Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal yang berasal dari kata maala- yamiilu-
mailan, yang berarti condong, cenderung dan miring.2 Secara etimologi harta
adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik
dalam bentuk materi maupun dalam manfaat.3 Sedangkan arti harta secara
terminologi adalah: “sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan
memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.” (Ibnu Abidin dari
golongan Hanafi).4 Sedangkan oleh ulama Hanafi yang lain disebutkan “Harta
adalah segala sesuatu yang dapat dihimpun, disimpan (dipelihara) dan dapat
dimanfaatkan menurut adat (kebiasaan)”. Definisi lainmenyebutkan bahwa
Harta adalah “segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan diwajibkan ganti rugi
atas orang yang merusak atau melenyapkannya.” (Jumhur ulama selain
Hanafiyah).5 Menurut Jumhur Ulama antara harta dan hak milik adalah sama,
sementara menurut ulama Hanafiyah membedakan antara hak milik dengan
harta:6 Hak milik adalah “sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan
tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain” Sedangkan harta adalah
“segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam
penggunaannya bisa dicampuri orang lain. Harta merupakan sesuatu yang
digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
dibutuhkan.
Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika
dibutuhkan, dalampenggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka
menurut Hanafiah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a
‘yan)”Tigamazhab lainya mendefinisikan sebagai berikut:

1
A.Mazhab Maliki mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama,
adalah hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk
menguasainya. Kedua, sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ‘urf (adat).
b. Mazhab Syafi’T mendefinisikan hak milik juga menjadi dua macam.
Pertama, adalah sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya; kedua, bernilai
harta.
c.Mazhab Hambali jugamendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, sesuatu
yang mempunyai nilai ekonomi; kedua, dilindungi undang-undang.

l. konsep Harta Dalam Al-Qur'an Dan Hadits

Hukum islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis. Hal ini
disebabkan karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat
dan mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu.

Hubungan manusia dengan harta sangat erat. Demikian eratnya hubungan tersebut
sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri
mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru, harta termasuk salah satu hal penting
dalam kehidupan manusia. Sebab, harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi
bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khamsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan
keturunan.

Dalam al-Qur’an terdapat 82 kata harta (al-mal, amwalukum, amwa-lahum, malukum).


Dalam ayat-ayat tentang harta itu menunjukkan bahwa harta benda itu meskipun
milik/dimiliki perseorangan tetapi berfungsi sosial.

Contoh ayat Al-Qur'an yg menjelaskan tentang harta:

QS. An-Nisa' Ayat 29

djjl (j|'jVio'i 0C- O JL^J jj£j jjl V) (J.' Il^ixil tgA}

1 Aj (jts

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang

2
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."

2. Kepemilikan Harta

Konsep kepemilikan harta dalam Islam mempunyai karakteristik yang unik, yang
sejalan dan selaras dengan fitrah manusia. Berbeda dengan dua konsep yang
berkembang saat ini, yakni kapitalisme dan komunisme, tak satu pun dari kedua sistem
itu yang berhasil menempatkan individu atau pribadi selaras dalam suatu tatanan
kehidupan sosial. Kebebasan dalam hak milik individu merupakan dasar dari konsep
kapitalisme, dan penghapusan atas hak milik individu merupakan sasaran pokok dari
ajaran sosialisme-komunisme. Ini terjadi karena dalam sistem ekonomi sosialis tidak
dikenal kepemilikan individu (private property), yang ada hanya kepemilikan negara
(state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat.

a. Allah sebagai pemilik mutlak

Seperti potongan ayat dalam Surat An-Nur:33, yakni:

4^1 (J bo (j-0 1J?

Artinya" “...dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu...”

Pemilik mutlak segala sesuatu di muka bumi adalah Allah. Kepemilikan oleh manusia
hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan
memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. 1 Pemahaman demikian memberikan
suatu keterbatasan bagi manusia dalam hal pemilikan harta. Dengan kata lain, tidak ada
satu makhluk pun termasuk manusia yang dapat mengklaim bahwa ia memiliki harta
secara mutlak.

b. Harta milik manusia bersama secara keseluruhan

Bahwa semua manusia mempunyai kesempatan untuk mencari harta, serta tidak seorang

3
pun diberikan hak untuk mempersempit peredaran harta dalam lingkungan manusia.
Dalam ajaran Islam, dikatakan bahwa dalam setiap harta seseorang terdapat bagian
orang lain, sehingga setiap muslim yang mempunyai banyak harta wajib membayar
zakatnya kepada orang yang berhak menerimanya.

Prinsip kepemilikan harta mutlak yang di sandarkan kepada Allah, dan kepemilikan
kolektif manusia dalam makna luas, mengandung pengajaran bagi manusia untuk tidak
rakus dalam memperoleh harta dan memilikinya. Di samping itu, sebagai ajaran bagi
manusia untuk bersikap saling bantu antar sesama dengan cara menyebarkan harta, baik
dalam bentuk pemberian maupun dalam bentuk perdagangan serta tidak memendam
harta untuk dijadikan miliknya sendiri. Sebab dalam realitas kehidupan, tidak sedikit
manusia lupa bahwa hartanya merupakan amanah Allah serta terdapat hak orang lain
dalam harta tersebut.

c. Harta sebagai milik pribadi seseorang

Bentuk kepemilikan harta yang bersifat pribadi ini, merupakan pemahaman yang lazim
di-pahami semua manusia. Semua personal manusia mempunyai harta, baik sedikit
maupun banyak. Dengan harta tersebut, manusia dapat melakukan amalan baik dan
amalan buruk, sesuai dengan watak manusia tersebut. Ayat-ayat Alquran yang
membahas tentang harta, lebih banyak terfokus kepada harta yang dimiliki secara
pribadi pada setiap manusia. Ayat-ayat tersebut bertujuan mengarahkan sifat dan sikap
manusia dalam mencari, memiliki, dan mempergunakannya pada jalan yang benar.

Syarat Kepemilikan

Yang harus diperhatikan dalam hal kepemilikan harta adalah

1. Distributif

Jangan sampai kepemilikan harta terkonsentrasi di tangan aghniya’. Harta harus


disalurkan kepada bidang produktif, sehingga ada kerjasama antara agh-niya’ dengan
golongan ekonomi lemah. Dengan modalnya, kaum aghniya’ dapat memberi lapangan
kerja kepada golongan ekonomi lemah. Firman Allah Q.s. al- Hasyr/59:7

4
2. Berkembang

Harta itu dirasakan oleh orang banyak sehingga pemilik harta menjauhi sifat tamak dan
kikir, serta menggunakan hartanya untuk kepentingan sosial seperti infak, zakat dan
shadaqah.Firman Allah Q.s. Ali Imran/3: 180

3. Efektif

Sebagai modal, harta harus berperan dalam berbagai lapangan produktif yang akhirnya
akan tersalur dalam berbagai lapangan usaha secara distributif yang dapat menampung
dan menjalankan produktivitas dan efektivitas ekonomi dan menghindari teijadinya
penimbunan harta.Firman Allah Q.s. al-Taubah/9: 34.

C. Karakteristik Harta

Secara umum, karakteristik harta dalam Islam adalah sebagai berikut.

1. Ilahiyah

Titik berangkat kita dalam kepemilikan maupun pengembangan harta kita adalah dari
Allah. Tujuannya adalah mencari ridha Allah dan cara caranya juga tidak bertentangan
dengan syari’at-Nya.

2. Akhlaq

Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa Ekonomi Islam adalah ekonomi yang mengambil
kekuatan dari wahyu al-Qur’an, dan karena itu pasti berakhlak. Akhlak memberikan
makna baru terhadap konsep nilai dan mampu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris
muncul akibat era industrialisasi.

3. Kemanusiaan

Manusia merupakan tujuan antara, kegiatan ekonomi dalam Islam, sekaligus merupakan
sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan oleh Allah
kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikan-Nya.

2. Kedudukan Harta
Harta mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hartalah

5
yang dapat menunjang segala kegiatan manusia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan
pokok manusia (sandang, papan dan pangan). Menjaga harta adalah termasuk lima
urusan pokok manusia yang harus dijaga, yaitu memelihara agama, jiwa, akal,
kehormatan (keturunan) dan harta.il Kemudian seseorang yang diberi kesempatan oleh
Allah memiliki harta, banyak atau sedikit, maka tidak boleh sewenang- wenang dalam
menggunakan (memfungsikan) hartanya. Kebebasan seseorang untuk memiliki dan
memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang dibenarkan oleh syara’Harta adalah sebagai
titipan, maka manusia tidak memiliki harta secara mutlak, karena itu menurut
pandangan ekonomi Islam di dalam harta, terdapat hak-hak orang lain, seperti zakat,
sedekah, dan infakDalam firman Allah surat Adz- Dzariyat ayat 19 disebutkan: “Dan
pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian”. Di dalam hadis Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
pada setiap harta (seseorang), ada hak (orang lain) selain zakat” (H.R. Tirmidzi).
Intinya, bahwa kedudukan harta adalah sebagai amanah atau titipan Allah SWT kepada
manusia. Dan karena itu adalah titipan, maka manusia berkewajiban untuk
menggunakan harta tersebut sebesar- besarnya untuk mengabdi kepada Allah. Tidak
diperbolehkan untuk maksiat, tidak boleh membelanjakannya secara berlebihan (boros,
mubadzir) atau menelantarkannya sehingga tidak bermanfaat. Manusia harus
memastikan agar hartanya itu digunakan untuk taqarrub ilalAllah (mendekatkan diri
kepada Allah) atau berfungsi untuk kemaslahatan dunia dan akhirat

3. Pembagian Harta dan Akibat Hukumnya


Pembagian Harta dan Akibat Hukumnya Menurut para fuqaha harta dapat
ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, dan masing-masing
memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Berikut adalah beberapa pembagian
harta menurut golongan masing-masing dan menurut hukum masing-masing: Pertama,
mal mutaqawwim dan ghair mutaqawwim. Mai mutaqawwim atau harta yang berharga
ialah setiap harta yang disimpan oleh seseorang dan syara' mengharuskan
penggunaannya dan cara yang digunakan untuk memperolehnya adalah dengan jalan
yang baik yang dibenarkan oleh syara’. Contohnya: seperti daging kambing adalah halal
dimakan, tetapi jika dalam penyembelihannya menggunakan cara yang tidak dibenarkan
oleh syara’, maka daging kambing itu menjadi batal menurut syara’. Jadi dalam kasus

6
seperti ini ada hal yang tidak memperbolehkan untuk memanfaatkan harta itu (seperti
kasus daging kambing ini). Sedangkan mal ghayr mutaqawwim atau harta yang tidak
berharga ialah harta yang tidak di dalam simpanan atau dimiliki orang, atau harta yang
tidak boleh diambil manfatnya baik itu jenis, cara memperolehnya maupun cara
penggunaannya. Harta yang seperti ini adalah kebalikan dari harta yang berharga.
Kedua, mal mitsli dan mal qimi. Mal mistsli ialah harta yang ada sebanding atau serupa
dengannya tanpa terdapat berlebih kurang dalam semua juzu'nya (fisik, bagian-
bagiannya) atau dengan kata lain harta yang jenisnya mudah diperoleh secara persis.
Harta yang seperti ini adalah harta yang cara memperolehnya sangat mudah didapat dan
banyak sekali persamaannya. Mal Qimi ialah harta yang tidak terdapat padanannya lagi
di pasaran atau terdapat padananya, akan tetapi nilai tiap satuannya berbeda. Dalam
perjalanannya, harta mistsli bisa berubah menjadi harta qimi atau sebaliknya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Jika harta mitsli susah untuk didapatkan di pasaran (terjadi kelangkaan atau
scarcity), maka secara otomatis berubah menjadi harta qimi

b) Jika terjadi percampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda,
seperti modifikasi Toyota dan Honda, maka mobil tersebut menjadi harta qimi
c) Jika harta qimi terdapat anyak padanannya di pasaran, maka secara otomatis
menjadi harta mitsli.
Pembagian harta mitsli dan qimi memiliki implikasi hukum sebagai berikut:
a) Harta mitsli bisa menjadi tsaman (harga) dalam jual- beli hanya dengan
menyebutkan jenis dan sifatnya, sedangkan harta qimi tidak bisa menjadi tsman. Jika
harta qimi dikaitkan dengan hak- hak finansial, maka harus disebutkan secara detail,
karena hal itu akan mempengaruhi nilai yang dicerminkannya, seperti domba Australia,
tentunya akan berbeda nilainya dengan domba Indonesia, walaupun mungkin jenis dan
sifatnya sama.
b) Jika harta mitsli dirusak oleh orang, maka wajib diganti dengan padanannya
yang mendekati nilai ekonomisnya (finansial), atau sama.
c) Tapi jika harta qimi dirusak, maka harus diganti sesuai dengan keinginanya,
walaupun tanpa izin dari pihak lain. Berbeda dengan harta qimi walaupun mungkin
jenisnya sama, tapi nilainya bisa berbeda, dengan demikian pengambilan harus atas izin
orang- orang yang berserikat.

7
d) Harta mitsli rentan dengan riba fadl. Jika teijadi pertukara diantara harta mitsli,
dan tidak terdaat persamaan dalam kualitas, kuantitas, dankadarnya, maka akan terjebak
dalam riba fadl. Berbeda dengan harta qimiyang relatif resisten terhadap riba. Jika
dipertukarkan dan terdapatperbedaan, maka tidak ada masalah. Diperbolehkan menjual
satu domba dengan dua domba.
Ketiga, mal istihlak dan mal isti’mal. mal istihlak adalah harta yang dalam
pemakainannya harus menghabiskannya atau dengan kata lain hanya bisa dipakai satu
kali pemakaian. Harta yang seperti ini dibagi menjadi dua bagian yaitu: harta istihlak
haqiqi dan istihlak huquqi. Mal istihlak haqiqi adalah harta yang sudah dimanfaatkan
kegunaannya dan sudah jelas habis wujudnya. Dengan artian bahwa harta yang seperti
ini dalam pemanfaatannya habis langsung dan tidak membekas. Sedangkan istihlak
huquqi adalah harta yang habis ketika digunakan tetapi wujud dari barang itu masih atau
dengan kata lain hanya berpindah kepemilikan.
Sedangkan harta isti’mal yaitu harta yang dapat dipakai berulang kali atau dengan kata
lain dapat digunakan berulang-ulang dan tidak akan habis wujud dan hak
kepemilkikannya. Barang yang seperti ini seperti buku, sepatu, celana, dan sejenisnya.

Keempat, mal manqul dan mal ghaiu manqul. Mai manqul yaitu harta yang dapat
dipindahkan baik itu zat wujud dari satu tempat ke tempat yang lain. Harta dengan
kriteria ini mempunyai sebuah keunggulan dalam bidang dapat dipindah-pindakan dari
satu tempat ketempat yang lain. Sedangkan mal ghair manqul (tidak bergerak) ialah
harta yang tidak dapat dipindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan
mempunya sifat tetap dan tidak bergerak.

Kelima, mal ‘ain dan mal dayn. Mal ‘ain yaitu harta yang berbentuk benda, seperti
rumah, pakaian, dan lainnya. Harta yang seperti ini terbagi dalam duajenis, yaitu:
a) Harta ‘ain dzati qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai
b) Harta ‘ain ghair dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai
harta karena tidak memilki nilai, misalnya sebiji beras.
Adapun mal dayn adalah harta yang berada dalam tanggung jawab seseorang atau harta
yang dihutang orang lain. Sehingga harta tersebut beralih tanggung jawab kepada orang

8
lain atau pihak penghutang.

Keenam, mal al-‘Ain dan mal al-Nafi. Mal al-‘ain ialah benda yang memiliki nilai dan
berwujud. Hal yang ini mempunyai pengertian bahwa benda yang mempunyai nilai dan
benda itu juga mempunyai wujud maka hal itu bisa disebut dengan harta. Sedangkan
mal al-Nafi adalah harta yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa,
oleh karena itu mal al-naf i tidak berwujud dan tidak disimpan.

Ketujuh, mal qabil li al-Qismah dan mal ghair qabil li al-Qismah. Mal qabil li al-
Qismah adalah harta yang dapat dibagi. Harta yang tidak menimbulkan kerugian atau
kerusakan pada harta apabila harta itu dibagi. Misalnya beras dan tepung. Sedangkan
mal ghair qabil li al-Qismah) ialah harta yang tidak dapat dibagi dan akan menimbulkan
kerusakan dan kerugian apabila harta itu dibagi-bagi.
Misalnya meja, gelas, pensil, dan sejenisnya. Kedelapan, mal ashal dan mal tsamarah
(harta pokok dan harta buah). Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi
harta yang lain (harta modal). Misalnya bulu domba dihasilkan dari domba, maka
domba asal bulu itu disebut harta modal. Sedangkan bulu domba itu disebut sebagai
harta hasil (buah). Harta modalnya disebut harta pokok dan hasilnya disebut sebagai
tsamarah.
Kesembilan, mal khas dan mal ‘am. Mal khas yaitu harta pribadi, yang mana dalam
pemilikannya tidak bersekutu dengan orang lain dan yang boleh mengambil
kemanfaatannya hanya orang yang punya saja. Sedangkan mal ‘am adalah harta milik
umum (bersama) yaitu harta yang boleh diambil manfaat oleh umum atau bersama-
sama. Dalam harta yang seperti ini bukan dalam maksud harta yang dimiliki oleh
khalayak umum pada umumnya atau benda yang belum ada yang punya.

C.Uraian kepemilikan harta dalam al-quran dan hadis

Harta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud. Dalam ilmu
ekonomi harta juga disebut aktiva. Harta dalam pandangan Islam pada hakekatnya
adalah milik Allah, dimana Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk
menguasai harta tersebut sehingga orang tersebut sah memiliki hartanya.

Al Isra : 26 - 27

9
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

1 j CL 13 1 j U.A11 A A ^3^^

"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros."

ul (jj ^3^1 u 3.. "A 1^3 3 3^~(A^ A 3^


"Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada Tuhannya."

Dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menunaikan


kewajibannya, yaitu memenuhi hak hak keluarga dekat, orang orang miskin, dan orang
orang dalam perjalanan. Allah tidak mengkehendaki pemborosan dalam menggunakan
harta. Pemborosan dalam ayat ini adalah orang orang yang menghambur hamburkan
harta kekayaannya dalam perbuatan maksiat dan perbuatan perbuatan lainnya di luar
perintah Allah.

D. Kajian Hadits tentang Harta

“Sungguh pasti akan datang suatu jaman pada manusia yang ketika itu seeorang tidak
peduli lagi tentang harta yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram”
(HRBukhori : no 1941)

Hadits ini berbicara tentang cara distribusi barang dan jasa. Dimana suatu hari orang
sudah tidak peduli lagi akan haram dan halalnya cara mereka berdagang. Hadits ini juga
memprediksi bahwa kelak akan adanya monopoli perdagangan.

E. Harta adalah Media Ibadah


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

G tgj h G J G J' G Al j

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu


melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka
mereka itulah orang-orang yang rugi." (QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 9)

Selain harta, Hal penting dalam bahasan syariah islam yaitu tentang kepemilikan harta

1
0
itu sendiri. Kepemilikan (al-milkiyyah) adalah istilah hukum islam yang menandakan
hubungan antara manusia dan harta yang menjadikan hart aitu secara khusus melekat
padanya. Berdasarkan definisi ini, perolehan property oleh seorang individu, dengan
cara yang sah memberikan hak kepadanya untuk memiliki hubungan eksklusif dengan
property itu, menggunakan atau menanganinya selama tidak ada hambatan hukum untuk
berurusan seperti itu.

Pada dasamya menurut firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala sesungguhnya seluruh harta
atau kekayaan adalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala seperti firmannya pada Ayat al-
Quran.

(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 20) Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan
kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum
pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain."

Dalam Islam kepemilikan harta dibagi atas kepemilikan atau individu, kepemilikan
bersama atau komunal umum dan kepemilikan milik negara. Islam mengakui
kepemilikan individu asal didapatkan dan dibelanjakan dengan cara yang syari. Harta
pribadi dalam penggunaannya tidak boleh memiliki dampak negatif terhadap pihak lain.
Selain itu individu bebas dalam pemanfaatan harta miliknya secara produktif,
melindungi harta tersebut dan memindahkannya dengan dibatasi oleh syariat yang ada.
Hal ini untuk mengurangi Kesia siaan dalam kepemilikan harta. Selain kepemilikan
pribadi islam juga mengakui kepemilikan umum dan negara. Kepemilikan umum
meliputi mineral padat, cair dan gas yang asalnya dari dalam perut bumi karena
memiliki kebermanfaatan besar bagi masyarakat sehingga dimasukkan kedalam
golongan milik umum untuk dikelola oleh negara. Harta milik negara yaitu segala
bentuk penarikan yang dilakukan oleh negara secara syar'i kepada masyarakatnya
seperti pajak, pengelolaan pertanian, perdagangan dan industri yang masuk ke dalam
kas negara. Harta milik negara ini kemudian dibelanjakan untuk kepentingan warganya.

1
1
Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan peraturan mengenai muamalah seperti jual
beli, sewa menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya. Serta melarang penipuan, riba,
dan mewajibkan kepada orang untuk bertanggung jawab dalam kerusakan harta atau
barang orang lain untuk membayarnya. Manajemen pengelolaan harta Islam
menganjurkan agar seorang muslim gemar memberi walau sekecil apapun, karena
dengan ibarat sedang berinvestasi bertambah keuntungannya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedudukan harta dalam Alquran dan hadis sangat jelas. Yaitu milik Allah SWT
yang diamanahkan kepada manusia, titipan, alat, dan perhiasan, serta ujian bagi
manusia. Implikasinya adalah bahwa manusia dituntut untuk selalu mempergunakan
harta itu sesuai dengaan tuntunan dan petunjuk pemiliknya yaitu Allah SWT. Dalam
kehidupan manusia, harta dapat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pribadi pemilik
harta dan juga berfungsi memenuhi kebutuhan sosial. Alquran dan hadis juga
memberikan tuntunan tentang cara-cara memperoleh harta dan mengelola serta
membelanjakannya. Memperoleh harta dapat dilakukan dengan cara seperti menguasai
benda-benda mubah yang belum dikuasai manusia, peijanjian/ transaksi perpindahan
hak milik, melalui warisan, hak syuf ah, hak-hak seseorang yang diatur oleh agama.
Adapun cara mengelola dan membelanjakannya adalah menentukan prioritas kebutuhan,
berdasarkan prinsip halalan tayyiban, menghindari boros dan tabzir, memperhatikan
prinsip kesederhanaan, ada alokasi sosial, dan untuk alokasi masa depan
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Kami selaku
penyusun makalah tersebut mengharapkan saran, dan ide yang bisa membangun, untuk
melengkapi makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

-Hakim, Lukman. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga. 2012.

1
2
- Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2003.
-Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf Cet.l, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (Ul-Press), 1988.
- Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra. 2001.
-Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra. 2001.
- Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.
- Tarigan, Azhari Akmal. Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Sebuah Eksplorasi Melalui Kata-
kata Kunci dalam al- Qur’an. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis. 2012.

1
3

Anda mungkin juga menyukai