Anda di halaman 1dari 11

RESUME

HUKUM WAKAF
Tentang
Wakaf dan Ketentuannya

Dosen pengampu:
Dodon Alfiander, MA
Oleh :

Syafitri Putri Syahnul


A. Unsur / Rukun Wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya.
Rukun wakaf menurut fiqh ada 4 (empat) macam, yaitu :
1. Waqif (orang yang mewakafkan)
2. Mauquf‘alaih (pihakyangdiserahi wakaf)
3. Mauquf (harta yang diwakafkan)
4. Shighat atau iqrar (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak
untuk mewakafkan)
5. Ada jangka waktu yang tidak terbatas
6. Nazir (pengelola wakaf)
1. Waqif (orang yang mewakafkan)  Kepemilikan, hanya Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa harta yang
Waqif adalah pihak yang mewakafkan. diwakafkan adalah tetap milik si wakif.
Wakif harus mempunyai keca-kapan hukum Pendapat ini berimplikasi pada
atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam kewenangan wakif untuk men-tasharuf-
membelanjakan hartanya (tasharruf al-mal). kan harta wakaf sesuai dengan
Kecakapantersebut meliputi 4 kriteria,9 keinginannya, termasuk menghibahkan,
yaitu: menjual dan mewariskan.
(1) Merdeka
(2) Berakal sehat  Imam Malik juga berpendapat sama
(3) Dewasa (baligh) bahwa harta wakaf masih milik si wakif.
(4) Tidak dibawah pengampuan. Pendapat inilah yang mempengaruhinya
Berkenaan dengan pelepasan benda hingga ada pembedaan antara wakaf
wakaf oleh wakif muncul perbedaan muabbad dan wakaf muaqqat. Bila
pendapat tentang status kepemilikan benda muabbad kepemilikan putus, maka
yang sudah diwakafkan. muaqat kepemilikan masih pada wakif.
2.  Mauquf ‘alaih (orang yang diberi amanat wakaf)

Mauquf ‘alaih dalam literatur fiqh kadang diartikan orang yang diserahi mengelola harta
wakaf, yang sering disebut nadzir, kadang juga diartikan peruntukan harta wakaf. Bila diartikan
mauquf ‘alaih sebagai nadzir, dalam literatur fiqh kurang mendapat porsi pembahasan yang detail
oleh para ahli fiqh yang terpenting adalah keberadaan mauquf ‘alaih mampu mewujudkan
peruntukan benda wakaf (makna lain dari mauquf ‘alaih). Hal ini terpengaruh oleh unsur tabarru’
(kebaikan) yang meliputi peruntukan ibadah dan sosial (umum) kecuali yang bertentangan dengan
Islam (ideologi) dan maksiat.
Pengaruh lain adalah karena pemahaman bahwa wakaf termasuk akad sepihak yang tidak
membutuhkan adanya qabul dan salah satu pendapat boleh hukumnya wakaf kepada diri sendiri.
3. Mauquf (Harta Benda Wakaf)

Perbincangan fiqh mengenai benda wakaf,  Berbeda dengan Hanafi,Maliki sekalipun


bertolak pada, pertama, jenis harta, apakah benda menyatakan bahwa harta wakaf milik wakif,
bergerak atau tidak bergerak, atau bisa keduanya. tetapi wakif tidak punya hak untuk
 Madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah tergolong mendayagunakan harta wakaf secara pribadi
konservatif dengan hanya membolehkan harta dalam bentuk apapun. Sedangkan
tak bergerak sebagai objek wakaf. Sementara Syafi’idanHanbali menyatakan putusnya
Hanafiyah dan Malikiyah cenderung kepemilikan harta wakaf dengan wakif
membolehkan wakaf harta bergerak. sehingga wakif terputus haknya terhadap
Perbedaan ini muncul dari perbedaan harta wakaf. Kedua, kelanggengan atau
menafsirkan apakah yang diwakafkan adalah keabadian objek wakaf yang terkait erat
dzat benda atau manfaat benda. Bila dzat dengan objek wakaf yang bergerak. Oleh
benda maka cenderung benda tidak bergerak karena itu mewakafkan harta bergerak harus
yang ternyata jumlah jenisnya sedikit, melekat dengan harta tak bergerak seperti
sedangkan bila manfaat benda cenderung wakaf alat pertanian terkait dengan sawah,
benda bergerak yang jumlah jenisnya sangat dan sebagainya
banyak.
4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif)

Shighat atau ikrar adalah pernyataan penyerahan harta benda wakaf oleh wakif. Dalam hal ini
perbedaan yang muncul adalah bentuk pernyataan apakah lisan, kinayah atau tindakan. Sementara
dalam hal akad wakaf, semua madzhab menyatakan bahwa wakaf adalah akad tabarru’ yaitu
transaksi sepihak yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan kabul dari pihak penerima
dan dicukupkan dengan ijab si wakif. Akad tidaklah menjadi syarat dalam akad wakaf.

Definisi akad disini adalah suatu bentuk perbuatan hukum (tasharruf) yang mengakibatkan
adanya kemestian penataan kepada apa yang dinyatakan dari kehendak perbuatan hukum itu oleh
pihak yang berkepentingan, kendatipun pernyataan itu dari sepihak saja. Akad dalam pengertian
kesepakatan dari dua belah pihak yang berkehendak melakukan suatu perikatan digambarkan
dengan ijab dan qabul seperti yang terjadi dalam jual beli, sewa menyewa, dan sebagainya,
sehingga tidaklah berlaku dalam pengertian akad wakaf.
6. Nazir (pengelola wakaf)
Pengelolaan wakaf adalah orang, organisasi atau
5. Ada jangka waktu yang tidak terbatas bahan hukun yang memegang amanat untuk
memelihara dan mengurus wakaf sebaikbaiknya sesuai

Mengenai syarat jangka waktu masih dengan wujud dan tujuannya. Adapun syarat-syarat

kalangan yang mempertentangkan. Pendapat seorang nazir, antara lain:


a. WNI.
pertama menyatakan bahwa wakaf haruslah
b. Islam.
bersifat permanen dan merupakan pendapat
c. Dewasa.
yang didukung oleh mayoritas ulama.
d. Sehat jasmani dan rohani.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakaf
e. Tidak berada di bawah pengampuan.
boleh bersifat sementara dan sah baik dalam
f. Tinggal di kecamatan tempat tanah yang
jangka waktu yang panjang maupun pendek.
diwakafkan.
B. Syarat-Syarat Wakaf
Ada beberapa syarat dan ketentuan mengenai wakaf agar wakaf tersebut bisa dikatakan sah atau
telah terjadi pewakafan. Berikut adalah syarat-syarat wakaf, antara lain:

a. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf


b. Berlaku untuk selamanya.
c. Tujuan wakaf harus jelas, misalnya mewakafkan sebidang tanah untuk masjid, musala, pesantren,
perkuburan (makam), dan sebagainya
d. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan,
e. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar atau membatalkan atau
melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk
selamanya.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, berdasarkan hadis dari Umar ra. yang berisi tentang wakaf,
diperoleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

o Harta wakaf harus tetap, artinya harta wakaf tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, baik
diperjual-belikan, dihibahkan, maupun diwariskan.
o Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
o Tujuan wakaf harus jelas, terang, dan termasuk perbuatan baik menurut ajaran Islam.
o Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam harta
wakaf, sekadar perlu dan tidak berlebihan.
o Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya, yang tahan lama serta tidak musnah sekali
digunakan.
REFERENSI :

Tuti A. Najib & Ridwan al-Makassary (ed.) (2006). Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan:

Studi tentang Wakaf dalam Perspektif Sosial di Indonesia. (Jakarta: CRCS UIN

Syahid)

Nur Rohaman, Adi dkk. 2020. Hukum Wakaf Indonnesia. Jakarta: Ubharajaya

Muh. Sudirman Sese, “Wakaf Dalam Perspektif Fiqh dan Hukum Nasonal”, jurnal Hukum

Diktum, Vol.8,0.2 Juli 2010

Mohammad Daud Ali (1988). Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press)
SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai