Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

AKUNTANSI MURABAHAH

Dosen pengampu :

Deddy Ardiansyah Suis, SE.,M.Ak

Disusun :

1. Nur Faridatul Aisah (1812311053)


2. Citra Meylindasari (1812311054)
3. Dwi Ardyanti Agustina (1812311067)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Bhayangkara Surabaya

2020

BAB I
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang universal. Islam agama yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia, secara garis besar islam mengatur dua bagian pokok, yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah adalah Hubungan secara vertikal, Yakni mengatur
manusia dalam berhubungan kepada Allah swt sebagai tuhannya. Sedangkan
muamalah ialah hubungan secara horizontal, yakni kegiatan-kegiatan yang
menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia yang meliputi aspek ekonomi,
politik, sosial dan lain sebagainya. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut
aspek ekonomi seperti jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan
lain sebagainya.
Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan
dengan berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan,
serta kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sudah seharusnya
manusia bekerja dengan mengolah segala yang telah disediakan di alam semesta ini,
dan dari hasil kebutuhan tersebut kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan
primer, sekunder, dan tertier.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai hak dan
kewajiban yang sama antara satu dengan yang lainnya, seseorang tidak melecehkan
hak dan kewajiban orang lain dengan hawa nafsu, ketamakan, dan keserakahan.
Bentuk-bentuk pelecehan tersebut antara lain seperti adanya riba, penimbunan harta,
tidak memberikan upah kerja yang seyogyanya, memanipulasi harga, dan monopoli.
Dalam membimbing manusia menuju kesejahteraan, doktrin ekonomi yang
telah mendominasi dunia kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan doktrin negara
kesejahteraan, semuanya terlalu lemah, dan dinilai telah gagal. Lain halnya dengan
Islam, dalam membimbing manusia menuju kesejahteraan Islam berupaya
menegakkan sistem ekonomi yang mengkombinasikan kemajuan ekonomi dan
keadilan dan menjadi standar hidup yang lebih tinggi yang disertai dengan moral
yang adil, bijak dan luhur, baik itu dalam kegiatan ekonomi mikro maupun dalam
ekonomi makro.
Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis
membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan
dengan pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban secara adil (Wiroso, 2011). Hak dan kewajiban itu timbul
karena manusia ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.
Sehingga akuntansi sesungguhnya adalah alat pertanggungjawaban kepada Sang
Pencipta dan sesama makhluk, yang digunakan oleh manusia untuk mencapai
kodratnya sebagai khalifah.
Salah satu pembiayaan yang berlandaskan syariah adalah pembiayaan
murabahah, pembiayaan murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan di
perbankan syariah yang paling mendominasi dan banyak diminati oleh masyarakat
indonesia. Hal ini tampak pada Statistik Perbankan Syariah Indonesia Mei 2016 yang
dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Nilai transaksi murabahah berada di
peringkat pertama dengan jumlah 203,72 trilliun rupiah, kemudian disusul oleh akad
musyarakah dengan jumlah 64,52 trilliun rupiah dan mudharabah dengan jumlah
14,86 trilliun rupiah (Otoritas jasa keuangan, 2016). Statistik ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sangat tertarik pada produk murabahah yang ditawarkan oleh
Bank Syariah di indonesia.

Dalam pembiayaan murabahah diperlukan adanya perlakuan akuntansi,


perlakuan akuntansi merupakan sistem akuntansi untuk melihat bagaimana proses
pencatatan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-
pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai lembaga keuangan syariah.
Sedangkan manfaat dari perlakuan akuntansi akan berdampak pada laporan keuangan
syariah yang disajikan sesuai dengan PSAK No. 101 yang digunakan untuk
mengukur kinerja penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dan berguna untuk
pengambilan keputusan.

Namun kenyataannya perlakuan akuntansi pembiayaan murabahah belum di


imbangi dengan perlakuan akuntansi yang baik, buktinya masih banyak entitas atau
bank syariah yang masih melanggar ketentuan yang ada di PSAK No 102. Berikut
penelitian yang terkait dengan perlakuan akuntansi murabahah yang mengungkapkan
bahwa penjual masih salah dalam penerapannya: Novan (2013), Nurdiani (2014) dan
Usyaqi (2014). Meneliti diperbankan syariah dan Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa perlakuan akuntansi murabahah tidak mematuhi PSAK 102 Tahun 2007 dan
PSAK 102 Revisi Tahun 2013. karena memberikan pembiayaan kepada nasabah
untuk memperoleh persediaan murabahah dan mengukur keuntungan murabahah
menggunakan metode anuitas adalah dua perlakuan akuntansi yang diatur PSAK 55.
Sedangkan dari segi pencatatan pada perlakuan akuntansi murabahah belum sesuai
dengan PSAK No 102 dan pencatatan jurnal pada saat perhitungan tunggakan
berdasarkan PSAK No 102.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan. Maka
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut.:
1. Apa definisi akad murabahah?
2. Apa saja jenis – jenis akad murabahah?
3. Apa saja dasar syariah akad murabahah?
4. Bagaimana perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas. maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa definisi akad mudharabah?
2. Untuk mengetahui apa saja jenis – jenis akad murabahah?
3. Untuk mengetahui apa saja dasar syariah akad murabahah?
4. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK
102?

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis, Makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis
tentang akad murabahah, serta dapat memperoleh nilai tugas untuk mata kuliah
akuntansi syariah.
2. Bagi pihak lain, Makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta untuk bahan referensi dalam
melakukan penelitian ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Akad Murabahah

Secara luas jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling
rela, menurut (sabiq 2008) jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad)
yang dapat dibenarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang
dengan barang, barang dengan barang (barter) atau pertukaran uang dengan uang
misalnya pertukaran nilai mata uang dengan yen.

Muslim harus mengetahui jual beli yang diperbolehkan dalam syariah, agar
harta yang dimiliki halal dan baik. Seperti kita ketahui, jual beli adalah salah satu
aspek dalam muamalah (hubungan manusia dengan manusia), dengan kaidah dasar
semua boleh kecuali ada dalil yang melarang. Kalau belum tahu mana yang di
bolehkan dalam syariah, atau belum mengetahui suatu ilmu tertentu, kita wajib
mencari tahu sebagaimana sabda rasulullah: “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi
setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah).

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti
kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena
salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang
lainnya (Ibnu Al-Mandzur., hal. 443.). sedangkan secara istilah, Bai’ul murabahah
adalah jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan (Azzuhaili,
1997., hal. 3765). Menurut PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf
52 dijelaskan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Menurut Para ahli hukum Islam mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai berikut :

Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai menjual


barang dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.

Ibn Rusyd filosof dan ahli hukum Maliki mendefinisikannya sebagai jual-beli di
mana penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan
meminta suatu margin keuntungan kepada pembeli.
Dengan demikian, dapat disimpulkan jual-beli murabahah adalah suatu bentuk
jual beli di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok (modal)
barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut kemudian
memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan beserta
dengan syarat – syarat tertentu. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

2.2 Jenis - Jenis Akad Murabahah

1. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada
pesanan dari pembeli. Pada bank syariah, bank baru akan melakukan transaksi
murabahah atau jual beli apa bila ada nasabah yang memesan barang sehingga
penyediaan barang baru di lakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan
barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan pesanan atau pembelian
barang tersebut. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat dan tidak
mengikat pembeli untuk membeli barang pesananya , kalau bersifat mengikat maka
pembeli harus membeli barang pesanannya dan tidak dapat membatalkan pesananya .
jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual dalam murabahah pesanan
mengikat, mangalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.

Keterangan :

(1) Melakukan akad murabahah


(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
(3) Barang diserahkan dari produsen
(4) Barang diserahkan kepada pembeli
(5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

2. Murabahah tanpa pesanan

Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat, dimana pembeli langsung membeli
barang dagang yang telah tersedia untuk dijual oleh si penjual. Pada bank syariah
Barang yang di sediakan oleh pihak bank adalah merupakan menjadi tanggung jawab
dari pihak bank itu sendiri sebagai penjual.

Dimana bank syariah menyediakan barang ataupun persediaan barang yang akan
diperjual belikan dilakukan tanpa memperhatikan ada nasabah yang membeli atau
tidak. Sehingga proses pengadaan barang dilakukan sebelum transaksi jual beli
murabahah dilakukan.

Keterangan :

(1) Melakukan akad murabahah


(2) Barang diserahkan kepada pembeli
(3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

2.3 Dasar Syariah Akad Murabahah

2.3.1 Sumber Hukum Akad Murabahah

a) Al-Quran
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu” (QS. 4:29).
“Hai orang – orang yang beriman penuhilah akad – akad itu” (QS. 5:1).
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. 2:275).
“...dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
ia berkelapangan.” (QS 5:2).
“...dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa...” (QS. 5:2).
“Hai orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi utang piutang untuk jangka
waktu yang ditentukan, tuliskanlah...” (QS 2:282).

2.3.2 Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah

1. Pelaku

Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga
jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil
dianggap sah, apabila seizin walinya.

2. Objek Jual Beli, harus memenuhi:

a. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal

Maka semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat di jadikan
sebagai objek jual beli, kareana barang tersebut dapat menyebabkan manusia
bermaksiat/melanggar larangan Allah. Hal ini sesuai dengan hadis berikut:
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan
harganya.” (HR. Bukhari Muslim).

b. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai,
dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang di perjualbelikan, misalnya: jual
beli barang yang kadaluwarsa.

c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual

Jual beli atas barang yang tidak di mkiliki oleh penjual adalah tidak sah
karena bagaimana mungkin ia dapat menyerahkan kepemilikan barang kepada orang
lain atas barang yang bukan miliknya.

Jual beli oleh bukan pemilik barang seperti ini, baru akan sah apabila
mendapat izin dari pemilik barang. Misalnya: seorang suami menjual harta milik
istrinya, sepanjang si istri mengizinkan maka sah akadnya. Contoh lain, jual beli
barang curian adalah tidak sah karena status kepemilikan barang tersebut tetap pada si
pemilik harta.
“Tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki.” (HR. Abu daud
dan Tirmizi).

d. Barang tersebut dapat di serahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di


masa depan

Barang yang tidak jelas waktu penyerahannya adalah tidak sah, karena dapat
menimbulkan ketidakpastian (gharar), yang pada gilirannya dapat merugikan salah
satu pihak yang bertransaksi dan dapat menimbulkan pearsengketaan.

Misalnya: saya jual mobil avanzaku yang hilang dengan harga Rp. 40.000.000
si pembeli berharap mobil itu akan ditemukan. Demikian juga jual beli atas barang
yang sedang di gadaikan atau telah diwakafkan.

e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh
pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian).

f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnsysa dengan jelas, sehingga
tidak ada gharar.

g. Harga barang tersebut jelas

Harga atas barang yang diperjualbelikan diketahui oleh pembeli dan penjual berikut
cara pembayarannya tunai atau tangguh (tidak tunai) sehingga jelas.

h. Barang yang diakadkan ada di tangan penjual.

3. Ijab kabul

Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad


yang dilakukan secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi
modern.

Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka
kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan
menjadi halal. Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli
kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan
qabul yang dilangsungkan.

Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu
adalah sebagai berikut:

a. Qabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: "Saya jual buku ini
seharga Rp. 15.000,-".
b. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua belah pihak yang
melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.

2.4 Perlakuan Akuntansi Murabahah (PSAK 102)

PSAK No.102 merupakan sistem akuntansi yang melihat bagaimana proses


pencataan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-
pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga syariah.

a. Akuntansi untuk penjualan

1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan
(D) Aset Murabahah xxx
(K) Kas xxx

2. Untuk murabahah pesanan meningkat, pengukuran aset murabahah setelah


perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai
aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah,
penurunan nilai terebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset. Jika
terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan mengikat, maka jurnalnya:
(D) Beban penurunan nilai xxx
(K) Aset Murabahah xxx
Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan tidak mengikat, maka
jurnalnya
(D) Kerugian penurunan nilai xxx
(K) Aset murabahah xxx

3. Apabila terdapat diskon pada saat pembelian aset murabahah, maka :


(a) akan menjadi pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum
akad murabahah, Jurnal:
(D) Aset Murabahah (net) xxx
(K) Kas xxx
(b) menjadi kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan
sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli;
(D) Kas xxx
(K) Utang xxx
(c) menjadi tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad
murabahah dan seusai akad menjadi hak penjual.
(D) Kas xxx
(K) Keuntungan Murabahah xxx
(d) pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak
diperjanjikan dalam akad
(D) Kas xxx
(K) Pendapatan Operasional lain xxx

4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian potongan tersebut akan


tereliminasi pada saat :
(a) dilakukan pembayaran kepada pembeli, Jurnal:
(D) Utang xxx
(K) Kas xxx
(b) akan dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual :
(D) Utang xxx
(K) Kas xxx
(D) Dana kebajikan – kas xxx
(K) Dana Kebajikan-
Pendapatan denda xxx

5. Pengakuan keuntungan murabahah:


a. jika penjualan dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa,
angsuran murabahah tidak melebihi 1 periode laporan keuangan, maka
murabahah diakui pada saat terjadinya akad murabahah:
(D) Kas xxx
(D) Piutang Murabahah xxx
(K) Aset Murabahah xxx
(K) Keuntungan xxx
b. Namun apabila angsuran lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah
sebagai berikut:
1.) keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat apabila
resiko penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir a.
2.) keutungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil
ditagih dari piutang murabahah, metode ini digunakan untuk transaksi
murabahah tangguh dimana ada resiko piutang tidak tertagih relatif besar dan /
beban untuk mengelolah dan menagih piutang yang re;latif besar, maka
jurnalnya:
(D) Piutang Murabahah xxx
(K) aset murabahah xxx
(K) Keuntungan tangguhan xxx
Pada saat penerimaan angsuran:
(D) Kas xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(D) Keuntungan tangguhan xxx
(K) Keuntungan xxx
3.) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih, metode
ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak
tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.
Pencatatanya sama dengan poin 2, hanya saja jurnal pengakuan keuntungan
dibuat saat seluruh piutang telah salesai ditagih.

6. Pada saat akad murabahah piutang diakui sebesar biaya perolehan ditambah
dengan keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan,
piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi sama
dengan akuntansi konvensional, Yaitu: saldo piutang – penyisihan kerugian
piutang. Jurnal untuk penyisihan piutang tak tertagih:
(D) Beban Piutang tak tertagih xxx
(K) Penyisihan piutang tak tertagih xxx

7. Potongan pelunasan piutang murabahah diberikan pada saat pelunasan, diakui


sebagai pengurang keuntungan murabahah dan dapat dilakukan dengan cara:
(a) Diberikan pada saat pelunasan, jurnal:
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan murabahah xxx
(net setelah dikurangi potongan pelunasan)
(b) memberikan setelah pelunasan (penjual menerima pelunasan dan
membayarkan potongan kepada pembeli). Jurnal:
Pada saat penerimaan piutang dari pembeli:
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan murabahah xxx
Pada saat pengembalian kepada pembeli:
(D) Keuntungan murabahah xxx
(K) Kas xxx
(c) Jika potongan diberikan karena adanya penurunan kemampuan pembayaran
pembeli diakui sebagai beban.
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(D) Beban xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan Murabahah xxx

8. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya, dan denda
yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
(D) Dana Kebajikan-Kas xxx
(K) Dana Kebajikan-
Pendapatan denda xxx

9. Pengakuan dan pengukuran uang muka :


- uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima ;
- pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok)
- Jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada
pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya biaya yang telah dikeluarkan oleh
penjual.
Jurnal yang terkait dengan penerimaan uang muka:
a. Penerimaan uang muka dari pembeli:
(D) Kas xxx
(K) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
b. Apabila murabahah jadi dilaksanakan
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
Sehingga untuk penentuan marjin keuntungan diberdasarkan atas nilai piutang (harga
jual kepada pembeli setelah dikurangi uang muka).
10. Pesanan dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih
besar daripada biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka
memenuhi permintaan calon pembeli maka selisihnya dikembalikan pada calon
pembeli.
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
(K) Kas /Utang xxx
Pesanan dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih
kecil daripada biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi
permintaan calon pembeli, maka penjual dapat meminta pembeli untuk
membayarkan kekurangannya kekurangannya
(D) Kas/Piutang xxx
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
Pesanan dibatalkan, dan perusahaan menanggung kekurangan nya atau uang muka
sama dengan beban yang dikeluarkan:
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx

11. Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan: saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah
tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.

12. Pengungkapan
Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi
tidak terbatas pada:
(a) harga perolehan aset murabahah
(b) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban
atau bukan; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah
b. Akuntansi untuk pembeli
1. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya
perolehan murabahah tunai.
(D) Aset xxx
(K) Kas xxx
Utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang
murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan),
aset dicatat sebesar biaya perolehan tunai dan selisih antara harga beli yang
disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan.
(D) Aset xxx
(D) Beban Murabahah
Tangguhan xxx
(K) Utang murabahah xxx

2. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan


porsi pelunasan utang murabahah.
(D) Utang murabahah xxx
(K) Kas xxx
(D) Beban xxx
(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx

3. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, diperlakukan sebagai


pengurang beban murabahah tangguhan.
Jurnal Diskon pembelian yg diterima setelah akad Murabahah

(D) Kas xxx

(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx

Jurnal potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah:

(D) Utang Murabahah xxx


(D) Beban Murabahah xxx
(K) Kas xxx
(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx

4. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai


dengan akad diakui sebagai kerugian.
(D) Kerugian xxx
(K) Kas/Utang xxx

5. Uang muka
Pembeli membayarkan uang muka.
(D) Uang muka xxx
(K) Kas xxx
Jika sudah memberikan uang muka, maka ketika penyerahan barang jurnalnya:
(D) Aset xxx
(D) Beban murabahah tangguhan xxx
(K) Uang muka xxx
(K) Utang murabahah xxx
Jika pembeli membatalkan dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian.
Apabila biaya yang dikenakan lebih kecil dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kas xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Uang muka xxx
Sedangkan biaya yang dikenakan lebih besar dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kerugian xxx
(K) Uang muka xxx
(K) Kas atau uatang xxx
Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut:
a. Urbun diakui sebagai uang muka pembeli sebesar jumlah yang diterima bank
pada saat diterima.
b. Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah maka urbun diakui sebagai
pembayaran piutang.
c. Jika barang batal dibeli oleh nasabah maka urbun dikembalikan kepada
nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
bank.

6. Penyajian
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)
utang murabahah.

7. Pengungkapan
Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,
tetapi tidak terbatas pada:
(a) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
(b) jangka waktu murabahah tangguh
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

2.5 Ilustrasi Akuntansi Akad Murabahah

1.      Tunai

Transaksi Murabahah Tunai Dengan Pesanan


Transaksi (dalam ribuan Penjual Pembeli
rupiah)
Debit Kredit Debit Kredit
1 januari 2016 Aset Kas / Utang
Penjual dan pembeli Murabahah 100.000
melakukan akad murabahah. 100.000
penjual membeli dari pihak
lain barang  yang  akan dijual
kepada pembeli. Penjual
membeli persediaan dari pihak
lain dengan harga Rp100.000
dan akan diserahkan pada 1
juni 2016. Pesanan meningkat.
1 maret 2016 Beban Aset
Jika terjadi penurunan nilai Penurunan Murabahah
sebelum barang pesanan Nilai 5.000
diserahkan kepada pembeli 5.000
sebesar Rp5.000

1 juni 2016 Kas Pendapatan Aset Kas


Penjual sesuai akad 115.000 Margin 115.000 115.000
menyerahkan barang kepada Murabahah
pembeli dengan nilai 20.000
Rp115.000
Aset
murabahah
95.000
Transaksi Murabahah Tunai Pesanan Tidak Mengikat
Transaksi (dalam ribuan Penjual Pembeli
rupiah)
Debit Kredit Debit Kredit
1 januari 2016 Aset Kas / Utang
Jika penjual memperoleh aset Murabahah 100.000
murabahah dengan harga 100.000
belisebesar  Rp100.000
1 maret 2016 Kerugian Aset
Jika terjadi penurunan nilai Penurunan Murabahah
sebelum barang pesanan Nilai 5.000
diserahkan kepada pembeli 5.000
sebesar Rp5.000. Pesanan tidak
mngikat.

15 maret 2016 Kas Pendapatan Aset Kas


Penjual sesuai akad 115.000 Margin 115.000 115.000
menyerahkan barang kepada Murabahah
pembeli dengan nilai 20.000
Rp115.000. Secara tunai.
Aset
Murabahah
95.000
1 april 2016
Apabila diskon diberikan oleh
pihak ketiga setelah akad
ditandatangani oleh pembeli
dan penjual, sebesar Rp5.000
dan biaya pengembalian diskon
Rp1.000.

Pada saat menerima diskon


dari pihak ketiga
Jika merupakan hak pembeli :
Saat diskon diterima Kas Utang
4.000 4.000
Saat diskon dibayarkan kepada Utang Kas Kas Aset
pembeli 4.000 4.000 4.000 4.000
Saat diskon tidak dapat Dana Dana
dibayarkan kepada pembeli Kebajikan- Kebajikan-
karena pembeli tidak diketahui Kas Denda
secara pasti keberadaanya 4.000 4.000
Jika merupakan hak penjual :
Saat diskon diterima dan Kas Pendapatan
diperjanjikan dalam akad 4.000 Margin
Murabahah
4.000
Jika tidak dijanjikan dalam Kas Pendapatan
akad 4.000 Operasional
Lain
4.000

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi berdasarkan isi makalah yang telah dipaparkan oleh penulis maka dapat
disimpulkan :
1. Berdasarkan asal kata dan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan
bahwa akad murabahah adalah suatu bentuk jual-beli di mana penjual
memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok (modal) barang dan
pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut kemudian
memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan.
2. Jenis – jenis akad murabahah ada 2 yaitu, murabahah dengan pesanan dan
murabahah tanpa pesanan. Murabahah dengan pesanan adalah penjual tidak
melakukan pembelian barang sebelum adanya akad murabahah. Murabahah
tanpa pesanan adalah penjual memiliki persediaan barang dagang/murabahah.
3. Dasar hukum akad murabahah terdiri dari alqur’an, as-sunnah, ijma, kaidah
syariah dan fatwa DSN MUI.
4. Perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102 adalah bagaimana proses
pencataan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari
pihak-pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga
syariah. Terdiri dari akuntansi untuk penjual dan pembeli mulai dari perolehan
sampai pada pengungkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati dan Wasilah. 2008. Akuntansi syariah di Indonesia. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat

Wiroso. 2011. Akuntansi transaksi syariah. Jakarta : Penerbit Ikatan Akuntan


Indonesia

Anda mungkin juga menyukai