MADZHAB
Oleh:
Rindi Yani, Salsabilla Rahmawati Oktaberliana, Ricky Dwi Septian
Program Study Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Pendahuluan
Wakaf adalah salah satu institusi Islam yang bertujuan meningkatkan
taraf hidup umat Islam. Allah Swt menciptakan manusia dalam berbagai aspek,
termasuk tingkat ekonominya, di antara mereka ada yang kaya dan miskin,
bahkan ada yang sangat kaya di satu sisi dan sangat miskin. Oleh karena itu,
perbedaan merupakan sunatullah yang dimaksudkan agar kehidupan berjalan
dengan baik dan seimbang. Dengan wakaf, zakat, infaq, dan shadaqah, maka
distribusi kekayaan bisa berjalan sehingga kekayaan atau harta tidak hanya
berputar di kalangan tertentu saja.1
Wakaf merupakan ajaran islam yang ada sejak zaman dahulu, terdapat
beberapa jenis dan macam dengan perbedaan pendapat dianatara para imam
madzhab, mengenai perbedaan pendapat diantara Imam Madzhab itu juga
berhubungan dengan jenis, pengalihan, dan nadzir waqaf berdasarkan perspektif
mereka masing-masing. Namun perbedaan tersebut tidak sampai merubah esensi
dari wakaf itu sendiri. Sebab semua imam madzhab merujuk kepada Al-Qur’an,
Hadits, ijma’ serta Qiyas sehingga perubahan tersebut tidak bersifat fatal.
Pembahasan
A. Macam-Macam Wakaf
Ada beberapa macam wakaf yang dikenal di dalam islam, yang dapat
dibedakan berdasarkan beberapa kriteria.Wakaf tersebut dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu wakaf berdasarkan peruntukannya dan wakaf
berdasarkan waktunya.
a. Wakaf berdasarkan Peruntukannya.
1
Fakhruddin, “Pengaruh Mazhab Dalam Regulasi Wakaf Di Indonesia,” Jurnal Hukum dan Syariah, 2
(2019).254
1) Wakaf Ahli (Keluarga/khusus)
Wakaf ahli atau disebut juga wakaf dzurri, merupakan
wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang
atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan, contohnya
mewakafkan buku-buku untuk anak-anaknya yang mampu
mempergunakan, kemudian diteruskan kepada cucu-cucunya.
Wakaf seperti ini dipandang sah dan yang berhak menikmati
harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan
wakaf.
2) Wakaf Khairi(umum)
Wakaf khairi merupakan wakaf yang ditujukan untuk
kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang
tertentu. Wakaf khairi ini sejalan dengan amalan wakaf yang
menyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir sampai wakif
telah meninggal. Dan apabila harta wakaf masih ada, tetap dapat
diambil manfaatnya sehingga wakaf tersebut dapat dinikmati oleh
banyak masyarakat secara luas dan merupakan sarana untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang
sosial-ekonomi, pendidikan, keagamaan, dan juga kebudayaan.2
b. Wakaf berdasarkan Waktunya.
1) Muabbad
Wakaf muabbad merupakan wakaf yang diberikan untuk
selamanya. Dalam hal ini hak kepemilikan harta sepenuhnya
diserahkan demi kebaikan umat tanpa batas waktu.
2) Mu’aqqot
Wakaf mu’aqqot merupakan wakaf yang diberikan hak
guna dalam jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu yang
diberikan benda, tanah, atau uang harus dimanfaatkan untuk
mendapat nilai tambah untuk kepentingan sosial.
B. Objek Wakaf
2
Elsi kartika sari, “Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf”,(Jakarta : Grasindo, 2006), hal.66.
Wakaf adalah menahan suatu benda dan memanfaatkan hasilnya, benda
wakaf harus bertaham lama, tidak cepat rusak ataupun habis sekali pakai. Tetapi
wakaf sebenarnya tidak hanya terbatas pada benda-benda tidak bergerak saja,
melainkan dapat berupa benda yang bergerak. Maka dari itu objek atau benda
wakaf yang dapat diwakafkan, terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak ini contohnya seperti tanah, sawah, dan
bangunan. Dalam pasal 16 ayat 2 UU No.41 Tahun 2004, benda tidak
bergerak meliputi :
1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri diatas sebagaimana
dimaksud pada huruf 1.
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
syari’ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.3
b. Benda bergerak
Benda bergerak ini contohnya seperti mobil, sepeda motor,
binatang ternak, atau benda lainnya. Benda-benda bergerak ini, meskipun
nilai jariyahnya terbatas tetapi juga dapat diwakafkan. Dalam hal ini ada
batasannya, batasnya adalah sampai dengan benda wakaf itu tidak dapat lagi
dipertahankan keberadaannya lagi, maka dalam hal ini selesailah wakaf
3
Elsi kartika sari, “Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf”,(Jakarta : Grasindo, 2006), hal.71.
tersebut. Pengecualian apabila masih dimungkinkan diupayakan adanya
tukar atau diganti dengan benda baru yang lainnya.
c. Benda bergerak berupa uang
Imam al-Zuhri berpendapat baha boleh wakaf dalam bentuk dinar
maupun dirham dengan cara menjadikannya modal usaha perdagangan
kemudian menyalurkan keuntungnnya sebagai nilai wakaf.4
4
Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara,“Konsep Wakaf Dalam Islam”,(Sumatera Utara, 2019),hal.49.
“ Tahanlah asal (pokok)nya, dan jalankanlah manfaatnya” (HR. Al Nasai
dan Ibnu Majah)
c. Mazhab Imam Syafi’i
Beliau berpendapat bahwa boleh mewakafkan benda apapun
dengan syarat benda yang diwakafkan yaitu benda yang kekal
manfaatnya, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.
Dan sebagian para ulama mazhab syafi’i ada yang memperbolehkan
wakaf uang dan ada juga yang tidak.
d. Mazhab Hambali
Mazhab hambali dengan mazhab maliki memiliki pendapat yang
sama, bahwa boleh mewakafkan harta, baik itu benda bergerak, seperti
mewakafkan kendaraan, senjata untuk berperang, hewan ternak maupun
benda tidak bergerak, seperti rumah, tanaman, tanah dan benda tetap
lainnya.5
5
Direktorat pemberdayaan wakaf, “Pedoman Pengelolaan dan Perkembangan Wakaf”,(Jakarta : Juli
2013),hal.36-39.
Menurut pandangan mażhab Syafi’i, bahwa harta benda yang
telah diwakafkan bukan lagi milik wakif (orang yang mewakafkan harta),
melainkan telah menjadi milik publik (umum). Akibatnya bahwa harta
benda yang telah diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan, diwariskan
dan dialihfungsikan karena memang ia bukan lagi milik perorangan,
melainkan milik umum (milik umat).
Imam Syafi’i menegaskan bahwa harta wakaf yang telah
diberikan oleh wakif sudah bukan lagi milik wakif. Karena imam syafi’i
menyamakan wakaf dengan ṣadaqah, yang mana ṣadaqah itu tidak bisa
diambil lagi. Sehingga harta yang telah diwakafkan oleh wakif bukan
lagi milik wakif.
Para ulama Syafi’i (ulama bermażhab syafi’i) pada umumnya
membatasi secara ketat penukaran atau penjualan terhadap harta wakaf.
Hanya dalam keadaan yang sangat terpaksa saja harta wakaf itu dapat
ditukar atau dialihkan. Misalnya, bila sebuah bangunan masjid wakaf
runtuh sehingga orang tidak mungkin lagi shalat didalamnya, maka hal
itu tidak diserahkan kepada seseorang, termasuk kepada wakif atau ahli
warisnya, dan tidak boleh pula dijual atau diganti oleh orang lain karena
bangunan itu sepenuhnya merupakan hak Allāh Swt. Akan tetapi, bila
dalam keadaan terpaksa, seperti bangunan masjid itu sudah terlalu
sempit, maka bangunan tersebut boleh dijual atau ditukar yang uang
penjualan atau harta penukaran itu dijadikan untuk dana pembangunan
masjid yang lebih besar.6
Ulama Syafi’i (ulama bermażhab Syafi’i) berpendapat, bahwa
benda wakaf yang sudah tidak berfungsi, tetap tidak boleh dijual, ditukar,
dan atau dialihkan. Karena dasar wakaf itu sendiri bersifat abadi,
sehingga dalam kondisi apapun benda wakaf tersebut harus dibiarkan
sedemikian rupa. Dasar yang digunakan oleh mażhab Syafi’i adalah
hadiṡ Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, dimana dalam hadiṡ
dikatakan bahwa benda wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan
dan tidak boleh diwariskan. Namun dilain pihak berpendapat, bahwa
6
Helmi Karim, fiqih muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997). 115
benda wakaf yang sudah atau kurang berfungsi lagi dimana sudah tidak
sesuai dengan peruntukan yang dimaksud wakif (orang yang
mewakafkan) maka Imam Ahmad Ibnu Hanbal, Abu Tsur dan Ibnu
Taimiyah berpendapat dalam bolehnya menjual, mengubah, mengganti
atau memindahkan benda wakaf tersebut. Kebolehan itu, baik dengan
alasan supaya benda wakaf tersebut bisa berfungsi atau mendapatkan
manfaat yang lebih besar bagi keperluan umum, khususnya untuk umat
Islam.7
b. Imam Hanafi
Menurut Abu Hanifah harta benda yang menjadi obyek wakaf
tidak akan hilang dari wakif (pemberi wakaf) akibat adanya akad
wakaf.Hal ini diindikasikan dengan adanya hadiṡ Nabi yang menyatakan
(jika kamu menghendaki maka tahanlah asalnya dan sedekahkanlah
darinya) yang berarti bahwa yang menjadi obyek sedekah dalam wakaf
adalah manfaat dari benda yang diwakafkan sementara hak milik tetap
berada di tangan wakif. Hal ini yang kemudian memunculkan pemikiran
Abu Hanifah mengenai penyandaran wakaf pada pinjam meminjam
(ariyah) sebagaimana dinyatakan oleh Burhanudin Ali bin Abu Bakar al-
Murghinaniy: “Dan sebagaimana pemilik kitab Hidayah (Burhanudin
Ali bin Abu Bakar al-Murghinaniy) ketika mengartikan wakaf dengan
perkataannya: dan menurut Abu Hanifah menahannya hamba atas
kepemilikan waqif dan menyedekahkan manfaatnya seperti halnya
pinjam meminjam.”
Abu Hanifah berpendapat bahwa harta benda yang telah
diwakafkan masih tetap milik pihak yang mewakafkan karena akad
(transaksi) wakaf termasuk akad ghayru lazim (tidak menyebabkan
pindahnya kepemilikan benda wakaf), oleh karena itu mażhab Hanafi
mendifinisikan bahwa wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan
atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan
7
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, Fiqih Wakaf, 2005, hal. 80
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik
sekarang maupun akan datang.”
Ulama Hanafi (ulama’ bermażhab hanafi) membolehkan
penjualan atau pengalihan harta wakaf yang berupa masjid karena
keadaan darurat dan mengizinkan untuk bangunan non masjid secara
lebih longgar. Kalau bukan karena keadaan terpaksa. Bagi Mażhab
Hanafi, wakaf berupa masjid tidak boleh dijual atau dialihkan dengan
materi lain. Kalau wakif pernah berpesan bahwa harta wakaf yang
diberikannya boleh dialihkan, pengalihan atau penjualan terhadap harta
wakaf itu dibolehkan. Pengalihan dan penjualan harta wakaf juga
dibolehkan bila didasarkan atas perintah hakim. Akan tetapi, bila mauquf
itu bukan masjid, harta itu boleh dialihkan atau dijual.8
D. Nadzir Wakaf
a. Nadzir dan Kedudukannya Dalam Waqaf
Dalam kitab-kitab fiqh pada umumnya tidak dicantumkan nadzir waqaf sebagai
salah satu rukun waqaf. Namun jika dilihat tujuan waqaf itu ingin melestarikan manfaat
dari benda yang di waqafkan, maka kehadiran nadzir waqaf sangat diperlukan.
Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nadzir sebagai salah satu rukun waqaf,
namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nadzir waqaf, baik nadzir
tersebut adalah si wakif itu sendiri maupun dari pihak lain.
8
Muhammmad Sanuri, “Studi Komparatif antara Mażhab Syafi'i dan Mażhab Hanafi dalam Pengalihan
Harta Wakaf” Skipsi, (Yogyakarta, 2019). 48
b. Syarat Nadzir
Para Fuqaha telah menentukan bebrapa syarat bagi seorang nadzir, diantara
syarat-syarat tersebut adalah :
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal
4) Adil (mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang
menurut syariah)
5) Mampu (kemampuan dalam mentasarrufkan apa yang di jaganya)9
9
Jaharuddin dan Radiana Dhewayani, Potensi dan Konsep Wakaf Buku 1 Serial Manajemen Wakaf
Produktif (Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2020). 51
apabila wakif tidak menunjuk nadzir waqaf pada saat ikrar waqaf, maka yang
berhak mengangkat nadzir adalah mauquf ‘alaih. Menurutnya nadzir itu bekerja
bukan mewakili wakif akan tetapi mewakili mauquf ‘alaih.
Pendapat ketiga inilah tampaknya yang paling mudah diterima dan lebih
dekat kepada kebaikan, karena jika ada masalah yang berkaitan dengan
perwaqafan hakim akan mudah mengatasinya.
10
S Mubarok, “Kedudukan Nadzir Dalam Perspektif Empat Madzhab,’’ Iain Tulungagung Institutional
Repository, (2019), h. 63-67.
alaih. Jika mauquf alaih-nya tidak mampu melaksanakan tugasnya, tugas tidak
kembali kepada hakim tetapi kepada wali mauquf alaih.
Mengenai wewenang hakim untuk mengangkat nadzir, hal ini memang
tepat jika dihubungkan dengan makna waqaf itu sendiri. Pengangkatan nadzir
yang dilakukan oleh hakim pada umunya berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan yang lebih matang. Disamping itu jika hakim mengangkat nadzir
maka pengawasan hakim terhadap nadzir pun lebih mudah.
Kesimpulan
Wakaf merupakan salah satu tradisi islam yang berlaku hingga saat ini, dianatara
macam dan jenis wakaf adalah:
1. Benda bergerak
2. Benda Tidak Bergerak
Jaharuddin dan Radiana Dhewayani. Potensi dan Konsep Wakaf Buku 1 Serial
Manajemen Wakaf Produktif (Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2020).
Karim, Helmi. Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997).
Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara. Konsep Wakaf Dalam Islam (Sumatera Utara,
2019).
S Mubarok. Kedudukan Nadzir Dalam Perspektif Empat Madzhab. Iain Tulungagung
Institutional Repository (2019).
Sanuri, Muhammmad. Studi Komparatif antara Mażhab Syafi'i dan Mażhab Hanafi
dalam Pengalihan Harta Wakaf. Skipsi, (Yogyakarta, 2019).
Sari, Elsi Kartika. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Jakarta : Grasindo, 2006).