Anda di halaman 1dari 15

KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN

DALAM EKONOMI SYARIAH

KELOMPOK 2:

1. AYU ANGGINA HUTASUHUT


2. DIANA RIVAN DAYMAN
3. YUNIAR RAHMA AMALYA
4. ZELIKA AULIA SYAIFULLOH
Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana
manusia tidak akan bisa terpisah darinya. Manusia
termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya
dan demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak
boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan
harta.

Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu


harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan
untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan
hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
TEORI HARTA

Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan


manusia, unsur dlaruri yang tidak bisa ditinggalkan begitu
saja. Adanya, manusia bisa memenuhi kebutuhannya, baik
yang bersifat materi ataupun immateri.
Dalam konteks tersebut, harta hadir sebagai obyek transaksi,
Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak bisa ditinggalkan
harta bisa dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli,
begitu saja.
sewa-menyewa, partnership (kontrak kerjasama), atau
transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari karakteristik
dasarnya (nature), harta juga bisa dijadikan sebagai obyek
kepemilikan, kecuali terdapat faktor yang menghalanginya.
TEORI KEPEMILIKAN
Hak milik (kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan harta yang
ditetapkan syara', dimana manusia memiliki kewenangan khusus untuk melakukan
transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal yang melarangnya.
Menurut istilah ulama fiqh, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda
yang menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya untuk
bertransaksi secara langsung di atasnya selama tidak ada halangan syara’.
Ketika seseorang telah memiliki harta benda dengan jalan yang dibenarkan syara',
maka ia memiliki kewenangan khusus atasnya. Secara asal, harta benda boleh
dimiliki. Namun, terdapat beberapa kondisi yang dikhususkan untuk memenuhi
kebutuhan dan manfaat publik (fasilitas umum) seperti jalan umum, jembatan,
benteng, sungai, laut, museum, perpustakaan umum, dan lainnya. Harta ini tidak
dapat diprivatisasi dan dimliki oleh individu, namun ia harus tetap menjadi aset
publik untuk dimanfaatkan bersama. Selain itu, ada juga harta yang tidak bisa
dimiliki kecuali dibenarkan oleh syara'. Seperti harta yang diwakafkan dan aset-aset
baitul maal.
HARTA DALAM SUDUT PANDANG
ISLAM
Harta dalam literatur Islam (Al-Qur’an dan al-Hadits) dikenal dengan
sebutan al-mal, kata jamaknya al-amwal. Harta dinamakan al-mal mengingat
semua orang, siapa, kapan dan dimanapun pada dasarnya adalah condong,
senang, mau dan cinta pada harta khususnya uang.
Harta dalam Islam dianggap sebagai bagian dari aktivitas dan tiang
kehidupan yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk membantu proses tukar-
menukar (jual beli), dan juga digunakan sebagai ukuran terhadap nilai.

Berdasarkan definisi ini, sesuatu akan dikatakan sebagai al-maal, jika


memenuhi dua kriteria;
a. Sesuatu itu harus bisa memenuhi kebutuhan manusia, hingga pada akhirnya
bisa mendatangkan kepuasan dan ketenangan atas terpenuhinya kebutuhan
tersebut, baik bersifat materi atau immateri
b. Sesuatu itu harus berada dalam genggaman kepemilikan manusia.
Pengertian Harta dalam al-Qur’an: Menurut al-Qur’an, harta menjadi baik bila digunakan
sesuai petunjuk Ilahi, dan sebaliknya akan menjadi buruk bila penggunaannya tidak sesuai dengan
petunjuk-Nya.

Pengertian Harta menurut al-Sunnah: dapat diketahui bahwa mal/harta sebagai milik pribadi
menjadi nikmat bila digunakan untuk kebaikan semisal dengan kebaikan orang salih yang
menggunakan harta tersebut. Namun demikian, keberadaan harta bukan menjadi tujuan hidup.
Karenanya, pemilik harta diharapkan tidak lupa mengabdi kepada Allah.

Perbedaan pandangan tersebut dapat dikatagorikan dalam dua pendapat. Yakni :


1) Pendapat Hanafiyah
Menurut Hanafiyah, al-maal adalah segala sesuatu yang mungkin dimiliki, disimpan, dan
dimanfaatkan.
2) Pendapat Mayoritas Ulama
Mayoritas ulama fiqh, al-maal adalah segala sesuatu yang memiliki nilai, dimana bagi
orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya. Berdasarkan
pengertian ini, al-maal haruslah sesuatu yang dapat merefleksikan sebuah nilai finansial, dalam
arti ia bisa diukur dengan satuan moneter.
Kepemilikan adalah hubungan keterikatan
antara seseorang dengan harta yang KEPEMILIKA
dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya
oleh syara’. Menurut Ibnu Taimiyah seperti
N HARTA
dikutip Euis Amalia dalam buku Sejarah DALAM
Pemikiran Ekonomi Islam, tiap individu,
masyarakat dan Negara memiliki hak atas ISLAM
pemilikan hak milik sesuai dengan peran
yang dimiliki mereka masing-masing.

Dalam pandangan Islam hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok,


yaitu : hak milik pribadi, hak milik umum, dan hak milik negara.
1) Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi dzat ataupun manfaat (jasa)
tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut,
serta memperoleh kompensasi jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa,
ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan dzatnya seperti dibeli –dari barang tersebut.
2) Kepemilikan Umum (collective property)
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan
benda.
benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok ;
a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum
b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar
c. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu secara
perorangan.
3) Kepemilikan Negara (state property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang
pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warga
negara, sesuai dengan kebijakannya.
MAQASHID SYARIAH DALAM
KEPEMILIKAN ISLAM
Memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
1. Memelihara harta dalam peringkat daruriyyat, seperti Syari’at
tentangbtatacara pemilikan harta dan larangan mengambil harta
orang lain dengan cara yang tidak sah,
2. Memelihara harta dalam peringkat hajiyyat seperti syari’at
tentang jual beli dengan cara salam.
3. Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyyat, seperti
ketentuan tentang
4. menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.
MAQASHID SYARIAH DALAM
KEPEMILIKAN ISLAM
Menurut penyusun, cara melindungi harta sesuai dengan kepemilikannya adalah
sebagai berikut :
1. Hak milik individu, dalam mendapatkannya harus sesuai dengan syariat Islam
begitu juga menggunakannnya.
2. Hak milik sosial ataupun umum, karena kepemilikan benda-benda ini secara
umum (air, rumput dan api) yang merupakan sumber daya alam manusia yang
tidak dapat dimiliki perorangan kecuali dalam keadaan tertentu.
3. Hak milik Negara, pada dasarnya kekayaan Negara merupakan kekayaan
umum, namun pemerintah diamanahkan untuk mengelolanya dengan baik.
PEMBAGIAN HARTA DALAM
ISLAM
1. Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
Al-maal al mutaqawwim adalah harta yang dicapai atau diperoleh
manusia dengan sebuah upaya, dan diperbolehkan oleh syara' untuk
memanfaatkannya, seperti makanan, pakaian, kebun apel, dan lainnya. al-
maal gairu al mutaqawwim adalah harta yang belum diraih atau dicapai
dengan suatu usaha, maksudnya harta tersebut belum sepenuhnya berada
dalam genggaman kepemilikan manusia.
Harta gairu al mutaqawwim tidak boleh dikonsumsi, kecuali dalam
keadaan darurat. Namun demikian, yang diperbolehkan adalah kadar
minimal yang bisa menyelamatkan hidup, tidak boleh berlebihan. Bagi non-
muslim, minuman keras dan babi adalah harta mutaqwwim, ini menurut
pandangan ulama Hanafiyah.
PEMBAGIAN HARTA DALAM
ISLAM
2. 'Iqar dan Manqul
Manqul adalah harta yang memungkinkan untuk dipindah, ditransfer dari
suatu tempat ke tempat lainnya, baik bentuk fisiknya (dzat atau 'ain) berubah
atau tidak, dengan adanya perpindahan tersebut. Diantaranya adalah uang,
harta perdagangan, hewan, atau apa pun komoditas lain yang dapat ditimbang
atau diukur.

Iqar adalah sebaliknya, harta yang tidak bisa dipindah dari satu tempat ke
tempat lainnya, seperti tanah dan bangunan. Namun demikian, tanaman,
bangunan atau apapun yang terdapat di atas tanah, tidak bisa dikatakan sebagai
iqar kecuali ia tetap mengikuti atau bersatu dengan tanahnya
PEMBAGIAN HARTA DALAM
ISLAM
3. Mitsli dan Qilmi
Al maal al mitsli adalah harta yang terdapat padanannya dipasaran, tanpa adaya
perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Harta mitsli dapat
dikatagorikan menjadi empat bagian; a) Al makilaa b) Al mauzunaat c) Al 'adadiyat d) Al
dzira'iyat e) Al maal al qimi

Dalam perjalanannya harta mistsli bisa berubah menjadi harta qimi atau sebaliknya;
a) Jika harta mitsli susah untuk didapatkan di pasaran (terjadi kelangkaan atau scarcity),
maka secara otomatis berubah menjadi harta qimi,
b) Jika terjadi percampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda, seperti
modifikasi Toyota dan Honda, maka mobiltersebut menjadi harta qimi,
c) Jika harta qimi terdapat anyak padanannya di pasaran, maka secara otomatis menjadi
harta mitsli.
PEMBAGIAN HARTA DALAM
ISLAM
4. Istikhlaki dan Isti'mali
Al maal al istikhlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali
dengan merusak bentuk fisik harta tersebut, seperti aneka warna makanan dan
minuman, kayu bakar, BBM, uang, dan lainnya.
Al maal al isti'mali adalah harta yang mungkin untuk bisa dimanfaatkan tanpa
harus merusak bentuk fisiknya, seperti perkebunan, rumah kontrakan, kendaraan,
pakaian, dan lainnya. Berbeda dengan istikhlaki, harta isti'mali bisa dipakai dan
dikonsumsi untuk beberapa kali.
Harta istikhlaki bisa ditransaksikan dengan tujuan konsumsi, tidak bisa misalnya
kita meminjamkan dan atau menyewakan makanan. Sebaliknya, harta isti'mali bisa
digunakan sebagai obyek iijarah (sewa). Namun demikian kedua harta tersebut bisa
dijadikan sebagaiobyek jual beli atau titipan.
Thankyou.

Template by @jycelinn on

Anda mungkin juga menyukai