerima wakaf, seperti membangun,
mengembangkan, maupun memperbaiki kerusakannya.
2. Menanami tanah wakaf. Pengelola boleh memanfaatkan tanah wakaf dengan cara
menanaminya dengan aneka jenis tanaman perkebunan, dengan memperhatikan dampaknya
pada tanah wakaf dan kepentingan para mustahik.
3. Membangun pemukiman di atas tanah wakaf untuk disewakan. Pengelola wakaf berwenang
mendirikan bangunan berupa gedung untuk disewakan, seperti membangun rumah
kediaman, dalam hal ini jika keuntungan yang didapat dari hasil sewa bangunan lebih besar
ketimbang jika digunakan untuk lahan pertanian.
4. Mengubah kondisi harta wakaf menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi para fakir miskin
dan mustahik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam pengubahan tersebut dia harus
menjaga dan memperhatikan kondisi harta wakaf dan kebutuhan penerima wakaf, sehingga
dapat dipadukan antara pelaksanaan syarat dari pewakaf dan tujuan dari wakaf.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengelola wakaf ( Alkabisi, 2004) :
1. Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf, karena dua pihak yang bertransaksi tidak
bolehterkumpul pada satu orang ( misalnya, pengelola wakaf merangkap sebagai penyewa
harta wakaf ). Pengelola wakaf juga tidak boleh menyewakan harta wakaf kepada orang yang
tidak diterima atau diragukan kesaksiannya, baik orang tua, anak atau istrinya, untuk
mencegah timbulnya fitnah dan untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan.
2. Tidak boleh berutang atas nama wakaf, baik melalui pinjaman ataupun dengan membeli
keperluan yang dibutuhkan untuk perawatan harta wakaf secara kredit. Di mana ia berjanji
untuk membayar harganya setelah adanya keuntungan yang dihasilkan dari harta wakaf. Hal
ini untuk menghindari sita atas harta wakaf atau hasil yang didapatkan  untuk dapat melunasi
hutangnya, sehingga harta wakaf menjadi hilang dan para mustahik tidak dapat mendapatkan
keuntungan darinya.
3. Tidak boleh menggadaikan harta wakaf dengan membebankan biaya tebusan kepada
kekayaan wakaf, atau dirinya, atau kepada salah seorang mustahik. Hal tersebut dapat
mengakibatkan hilangnya harta wakaf, dan dapat menghilangkan manfaat dari harta wakaf
itu sendiri.
4. Tidak boleh mengizinkan seseorang menggunakan harta wakaf tanpa bayaran, kecuali
dengan alasan hukum. Apabila pengelola wakaf menempatkan seseorang di rumah wakaf
tanpa bayaran,  maka orang yang emnempati rumah tersebut haus membayar ongkos sewa
dengan harga yang pantas, baik rumah dalam kondisi siap pakai maupun tidak.
5. Tidak boleh meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang tidak termasuk dalam golongan
peruntukkan wakaf. Sebab, tindakannya itu termasuk dalam pemakaian harta secara gratis
yang menyebabkan tidak adanya keuntungan bagi wakaf dan mengabaikan hak-hak para
mustahik. Orang yang telah meminjam harat wakaf dan mengambil manfaat darinya harus
membayar ongkos sewa dengan harga yang pantas.
Pengelola wakaf tidak wajib memberikan ganti rugi apabila harta atau sumber wakaf
rusak jika penyebabnya adalah kekuatan besar yang sulit dihindari atau bencana yang tidak bisa
dicegah, sementara dia tidak lalai dalam menjaga harta wakaf tersebut. Pengelola wakaf
diperbolehkan memakan sebagian dari hasil wakaf itu, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Umar :
“Dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian darinya
dengan cara yang ma’ruf (besaran yang wajar).”
Pengelolaan dan manajemen wakaf
Pengelolaan dan manajemen wakaf yang lemah dapat mengakibatkan pengelolaan harta
wakaf tidak optimal, harta wakaf terlantar, bahkan harta wakaf dapat hilang.Untuk mengatasi
masalah ini, paradigma baru dalam pengelolaan wakaf harus diterapkan.Wakaf harus dikelola
secara produktif dengan menggunakan manajemen modern.Untuk mengelola wakaf secara
produktif, ada beberapa yang perlu dilakukan.Selain perumusan konsepsi fikih wakaf dan
peraturan perundang-undangan, pengelola wakaf harus dibina dan dilatih menjadi pengelola
wakaf profesional untuk dapat mengembangkan harta yang dikelolanya, apalagi jika harta itu
berupa uang. Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional, diperlukan badan
khusus untuk melakukan pembinaan pengelola wakaf, antara lain Badan Wakaf Mesir, Badan
Wakaf Sudan, Badan Wakaf Indonesia, dan lain-lain.
Pengelola wakaf adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan.Berfungsi atau
tidaknya wakaf sangat tergantung pada kemampuan pengelola wakaf. Apabila pengelola wakaf
kurang cakap dalam mengelola harta wakaf, dapat mengakibatkan potensi harta wakaf sebagai
sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat muslim tidak optimal. Bahkan dalam
bebagai kasus ada pengelola wakaf yang kurang memegang amanah, seperti melakukan
penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, dan kecurang-kecurangan
lain sehingga memungkinkan harta tersbut berpindah tangan. Untuk mengatasi masalah ini,
hendaknya calon pewakaf sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa yanfg diperlukan
masyarakat, dan dalam memilih pengelola hendaknya dipertimbangkan kompetensinya.
Akuntansi Wakaf
Pada 22 Mei 2018 Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI telah mengesahkan DE PSAK 112:
Akuntansi Wakaf. DE PSAK 112 diusulkan berlaku efektif pada 1 Januari 2021 dengan opsi
penerapan dini. Pada tanggal 7 November 2018 DSAS-IAI atau biasa disebut dengan Dewan
StandarAkuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia telahmengesahkan PSAK 112: Akuntansi
Wakaf. PSAK 112 berlaku efektif pada 1 Januari 2021 dengan opsi untukpenerapan dini. Secara
umum PSAK 112 mengatur tentangperlakuan akuntansi atas transaksi wakaf yang dilakukan
baikoleh nazhir maupun wakif yang berbentuk organisasi dan badan hukum. PSAK 112 dapat
juga diterapkan oleh nazhirperorangan.

Aset wakaf berupa aset tidak bergerak, seperti hak atastanah, bangunan atau bagian bangunan di
atas tanah, tanamandan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan aset
bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak
sewa. DE PSAK 112 mengatur bahwa aset wakaf diakui saat telah terjadipengalihan secara
hukum dan manfaat ekonomis dari asetwakaf. Hasil pengelolaan dan pengembangan dari aset
wakafharus diakui sebagai tambahan aset wakaf. Basis imbalannazhir adalah hasil pengelolaan
dan pengembangan yang sudah terealisasi (cash basis).
Laporan keuangan nazhir yang lengkap meliputi:
• Laporan posisi keuangan;
• Laporan rincian aset wakaf;
• Laporan aktivitas;
• Laporan arus kas;Catatan atas laporan keuangan.
Pengelolaan dan pengembangan wakaf merupakan suatuentitas pelaporan (digunakan istilah
‘entitas wakaf’) yang menyusun laporan keuangan tersendiri dan tidakdikonsolidasikan ke
laporan keuangan organisasi atau badan hukum dari nazhir. Laporan keuangan entitas wakaf
tidakmengkonsolidasi laporan keuangan entitas anaknya. Laporankeuangan entitas wakaf yang
lengkap meliputi laporan posisikeuangan, laporan rincian aset wakaf, laporan aktivitas, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Dasar pengakuan aset wakaf adalah akta ikrar wakaf, dimana wasiat wakaf dan janji (wa’d)
wakaf belum memenuhikriteria pengakuan aset wakaf. Wakaf temporer merupakanliabilitas yang
wajib dikembalikan ke wakif di masa mendatang. Dasar pengakuan atas penyaluran manfaat
wakafadalah diterimanya manfaat wakaf tersebut oleh mauquf alaih. Sementara dasar imbalan
nazhir adalah hasil neto pengelolaandan pengembangan aset wakaf yang telah direalisasi
dalambentuk kas (cash basis). Pengukuran aset wakaf yang diterimadari wakif adalah nilai
nominal untuk kas dan nilai wajaruntuk aset nonkas.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkandan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untukdimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadahdan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah. Wakif adalah pihak yang mewakafan harta bendamiliknya. Wakif mengakui penyerahan
aset wakaf sebagaibeban dalam laba rugi, kecuali wakaf temporer yang tetapdicatat sebagai aset
wakif dan disajikan sebagai aset yang dibatasi penggunaannya.
Karakteristik

Unsur wakaf
 Unsur dari wakaf meliputi wakif, nazhir, aset wakaf, ikrarwakaf, peruntukan aset wakaf, dan
jangka waktu wakaf.
 Wakif dan nazhir meliputi wakif dan nazhir perseorangan, organisasi, dan badan hukum.
 Aset yang diwakafan melalui ikrar wakaf yang akandituangkan dalam akta ikrar wakaf tidak
dapatdibatalkan.
Aset yang diwakafan dapat diklasifkasikan menjadi:
 Aset tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan ataubagian bangunan di atas tanah,
tanaman dan benda lain terkait tanah, hak milik satuan rumah susun, dan lainnya.
 Aset bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa, dan lainnya.
 Aset wakaf harus dikelola dan dikembangkan oleh nazhirsesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukannya. Aset wakaftidak dapat dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual,
diwariskan, ditukar, atau dialihkan melalui pengalihan haklainnya, kecuali digunakan untuk
kepentingan sesuai rencanaumum tata ruang.
Wakaf diperuntukan untuk:
• Sarana dan kegiatan ibadah;
• Sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan;
• Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
• Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan
• Kemajuan kesejahteraan umum lain.
Referensi :
Binus University Faculty of Economic & Communication. (2019, Feruari 29). Accounting Binus.
Retrieved from https://accounting.binus.ac.id/2019/02/28/de-psak-112-akuntansi-wakaf-
telah-disahkan/
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2018). Draft Exposur PSAK 112 : Akuntansi Wakaf. Jakarta:
IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2018, November 15). PSAK 112: AKUNTANSI WAKAF
TELAH DISAHKAN. Jakarta: IAI. Retrieved from http://iaiglobal.or.id/v03/berita-
kegiatan/detailberita-1113-psak-112-akuntansi-wakaf-telah-disahkan
Wasilah, Sri Nurhayati. 2008. Akuntansi syariah di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2001. Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki,
Syafi’I, Hambali. Jakarta: PT Lentera Basritama.
Matsna, Prof. Dr. H. Moh.2008. Fikih, Semarang. PT. Karya Toha,

Anda mungkin juga menyukai