Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagaimana telah diketahui, perguruan tinggi memiliki peran yang
sangat strategis di tengah-tengah masyarakatnya. Peran strategis
tersebut sering dirumuskan kedalam tiga wacana besar, yaitu
universitas

pengajaran

(teaching

universities),

universitas

riset

(research universities) dan benteng peradaban (bastion of civilization).


Secara tradisional ketiga peran tersebut tersirat dalam semangat
tridharma perguruan tinggi di Indonesia. Setelah lebih dari empat
dasawarsa pembangunan industri Indonesia masih tergolong sebagai
negara pengimpor teknologi maju, yakni melalui mekanisme lisensi
teknis, waralaba, usaha patungan, investasi langsung asing, impor
barang modal dan kegiatan perdagangan internasional. Tak heran bila
ditinjau lebih lanjut berdasarkan faktor tingkat perkembangan teknologi,
daya saing negara kita berada jauh di posisi ke-91. Secara konseptual,
ekosistem pengembangan inovasi industrial terdiri dari berbagai unsur,
yaitu penyedia SDM, penyedia modal, penyedia pengetahuan dan
teknologi, serta pembuat kebijakan. Interaksi berkelanjutan diantara
pihak-pihak tersebut akan menghasilkan peneliti-peneliti dan produkproduk R&D yang berkualitas.
Produk R&D dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu penemuan
ilmiah dasar dan inovasi industrial yang bersifat terapan. Pemanfaatan
penemuan-penemuan ilmiah dasar menjadi inovasi industrial yang
memiliki manfaat ekonomis seringkali merupakan proses panjang yang
membutuhkan investasi waktu, tenaga, fikiran dan biaya yang relatif
besar. Karenanya universitas dan pihak industri harus memiliki
kerangka kerjasama dan kemitraan jangka panjang agar mampu
mengakumulasikan penemuan ilmiah tersebut secara sinambung dan
dinamis. Oleh karena itu, kita semua perlu melakukan evaluasi
1

menyeluruh

terhadap

kegiatan

pendidikan

tinggi

yang

meliputi

manajemen inovasi universitas, kualitas pendidikan, kapasitas tenaga


pendidik, sistem pendukung mahasiswa, infrastruktur, kemitraan
universitas-industri,

dan

pengembangan

spesialisasi

strategis.

Reformasi juga perlu dilakukan terhadap sistem evaluasi kapasitas


tenaga pendidik, kependidikan dan manajerial di universitas yang
menyoroti jumlah dana penelitian, paten dan kerjasama dengan pihak
perusahaan.
Perhatian terhadap publikasi ilmiah, buku dan jurnal-jurnal perlu
mendapat porsi yang lebih besar, disamping keterbukaan universitas
untuk menyediakan fasilitas bagi kerjasama dengan pihak bisnis
dimana tenaga pendidik dan para alumni dapat terlibat langsung dalam
kegiatan dunia bisnis tersebut. Sejalan dengan dinamika inovasi baru
dan proses globalisasi di segala bidang, maka pihak manajemen
perguruan tinggi telah cukup lama mengalami berbagai perkembangan
yang tidak saja bersifat siklikal, tetapi juga struktural, dengan intensitas
yang semakin meningkat. Hampir semua perguruan tinggi di setiap
negara berupaya untuk menyesuaikan diri dengan dinamika tersebut,
yaitu

menyesuaikan

manajemen

perguruan

tinggi

dengan

ketidakpastian yang terus berkembang yang menjadi ciri globalisasi,


disamping meningkatnya persaingan pasar yang kian mengetat.
Sejalan dengan hal diatas, maka perguruan tinggi perlu melakukan
perubahan, baik dalam arah serta tujuan perguruan tinggi yang
menyangkut aspek kuantitas dan kualitas, yang akan tercermin juga
dari para alumninya dalam melakukan penelitian dan pengabdian di
tempat dan/atau di luar organisasi di tempat mereka bekerja.
Perubahan perlu dilakukan juga tentang bagaimana konsep menata
proses penyelenggaraan perguruan tinggi, manajemen perguruan tinggi
baik strategikal maupun operasional dalam menghadapi tantangan
global. Perlu diperhatikan juga perspektif pertumbuhan perguruan tinggi

sebagai

sebuah

konsep korporasi, bagaimana

aplikasi konsep

korporasi tersebut, ketersediaan teknologi informasi, pemanfaatan


teknoligi informasi dan peran strategisnya bagi komunikasi antar
perguruan tinggi. Disamping itu perlu dijelaskan tentang daya kompetitif
lulusan untuk mampu belajar secara mandiri dan seumur hidup dalam
rentang

waktu

pengabdiannya

di

dunia

pekerjaan.Tidak

kalah

pentingnya dalam rangka seleksi penerimaan mahasiswa baru, sebagai


calon ilmuwan dan sekaligus wirausahawan perlu diperhatikan kriteria 3
T, yakni talenta, toleransi dan penguasaan iptek (ilmu pengetahuan dan
teknologi) dalam memasuki kancah abad informasi dan ekonomi kreatif.
Dimana bakat, fleksibilitas dan akrab-iptek dimiliki calon ilmuwanwirausahawan sebagai conditio-sini-quanon. Dalam menunjang output
lulusan

kelak,

perguruan

tinggi

perlu

meningkatkan

efektifitas

kerjasama sinergis antara pemerintah, perguruan tinggi dan dunia


industri, dengan melihat kembali keseimbangan peran universitas
dalam hal pengajaran dan penelitian, terutama bila perguruan tinggi
sungguh-sungguh ingin berfokus pada bidang penelitian (research
based university). Pertanyaan kunci yang muncul kemudian adalah,
sejauh mana kinerja para alumni sebagai outcome (luaran) universitas
mampu menunjukkan kepeloporan prestatifnya ditempat dan di luar
tempat kerja mereka. Disamping itu, kepeloporan yang bersifat prestatif
tersebut harus dapat diukur yang pada gilirannya berfungsi sebagai
masukan untuk memicu peningkatan kemampuan mahasiswa, baik
secara kuantitas maupun kualitas, agar dapat menyerap dan
beradaptasi dengan perkembangan lingkungan dunia kerja mutakhir,
melalui masukan dari paramerter keberhasilan para alumninya.
Kesemuanya ini dapat diwujudkan, apabila para pengelola universitas
memiliki keberanian untuk melakukan terobosan dalam rangka keluar
dari

jebakan

kemapanan

dan

rutinitas,

yang

kesemuanya

terpresentasikan dalam self defeating behavior yang tengah menjangkiti

perguruan tinggi selama ini. Akankah kita terus berada dalam lingkaran
ini.
1.2 RUANG LINGKUP MASALAH
Penulis mencoba membatasi masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini dan fokus dalam penguraiannya, pertanyaan berikut
menjadi ruang likup masalah makalah yang disusun ini:
- Bagaimana sistem ekonomi Islam itu?
- Bagaimana perkembangan sistem ekonomi Islam di Indonesia?
- Apa kendala dan tantangan yang dihadapi?
- Bagaimana strategi pengembangannya?
- Bagaimana Peran Perguruan Tinggi dalam Pengembangan
-

Ekonomi Syariah?
Bagaimana Peran Perguruan Tinggi dalam Pengembangan

Hukum Ekonomi Syariah ?


Bagaimana Kebijakan Pengembangan Pendidikan tinggi?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN EKONOMI ISLAM ( SYARIAH )


4

Ekonomi Islam adalah merupakan bagian dari ilmu Pengetahuan


Sosial yang mempelajari ekonomi rakyat (yaitu bagaimana manusia
dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan sarana
yang terbatas) dengan segala tingkah lakunya yang selalu diilhami
oleh nilai-nilai ajaran dalam Islam. Pengertian ini mengandung dua
pemikiran dasar yaitu Pertama, bahwa ekonomi Islam itu pada
dasarnya sama dengan ilmu ekonomi umum yaitu sama-sama
mempelajari bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannnya
yang tidak terbatas dengan sarana yang terbatas dan yang kedua
adalah pada sisi perilaku dalam pemenuhan kebutuhan harus selalu
dilandasai oleh ajaran-ajaran dalam Islam. Oleh karena itu, dalam
ekonomi Islam, aspek perilaku memperoleh perhatian yang lebih agar
pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan dengan cara-cara yang
dibenarkan oleh ajaran Islam (halal), sehingga tidak merugikan
dikemudian hari dengan memperoleh adzab Allah yang sungguh
mengerikan.
Dan ada beberapa defenisi ekonomi Islam lainnya, antara lain:
- Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hukum syariah
untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan dan
pembuangan

sumber-sumber

material

dengan

tujuan

untuk

memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai


-

kewajiban kepada Allah dan masyarakat.


Menurut M. Nejatullah Siddiqi, Ekonomi Islam adalah pemikir
muslim yang merespon terhadap tantangan ekonomi pada
masanya. Dalam hal ini mereka dibimbing dengan al Quran dan

Sunnah beserta akal dan pengalaman.


Menurut Syed Nawab Heider Naqvi, Ekonomi Islam merupakan
representasi perilaku Muslim dalam suatu masyarakat Muslim

tertentu.
Menurut M.A. Manan, Ekonomi Islam merupakan suatu studi sosial
yang mempelajari masalah ekonomi manusia berdasarkan nilainilai Islam.

Defenisi lain yang lebih lengkap bahwa Ekonomi Islam adalah ilmu,
teori, model, kebijakan serta praktik ekonomi yang bersendi dan
berlandaskan ajaran Islam, dengan Al Quran dan Al Hadits sebagai

rujukan utama serta ijtihad sebagai rujukan tambahan.


Dari berbagai definisi di atas, penyusun dapat menyimpulkan
bahwa Ekonomi Islam sesungguhnya adalah bagian dari sistem
hidup (way of life) itu sendiri yang telah ada aturannya dalam AlQuran dan As-Sunnah yang hadir sebagai solusi ekonomi yang
yang tak dibatasi waktu dan tempat, di dalamnya terangkum sistem
yang selama ini menjadi perdebatan yaitu sistem ekonomi kapitalis
dan sistem ekonomi sosialis.
Jika Kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari manusia,

dan Sosialisme pada kolektivisme, maka Islam menekankan empat


sifat sekaligus yaitu :
1.
2.
3.
4.

Kesatuan (unity)
Keseimbangan (equilibrium)
Kebebasan (free will)
Tanggungjawab (responsibility

Tujuan dari perekonomian syariah ini adalah mensejahterakan


seluruh

masyarakat

kebersamaan

serta

luas,

memberikan

kekeluargaan

serta

rasa

adil,

mampu

tentram,

memberikan

kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.


Perkembangan sistem ekonomi syariah di indonesia sendiri belum
sebegitu pesat seperti di negara-negara lain, Secara sederhana,
perkembangan itu dikelompokkan menjadi perkembangan industri
keuangan syariah dan perkembangan ekonomi syariah non keuangan.
Industri

keuangan

syariah

relatif

dapat

dilihat

dan

diukur

perkembangannya melalui data-data keuangan yang ada, sedangkan


yang non keuangan perlu penelitian yang lebih dalam untuk
mengetahuinya.

a. Di sektor perbankan, hingga saat ini sudah ada tiga Bank


Umum Syariah (BUS), 21 unit usaha syariah bank konvensional,
528 kantor cabang (termasuk Kantor Cabang Pembantu (KCP),
Unit Pelayanan Syariah (UPS), dan Kantor Kas (KK)), dan 105
Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Aset perbankan
syariah per Maret 2007 lebih dari Rp. 28 triliun dengan jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir mencapai 22 Triliun. Meskipun
asset perbankan syariah baru mencapai 1,63 persen dan dana
pihak ketiga yang dihimpun baru mencapai 1,64% dari total
asset

perbankan

nasional

(per

Februari

2007),

namun

pertumbuhannya cukup pesat dan menjanjikan. Diproyeksikan,


pada tahun 2008, share industri perbankan syariah diharapkan
mencapai 5 persen dari total industri perbankan nasional.
b. Di sektor pasar modal, produk keuangan syariah seperti reksa
dana dan obligasi syariah juga terus meningkat. Sekarang ini
terdapat 20 reksa dana syariah dengan jumlah dana kelola
638,8 miliar rupiah. Jumlah obligasi syariah sekarang ini
mencapai 17 buah dengan nilai emisi mencapai 2,209 triliun
rupiah.
c. Di sektor saham, pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan
Jakarta Islamic Index (JII). JII yang merupakan indeks harga
saham yang berbasis syariah terdiri dari 30 saham emiten yang
dianggap telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Data pada
akhir Juni 2005 tercatat nilai kapitalisasi pasar sebesar
Rp325,90 triliun atau 43% dari total nilai kapitalisasi pasar di
BEJ. Sementara itu, volume perdagangan saham JII sebesar
348,9 juta lembar saham atau 39% dari total volume
perdagangan saham dan nilai perdagangan saham JII sebesar
Rp322,3 miliar atau 42% dari total nilai perdagangan saham.
Peranan pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu oleh pelaku
keuangan syariah di Indonesia adalah penerbitan Undang-

undang

Perbankan

Syariah

dan

Undang-undang

Surat

Berharga Negara Syariah (SBSN).


d. Di sektor asuransi, hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30
perusahaan yang menawarkan produk asuransi dan reasuransi
syariah. Namun, market share asuransi syariah belum baru
sekitar 1% dari pasar asuransi nasional. Di bidang multifinance
pun

semakin

berkembang

dengan

meningkatnya

minat

beberapa perusahaan multifinance dengan pembiayaan secara


syariah. Angka-angka ini diharapkan semakin meningkat seiiring
dengan meningkatnya permintaan dan tingkat imbalan (rate of
return) dari masing-masing produk keuangan syariah.
e. Di sektor mikro, perkembangannya cukup menggembirakan.
Lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) terus bertambah, demikian juga dengan aset dan
pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan
produk-produk keuangan mikro lain semisal micro-insurance
dan mungkin micro-mutual-fund (reksa dana mikro). dilihat dari
sisi non keuangan
f. Industri keuangan syariah adalah salah satu bagian dari
bangunan ekonomi syariah. Sama halnya dengan ekonomi
konvensional, bangunan ekonomi syariah juga mengenal aspek
makro maupun mikro ekonomi. Namun, yang lebih penting dari
itu adalah bagaimana masyarakat dapat berperilaku ekonomi
secara syariah seperti dalam hal perilaku konsumsi, giving
behavior (kedermawanan), dan sebagainya. Perilaku bisnis dari
para pengusaha Muslim pun termasuk dalam sasaran gerakan
ekonomi syariah di Indonesia.
Walau terlihat agak lambat, namun sisi non-keuangan dalam
kegiatan ekonomi ini juga semakin berkembang. Hal ini ditandai
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku
konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan yang semakin meningkat
ditandai oleh meningkatnya dana zakat, infaq, waqaf, dan sedekah
8

yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana-dana


tersebut.
Mari kita bersama membangun sistem ekonomi yang dapat
mensejahterakan masyarakat luas, serta menciptakan suasan yang
harmonis serta bertindak adil dalam melakukan kegiatan-kegiatan
niaga agar terciptanya masyarakat yang sadar akan sosialtiasnya.
2.2 PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI ISLAM DI INDONESIA
Khusus di Indonesia Indonesia, beberapa tahun belakangan ini,
lembaga-lembaga ekonomi yang berbasiskan syariah semakin marak
di panggung perekonomian nasional. Mereka lahir menyusul krisis
berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter kapitalis di
Indonesia. Sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai pelopor bank
yang menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak
bermunculan bank-bank syariah, baik yang murni menggunakan
sistem tersebut maupun baru pada tahap membuka Unit Usaha
Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.
Sejarah perkembangan perbankan syariah di Indonesia secara
formal dimulai dengan Lokakarya MUI mengenai perbankan pada
tahun 1990, yang selanjutnya diikuti dengan dikeluarkannya UU No 7/
1992 tentang perbankan yang mengakomodasi kegiatan bank dengan
prinsip bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
menggunakan pola bagi hasil pada tahun 1992 menandakan
dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di
Indonesia. Selama periode 1992-1998 hanya terdapat satu bank
umum syariah dan beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
sebagai pelaku industri perbankan syariah. Pada tahun 1998,
dikeluarkan UU No 10/1998 sebagai amandemen dari UU No. 7/1992
tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat
bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Selanjutnya, pada tahun
1999 dikeluarkan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia yang

memberikan kewenangan bagi Bank Indonesia untuk dapat pula


mengakomodasi prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan tugas
pokoknya. Kedua UU ini mengawali era baru dalam perkembangan
perbankan syariah di Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan
industri yang cepat.
Sepanjang tahun 1990an perkembangan ekonomi syariah di
Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun 2000an terjadi gelombang
perkembangan yang sangat pesat ditinjau dari sisi pertumbuhan asset,
omzet dan jaringan kantor lembaga perbankan dan keuangan syariah.
Sistem keuangan Islam telah menjadi salah satu segmen keuangan
yang pertumbuhannya paling cepat, diperkirakan mencapai 20% mulai
2008 hingga 2012. Saat ini ada US $600 miliar asset yang dikelola
oleh perbankan Islam. Diperkitakan akan tumbuh mencapai satu
triliyun dollar AS dalam beberapa tahun mendatang. Pertumbuhan
yang pesat juga muncul dari segmen sistem keuangan Islam, misalnya
Islamic mutual fund diperkirakan telah mencapai 300 miliyar dollar AS
dan diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat pada akhir dekade ini.
Tahun 2007 pertumbuhan luar biasa terjadi pada pasar sukuk dunia
yang tumbuh lebih dari 70%. Sukuk baru yang diluncurkan telah
mencapai rekor yang tinggi sekitar 47 miliar dollar AS dan pasar sukuk
dunia telah melebihi 100 miliar dollar AS.
Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan
tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam, karena salah satu pilar
pendidikan nasional adalah relevansi pendidikan atau interaksi antara
dunia nyata dan dunia pendidikan yang sangat penting. Tujuannya
agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik
dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sektor ekonomiindustri dan pendidikan harus memiliki sinergi positif yang saling
mendorong perkembangannya. Dengan sinergi positif medan industri
diuntungkan, dan dunia pendidikan dapat diberdayakan. Pendidikan

10

tinggi dapat melakukan berbagai inovasi melalui Research and


Development (R&D) yang mendukung pertumbuhan ekonomi-industri
dan menciptakan pasar bagi produk yang bersangkutan. Perguruan
tinggi

agama

Islam

memiliki

peran

menentukan

bagi

arah

pengembangan ekonomi syariah dengan melibatkan sumber-sumber


daya

yang

dimiliki

dan

berkontribusi

secara

nyata

dalam

perkembangan tersebut.
Beberapa diantaranya yaitu: STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3
Manajemen Bank Syariah di IAIN-SU di Medan (1997), STEI SEBI
(1999) , STIE Tazkia (2000), PSTTI UI yang membuka konsentrasi
Ekonomi dan Keuangan Islam (2001), dan STIS Azhar Center yang
juga membuka konsentrasi Ekonomi Islam pada tahun 2006.
Perluasan itu juga terkait dalam bidang:
1. Pegadaian.
2. Asuransi.
3. Koperasi (BMT).
4. Pasar Modal Syariah (Syariah index)
5. Pasar uang
6. Multi Level Marketing
7. dan lembaga keuangan syariah lainnya.
2.3 KENDALA DAN TANTANGAN DALAM PENERAPAN SISTEM
EKONOMI ISLAM
Meskipun dengan perkembangan ekonomi global dan semakin
meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan
Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda
tersebut, setidaknya ada lima problem dan tantangan yang dihadapi
ekonomi Islam saat ini:
1. Masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai
ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif,
2. Ujian atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya,
3. Perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala
nasional maupun internasional masih belum memadai,

11

4. Masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi


Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting
dalam bidang ini, sehingga SDM di bidang ekonomi dan keuangan
syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi
syariah yang memadai,
5. Peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah
terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya
pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam
2.4 SETRATEGI PENGEMBANGAN
Strategi pengembangan ekonomi Islam harus diarahkan untuk
meningkatkan kompetensi system usaha Islam menjadi sejajar dengan
system ekonomi umum (konvensional) dengan cara komprehensif
dengan selalu memperhatikan aspek moral, spiritual dan material
yang mengacu pada kekuatan dan kelemahan dalam ekonomi Islam
dengan sasaran yang jelas yaitu pembangunan manusia seutuhnya
lahir dan batin.Dalam konsep ini manusia tetap dilihat sebagai mahluq
yang harus selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya,
mengelola harta secara baik sebagai amanat dari Allah dan
mengembalikan semua keputusan atas usaha juga kepada Allah SWT
(Tawakkal). Allah telah berjanji bahwa siapa yang bertawakkal kepada
Allah, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhannyaMan ya
tawakkal alallah fahuwa hasbuhu.
Berbagai langkah yang dapat dilakukan adalah : Pertama,
memberikan gambaran yang lengkap tentang ekonomi islam dengan
segala aspeknya, sehingga pemahaman masyarakat menjadi benar.
Kedua, pengembangan jaringan untuk dapat membuat akses pasar
yang luas agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang lebih baik
secara cepat dan tepat. Ketiga, Pembentukan pasar sesuai dengan
mekanisme syariah, agar masyarakat terhindar dari system ekonomi
yang menjerat pada kesulitan. Keempat, Pengembangan piranti

12

moneter sehingga dapat mendukung kebijakan-kebijakan moneter


yang sesuai dengan Islam, misalnya melalui pembuatan peraturan
yang memfasiliatasi pengembangan ekonomi Islam, pembuatan
Undang-undang maupun perangkat hukum lainnya. Dan yang kelima,
adalah

meningkatkan

penguasaan

teknologi

dan

permodalan.

Penguasaan teknologi akan berdampak pada peningkatan produk


yang sesuai dengan selera pasar, meningkatkan kecepatan dan
ketepatan layanan dengan ditunjang oleh penguasaan permodalan
yang cukup.
Setelah sebelumnya telah dipaparkan kendala dan tantangan yang
dihadapi dalam pengembangan sistem ekonomi Islam di Indonesia,
maka ke depan harus dilakukan langkah-langkah atau strategi
pengembangan untuk pengimplementasian sistem Ekonomi Islam
secara lebih optimal, diantaranya yaitu:
- Harus ada wakil yang menyuarakan sistem ekonomi Islam,
-

khususnya di bidang politik.


Mengadakan seminar, diskusi, sarasehan, dan forum-forum
ilmiah baik secara regional, nasional maupun internasional

dengan intensif.
Penyusunan ketentuan-ketentuan sistem ekonomi Islam.
Mendorong terbentuknya Forum Komuniasi Syariah.
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan
fokus pada gerakan edukasi dan sosialisasi yang dilakukan

2.5

secara optimal dan tepat.


Penelitian preferensi dan perilaku konsumer terhadap lembaga-

lembaga syariah.
Mempersiapkan teknologi informasi yang handal.
Mempersiapkan lembaga penjamin pembiayaan Syariah.
Mendorong terbentuknya Islamic Trade Center.
Memberdayakan pengawasan aspek Syariah
Dll.

PERAN

PERGURUAN

TINGGI

EKONOMI ISLAM
13

DALAM

PENGAMBANGAN

Sebagai salah satu dari elemen masyarakat secara keseluruhan,


Perguran Tinggi dituntut untuk turut serta berperan secara aktif dalam
pengembangan Ekonomi Islam. Hal ini agar perguruan tinggi tidak
menjadi menara gading di lingkungannya. Sudah bukan saatnya lagi
Perguruan tinggi sebagai sentra pengembangan ilmu pengetahuan,
hanya bertanggung jawab dalam pengembangan wacana, akan tetapi
juga harus dapat menyiapkan perangkatnya baik di bidang teknologi,
sumberdaya manusia maupun praktik manajemen usaha yang
berbasis keislaman.
Salah

satu

yang

dapat

dilakukan

adalah

dengan

mengembangkan kurikulum terpadu baik dari sisi teori dan tinjauan


hukum, akan tetapi juga pada penyiapan sumberdaya manusia serta
perangkat praktis yang dapat dipakai sarana praktek sekaligus sebagai
pilot project bagi pengembangan model usaha yang islami. Sebagai
contoh, misalnya mata kuliah Ekonomi Islam dikembangkan sebagai
induk dari mata kuliah pengembangan ekonomi islam secara
keseluruhan. Apabila digambarkan secara lebih lengkap mata kuliah
terpadu tersebut meliputi : Ekonomi Islam, Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, Praktek laboratorium Lembaga keuangan Islam
dan Praktek Lapang. Mata kuliah ekonomi islam lebih berkonsentrasi
pada pengembangan teori dan kajian hukum islam terhadap
persoalan-persoalan ekonomi, kemudian BLK Syariah lebih kepada
teori mengenai operasionalisasi lembaga keuangan sesuai konsep
syariah

(Asuransi,

Bank,

Sekuritas,

dan

lain

sebagainya).

Selanjutanya setelah selesai secara toeri dilanjutkan dengan praktek


laboratorium mengenai keuangan islam dan dilanjutkan dengan
praktek pada lembaga keuangan syariah yang sudah ada.
Jika Perguruan Tinggi mampu mengembangkan dengan pola
tersebut, perguruan tinggi tidak hanya menciptkan ahli-ahli teori
ekonomi islam tetapi dapat juga menyiapkan tenaga trampil di

14

lapangan yang dapat dijadikan sebagai pelopor utama pengembangan


ekonomi islam secara lebih nyata di masyarakat. Dengan demikian ke
depan praktisi-praktisi ekonomi islam tidak lagi mengalami kesulitan
sumberdaya manusia dalam pengembangan usaha, karena telah
disiapkan oleh dunia pendidikan.
Sinergi antara praktisi dan dunia pendidikan ini, diharapkan dapat
menjadi sebuah gerakan bersama seluruh elemen kaum muslimin
dalam mempercepat pengembangan ekonomi islam sebagai upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bingkai yang
diridloi oleh Allah sehingga menjadikan barokah, manfaat baik di dunia
maupun di akhirat.
2.6 PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN
HUKUM EKONOMI SYARIAH
1. Sistem perbankan dan pembiayaan konvensional yang
spekulatif sebagai penyebab krisis.
Keruntuhan ekonomi global berakar dari pola prilaku yang
tidak konsisten dari pelaku ekonomi, yang berpangkal dari
tidak digunakannya perspektif etika dalam aktivitas ekonomi.
Iqbal Khan, CEO dari Fajr Capital (salah satu lembaga
keuangan Internasional) menyebutkan bahwa krisis keuangan
ini adalah krisis spiritual, dimana pola hidup konsumtif menjadi
dominan, yang pada akhirnya membuat konsumen terjebak
dalam hutang. Hal ini mengakibatkan aktivitas perbankan dan
lembaga pembiayaan sebagai sumber permodalan dikelola
sejalan

dengan

kebutuhan

pelaku

ekonomi.

Dalam

perjalanannya, aktivitas perbankan dan pembiayaan yang


semula digunakan untuk mendorong para pelaku ekonomi
mengembangkan dan menunjang aktivitas ekonomi berubah
menjadi mesin pencetak uang yang semata-mata ditujukan
untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Terjadilah
pergeseran fungsi perbankan dan lembaga pembiayaan dari

15

fase fungsi lindung nilai (hegde phase) 6 ke arah fase


spekulatif (speculative phase), dimana cash flows dari
nasabah peminjam hanya cukup untuk menutup bunga, tidak
pada cicilan pokoknya. Dalam fasespekulatif ini, nasabah
secara efektif mengandalkan suku bunga yang tetap dan disisi
lain mengharapkan kenaikan nilai jaminan. Selanjutnya,
rekayasa financial memasuki fase yang disebut dengan Ponzi
Phase, dimana cash flow tidak dapat menutup baik bunga
maupun pokoknya, dan hanya digantungkan pada kenaikan
harga aset. Hal ini mengakibatkan munculnya Ponzi Product,
baik yang dikeluarkan oleh ritel maupun korporasi, yakni
produk yang sangat spekulatif seperti subprime atau collateral
debt obligation(CDO). Disini, stabilitas dieksploitasi dan
didasarkan pada selisih nilai harga jaminan (collateral) untuk
jangka

waktu

yang

sangat

panjang.

Dalam

jangka

panjang,ekonomi tampak stabil, namun insentif lebih spekulatif


dan lebih banyak nasabah yang spekulatif pula. Dalam hal
terjadi sekali saja penurunan harga aset, maka sistem tidak
dapat dikendalikan lagi. Hal inilah yang terjadi pada tahun
2007, yang menyebabkan terjadinya krisis keuangan global.
2. Etika dan Hukum Agama sebagai alternatif Pemberi Arah.
Etika dan agama merupakan pedoman bagi umat manusia
yang menawarkan petunjuk dengan level yang berbeda. Etika
menawarkan prinsip-prinsip, termasuk dalam menjalankan
aktivitas ekonomi,yakni prinsip kewajaran/kepatutan (fairness),
kejujuran (honesty), tanggung jawab (responsibility), keadilan
(justice) dan keterbukaan/transparansi ( transparency). Di sisi
lain,

Agama

menawarkan

petunjuk

yang

tidak

hanya

dituangkan dalam prinsip-prinsip tersebut, melainkan juga


aturan-aturan (rules) yang konkrit seperti larangan bunga/riba
(interest prohibition), jual beliutang , dan regulasi spesifik
lainnya, termasuk Syariah.Upaya Kolaboratif antara Individu,
16

Organisasi dan pemerintah.Selain perubahan perspektif yang


berdasarkan etika dan agama, revitalisasi ekonomi global dan
regional akan membutuhkan upaya kolabotarif antara individu,
organisasi dan pemerintah. Tidak terkecuali di Indonesia.
Upaya pendekatan secara kolaboratif sangat diperlukan untuk
mengantisipasi krisis keuangan global, yang berdampak pada
meningkatnya kemiskinan dan pengangguran.
3. Praktik Pembiayaan Islam ( Syariah)
Eksistensi Prinsip Syariah dalam aktivitas ekonomi, khususnya
pembiayaan bermula dari pertanyaan kontribusi apa yang
dapat diberikan oleh pembiayaan Islam? Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh badan-badan internasional
seperti OIC, IOSCO Islamic Capital Market mennyebutkan
bahwa akibat langsung dari aktivitas pembiayaan Islam saat ini
adalah fakta bahwa pembiayaan Islam merupakan sumber
modal pengganti, hal ini terlihat dari : Pembiayaan Islam
sebagai sumber simpanan dan pembiayaan protofolio Islam,
Pembiayaan Islam sebagai pasar dari peluang masa depan.,
Pembiayaan Islam sebagai sarana untuk diferensiasi kompetisi
korporasi, Konsepsi Manfaat : Pembiayaan Islam berakar pada
Nilai

(values).Saat

ini,

pembiayaan

Islam

sedang

bertransformasi dari ranah teori ke ranah praktik.


Berbagai

aktivitas

ekonomi,

khususnya

pembiayaan

menggunakan instrumen dan lembaga pembiayaan Islam.


Beberapa hal mendukung pernyataan tersebut, yakni : pada
level ekonomi, saat ini sukuk (surat berharga) baik sukuk
negara

(sovereign

pembiayaan

sukuk)

proyek

dan

dan

sukuk

korporasi

pendanaan

dalam

pembangunan

infrastruktur mengalami pertumbuhan yang pesat.Pada level


lembaga pembiayaan,agenda dan model perbankan berakar
pada

Corporate

Social

17

Responsibility

(CSR)

dan

sifat

pembiayaan menjamin bahwa perbankan secara langsung


berhubungan dengan ekonomi riil.Pada level produk, seperti
pembiayaan

musyarakah,

perbankan

mengambil

risiko

penyertaan dalam proyek; penilaian investasi yang akurat, nilai


proyek, bukan pada nilai kredit, dan dalam situasi gagal,
ditanggung bersama.Praktik-praktik dari sektor pembiayaan
Islam yang relevan bagi krisis global saat ini antara lain :
Perhatian yang meningkat terhadap pembiayaan berbasis
aset; Pembatasan jual beli utang; Transparansi yang lebih
besar dalam transfer utang; Pengenalan badan Pengawas
Etika dan Pemisahan risk-free dan risk bearing accounts
Berdasarkan praktik-praktik sektor pembiayaan Islam tersebut,
secara teori prinsip Islam diharapkan dapat menjauhkan
ekonomi dari krisis, namun dalam praktik tetap memerlukan
pematangan dengan memperhatikan prinsip-prinsip seperti
mengubah pembiayaan berbasis riba dan pinjaman menjadi
berorientasi

tabungan,

selain

itu

diperlukan

promosi

pembiayaan melalui penyertaan dengan membagi risiko serta


mendorong ekonomi riil. Dalam hal prinsip-prinsip tersebut
dilaksanakan

dengan

baik,

menawarkan

kerangka

kerja

prinsip

pembiayaan

yang

komprehensif

Islam
but

membutuhkan upaya lebih lanjut untuk merealisasikan manfaat


yang lebih baik.Langkah lebih lanjut yang diperlukan dalam
pemberdayaan sistem pembiayaan Islam ini dapat ditempuh
dengan mengubah dari mengubah pola pikir (thinking change)
menjadi mengubah prilaku/ perbuatan (doing change), baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Dalam jangka pendek,
beberapa langkah yang diambil adalah :
a. Intervensi pemerintah dalam jasa keuangan;
b. Kekuatan yang seimbang antara individu, dunia usaha
dan pemerintah;
c. Pengakhiran kredit yang mudah dan

18

d. Transformasi model kompensasi Sedangkan dalam


jangka panjang,langkah-langkah yang dilakukan adalah
a) Reformasi regulasi dari industri jasa keuangan
b) Pengaruh terhadap ekonomiriil yang lebih besar;
c) Tolok ukur penyelenggaraan berdasarkan
transparansi dan penciptaan nilai;
d) Menahan
tekanan
inflasi

berdasar

kebutuhan.Pada akhirnya, krisis keuanganglobal


ini berpotensi membawa perubahan yang positif,
yakni penemuan kembali nilai dan prinsip dalam
keuangan,

orientasi

konsumsi

yang

lebih

dominan dibandingkan utang serta pendefinisian


kembali dari arsitektur keuangan.

2.7 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI


Menghadapi berbagai tantangan masa depan, baik

yang

berdimensi makro global, berskala mikro nasional, maupun yang


berhubungan

dengan

aspek

teknis

lokal,

maka

diperlukan

pengembangan pendidikan yang meliputi segala jenis dan jenjang,


agar dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dari

perspektif

tersebut,

maka

pembangunan

pendidikan

merupakan agenda nasional yang sangat strategis, mengingat


beberapa argumen :
1. pendidikan dimaknai

sebagai

upaya

melakukan

investasi

sumberdaya manusia yang mempunyai implikasi luas,


2. pendidikan akan melahirkan elit sosial yang menjadi motor
kemajuan dan pelopor pembangunan,
3. pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
4. pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan martabat
bangsa.
Dalam era reformasi dikembangkan pendidikan yang demokratis,
dan demokratisasi pendidikan dijadikan sebagai paradigma baru dalam
memperkukuh pendidikan. Demokratisasi pendidikan memberikan
19

ruang publik yang cukup, membuka peluang bagi masyarakat untuk


berpartisipasi

dalam

penyelenggaraan

pendidikan.

Masyarakat

menjadi subjek yang aktif dalam keseluruhan sistem pendidikan


dengan ikut menentukan arah dan kebijakan, merumuskan strategi,
sasaran dan tujuan pendidikan serta ikut terlibat aktif dalam
implementasinya, sebingga dapat merefleksikan pengakuan adanya
potensi dan kekuatan masyarakat yang dapat memperkuat pendidikan.
Demokratisasi

pendidikan

relevan untuk menjawab

tuntutan

desentralisasi dan otonomi daerah, yakni penyerahan atau pelimpahan


sebagian wewenang dari institusi pendidikan ditingkat pusat kepada
institusi di tingkat daerah. Pengelolaan pendidikan yang semula
terkonsentrasi pada level instansi pusat diderivasi ke level instansi
daerah,

sejalan

dengan

kebijakan

desentralisasi

di

bidang

pemerintahan yang memberikan otonomi kepada daerah untuk


mengurus rumah tangga sendiri.
Dalam rumusan kebijakan, pendidikan diartikan sebagai usaha
sadar untuk membantu perkembangan kepribadian dan kemampuan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan ke
arah suatu tujuan tertentu. Tujuan pendidikan adalah berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mu1ia, sehat,
berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Pembaharuan kebijakan pembangunan pendidikan tergambar pada
rumusan berbagai prinsip, yakni :
1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai ku1tural dan kemajemukan
bangsa.
2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan system terbuka dan multimakna.
20

3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan


dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat.
4) Pendidikan

diselenggarakan

dengan

memberi

keteladanan.

Membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta


didik dalam proses pembelajaran.
5) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen

masyarakat

melalui

peran

serta

dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.


Visi pembangunan pendidikan nasional adalah "Insan Indonesia
cerdas dan

kompetitif.

Sedangkan

misinya

adalah

''Mewujudkan

pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia cerdas dan


kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan masyarakat
global".
Secara umum kebijakan strategis pembangunan pendidikan meliputi:
1. Peningkatan perluasan dan pemerataan akses pendidikan,
2. Peningkatan mutu dan relevansi dan daya saing pendidikan, dan
3. Peningkatan tata kelola akuntabilitas dan pencitraan publik.
Adapun kebijakan pembinaan pendidikan tinggi meliputi pembinaan
akademik, kemahasiswaan, kelembagaan, ketenagaan, sarana dan
manajemen, Aspek-aspek kebijakan tersebut dirinci dalam rumusan
standar,

kriteria,

pedoman,

prosedur

pembinaan,

pengembangan

wawasan dan kemampuan, pemberian bimbingan teknis, supervisi dan


evaluasi seluruh aspek pembinaan pendidikan tinggi.
Paradigma penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah otonomi, mutu
pendidikan,

akuntabilitas,

evaluasi

diri

dan

akreditasi.

Fokus

pengembangan pendidikan tinggi bertumpu pada paradigma baru yaitu


daya saing bangsa, kesehatan organisasi dan otonomi perguruan tinggi

21

yang berpedoman pada kerangka pengembangan pendidikan tinggi.


Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, institusi pendidikan
tinggi harus menjadi organisasi yang sehat, dan dalam organisasi yang
sehat peningkatan mutu berkelanjutan dilakukan sesuai dengan standar
nasional pendidikan. Mutu pendidikan tinggi ditentukan oleh kemampuan
perguruan tinggi menetapkan dan mewujudkan visi melalui misi yang
harus dilaksanakan dan kemampuan memenuhi kebutuhan stakeholders
yang meliputi kebutuhan dunia kerja masyarakat dan kebutuhan
profesional.
Berdasarkan kebijakan tersebut maka pendidikan tinggi harus mampu
menciptakan masyarakat ilmu pengetahuan yang memiliki semangat
menghadapi era persaingan baik di dalam negeri maupun di dunia
internasional. Itulah sebabnya

pendidikan

tinggi

harus menyusun

kurikulum berbasis kompetensi yang tergambar pada pengelompokan


mata kuliah, proses pembelajaran dan evaluasi, pengadaan fasilitas,
perubahan perilaku, serta peran dosen dan mahasiswa.
Pembelajaran yang efektif memperhatikan orientasi
1) isi materi pembelajaran diarahkan lebih kepada tujuan pencapaian
elemen kompetensi,
2) metode pembelajaran lebih banyak kepada student center learning
3) strategi mengajar lebih difokuskan pada memberi bekal how to learn
dan method of inquiry,
4) belajar dapat dilakukan di dalam dan di luar kelas atau di dalam dan di
luar kampus, dan
5) cara mengevaluasi lebih ditekankan pada evaluasi proses dan hasil
terhadap adanya perubahan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Mahasiswa sebagai masyarakat ilmu pengetahuan diharapkan akan


menjadi lulusan yang kompeten di bidangnya, sehingga mampu bersaing

22

dalam menghadapi fenomena kehidupan.Oleh karenanya bekal selama


mengkonstruksikan ilmu pengetahuan di perguruan tinggi, tidak hanya
pengkayaan isi dari ilmu pengetahuan tersebut, namun mahasiswa perlu
pengkayaan

dalam

cara

mengembangkan

dan

menerapkan

ilmu

pengetahuan tersebut.
Arah dari kebijakan pendidikan tinggi tersebut mencakup
a) strategi perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas dan partisipasi
mahasiswa dalam kegiatan yang menumbuhkembangkan kreativitas,
b) strategi dalam menjalin kemitraan dengan stakeholders untuk
menangani program kreativitas mahasiswa dalam rangka mengurangi
ketergantungan pada pemerintah
c) program yang tersistem dalam meningkatkan soft skills mahasiswa
agar menjadi lulusan yang tangguh dan handal.
Strategi pendidikan tinggi untuk menciptakan insan Indonesia cerdas
dan kompetitif diakselerasikan dengan peningkatan kapasitas dan
modernisasi, penguatan pelayanan dan daya saing baik regional maupun
internasional. Kinerja pengembangan pendidikan tinggi dilihat dari angka
partisipasi kasar, kapasitas lulusan terhadap dunia kerja, kondisi kampus
dalam jenis program studi yang proporsional, kondisi dosen dalam
kapasitas keahliannya, perpustakaan, buku teks dan publikasi jurnal yang
memadai, dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari deskripsi tulisan di atas, dapat ditarik kesimpulan:
Pesatnya pertumbuhan lembaga keuangan Syariah telah
memperlihatkan bahwa upaya pencarian teori dan sistem ekonomi
Islam terus dilakukan secara konsisten. Dan ini juga merupakan
23

tanda bahwa konsep ekonomi Islam sudah luas dan dapat diterima
dalam masyarakat.
Kesadaran masyarakat akan keunggulan sistem ekonomi
Islam menunjukkan bahwa paradigma berpikir masyarakat mulai
kembali pada ashalah.
Sistem ekonomi Islam sangat prospek, tidak hanya untuk
saat ini tetapi untuk jangka panjang, namun ini sekaligus
merupakan tantangan bagi umat Islam untuk terus-menerus
melakukan kajian, evaluasi dan mencari solusi terhadap teori,
konsep dan implementasi ekonomi Islam dalam berbagai model
dan bentuknya.
Pengembangan ekonomi islam saat ini sudah menjadi
sebuah keniscayaan.Oleh karena itu perlu ada sebuah upaya yang
terpadu guna mempercepat dan memperluas gerakan sehingga
menjadi sebuah gelombang besar bagi pengembangan ekonomi
islam di dunia dan khususnya di Indonesia.
Saatnya waktulah yang akan dapat menjawab gerakan ini
dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai tangtangan,
antara lain : Pertama, kredibilitas system ekonomi Islam dan
keuangannya. Berkait dengan hal yang harus mendapatkan
jawaban, apakah system ekonomi islam telah dapat memenuhi
keinginan masyarakat serta bagaimana peranannya dalam proses
pembangunan ekonomi secara umum (signifikan apa tidak
terhadap peningkatan pembangunan ekonomi). Kedua, adalah
perangkat peraturan, hukum dan kebijakan apakah telah dibuat
dan diimplemasikan dalam setiap operasionalnya.
Solusi terhadap problem ini adalah perlunya keterlibatan
semua pihak termasuk perguruan tinggi untuk mendukung dan
mensosialisasikan secara bersama sesuai dengan kapasitas
masing-masing dalam bingkai profesionalisme dengan didukung
oleh perangkat hukum, peraturan dan kebijakan pemerintah dalam
operasionalnya. Meninjaklanjuti solusi ini, salah satu yang dapat
dilakukan adalah melakukan langkah nyata yang kedepan
24

diaharpakan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Bagi


Ekonom Islam, dituntut untuk segera membuat konsep-konsep dan
memperbanyak

literature

dan

kajian,

melakukan

riset

dan

pengembangan serta mengembangkan pola opresional perbankan.


Bagi pengusaha, berkewajiban untuk mengimplementasikan pola
perdagangan dan industri yang islami dalam setiap transasksi yang
dilakukan baik di sector riil maupun sector finansial (perbankan,
assuransi, reksadana dan lain sebagainya). Langkah selanjutnya
adalah tugas pemerintah untuk segara membuat regulasi tentang
perasional system ekonomi islam dengan membuat dual system
dalam

perekonomian

Indonesia

sebagaimana

dalam

keuangan yang sudah berkembang dan berlaku saat ini.

25

sector

Anda mungkin juga menyukai