Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Nadhir Wakaf

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Fikih ZISWAF

Pembimbing: Dr. Agus Fakhrina, M.S.I.

Disusun Oleh:

1. Rizqi Putri Mustaqomah 3619040


2. Sabila Eristya Putri 3619065

PROGAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf yang dikelola dengan profesional akan menghasilkan lembaga
islam yang potensial dan dapat medanai dan mengembangan perekonomi
umat. Karena maju dan mundurnya wakaf sangat ditentukan oleh baik
buruknya manajemen pengelolaan wakaf. Dengan demikian nadhir wakaf
harus mencapai level kinerja dan performa yang maksimal sehingga dapat
lebih maksimal dalam peran sosial untuk pengembangan wakaf.
Pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh nadhir secara profesional mampu
memberi peluang penerapan prinsip-prinsip manajemen modern. Nadhir
wakaf dalam selayaknya manajer dalam perusahaan yang harus mampu
membuat perencanaan dan pengelolaan aset wakaf. Nazhir adalah orang
yang paling bertanggungjawab terhadap harta wakaf yang dipercayakan
padanya, baik menyangkut pemeliharaan harta wakaf, maupun terhadap
hasil dan upaya-upaya pengembangannya. Setiap kegiatan nazhir terhadap
harta wakaf harus dalam pertimbangan kesinambungan harta wakaf
dengan mengalirkan manfaatnya untuk kepentingan mauqûf ‘alaih. Karena
itu, peran para nazhir bukan cuma memobilisasi dana wakaf dan langsung
membelanjakannya sebagai sedekah, tetapi mewujudkannya terlebih
dahulu menjadi aset, lalu mengelolanya secara produktif baru
memanfaatkan hasilnya sebagai sedekah Hal ini bukan saja memerlukan
wawasan, tapi juga kemampuan para nazhir dalam berinvestasi secara
halal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nadhir wakaf ?
2. Bagaimana penentuan nadhir wakaf?
3. Apa saja syarat-syarat nadhir wakaf ?
4. Apa saja tugas nadhir wakaf?
5. Bagaimana pencabutan nadhir wakaf?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian nadhir wakaf
Kata nadhir secara etimologi berasal dari kata kerja Nadhira-
yandzaru yang memiliki arti “menjaga” dan “mengurus”. Dalam kamus
bahasa arab- indonesia disebutkan bahwa kata nadhir berarti “yang
melihat” “pemeriksa”. Sedangkan secara terminologi fiqh yang dimaksud
nadhir adalah orang diserahi kekuasaan dan kewajiban dalam mengurus
dan memelihara harta wakaf. Jadi nadhir secara istilah berarti orang
maupun badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus
harta wakaf dengan sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuan harta
wakaf.1
Nadhir menurut undang-undang Nomor 41 tahun 2004 adalah
pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif (orang yang
mewakafkan) untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukannya. Posisi nadhir wakaf sebagai pihak yang bertugas untuk
memelihara dan mengurusi harta wakaf memiliki kedudukan yang penting
dalam perwakafan.2 Sehingga berfungsi tidaknya bagi mauquf ‘alaih
sangat tergantung dengan nadhir wakaf. Pada umunya, ulama’ sepakat
bahwa kekuasan nadhir wakaf hanya terbatas pada pengelolaan wakaf
untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang telah dikehendaki
oleh wakif.
Nadhir merupakan orang yang mengelola wakaf, membangun,
meningkatkan hasil produksinya dan membagikan keuntungan yang
dihasilkan kepada mustahik, serta membela kebenarannya dan pekerjaan
lainnya. Dengan demikian nadhir berarti orang yang berhak untuk
bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan
mendistribusikan hasil waka kepada orang yang berhak menerimanya.
B. Penentuan nadhir wakaf

1
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, zakat dan wakaf, Jakarta: UI Press,1988. Hlm 91
2
H. Ahmad Djunaidi, Fiqih Wakaf,Jakarta:Direktorat pemberdayaan wakaf,2007.hlm. 69
a. Kedudukan Nadzir Menurut Madzhab Hanafi
Penentuan atau kedudukan Nadzir menurut golongan
hanafiah merupakan hak wakif. Wakif bisa mengangkat dirinya
sendiri sebagai nadzir, jika wakif tidak menunjuk dirinya untuk
menjadi nadzir atau menunjuk oranglain, maka yang berhak
menjadi nadzir adalah orang diberi wasiat (jika ada) dan jika tidak
ada maka yang berhak menunjuk nadzir adalah hakim.
Adbul Wahab Khallaf juga menyebutkan bahwa menurut Abu
Yusuf (pengikut madzhab hanafi) orang yang paling berhak
menentukan nadzir adalah wakif, dengan alasan bahwa wakif
adalah orang yang paling dekat dengan hartanya.

b. Kedudukan Nadzir Menurut Madzhab Maliki


Golongan Malikiah juga berpendapat bahwa orang yang
berhak mengangkat nadzir adalah wakif. Namun demikian Malik
menolak wakif untuk menguasai harta wakaf yang wakafkan. Jika
wakif menunjukan dan mengangkat dirinya untuk menjadi nadzir
hal ini seakan-akan ia mewakafkan untuk dirinya. Sedangkan
golongan malikiah berpendapat bahwa wakif tidak boleh
mengambil hasil benda yang diwakafkan.

c. Kedudukan Nadzir Menurut Madzhab Syafi’i


Sedangkan menurut golongan Syafi’i berpendapat bahwa
nadzir tidak ditentukan oleh wakif, kecuali wakif mensyaratkan
disaat terjadinya wakaf. Menurut syafi’iah wakif dapat
menunjukkan atau mengangkat dirinya atau orang lain sebagai
nadzir. Akan tetapi disaat terjadinya wakaf, wakif tidak menunjuk
dirinya maupun orang lain sebagai nadzir, para ulama syafi’iah
berbeda berpendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa yang
berhak menjadi nadzir adalah wakif sendiri dan pengusaan terhadap
harta tetap ditangan wakif. Pendapat kedua menyatakan bahwa
yang menjadi nadzir adalah maukuf alaih dan penguasaan harta
wakaf ada pada maukuf alaih karena dialah yang atas hasil wakaf,
sehingga dia pula yang mempunyai kewajiban untuk memelihara
harta wakaf tersebut. Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang
berhak mengangkat nadzir adalah hakim karena sesungguhnya
tergantung padanyalah hak maukuf alaih.

d. Kedudukan Nadzir Menurut Madzhab Hambali


Menurut Hambaliah yang berhak mengangkat nadzir adalah
wakif. Wakif boleh menunjuk dirinya atau orang lain sebagai nadzir
ketika ia mengucapkan ikrar wakaf. Tetapi apabila wakif tidak
menunjuk nadzir ketika ia mewakafkan hartanya sedangkan wakaf
itu ditujukan untuk kepentingan umum misalnya masjid, jembatan,
orang-orang miskin, dan sebagainya maka yang berhak mengangkat
nadzir adalah hakim yang beragama Islam. Jika wakaf ditujukan
untuk orang tertentu baik sesorang atau lebih sedangkan wakif tidak
menyebut nadzirnya, maka hak nadzir ada pada mauquf alaih,
karenanya pengawasan mauqul alaih pada harta itu seperti miliknya
secara mutlak.3

3. Syarat-syarat nadhir wakaf


Para fuqoha menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk
menjadi seorang nadhir (orang yang mengelola wakaf) diantaranya yaitu
1. Berakal
Berakal dalam artian orang yang mampu menganalisa sesuatu
untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Dewasa
Dewasa merupakan orang yang sudah memiliki kecakapan dalam
melakukan perbuatan hukum mukallaf sehingga mampun
mengelola wakaf dengan baik. Syarat dewasa menjadi kesepakatan
para fuqoha agar perwaliannya dianggap sah dan ucapannya dapat
dipertanggung jawabkan.
3. Adil
Jumhur ulama berpendapat bahwa adil yang dimaksud adalah
mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang
dilarang oleh syariat. Menurut mazha syafi’i menganggap bahwa
adil adalah syarat yang mutlak bagi seorang nadhir karena
menurutnya nadhir adalah wali dari harta orang lain, oleh karena
itu orang yang diberi amanah mengurus dan mengelola harta orang
lain harus bersikap adil

3
Muhammad Abu Zahrah, Muhadlarah fi al-waqf, (Kairo: Dar al-Fikr al-arabi, 1971),h.63-66
4. Mampu atau cakap hukum
Kecakapan didefinisakan sebagai kekuaan seseorang atau
kemampuan dalam mengelola apa yang diserahkan kepadanya.
Para fuqoha sepakat mampu atau cakap hukum menjadi syarat
serang nadhir karena jika pengelolaan wakaf diserahkan kepada
orang yang tidak mampu maka tujuan dari wakaf tidak dapat
tercapai.
5. Islam
Para fuqoha berpendapat bahwa syarat seorang nadhir adalah orang
islam. Jika wakaf diperuntukan bagi mauquf ‘alaih yang beragama
islam atau wakaf diperuntukan untuk sektor umum, seperti masjid
atau lembaga pendidikan.4

4. Tugas nadhir wakaf


Tugas nadhir wakaf yang dijelaskan pada pasal 11 undang-undang No.41
Tahun 2004 yaitu:
1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
2) Mengelolan dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, dan peruntukannya
3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4) Melaporkan pelaksanaan tugas secara berkala kepada menteri dan
badan wakaf indonesia.
Nadhir juga mempunyai kewajiban mengerjakan segala sesuatu yang
layak untuk menjaga dan mengelola harta wakaf. Nadhir wakaf
berwewenang melaksanakan segala tindakan yang mendatangkan
kebaikan bagi wakaf yang bersangkutan dengan selalu memperhatikan
syarat-syarat yang ditentukan oleh wakif.
Nadhir berhak mendapatkan upah dari jeripayah mengurus harta
wakaf selama melaksankan tugasnya dengan baik, besar upah sesuai

4
Taufiq Hamami, perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, Jakarta: Tatanusa,
2003. Hlm.99
dengan ketentuan waqif. Wewenang nadhir dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan oleh waqif maupun hakim atau
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Adapun tugas
seorang nadhir yaitu:
1. Menyewakan, yaitu menyewakan tanah (benda wakaf)
2. Memelihara harta wakaf. Dalam memelihara tentu membutuhkan
biaya maka biaya dapat diambilkan dari harta wakaf yang
dipelihara atau dirawat atau diambilkan dari sumber lainnya.
Mengenai sumber pembiayaan tergantung pada persyaratan yang
dikemukakan oleh waqif
3. Membagikan hasil harta wakaf kepada yang berhak menerimanya.
Para ulama’ berpendapat bahwa nadhir wakaf memiliki tugas
mengawasi, memperbaiki, menanami, dan mempertahankan wakaf.
Selain itu nadhir juga mempunyai kewajiban menyampaikan hasil dari
sewaanya, tanaman atau buah-buahan kepada para mustahiq. Nadhir
juga memiliki kewajiban mengembangkan harta wakaf agar lebih
bermanfaat bagi mauquf ‘alaih.5
5. Pencabutan nadhir
Dalam peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 dijelaskan,
bahwa masa bakti nadhir wakaf adalah 5 tahun dan dapat diangkat
kembali. Pengangkatan kembali dilakukan oleh BWI, jika yang
bersagkutan telah melakukantugasnya dengan baik pada periode
sebelumnya dan sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-
undangan. Menurut undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf,
pemerhentian nadhir diganti atau diberhentikan apabila:
1) Meninggal dunia
2) Bubar atau dibubarkan untuk nadhir organisasi atau badan
hukum
3) Atas permintaan sendiri

5
Samsudin, Peranan nadhir dalam pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf pada yayasan
pendidikan islam at-taqwa, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2011. Hlm.34
4) Nadhir tidak melaksanakan tugasnya atau melanggar
ketentuan atau larangan dalam pengelolaan dan
pengembangan harta wakaf sesuai dengan peraturan
5) Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah
mempunyai hukum tetap.
Pemberhentian dan penggantian nadzir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.

Adapun pemberhentian nadhir menurut undang-undang dilakukan oleh BWI


yaitu:

a. Mengundurkan diri dari tugas nadhir


b. Berkhianat dan tidak memegang amanat wakaf
c. Melakukan hal-hal yang membuatnya menjadi fasik
d. Kehilangan kecapan bertindak hukum seperti gila, meninggal dunia
atau hukuman pidana oleh pengadilan

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh


nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian nazhir, dilakukan dengan tetap
memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta
fungsi wakaf.6

Para ulama pada umumnya berpendapat jika nadhir berkhianat tidak


amana, tidak mampu ataupun muncul kefasikan pada dirinya, seperti minum-
minuman keras, membelanjakan harta wakaf pada hal-hal yang tidak ada
manfaatnya, atau bila nadhir mengundurkan diri, waqif ataupun pemerintah dapat
memberhentikan nadhir dari tugasnya dan menyerahkan perwalian kepada orang
yang bersedia memegang tanggung jawab pengelolaan wakaf.

6
Badan Wakaf Indonesia, Buku Pintar Wakaf, (Jakarta Timur), h.34
BAB III

PENUTUP

Nadhir merupakan orang yang mengelola wakaf, membangun, meningkatkan hasil


produksinya dan membagikan keuntungan yang dihasilkan kepada mustahik, serta
membela kebenarannya dan pekerjaan lainnya. Syarat-syarat nadhir wakaf antara
lain berakal dewasa,adil, mampu atau cakap hukum dan islam. Tugas nadhir
wakaf yang dijelaskan pada pasal 11 undang-undang No.41 Tahun 2004 yaitu:

1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf


2) Mengelolan dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, dan peruntukannya
3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4) Melaporkan pelaksanaan tugas secara berkala kepada menteri dan
badan wakaf indonesia.
Penentuan Nadzir wakaf terdapat pendapat dari 4 madzhab, yaitu kedudukan
nadzhir menurut madzhab hanafi, kedudukan nadzir manurut madzhab maliki,
kedudukan nadzir menurut syafi’i dan kedudukan nadzir menurut madzhab
hambali.
Pemberhentian nadhir menurut undang-undang dilakukan oleh BWI yaitu:
1) Mengundurkan diri dari tugas nadhir
2) Berkhianat dan tidak memegang amanat wakaf
3) Melakukan hal-hal yang membuatnya menjadi fasik
4) Kehilanga kecapan bertindak hukum seperti gila, meninggal
dunia, atau dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali,M. Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam, zakat dan wakaf. Jakarta: UI Press.
Badan Wakaf Indonesia, Buku Pintar Wakaf, (Jakarta Timur)

Djunaidi. Ahmad Djunaidi. 2007. Fiqih Wakaf,Jakarta:Direktorat pemberdayaan


wakaf.
Hamami, Taufiq. 2003. perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria
Nasional. Jakarta: Tatanusa
Muhammad Abu Zahrah, Muhadlarah fi al-waqf, (Kairo: Dar al-Fikr al-arabi,
1971)

Rozalinda. 2005. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Rajawali Pers

Samsudin. 2011. Peranan nadhir dalam pengelolaan dan pengembangan tanah


wakaf pada yayasan pendidikan islam at-taqwa. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai