Anda di halaman 1dari 7

Konsep Kepemilikan dalam Islam

Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private
property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).

Kepemilikan Individu / Private Property

Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia
kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah suratkan dalam Al
Qur’an,
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa
perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak,
kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenanganhidup didunia, dan disisi Allah
lah tempat kembali yang baik” (Q.S Ali Imran:14)

Dalam ayat diatas dengan sangat jelas Allah menjelaskan bahwa kecenderungan manusia
terhadap kesenangan adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, manusia terdorong untuk
memperolehnya dan berusaha untuk mendapatkannya. Hal ini sudah menjadi suatu keharusan.
Dari sinilah, maka usaha manusia untuk memperoleh kekayaan adalah suatu hal yang fitri, dan
merupakan suatu yang pasti dan harus dilakukan.

Islam adalah agama yang fitrah, dan tidak ajaran yang terdapat didalamnya bertentangan dengan
fitrah manusia. Islam menghargai kecenderungan manusia pada hal-hal yang indah dan
menyenagkan. Oleh karena itu, setiap usaha dan upaya yang melarang manusia untuk
memperoleh kekayaan adalah sangat bertentangan dengan fitrah. Begitu juga setiap usaha
membatasi kekayaan manusia dengan takaran tertentu juga bertentangan dengan fitrah. Islam
tidak dihalng-halangi untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Manusia diberiakn
kebebasan sebesar-besarnya dalam memperoleh kekayaan. Hanya saja, Syariat membatasi dalam
hal cara memperolehnya. Syariat telah menentukan aturan-aturan dalam memperoleh kekayaan.
Setiap orang mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam
memenuhi kebutuhannya.apa bila manusia diberiakan kebebasan cara memperolehnya, maka
hanya aka nada segelintir orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan
terhalang untuk memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya.

Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu.
Sedangkan, pelarang terhadap kepemilikan barang harus ditentang, karena bertentangan dengan
fitah manusia. Pelarangan kepemilikan berdasarkan kuantitas nya juga harus ditentang, karena
akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan. Begitu juga, kebebasan dalam
memperolehnya juga akan menyebabkan kesenjangan social pada masyarakat.

Sungguh Islam adalah agama solusi. Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan
memberikan batasan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. Cara ini
sangat sesuai dengan fitrah manusia, ia akan mampu mengatur hubungan antar manusia denga
terpenuhinya kebutuhan.

Kepemilikan Umum / Public Property


Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama
memanfaatkan suatu barang atau harta. Benda-benda yang termasuk kedalam kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang
diperuntukan untuk suatu komunitas masyarakat. Benda-benda yang termasuk kedalam
kepemilkan umum sebagai berikut:

1. Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas
maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.
2. Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
3. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh
individu secara perorangan.

Rasulullah telah menjelaskan akan ketentuan benda-benda yang termasuk ke dalam kepemilikan
umum. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal : air, padang dan api “. (HR. Abu Dawud)
Anas meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas tersebut dengan menambahkan : wa samanuhu haram
(dan harganya haram ). Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun): air, padang dan api “.
(HR.Ibnu Majah)

Mengenai barang tambang, dapat diklasifikasikan ke dalam dua: (1) Barang tambang yang
terbatas jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu. (2) Barang
tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Barang tambang yang terbats jumlah dapat dimiliki
secara pribadi. Adapun barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin
dihabiskan, adalah termasuk milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Imam At
Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin hamal:
“Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah saw untuk mengelola tambang garamnya.
Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang dari majlis tersebut bertanya, “wahai
Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah
memberikan sesuatu yang bagaikan air yang mengalir.” Rasululllah kemudian bersabda, “kalau
begitu, cabut kembali tambang itu darinya.” (HR. At Tirmidzi)

Kepemilikan Negara / State Property

Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara
pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta sebagai
milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan dan ijtihad. Yang termasuk
harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya. Sebab syariat tidak pernah menentukan
sasaran dari harta yang dikelola. Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta
kepemilikan umum pada dasarnya tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta
kepemilikan Negara dapat di berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.
Sebab-Sebab Kepemilikan

Harta (al maal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apapun bentuknya. Sedang, yang
dimaksud dengan sebab kepemilikan (sabab at tamalluk) adalah sebab yang bisa menjadikan
seseorang memiliki harta, yang sebelumnya bukan memjadi miliknya. Adapun sebab-sebab
pengembangan kepemilikan adalah perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.

A. Bekerja
Kata bekerja sangat luas maknanya, beraneka ragam jenisnya, bermacam-macam bentuknya.
Allah telah menentukan bentuk-bentuk kerja dan jenisnya yang layak untuk di kerjakan sebagai
sebab kepemilikan. Dalam hukum-hukum syariat sudah sangat jelas ketentuan-ketentuan akan
hal ini. Bentuk-bentuk bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:

Menghidupkan tanah mati (ihya’ al mawat)

Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh
seorang pun. Yang dimaksud menghidupkannya adalah mengolahnya, menanaminya, atau
mendirikan bangunan di atasnya. Oleh karena itu, setiap usaha untuk menghidupi tanah mati
adalah telah cukup menjadikan tanah tersebut miliknya. Dari Umar bin Khatab, Rasulullah
bersabda: “ siapa saja yang menghidupi tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (H.R Al
Bukhari). Di hadist lain Rasulullah mempertegas kembali, Rasulullah besabda: “ siapa saja yang
memagari sebidang tanah, maka tanah itu menjadi miliknya. (H.R Ahmad ). “ siapa saja yang
lebih dulu sampai pada sesuatu (tempat disebidang tanah), sementara tidak ada seorang muslim
pun sebelumnya yang sampai padanya, maka sesuatu itu menjadi miliknya”. (H.R At Thabrani).
Dalam hal ini tidak ada pembedaan antara muslim dan kafir dzimmi, karena dalam hadist
tersebut bersifat mutlak. Kepemilikan atas tanah tersebut memiliki syarat, yanah tersebut harus
dikelola selama tiga tahun sejak tanah itu dibuka dan terus-terus digarap manfaatnya. Apabila
tanah tersebut belum dikelola selama tiga tahun sejak tanah tersebut dibuka atau dibiarkan selam
tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut hilang. Hal ini pernah terjadi pada masa
khalifah Umar bin Khatab, dari penuturan Amr bin Syu’aib bahwa Khalifah Umar membatasi
masa pemagaran selama tiga tahun. Umar bin Khatab berkata: “ orang yang memagari tanah
(lalu membiarkan begitu saja tanahnya ) tidak memiliki hak atas tanah itu setelah tiga tahun”.

Menggali kandungan bumi

Yang termasuk dalam kategori bekerja adalah menggali kandungan bumi. Jenis kandungan bumi
yang dalam kategori ini bukan merupakan kebutuhan mendasar suatu komuitas masyarakat, atau
yang disebut rikaz. Menurut ketentuan fikih, seorang yang menggali kandungan bumi berhak
atas 4/5 bagian, sedang 1/5 bagian sisanya harus dikeluarkan sebagai Khumus. Ketentuan harta
rikaz adalah apabila harta yang tersimpan didalam tanah tersebut asalnya karena tindakkan
seseorang dan jumlahnya terbatas dan tidak sampai pada jumlah yang didibutuhkan oleh suatu
komunitas dalam jumlah yang sangat besar. Jika suatu harta dari dalam tanah yang tidak
diusahakan oleh seseorang dan dibutuhkan oleh suatu komunitas, maka harta seperti ini bukan
rikaz, tapi merupakan harta kepemilikan umum. Yang juga bisa disamakan dengan harta
kandungan bumi, adalah harta dari udara, seperti oksigen dan nitrogen. Begitu juga dengan harta
lainnya yang diperbolehkan oleh syariat untuk dimiliki.

Berburu

Yang juga termasuk kedalam kategori bekerja adalah berburu. Yang termasuk kedalam berburu
yang diperbolehkan dalam Islam adalah berburu seluruh jenis Ikan, mutiara, permata dan hasil
buruan laut lainnya. Begitu juga dengan buruan hewan-hewan darat dan udara, seperti berburu
burung,rusa dan lain-lain. Ketentuanya binatang buruan adalah binatang bebas, artinya binatang
atau harta tersebut tidak dimiliki oleh orang lain, dan merupakan kepemilikan umum.
Sebagaimana Allah berfirman akan kebolehan dalam berburu:
“Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang lezat bagi kalian dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. Diharamkan atas
kalian (menangkap) binatang buruan darat selama sedang ihram.” (Q.S al Maidah : 96)
“Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji maka bolehlah kalian berburu” (Q.S Al Maidah
: 2)
“Mereka bertanya kepada mu, “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan
bagi kalian yang baik-baik dan buruan yang ditangkap oleh binatang buruan yang telah kalian
latih untuk berburu menurut apa yang telah Allah ajarkan kepada kalian. Karena itu, makanlah
dari apa yang ditangkapnya untuk kalian dan sebutlah nama Allah atas binatang buruan itu
(waktu melepasnya).” (Q.S Al Maidah:4)
Abu Tsa’labah al Khasyani juga pernah berkata : “Aku pernah mendatangi Rasulullah saw, lalu
bertanya “Rasulullah kami bisa berburu didarat. Aku berburu dengan busurku, dan kadang
berburu dengan dengan anjingku yang terlatih maupun anjingku yang tidak terlatih.katakanlah
kepadaku, apa yang selayaknya aku lakukan ? Beliau menjawab, “tentang apa yang aku ingat,
bahwa kalian berburu di darat, maka engkau berburu dengan busurmu, kemudian sebutlah asma
Allah setiap (melepas busur) pada buruanmu, lalu makanlah. Hewn yang engkau buru dengan
anjingmu yang terlatih dan engkau sebut asma Allah (ketika melepas anjing)kepada buruanmu,
makanlah. Adapun hewan yang engkau buru denagn anjing yang tidak terlatih , sembelihlah
kemudian makanlah. “ (HR An nasai dan Ibnu Majah)

Makelar (samsara) dan pemandu (dalalah)

Samsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah.
Sebutan ini juga bisa digunakan bagi orang yang memandu orang lain (dalal). Dari Qais bin Abi
Gharzat al kinani yang mengatakan :
“kami pada masa Rasulullah saw biasa disebut samasirah. Kemudian suatu ketika kami bertemu
dengan Rasulullah, lalu menyebut kami dengan sebutan yang lebih pantas dari sebutan itu. Beliu
bersabda, “ wahai para pedagang, sesungguhnya jual-beli itu bisa mendatangkan omongan yang
bukan-bukan dan sumpah palsu. Karena itu, kalian harus memperbaikinya dengan kejujuran”
(HR. Abu Daud)

Mudharabah

Mudharabah adalah kerjasama antar dua orang atau lebih dalam suatu perdagangan. Modal dari
satu pihak sedang pihak lain memberikan tenaga. Hasil dari keuntungan akan di bagi sesuai
kesepakatan. Hasil inilah yang sah untuk dimiliki. Oleh karena itu mudharabah termasuk dari
bekerja. Rasulullah bersabda :
“Perlindungan Allah SWT diatas dua orang yang melakuakan kerjasama selama mereka tidak
saling mengkhianati. Jika salah seorang dari mereka saling mengkhianati mitranya, maka Allah
akan mencabut perlindungan Nya terhadap keduanya.” (HR. DaruQutni)

Musaqat

Musaqat adalah seseoarang menyerahkan kebunnya untuk dikelola oleh orang lain merawat dan
mengurus kebun tersebut, yang darinya akan mendapa bagi hasil dari hasil panennya. Dengan
demikian musaqat merupakan termasuk dalam kategori bekerja yang dibolehkan oleh syariat.
Sebagimana Abdullah bin Umar mengatakan :
“sesungguhnya Rasulullah pernah memperkerjakan penduduk Khaibar dengan upah berupa buah
atau tanaman dari hasil yang diperoleh.” (HR. Muslim)

Ijarah

Yang termasuk kedalam kategori bekerja adalah Ijarah, yaitu kontrak kerja. Artinya mengontrak
tenaga para pekerja atau buruh yang bekerja untuk dirinya. Allah berfirman:
“Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan diantara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, serta meninggikan sebagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka memperkerjakan sebagian yang lain.” (QS. Az
Zukhruf: 32)

B. Warisan

Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah warisan. Sifatnya yaitu kepemilikan akan harta secara
turunan kepemilikan dari orang tua. Akan hal ini Allah telah jelaskan dalam hukum-hukum yang
sudah sangat jelas. Allah berfirman:
“Allah mensyariatkan kepada kalian tentang (pembagian harta pusaka untuk0 anak-anak kalian,
yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; jika anak
itu semuanya wanita lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan.” (QS. An Nisa : 11)

C. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup

Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah adanya kebutuhan akan harta untuk menyambung
hidup. Sebab, kehidupan adalah hak bagi setiap orang. Sesorang wajib untuk mendapatkan
kehidupan sebagi haknya. Salh satu hal yang dapat menjamin seseorang untuk hidup adalah
denga bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Namun jika ia tidak dapat bekerja,
maka Negara bertanggung jawab untuk mengusahakan ia dapat bekerja. Jika ia tidak dapat
bekerja karena terlampau tua, maka orang-orang kaya atau Negara wajib untuk memenuhi
kebutuhannya. Namun jika hal itu tidak terpenuhi, hingga ia kelaparan, maka dibolehkan baginya
untuk mengambil apa saja yang dapat digunakan untuk menyambung hidupnya. Jika hidup
menjadi sebab untuk mendapatkan harta, maka syariat tidak akan menganggap itu sebagi
tindakan mencuri. Abu Umamah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Tidak ada hukum potong tangan pada masa-masa kelaparan.” (HR. al Khatib Al Bagdad)
D. Pemberian harta Negara untuk rakyat

Yang juga termasuk kedalam sebab kepemilikan adalah pemberian Negara kepada rakyat yang
diambil dari baitulmal, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka atau
memanfaatkan kepemilikan mereka. Dapat berupa pemberian tanah untuk digarap, atau melunasi
utang-utang mereka. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab pernah memberikan para petani di
Irak harta dari Baitul Mal, yang bisa membantu mereka untuk menggarap tanah pertanian
mereka, serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka.

E. Harta yang diperoleh tanpa harta dan tenaga

Yang termasuk kedalam kategori harta yang diperoleh dari tanpa harta dan tenaga ada lima, yaitu
:

 Hubungan antara individu satu sama lain, baik ketika masih hidup seperti Hibah dan
Hadiah, atau pun ketika sepeninggal mereka, seperti wasiat.
 Menerima harta sebagai gantirugi dari kemudharatan yang menimpa seseorang, seperti
Diyat (denda) atas oaring yang terbunuh atau terluka.
 Memperoleh mahar berikut harta yang diperoleh melalui akad nikah
 Barang temuan (luqathah)
 Santunan untuk Khalifah atau orang-orang yang disamakan statusnya.

Macam-Macam Kepemilikan

Para ulama fiqh membagi kepemilikan kepada dua bentuk,yaitu:

1. Al milk At Tamm (milik sempurna)

Yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh
hak yang terkait dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak, tidak
dibatasi waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain. Ciri-cirinya diantaranya, (a). sejak awal
kepemilikan terhadap materi dan manfaat bersifat sempurna. (b) Materi dan manfaatnya sudah
ada sejak sejak pemilikan itu. (c) Pemilikannya tidak dibatasi waktu. (d) kepemilikannya tidak
dapat digugurkan.

2. Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)

Yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain.
Adapun cirri-ciri nya adalah, (a) Boleh dibatasi waktu,tempat, dan sifatnya. (b) Tidak boleh
diwariskan. (c) orang yang menggunakan manfaatnya wajib mengeluarkan biaya pemeliharaan

Perbandingan Hak Milik Pribadi Dalam Sistem Ekonomi: ISLAM, KAPITALISME, DAN
SOSIALISME
Dalam system ekonomi kapitalisme kepemilikan individu merupakan darah perekonomiannya.
Oleh karena itu, bagi mereka yang mampu menguasai Faktor produksi maka dialah yang
menguasai perekonomian. Ekonomi kapitalis berdiri berlandaskan pada hak milik individu. Ia
akan memberikan kebebasan sebesar-besarnya pada individu untuk menguasai barang-barang
yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ada ikatan atas kemerdekaannya untuk memiliki,
membelanjakan, mengembangkan, maupun mengeksploitasi kekayaan. Falsafah yang digunakan
adalah falsafah individualism, yang memandang bahwa individu merupakan proses dari
segalanya. Dalam sisitem ini setiap orang di beri kebebasan untuk mengumpulkan kekayaan
sebanyak-banyaknya (kuantitas), dan kebebasan cara memperolehnya.
Sedangkan dalam sisitem ekonomi sosialis selalu mengedepankan pada hak milik umum atau
hak milik orang banyak yang diperankan oleh Negara atas alat-alat produksi. Tidak mengakui
hak kepemilikan individu, jika hal itu mash menyangkut masalah kepemilikan umum. Negara
adalah satu-satunya pemilik alat produksi. Falsafah yang menjadi landasannya adalah falsafah
kolektivisme. Falsafah ini beranggapan bahwa dasar pokok adalah banyak orang. Individu
diberikan batasan dalam memperoleh jumlah kekayaan, sedang dalam hal cara memperolehnya
ia diberikan kebebasan.
System kepemilikan dalam Islam memiliki kekhususan yang berbeda, dan ia sanagt relevan
dengan kehidupan masyarakat. Jika seseorang diberikan kebebasan dalam jumlah dan cara
memperoleh harta, maka akan terjadai kesenjangan social. Karena, yang memiliki modal akan
berkuasa dan menindas yang miskin. Sedang jika seseorang di brikan batasan dalam memperoleh
harta dan kebebasan cara memperoleh, maka akan berakibat pada lemahnya etos kerja. Islam
hadir dengan system yang berbeda, Islam mengakui hak milik individu dan hak milik kolektif. Ia
memberikan lapangan tersendiri terhadap keduannya. System ini didirikan atas lendaan
kebebasan ekonomi yang terikat, artinya setiap individu diberikan kebebasan untuk mencari
kekayaan sebanyak-banyaknya, namun dengan cara-cara yang telah ditentukan dalam syariat.

DAFTAR REFERENSI

1. Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Persfektif Islam, Yogyakarta, BPFE-


YOYAKARTA, 2004
2. An Nabhani,Taqyudin, Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, Surabaya, Risalah
Gusti. 2009
3. Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah. Jakarta, Gaya Media Pratama. 2000

Anda mungkin juga menyukai