Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIQH MUAMALAH

AMWAL

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu : H. Ade Yusuf Mujaddid, M.Ag

Disusun Oleh :

1. Hana Nur Fadhilah (1805046013)


2. Zulifa Ivada Asikin (1805046045)
3. Khayati (1805046048)
4. Risya Abqiya (1805046055)

PRODI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesempurnaan agama islam dapat dilihat dimana syariat islam diturunkan
dalam bentuk yang umum dan mengglobal permasalahannya. Segala bentuk
peraturan aqidah, hukum, dan syariah tentunya sudah dituangkan kedalam kitab al-
Qur’an sebagai tuntunan umat islam dalam menjalani kehidupan. Kesempurnaan
ajaran islam telah Allah tuangkan kedalam firman-Nya:

‫يت لَ ُك ُم اإلسْال َم ِدينًا‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.”
Dalam masalah muamalah, al-Qur’an memberikan Qawa’id Al-‘Ammah
(kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat mengembangkan berbagai transaksi yang
terjadi diantara mereka. Diantara pokok pembahasan bidang muammalah yang
sangat urgen adalah mengenai harta. Harta menjadi masalah sentral dalam kehidupan
manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian harta dan fungsinya?
2. Apa pengertian istimali-istihlaki?
3. Apa yang dimaksud manqul-uqar?
4. Apa yang dimaksud mubah, mahjur dan mamluk?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta

Harta atau yang biasa disebut dengan mal secara bahasa merupakan sesuatu yang
menyertainya baik berupa benda maupun manfaat, sedangkan menurut istilah harta adalah
sesuatu yang dikumpulkan atau dipelihara dan juga disimpan serta diambil manfaatnya
menurut kebiasaan.1

Para fuqaha mentakrifkan mal dengan ‫الحا َج` ِة‬


َ ‫ت‬ ِ ‫اإلنس`ا ِن َويُم ِكنُ إد َخ` ا ُرهُ إلَى َوق‬
َ ‫ َما يُ ِمي ُل إلَي ِه طَب ُع‬:
“Sesuatu yang manusia cenderung kepadanya dan mungkin disimpan diwaktu diperlukan”

ِ َّ‫َاولَ ٍة بَينَ الن‬


Menurut Mazhab Hanafi yang disebut harta adalah: ‫اس‬ ِ ‫ُكلُّ عَي ٍن َذا‬
ِ ‫ت قِي َم ٍة َما ِّديَ ٍة ُمتَد‬
“segala benda yang tampak, mengandung nilai (berharga) berupa materi dan yang beredar
diantara manusia”

Lafadl ‘ain yang terdapat dalam definisi diatas berarti manfaat dan hak-hak yang
mahdlah, yang dipandang, tidak termasuk dalam definisi harta.

Lafadl qimah maddiyah berarti benda-benda yang tak bernilai, seperti sebiji beras, atau
sebiji padi, tidak termasuk dalam definisi harta.

Sebuah benda yang sangat kecil tetapi mempunyai nilai tersendiri, maka pada waktu itu
dapat dipandang sebagai harta yang bernilai. Contohnya : selembar kertas yang terdapat
tanda tangan seorang idol, atau selembar copy yang ditulis oleh ‘ulama terkenal. Selembar
kertas biasa dengan tulisan biasa, tentu tidak bernilai, dan tidak bisa disebut harta.2

Unsur-unsur Harta

1. Kemungkinan untuk dikumpulkan dan disimpan


2. Kemungkinan untuk diambil manfaat menurut kebiasaan

1
Siti Mujibatun, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama, 2012), hlm.
33
2
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang: PT.Pustaka Rizki
Putra, 2009), hlm. 140

3
Segala sesuatu yang memiliki sifat kehartaan, maka disebut harta (mal). Dalam hal
ini khamr (minuman keras) bisa disebut harta sebab, sebagian manusia ( non muslim)
memungkinkan untuk mengumpulkan dan menyimpan serta memanfaatkannya, meskipun
sebagian manusia yang lain ( muslim) tidk meganggapnya sebagai harta.

B. Pengertian Istimali-Istihlaki

Mal isti`mali adalah harta yang pemanfaatannya berulang-ulang, bendanya masih


utuh. Contohnya seperti buku dibaca, rumah dipakai sebagai tempat tinggal, kebun
ditanami, dan lain-lain. Sedangkan Mal istihlaki adalah harta yang tidak dapat diambil
manfaat dan kegunaannya, kecuali dengan menghabiskan bendanya. Istihlaki adakalanya
haqiqi, seperti, kayu bakar, pemanfaatannya harus dibakar. Nasi pemanfaatannya harus
dimakan habis. Sedangkan istihlaki huquqi, seperti mata uang atau uang kertas,
meminjam uang, maka uangnya dihabiskan bukan dengan dimakan, tetapi dibelanjakan,
hal ini dianggap istihlak dari segi hokum, walaupun bendanya (uang) masih tetap utuh.

Akibat dari adanya hukum pembagian benda tersebut adalah dapat tidaknya
benda-benda tersebut menerima akad :

1. Mal isti`mali tidak menerima akad yang berlaku pada mal istihlaki dan
sebaliknya, karena akad dalam mal isti`mali ditujukan pada manfaat
bendanya, sedangkan barangnya masih utuh, akan tetapi akad dalam
mal istihlaki, memanfaatkan bendanya harus dengan cara
menghabiskan benda itu sendiri.
2. Mal istihlaki berlaku untuk akad qard (utang piutang uang), sedagkan mal
isti`mali berlaku untuk akad ijarah (sewa menyewa).

Dari fungsi yang berbeda tersebut dapat ditarik dua pemakaian yang berbeda
pula sebagai komoditas, yakni bahwa pemakaian secara sebagian, artinya manfaat lain
dari benda isti`mali masih dapat dipertahankan, meskipun sebagiannya telah
dimanfaatkan. Selanjutnya dalam hal mengonsumsi secara keseluruhan, artinya bahwa
benda istihlaki hanya bisa dimanfaatkan secara totalitas tidak ada sisa ketika benda itu

4
dimanfaatkan. Sehingga komoditas benda isti`mali sering disebut sebagai benda
komoditas non fungible atau tidak habis sekali pakai. Untuk itu maka berlaku hokum
sewa (ijarah) dan mal istihlaki sering disebut sebagai benda komoditas fungible atau akan
habis sekali pakai. Untuk itu tidak boleh disewakan dan hanya berlaku akad qard (utang
piutang) (Zaim, 2003,40).3

C. Manqul Wa `Uqar
Mal manqul adalah harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain,
seperti, kursi, meja, sepeda atau dalam istilah hukum perdata barat disebut benda
bergerak. Sedangkan mal `uqar adalah harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain, misalnya, tanah, rumah, atau dalam istilah hokum perdata barat
disebut benda tetap.

Akibat hukum dari pembagian kedua benda tersebut (manqul dan `uqar) adalah :

1. Syuf`ah (pro-emption) atau hak seseorang membeli terlebih dahulu


daripada orang lain tidak berlaku pada benda yang dijual kecuali
benda tetap (`uqar), dan tidak berlaku syuf`ah jika benda tersebut berupa
benda bergerak (manqul).
2. Waqaf berlaku benda `uqar berdasarkan kesepakatan para fuqaha. Adapun
untuk manqul terdapat perbedaan pendapat. Menurut pendapat
Muhammad bin Hasan dari mazhab Hanafi, bahwa waqaf harus dengan
benda `uqar tidak boleh dengan benda manqul, kecuali berdasarkan pada
asar yang sahih seperti mewakafkan kuda ,senjata atau kitab.
3. Penerima wasiat (al-washi) terhadap harta yang ditahan (al-qashir), jika
harta tersebut `uqar maka si washi tidak boleh menjualnya, kecuali untuk
melunasi utang atau karena adanya unsur maslahah dan syara`
membolehkan.
4. Menjual harta orang yang bangkrut yang berada dibawah pengampun,
yang dijual lebih dulu yaitu benda manqul, jika hasil penjualan benda
manqul belum mencukupi utangnya, maka boleh menjual benda `uqar,
3
Siti Mujibatun, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Lembaga studi sosial dan agama, 2002, hlm. 10

5
karena dalam konteks tersebut mempertimbangkan maslahat bagi orang
yang berhutang.
5. Pemanfaatan oleh pembeli benda `uqar sebelum adanya penyerahan
barang tersebut menurut Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf dibolehkan.
Sedang menurut Imam Syafi`I dan Muhammad, tidak boleh
memanfaatkan benda tetap yang dibeli sebelum adanya penyerahan
bendanya. Apabila bendanya berupa manqul, para fuqaha sepakat untuk
tidak boleh memanfaatkan benda yang dibeli sebelum ada penyerahan
kepada pembeli, karena untuk menjaga jangan samapi terjadi
penyalahgunaan terhadap pemakaian benda bergerak tersebu, sehingga
prinsip menghindarkan kerusakan lebih didahulukan dari pada menarik
manfaat.
6. Hak irtifaq hanya berhubungan dengan mal `uqar bukan mal manqul.4

D. Mubah, Mahjur dan Mamluk


1. Harta Mubah
‫ما ليس فى األصل ملكا ألحد كا الماء فى منابعه و صيدالبر و البحر وغير ذلك كأ شجا ر البوادي وأ ثما رها‬
Harta mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan merupakan hak milik
perseorangan, seperti air pada air mata, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan
dan buah-buahannya. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan
kesanggupannya, orang yang mengambilnya akan menjadi pemiliknya, sesuai dengan kaidah.
Kaidah di atas sesuai dengan sabda Nabi saw yang berbunyi:

ُ‫فَ ِه َي لَه‬  ً‫َم ْن أَحْ يَا أَرْ ضًا َميِّتَة‬


“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.”

Urwah pernah berkata, “Sesungguhnya bumi adalah milik Allah dan hamba-
hamba juga hamba Allah. Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka dia
lebih berhak kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  datang membawa ajaran ini.

4
Siti Mujibatun, .Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang :Lembaga studi sosial dan agama, 2002, hlm. 39

6
2. Harta Mahjur

Harta mahjur adalah harta yang dilarang oleh syara’ untuk dimiliki sendiri
dan memberikannuya pada orang lain. Adakalanya harta tersebut berbentuk wakaf
ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum.
Dari penjelasan diatas harta mahjur ialah harta yang dimiliki secara umum
dilarang dimiliki secara pribadi atau sendiri. Contohnya seperti wakaf, masjid,
makam, jalan raya dan lain sebagainya.

Jaminan perwakafan di Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok


Agraria No.5 tahun 1960 pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah
milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Harta Mamluk
Harta mamluk adalah sesuatu yang merupakan hak milik, baik milik
perorangan maupun milik badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.

Harta mamluk terbagi menjadi dua macam, yaitu:


1. Harta perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik,
misalnya rumah yang dikontrakkan.
2. Harta perkongsian antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak
yang bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi
memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya
disewakan selama satu bulan kepada orang lain.

7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebuah benda yang sangat kecil tetapi mempunyai nilai tersendiri, maka
pada waktu itu dapat dipandang sebagai harta. Harta memiliki dua unsur penting,
yaitu kemungkinan untuk dikumpulkan dan disimpan serta kemungkinan untuk
diambil manfaat menurut kebiasaan.
Dalam makalah ini di jelaskan beberapa macam harta diantaranya adalah
Istimali-istikhlaki, manqul-uqar, mubah, mahjur dan mamluk. Mal isti`mali adalah
harta yang pemanfaatannya berulang-ulang, bendanya masih utuh. Sedangkan
istikhlaki adalah harta yang tidak dapat diambil manfaat dan kegunaannya, kecuali
dengan menghabiskan bendanya.
Selanjutnya adalah manqul-uqar, manqul berarti harta yang dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, seperti, kursi, meja, sepeda atau
dalam istilah hukum perdata barat disebut benda bergerak. Sedangkan mal `uqar
adalah harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain,
misalnya, tanah, rumah, atau dalam istilah hokum perdata barat disebut benda
tetap. Dan yang terakhir adalah mubah, mahjur dan mamluk. Harta mubah adalah
sesuatu yang pada asalnya bukan merupakan hak milik perseorangan, seperti air
pada air mata. Harta mahjur adalah harta yang dilarang oleh syara’ untuk dimiliki
sendiri dan memberikannuya pada orang lain. Adakalanya harta tersebut
berbentuk wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum.
Sedangkan Harta mamluk adalah sesuatu yang merupakan hak milik, baik milik
perorangan maupun milik badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Siti Mujibatun. 2012. Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Lembaga Studi Sosial dan
Agama.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. 2009. Pengantar Fiqh Muamalah.
Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra.

Tahdzib. “Amwal”
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib/article/view/970/2552,
diakses pada 12 Mei 2019.

Anda mungkin juga menyukai