Anda di halaman 1dari 7

KONSEP HARTA DALAM FIQIH MUAMALAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan umat manusia, harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting.
Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan kehidupan dunia. Dengan harta, manusia dapat
memenuhi kebutuhannya sehari-hari mulai dari yang primer, sekunder, bahkan tersier sekalipun.
Oleh karena harta pula lah akan terjadi interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia).
Sebab harta ini didapat setelah terjadi hubungan timbal balik antar manusia, atau biasa dikenal
dengan kerja sama. Kerja sama dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, yaitu
harta.
Tidak ada larangan dalam mencari harta baik konvensional maupun syariah, semua sama-
sama menganjurkan kepada manusia untuk mencari harta. Harta bagi manusia merupakan dzat
yang sangat berharga. Meskipun terkadang ada sekelompok orang yang tidak menganggap itu
berharga karena mungkin mereka telah memiliki sesuatu yang lebih berharga. Singkatnya,
penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif, tidak mengikat. Sebab tergantung siapa yang
menilainya. Bagi orang miskin, sepeda motor merupakan harta yang paling berharga. Namun
tidak bagi orang kaya. Orang kaya menganggap mobil mewah lah harta yang paling berharga.
Itulah sebabnya mengapa penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif. Menyangkut
sistem pembagian harta, dilihat dari subyek yang membaginya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu secara Islami dan konvensional. Dua hal tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda
dalam membagi harta. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang konsep harta dalam fiqih
muamalat.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian harta?
2. Bagaimana pembagian/pemilikan harta dan implikasi hukumnya?

C. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa itu harta.
2. Untuk mengetahui bagaimana pembagian/pemilikan harta dan implikasi hukumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata - -( maala
yamiilu mailan) yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal
juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara,
baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut istilah,
ialah segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara manusia.1
Menurut ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Nasrun Haroen,2 al-mal (harta) yaitu:

Segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala
sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan.
Menurut jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) yang juga dikutip oleh Nasroen Haroen,
al-mal (harta) yaitu:

"segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenal ganti rugi bagi orang yang merusak
atau melenyapkannya"

B. PEMBAGIAN HARTA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA


Harta terdiri dari beberapa bagian dan tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan
hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut:
1. Harta Mutaqawwin dan Ghair Mutaqawwin
Harta mutaqawwin ialah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya
menurut syara yaitu semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh

1 Wahbab al-Zuhaily, Al Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005),


hlm.8.

2 Muhammad Abu Zahrah, Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-aqad fi al-syariah al-


Islamiyah, (Mesir; Dar al-Fikr al-Arabi, 1962), hlm. 15.
dan penggunaanya. Sebagai contoh: kerbau halal dimakan oleh umat muslim,
tetapi kerbau tersebut disembelihnya tidak sah menurut syara, misalnya dipukul,
ditembak, dll.
Harta ghair mutaqawwin ialah sesuatu yang tidak boleh diambil
menurut syara yaitu kebalikan dari harta mutaqawwin, yakni yang tidak boleh
diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya, maupun cara
penggunaannya. Contohnya: sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk
ghair mutaqawwin karena memperolehya dengan cara yang haram.
Faedah Pembagian
a. Sah dan Tidaknya Akad
Harta mutaqawwim sah dijadikan akad dalam berbagai aktivitas
muamalah, seperti hibbah, pinjam meminjam, dll. Sedangkan harta ghair
mutaqawwim tidak sah dijadikan akad dalam bermuamalah. Pendapat ini
disampaikan oleh ulama Hanafiyah.
b. Tanggungjawab Ketika Rusak
Jika seseorang merusak harta mutaqawwim, maka ia
bertanggungjawab untuk menggantinya. Akan tetapi, jika merusak harta ghair
mutaqawwim, ia tidak bertanggungjawab untuk menggantinya. Menurut
ulama Hanafiyah, jika merusak ghair mutaqawwim, ia tetap
bertanggungjawab, sebab harta tersebut dipandang mutaqawwim oleh
nonmuslim. Selain Hanafiyah berpendapat bahwa, harta ghair mutaqawwim
tetap dipandang mutaqawwim sebab umat nonmuslim yang berada di negara
Islam harus mengikuti peraturan yang diikuti oleh umat Islam.

2. Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul


Harta manqul ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari
satu tempat ke tempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan,
dll.
Harta ghair manqul ialah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan
dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain. Seperti kebun, rumah, pabrik,
sawah, dll. Istilahnya benda bergerak dan benda tetap.
3. Harta Istihlak dan Harta Istimal
Harta istihlak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan
manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta istihlak dibagi
menjadi dua, ada yang istihlak haqiqi dan istihlak huquqi.
a. Harta istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara
jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan. Misalnya, korek api bila
dibakar, maka habislah harta yang berupa kayu itu.
b. Harta huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan,
tetapi zatnya masih tetap ada. Misanya uang yang digunakan untuk
membayar hutang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang
tersebut masih utuh, tetapi hanya pindah kepemiliknya.
Harta istimal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan
materinya tetap terpelihara. Harta istimal tidaklah habis sekali digunakan, tetapi
dapat digunakan lama menurut apa adanya. Seperti kebun, tempat tidur, pakaian,
sepatu, dll.

4. Harta Mitsli dan Harta Qimi


Harta mitsli ialah harta yang terdapat padanannya di pasaran, tanpa adaya
perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Jadi, harta
mitsli adalah harta yang ada imbangannya (persamaan). Seperti harta yang
jenisnya diperoleh di pasar (secara persis).
Harta qimi ialah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran, atau
terdapat padanannya, akan tetapi nilai tiap satuannya berbeda. Jadi, harta qimi
adalah harta yang tidak ada imbangannya secara tepat. Seperti harta yang jenisnya
sulit di dapatkan di pasar, bisa di peroleh tetapi jenisnya berbeda, kecuali dalam
nilai harganya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian harta menurut bahasa (etimologi) adalah condong, cenderung, atau miring.
Sedangkan menurut istilah adalah segala benda yang berharga dan bersifat materi serta
beredar di antara manusia.
Ada berbagai macam pengelompokkan harta, antara lain:
1. Harta menurut cara mendapatkannya:
a. Harta Mutaqawwin
b. Harta Ghairu Mutaqawwin
2. Harta menurut pergerakannya:
a. Harta Manqul
b. Harta Ghairu Manqul
3. Harta menurut kegunaanya:
a. Harta Istihlak
b. Harta Istimal
4. Harta menurut keberadaannya:
a. Harta Mitsli
b. Harta Qimli
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Syafei, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalat Cetakan 3. Bandung: CV Pustaka Setia.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamala. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Al-Zuhaily, Wahbab. 2005. Al Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus: Dar al-Fikr.

Anda mungkin juga menyukai