Anda di halaman 1dari 17

KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN

DALAM ISLAM
DISUSUN OLEH

KELOMPOK III

ALFANNY SUTIKA YUDA ADE PRATAMA SAPUTRA


C1C017105 C1C017057

MODESTA PASARIBU
C1C017081
Harta merupakan komponen pokok
dalam kehidupan manusia,
unsur naluri yang tidak bisa ditinggalkan
begitu saja. Dengan harta, manusia bisa
memenuhi kebutuhannya, baik yang
bersifat materi ataupun immateri. Dalam
TEORI kerangka memenuhi kebutuhan
HARTA tersebut, terjadilah hubungan horizontal
antar manusia (mu'amalah), karena pada
dasarnya tidak ada manusia yang
sempurna dan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling
membutuhkan terkait dengan manusia
lainnya.
Hak milik (kepemilikan) adalah
hubungan antara manusia dengan harta
yang ditetapkan syara', dimana manusia
memiliki kewenangan khusus untuk
melakukan transaksi terhadap harta
tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal
TEORI yang melarangnya. Kepemilikan adalah
KEPEMILIKAN sesuatu yang dimiliki oleh manusia, baik
berupa harta benda (dzat) atau nilai
manfaat. Dengan demikian, dapat
dipahami pernyataan Hanafiyah yang
mengatakan bahwa manfaat dan hak
merupakan kepemilikan, bukan
merupakan harta.
TEORI KEPEMILIKAN

Ketika seseorang telah memiliki harta benda dengan jalan


yang dibenarkan syara', maka ia memiliki kewenangan
khusus atasnya. Ia memiliki kekhususan untuk mengambil
manfaat atau bertransaksi atasnya sepanjang tidak ada
halangan syara' yang mencegahnya, seperti gila, safih ,
anak kecil, dan lainnya. Keistimewaan itu juga bisa
mencegah orang lain untuk memanfaatkan atau
bertransaksi atas kepemilikan harta tersebut, kecuali
terdapat aturan syara' yang memperbolehkannya, seperti
adanya akad wakalah. 
Harta dalam literatur Islam (Al-Qur’an dan al-
Hadits) dikenal dengan sebutan al-mal, kata
jamaknya al-amwal. Dalam al-Qur’an tersebut 24
kali kata mal atau al-mal, satu kali kata maliyah
dan 61 kata amwal dalam puluhan surat dan
HARTA puluhan ayat. Secara harfiah, kata al-mal berasal
dari kata mala-yamilu-maylan-wa-mayalanan-
DALAM wa-maylulatan-wa-mamilan, artinya miring,
SUDUT condong, cenderung, suka, senang dan simpati.
Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang,
PANDANG siapa, kapan dan dimanapun pada dasarnya
ISLAM adalah condong, senang, mau dan cinta pada
harta khususnya uang.  Al-Qur’an surah Al-Fajr
ayat 20 melukiskan kegemaran manusia
terhadap harta di antaranya :

“Dan kamu mencintai harta benda dengan


kecintaan yang berlebihan”
HARTA DALAM SUDUT PANDANG
ISLAM

Harta dalam Islam dianggap sebagai bagian dari aktivitas


dan tiang kehidupan yang dijadikan Allah sebagai sarana
untuk membantu proses tukar-menukar (jual beli), dan
juga digunakan sebagai ukuran terhadap nilai. Allah
memerintahkan untuk saling menukarkannya dan
melarang menimbunnya. Oleh karena itu syariat Islam
dengan kaidah dan konsepnya akan mengontrol cara untuk
mendapatkan harta, menyalurkannya, proses pertukaran
dengan barang lain serta pengaturan hak-hak orang lain
dalam harta itu.
Pengertian Harta dalam al-Qur’an

“Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-


apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imron 3:14).
Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa harta dalam pandangan
al-Qur’an adalah segala sesuatu yang disenangi manusia seperti
emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak, sawah ladang dan lain
sebagainya yang kesemuanya itu diperlukan untuk memenuhi hajat
hidup. Menurut al-Qur’an, harta menjadi baik bila digunakan sesuai
petunjuk Ilahi, dan sebaliknya akan menjadi buruk bila
penggunaannya tidak sesuai dengan petunjuk-Nya.
Pengertian Harta menurut al-Sunnah

Rasulullah Shallahu Alaihi Wassallam bersabda: “Sebaik-sebaiknya


harta ialah yang berada pada orang salih”. (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dari hadis ini dapat diketahui bahwa mal/harta sebagai milik


pribadi menjadi nikmat bila digunakan untuk kebaikan semisal
dengan kebaikan orang salih yang menggunakan harta tersebut.
Namun demikian, keberadaan harta bukan menjadi tujuan hidup.
Karenanya, pemilik harta diharapkan tidak lupa mengabdi kepada
Allah. Dilihat dari kacamata istilah fiqh, ulama berbeda pendapat
tentang definisi al-maal, perbedaan itu muncul dari makna atau
substansi yang dihadirkan dalam definisi.
Kepemilikan adalah hubungan
keterikatan antara seseorang dengan
KEPEMILIKAN harta yang dikukuhkan dan dilegitimasi
keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku
HARTA digunakan untuk menunjukkan arti
DALAM sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan
ISLAM “Hadza milkii,” yang artinya ini adalah
sesuatu milikku baik berupa barang atau
kemanfaatan.
Dalam Pandangan Islam Hak Milik dibedakan
Menjadi Tiga Kelompok
1.Kepemilikan Individu 2.Kepemilikan Umum
(private property) (collective property)

Kepemilikan individu adalah Kepemilikan umum adalah 3. Kepemilikan Negara


ketetapan hukum syara’ yang izin Syari’ kepada suatu (state property)
berlaku bagi dzat ataupun komunitas untuk sama-sama
manfaat (jasa) tertentu, yang memanfaatkan benda. Benda- Harta-harta yang termasuk
memungkinkan siapa saja benda yang termasuk dalam milik negara adalah harta
yang mendapatkannya untuk kategori kepemilikan umum yang merupakan hak
memanfaatkan barang adalah benda-benda yang seluruh kaum muslimin
tersebut, serta memperoleh telah dinyatakan oleh Allah yang pengelolaannya
kompensasi jika barangnya Subhana Wa Ta’ala dan menjadi wewenang negara,
diambil kegunaannya oleh Rasulullah Shallallahi Alaihi dimana negara dapat
orang lain seperti disewa, Wasallam bahwa benda- memberikan kepada
ataupun karena dikonsumsi benda tersebut untuk suatu sebagian warga negara,
untuk dihabiskan dzatnya komunitas dimana mereka sesuai dengan kebijakannya.
seperti dibeli –dari barang masing-masing saling
tersebut. membutuhkan.
Memelihara harta atau kepemilikan harta secara individu,
umum dan kepemilikan Negara merupakan salah satu dari
lima unsur kemaslahatan dalam maqashid syariah (tujuan
syariah). Dilihat dari segi kepentingannya, Memelihara
harta dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
a. Memelihara harta dalam peringkat daruriyyat, seperti
Syari’at tentang tatacara pemilikan harta dan larangan
mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak
Maqashid sah, apabila aturan itu dilanggar, maka berakibat
terancamnya eksistensi harta.
Syariah b. Memelihara harta dalam peringkat hajiyyat seperti
dalam syari’at tentang jual beli dengan cara salam. Apabila
cara ini tidak dipakai, maka tidak akan terancam
Kepemilikan eksistensi harta, melainkan akan mempersulit orang
yang memerlukan modal.
Harta c. Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyyat, seperti
ketentuan tentang menghindarkan diri dari
pengecohan atau penipuan. Hal ini erat kaitannya
dengan etika bermuamalah atau etika bisnis. Hal ini
juga akan mempengaruhi kepada sah tidaknya jual beli
itu, sebab peringkat yang ketiga ini juga merupakan
syarat adanya peringkat yang kedua dan pertama.
1. Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim

Menurut Wahbah Zuhaili(1989,IV,hal.44), al-maal al


mutaqawwim adalah harta yang dicapai atau diperoleh
manusia dengan sebuah upaya, dan diperbolehkan oleh
syara' untuk memanfaatkannya, seperti makanan, pakaian,
kebun apel, dan lainnya. al-maal gairu al mutaqawwim
adalah harta yang belum diraih atau dicapai dengan suatu
usaha, maksudnya harta tersebut belum sepenuhnya
PEMBAGIAN berada dalam genggaman kepemilikan manusia, seperti
HARTA mutiara di dasar laut, minyak di perut bumi, dan lainnya.
Atau harta tersebut tidak diperbolehkan syara' untuk
DALAM dimanfaatkan, kecuali dalam keadaan darurat, seperti
minuman keras. Bagi seorang muslim, harta gairu al
ISLAM mutaqawwim tidak boleh dikonsumsi, kecuali dalam
keadaan darurat. Namun demikian, yang diperbolehkan
adalah kadar minimal yang bisa menyelamatkan hidup,
tidak boleh berlebihan. Bagi non-muslim, minuman keras
dan babi adalah harta mutaqwwim, ini menurut
pandangan ulama Hanafiyah. Konsekuensinya, jika
terdapat seorang muslim atau non-muslim yang merusak
kedua komoditas tersebut, maka berkewajiban untuk
menggantinya.
2. 'Iqar dan Manqul

Menurut Hanafiyah (1989.IV, hal.46), manqul adalah harta


yang memungkinkan untuk dipindah, ditransfer dari suatu
tempat ke tempat lainnya, baik bentuk fisiknya (dzat atau
'ain) berubah atau tidak, dengan adanya perpindahan
tersebut. Diantaranya adalah uang, harta perdagangan,
PEMBAGIAN hewan, atau apa pun komoditas lain yang dapat ditimbang
atau diukur. Sedangkan 'iqar adalah sebaliknya, harta yang
HARTA tidak bisa dipindah dari satu tempat ke tempat lainnya,
seperti tanah dan bangunan. Namun demikian, tanaman,
DALAM bangunan atau apapun yang terdapat di atas tanah, tidak
bisa dikatakan sebagai iqar kecuali ia tetap mengikuti atau
ISLAM bersatu dengan tanahnya. Jika tanah yang terdapat
bangunannya dijual, maka tanah dan bangunan tersebut
merupakan harta 'iqar. Namun, jika bangunan atau
tanaman dijual secara terpisah dari tanahnya, maka
bangunan tersebut bukan merupakan harta 'iqar. Intinya,
menurut Hanafiyah, harta 'iqar hanya terfokus pada tanah,
sedangkan manqul adalah harta selain tanah.
3.Istikhlaki dan Isti'mali

Al maal al istikhlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa


dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta
tersebut, seperti aneka warna makanan dan minuman,
kayu bakar, BBM, uang, dan lainnya. Jika kita ingin
memanfaatkan makanan dan minuman, maka kita harus
PEMBAGIAN memakan dan meminumnya sampai bentuk fisiknya tidak
kita jumpai, artinya barang tersebut tidak akan
HARTA mendatangkan manfaat, kecuali dengan merusaknya.

DALAM Adapun untuk uang, cara mengkonsumsinya adalah dengan


membelanjakanya. Ketika uang tersebut keluar dari saku
ISLAM dan genggaman sang pemilik, maka uang tersebut
dinyatakan hilang dan hangus, karena sudah menjadi milik
orang lain, walaupun mungkin secara fisik, bentuk dan
wujudnya masih tetap sama. Intinya, harta istikhlaki adalah
harta yang hanya bisa dikonsumsi sekali saja.
4. Istikhlaki dan Isti'mali

Al maal al istikhlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa


dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta
tersebut, seperti aneka warna makanan dan minuman,
kayu bakar, BBM, uang, dan lainnya. Jika kita ingin
memanfaatkan makanan dan minuman, maka kita harus
PEMBAGIAN memakan dan meminumnya sampai bentuk fisiknya tidak
kita jumpai, artinya barang tersebut tidak akan
HARTA mendatangkan manfaat, kecuali dengan merusaknya.

DALAM Adapun untuk uang, cara mengkonsumsinya adalah dengan


membelanjakanya. Ketika uang tersebut keluar dari saku
ISLAM dan genggaman sang pemilik, maka uang tersebut
dinyatakan hilang dan hangus, karena sudah menjadi milik
orang lain, walaupun mungkin secara fisik, bentuk dan
wujudnya masih tetap sama. Intinya, harta istikhlaki adalah
harta yang hanya bisa dikonsumsi sekali saja.
1. Teori Harta
Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan
manusia, unsur naluri yang tidak bisa ditinggalkan
begitu saja.
2. Teori Kepemilikan
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh
manusia, baik berupa harta benda (dzat) atau nilai
manfaat.
KESIMPULAN 3. Harta Dalam Sudut Pandang Islam
Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang,
siapa, kapan dan dimanapun pada dasarnya adalah
condong, senang, mau dan cinta pada harta khususnya
uang.
4. Kepemilikan Harta Dalam Islam
Kepemilikan harta dalam Islam dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu : kepemilikan individu, kepemilikan
umum dan kepemilikan Negara.

Anda mungkin juga menyukai