Anda di halaman 1dari 14

NILAI DASAR KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

A. Latar Belakang
Dalam kapitalisme yang menganut asas laisse faire, hak pemilikan seseorang adala
absolut, tanpa batas. Di dalamnya terjamin kebebasan memasuki segala macam
kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas.1 Pandangan ini sangat
bertolak balakang dengan paham kapitalisme yang menganggap harta adalah milik
manusia itu sendiri, karena manusia yang mengusahakannya sendiri ynag berarti
bahwa manusia bebas menentukan cara mendapatkan dan bebas pula
memanfaatkannya tanpa perlu melihat halal haramnya.
Sebaliknya dalam Marxisme, hak memiliki hanya untuk kaum proleter yang
diwakili oleh kepemimpinan diktaktor. Distribusi faktor-faktor produksi dan apa yang
harus diproduksi, ditetapkan oleh negara. Pendapatan kolektif dan distribusi yang
kolektif adalah ajaran yang utama, sedangkan hubungan-hubungan ekonomi dalam
transaksi secara perseorangan sangat terbatasi.2
Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam pemilik hakiki
hanyalah Allah. Allah adalah pemilik mutlak (absolut), sedangkan manusia memegang
hak milik relatif.3 Artinya manusia hanyalah sebagai penerima titipan, trustee
(pemegang amanat) yang harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah.
Walaupun kita sadar bahwa sesungguhnya hanyalah Allah yang menciptakan segala
seuatu yang ada di alam semesta, menciptakan segala apa yang ada di perut dan di atas
bumi, namun manusia tetap saja mengatakan, ini adalah tanahku, ini adalah hartaku
dan mereka tidak mengatakan:

...

...Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya


kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.
Al-Araf: 128)

Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan
mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. (QS. Al-Hijr: 23)
Setelah Allah menciptakan bumi dengan segala isinya, kemudian
Allah menciptakan manusia yang berasal dari tanah, seperti firman
Allah:

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,


(QS. Nuh: 17)
1

Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan Konsep (Jakarta:
Sinar Grafika, 2013), h. 217.

Ibid.

Ibid.
1

Setalah Allah menciptakan bumi dan manusia, Allah tidak


meninggalkan begitu saja tanpa menyediakan fasilitas yang
dibutuhkan manusia untuk menjaga eksistensinya dalam kehidupan.
Allah juga menciptakan segala fasilitas kehidupan yang dibutuhkan
manusia seperti oksigen, air, ataupun tumbuh-tumbuhan.
Sesungguhnya manusia tidak mempunyai kekuatan untuk
menciptakan air, tidak mampu unutk menggerakkan awan, tidak
bisa membuat minyak bumi. Sesungguhnya segala daya dan upaya
manusia jika dibandingkan dengan hasil ciptaan Allah, maka usaha
yang dilakukan manusia itu tidaklah seberapa. Manusia hanya
mampu mengolah, memberdayakan dan memanfaatkan segala
fasilitas kehidupan yang telah disediakan Allah untuk dikonsumsi.
Manusia hanya bisa mengubah dan mempersiapakan segala sesuatu
itu agar bisa diakses dan bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Apakah hanya dengan usaha tersebut manusia menafikan
kepemilikan Allah yang mutlak atas harta kekayaan tersebut?
Apakah dengan usaha tersebut lantas terjadi pemindahan
kepemilikan, harta benda Allah berubah menjadi milik manusia?
Allah berfirman:




Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari
padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan; dan Kami
jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami
pancarkan padanya beberapa mata air; supaya mereka dapat
makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan
mereka. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS. Yasin:
33-35)
Harusnya kita menyadari bahwa sesungguhnya hanyalah Allah
yang menciptakan segalanya, semua prakarsa dan usaha yang
hakiki hanyalah milik Allah semata. Semua harta kekayaan yang ada
di bumi merupakan milik Allah, kepemilikan manusia atas harta
benda hanya kepemilikan ynag datang kemudian dan tidak bisa
menghapus kepemilikan Allah yang abadi, karena allah berfirman:


Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi,
semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah
tanah.(QS. Thaha: 6)

Dari keterangan ayat di atas, jelas bahwa Allah adalah pemilik


hakiki sementara manusia hanya bisa memiliki kemanfaatan atas
fasilitas yang ada, seperti tanah untuk dimanfaatkan sebagai tempat
tinggal, sebagai lahan bercocok tanam, ataupun dimenfaatkan
sebgai ladang bisnis. Kepemilikan yang ada hanya sebatas
mengambil manfaat dan tidak bisa menghilangkan kepemilkan Allah
yang hakiki, tau mengurangi hak-hak Allah atas segala fasilitas
kehidupan yang telah dirunkan di atas bumi. Allah berfirman:

Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah


sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar. (QS. Al-Hadid: 7)
Ayat di atas menunjukkan sebuah kewajiban bagi manusia untuk
melakukan infaq atas harta benda yang dimiliki guna memenuhi hak
Allah di atasnya, seperti halnnya kewajiban bagi seseorang untuk
memberikan nafkah kepada keluarganya atau menafkahkan harta
orang lain jika diizinkan.
B. Pengertian Kepemilikan
Secara istilah milik berasal dari bahasa Arab yaitu yang
artinya milik, yang berarti suatu iktisas yang menghalangi yang
lain.4 Sedangkan menurut bahasa dapat diartikan memiliki sesuatu
dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya.5
Menurut Abdul Salam al Abadi6, kepemilikan adalah hak khusus
manusia terhadap kepemilikan barang yang diizinkan bagi
seseorang untuk memanfaatkan dan mengalokasikan tanpa batas
hingga terdapat alasan yang melarangnya. Dengan demikian,
kepemilikan dalam Islam adalah kepemilikan yang didasarkan atas
agama. Kepemilikan ini tidak memberikan hak mutlak kepada
4

Ahmad Syabi, Kamus An-Nur (Surabaya: Halim Publishiang and Distributing, 2015),
h. 61.

Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wadji, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), h. 6.

Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: PT. Gelora Aksara


Pratama, 2012), h. 42.
3

pemiliknya untuk menggunakan sesuai keinginan sendiri, melainkan


harus sesuai dengan aturan syariat Islam7. Hal ini dikarenakan
kepemilikan harta pada esensinya hanya sementara, tidak abadi dan
melainkan tidak lebih dari pinjaman terbatas dari Allah Tuhan Yang
Mahamemiliki.
Pengaturan terhadap semua jenis kepemilikan dalam Islam
bertujuan untuk memberikan perlindungan agar tidak terjadi dua
persoalan mendasar, yaitu: 1) Penguasaan harta oleh seseorang
secara berlebihan dan menjadikannya tidak terbatas. Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Alaq ayat 6-7 yang menyindir sifat
mausia yang suka melampaui batas, Ketahuilah! Sesungguhnya
manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya
sudah cukup.; 2) Munculnya kemiskinan dan efek-efek negatifnya,
baik dalam ukuran individu maupun sosial.
C. Jenis-jenis Kepemilikan
Kepemilikan dalam Islam dapat dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu: 1) Kepemilikan individu (private property); 2) Kepemilikan
umum (collective property); dan kepemilikan negara (state
property).8
1. Kepemilikan Individu (Private Property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara yang
berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang
memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk
memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi
jika barangnya diambil keguanaannya oleh orang lain seperti
disewa, ataupun karena dokonsumsi untuk dihabiskan zatnya
seperti dibeli dari barang tersebut. Pengertian lain dari
kepemilikan individu adalah mewujudkan kekuasaan pada
seseorang terhadap kekayaan yang dimilikinya dengan
menggunakan mekanisme tertentu sehingga menjadikan
kepemilikan tersebut sebagai hak syara yang diberikan kepada
seseorang.
Dr. Mahmud Abu Saud mengatakan, Sesungguhnya Islam
memperbolehkan setiap individu untuk megkhususkan atas
dirinya sebuah harta benda halal yang didapatkan dengan cara
ynag halal, kekhususan itu selanjutnya dinamakan dengan
kepemilikan. Dengan adanya sifat ini, bukan berarti setiap
individu berperan bagi kepemilikannya dalam kehidupan
7

Ibid.

Op. Cit, Fathurrahman Djamil. h, 196.


4

masyarakat, karena masyarakat bukanlah pemilik yang hakiki dan


mutlak atas harta kekayaan tersebut. Namun hanya Allah-lah
yang berhak memilikinya. Allah telah memerintahkan kepada
setiap individu untuk memerhatikan hak-hak khusus masyarakat
atas harta benda yang dimiliki, setiap individu harus menjaga
kewajiban itu dengan sebaik mungkin. Dengan demikian
sepanjang individu mampu memperthankan kemashlahatan
masyarakat dengan harta yang dimiliki, maka tidak ada kekuatan
apapun yang bisa menghilangkan kepemilikan mereka.9
Islam telah menetapkan adanya kebolehan bagi setiap individu
untuk memiliki harta benda secara pribadi. Kebolehan kepemilikan
individu ini dipertegas oleh firman Allah dalam al-Quran berikut.



Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan


Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian
yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada
apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Nisa: 32)

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig)


harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu
adalah dosa yang besar. (QS. Al-Nisa: 2)
Di sammping hal tersebut, adanya ketentuan pembagian harta
warisan dalam Islam yang mengakui adanya konsep hibah, wasiat,
dan jual beli, merupakan penguatan terhadap hak individu untuk
memiliki harta kekayaan.
Setelah seorang individu memiliki kekayaan, maka ia wajib
menjaga haknya atas kekayaan tersebut dengan menjaga
keselamatan dan keutuhan kekayaan, serta menjalankan
kewajiban dari kekayaan tersebut. Dalam hal ini, jika terdapat

Abdul Sami Al-Mishri, Muqawwimat al-Iqtishad al-Islami, diterjemahkan oleh


Dimyauddin Djuwaini dengan judul Pilar-pilar Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), h. 29.
5

pelanggaran atas kepemilikan individu ini, Islam memberikan


sanksi bagi yang melanggar tersebut.

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa
lagi Mahabijaksana. (QS. Al-Maidah: 38)
Meskipun demikian, kepemilikan yang dimiliki oleh setiap
individu tersebut bukan kepemilikan yang bersifat mutlak,
melainkan bersifat relatif sebagai derivasi atas kepemilikan Allah
yang hakiki. Mengingat kepemilikna individu merupakan
representasi dari kepemilikan Allah maka sebenarnya kepemilikan
individu merupakan representasi atas harta benda merupakan
bagi wakil masyarakat. Semua kepemilikan yang ada harus
memerhatikan kehidupan masyarakat karena masyarakat
merupakan representasi dari kepemilikan Allah atas kekayaan
tersebut.
Beberapa ketentuan dan batasan dalam proses dan
pendayagunaan kepemilikan individu tersebut sebagai berikut.10
a. Kepemilikan yang ada, dalam area yang tidak menimbulkan
kemudharatan bagi kehidupan masysrakat.
b. Harus dipahami bahwa tidak semua jenis komoditas dapat
dimiliki secara pribadi.
c. Masyarakat mempunyai hak atas harta yang kita miliki karena
kepemilikan manusia bukanlah kepemilikan murni.
d. Kekayaan atau harta tersebut harus didapatkan melalui sumber
yang halal, tidak dalam sengketa, riba, hasil suap, dan lainnya.
Di samping itu, ketentuan dan syarat lainnya sebagai berikut.11
a. Adanya pembatasan kebebasan pemilik harta, dan diwajibkan
untuk memberdayakan atau melakukan investasi agar tidak
menghalangi pertumbuhan dan perputaran harta.
b. Mewajibkan kepada pemilik harta untuk menunaikan zakat, jika
telah mencapai nishabnya.
c. Mewajibkan untuk berinfaq di jalan Allah, dengan
menggunkannya untuk menopang solidaritas sosial bagi
kehidupan masyarakat atas kebutuhan pokok mereka.
d. Menghindarkan penggunaan harta untuk kepentingan yang
dapat menimbulkan mudharat bagi orang lain dan masyarakat
pada umumnya.
10

Ibid. h. 32-33.

11

Ibid. h. 81.
6

e. Menjauhkan diri dari pekerjaan yang haram dalam


mendapatkan harta seperti riba, gharar ataupun ikhtikar.
f. Kepemilikan harta tidak bisa digunakan untuk hidup bermewahmewahan atau tindakan konsumtif lainnya yang dapat
mendatangkan mudharat bagi pemilik dan masyarakat.
g. Harta tidak bisa digunakan sebgai alat melanggengkan
kekuasaan atau kepentingan politik lainnya atau
mempermainkan hukum.
h. Pemilik harta tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan
dalam warisan dan wasiat, yang pada intinya mencegah
terjadinya perputaran harta hanya pada golongan tertentu.
2. Kepemiliakan Umum (Collective Property)
Kepemilikan umum adalah izin syari kepada suatu komunitas
atau masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan harta benda
yang dinyatakan milik umat. Benda-benda yang termasuk dalam
kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah
dinyatakan oleh Allah dan Rasulullah saw. bahwabenda-benda
tersebut untuk suatu komunitas di mana mereka masing-masing
saling membutuhkan.12 Adapun benda-benda yang termasuk
dalam kepemilikan umum sebagai berikut.
a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, di mana jika
tidak ada dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan
menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan kepayahan
bagi kepentingan manusia.
Dari Ibnu Abbas r.a, Nabi saw. bersabda:
Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang yaitu air, padang
rumput, dan api. (HR. Abu Dawud)
Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
Tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki
siapapun) yaitu air, padang rumput, dan api. (HR. Ibnu Majah)
Dalam hal ini terdapat dalil bahwa manusia memang samasama membutuhkan air, padang rumput dan api serta terdapat
larangan bagi individu untuk memilikinya. Perlu ditegaskan
bahwa sifat benda-benda yang menjadi fasilitas umum karena
jumlahnya yang besar dan menjadi kebutuhan umum
masyarakat. Apabila jumlahnya terbatas, seperti sumur-sumur
kecil di perkampungan dan sejenisnya maka dapat dimiliki oleh
individu dan dalam kondisi demikian air sumur tersebut
merupakan milik individu. Rasulullah saw. telah membolehkan
air di Thaif dan Khaibar untuk dimiliki oleh individu-individu
penduduk.
12

Loc. Cit. Fathurrahman Djamil, h. 36.


7

b. Bahan tambang dalam jumlah besar.


Bahan tambang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu 1)
bahan tambang yang sedikit/terbatas jumlahnya atau yang
tidak termasuk dalam jumlah besar menurut ukuran individu; 2)
bahan tambang yang besar jumlahnya.
Bahan tambang yang terbatas jumlahnya termasuk dalam
milik individu dan boleh dimiliki secara individu dan
diberlakukan hukum rikaz (barang temuan) yang harus
dikeluarkan khums sebesar 1/5 bagian atau 20%.
Adapun barang tambang yang jumlahnya besar merupakan
milik umum yang meliputi semua tambang baik tambang ynag
tampak dan bisa diperoleh tanpa harus susah payah yang bisa
didapatkman oleh masusia serta bisa mereka manfaatkan. Misal
tambang garam, tambang batu mulia dan sebagainya; ataupun
tambang ynag berada dalam perut bumi, yang tidak bisa
diperoleh selain dengan kerja dan susah payah, seperti
tambang emas, perak dan besi, tembaga, timah, biskuit,
marmer dan sejenisnya baik berbentuk padat seperti kristal
ataupun berbentuk cair seperti minyak bumi.
Komoditas tersebut harus dimiliki oleh publik dan
didayagunakan demi kemashlahatan kehidupan masyarakat.
Walaupun tambang tersebut terdapat dalam tanah yang dimiliki
seseorang ataupn tidak diketahui pemiliknya, barang tambang
itu tetap harus dijadikan sebagai kepemilika publik dan tidak
bisa dimiliki oleh individu.
Pemimpin berkewaiban untuk mengatur, mengelola dan
memberdayakan demi kemashlahatan kehidupan masyarakat
dengan berbagai daya upaya, namun perlu dicatat, pemimpin
tetap saja tidak boleh memilikinya, tapi barang tersebut milik
negara yang berfungsi untuk mewujudkan kemashlahatan.
c. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk
dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.
Benda-benda dalam kategori ini adalah benda-benda yang
sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi.
Hal ini karena benda-benda tersebut merupakan benda-benda
yang tercakup kemanfaatan umum. Yang termasuk dalam
kelompok ini yaitu jalan raya, sungai, laut, masjid, sekolah,
lapangan, tempat penampungan dan fasilitas umum lainnya.
Dengan demikian, kepemilikan umum adalah barang-barang
ynag mutlak dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari
dan jug aynag menyangkut hajat hidup orang banyak seperti
air, api (bahan bakar, listrik, gas, padang rumput (hasil hutan),
minyak, sumber emas dan perak, barang yang tidak mungkin
8

dimiliki individu seperti sungai, danau, jalan, lautan, dan


sebagainya.
Pengeloalaan milik umum hanya dimungkinkan dilakukan
oleh negara untuk seluruh rakyat, dengan cara diberikan secara
cuma-cuma atau harga relatif murah dan terjangkau. Dengan
cara ini, rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan
pokoknya dengan cara ynag murah yang akhirnya akan
membawa dampak pada kesejahteraan rakyat.
Di Indonesia, jalan tol seharusnya semakin murah dan
akhirnya bisa gratis setelah biaya investor dikembalikan dalam
jangka waktu tertentu. Jalan tol sesunggunya tidak boleh
dibisniskan karena merupakan jalan milik umum. Di negara
manapun di dunia, tarif jalan tol semakin lama semakin murah,
padahal mereka tidak menganut sistem ekonomi Islam secara
formal tetapi di negara kita sebaliknya berbeda kontras bahwa
hal ini jelas tidak seusia dengan prinsip kepemilkan dalam
Islam.13
Hak milik umum yang tealah dikelola oleh negara melalui
lembaga atau suatu badan usaha, menjadi hak milik negara.
Air, api, gas, minyak yang semula merupakan hal milik umum,
apabila dikelola negara (dinasionalisasi) maka statusnya kan
menjadi hak milik negara. Akan tetapi, pemanfaatannya harus
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara
menyeluruh, bukan hanya untuk segelintir para pejabat yang
menguasai perusahaan BUMN/BUMD tersebut.
Siddiqi menuturkan bahwa perorangan, masyarakat dan
negara masing-masing mempunyai klaim atas hak milik
berdasrkan prinsip bahwa negara mempunyai yuridiksi atas
hak-hak perorangan, meskipun yuridiksi ini bersifat fungsional
tetapi pelaksanaannya tergantung pada tata nilai dan tujuantujuan yang diajarkan Islam. Prinsi[-prinsip ini membenarkan
diadakannya nasionalisasi, pembatasan luas/jumlah,
pengawasan harga barang tertentu dan sebagainya.
3. Kepemilikan Negara (State Property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang
merupakan hak seluruh masyarakat yang pengelolaannya menjadi
wewenang negara, di mana negara dapat memberikan kepada
warga negara sesuai dengan kebijakannya. Makna oleh
pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang
dimiliki negara untuk mengelolanya. Misalnya pajak, dan
sebagainya.
13 Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Bandung: PT. Refika Aditama), h. 63.
9

Meskipun harta milik umum dan milik negara pengelolaannya


dilakukan oleh negara, namun ada perbedaan terhadap kedua
bnetuk hak milik tersebut. Harta yang menjadi umum esensinya
tidak boleh diberikan negara kepada siapapun, meskipun negara
membolehkan kepada orang-orang untuk mengambil dan
memanfaatkannya. Berbeda dengan hak milik negara, di mana
negara berhak untuk memberikan harta tersebut kepada individu
tertentu sesuai dengan kebijakan negara.
D. Sebab-sebab Kepemilikan
Beberapa hal yang menyebabkan adanya kepemilikan terhadap
harta benda yaitu sebagai berikut.
1. Bekerja
Bekerja yang ditumbuhi dengan semangat profesionalisme
kemudian mendapatkan upah sangat dimuliakan Islam. Hal ini
sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:


Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya


serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah: 105)
2. Berburu
Berburu dapat dilakukan terhadap ikan, burung dan hewan
lainnya dengan syarat hewan tersebut belum ada yang memiliki.

Dihalalkan

bagimu binatang buruan lautdan makanan (yang


berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi
orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu
(menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.
dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan. (QS. Al-Maidah: 96)
3. Menggali perut bumi
Menggali apa yang terkandung di dalam perut bumi seperti hasil
tambang emas dan perak. Khusus untuk minyak bumi dan batubara sebagi sumber energi tidak boleh dimiliki secara pribadi,
namun harus dimiliki oleh pemerintah karena menjadi kebutuhan
pokok masyarakat.
4. Menghidupkan tanah mati
Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada
yang memanfaatkannya sama sekali. Yang dimaksud dengan
10

mengidupkan tanah mati adalah mengelola dan menanaminya


sehingga tanah tersebut berfungsi bagi yang mengelolanya. Hal
ini pernah disabdakan Nabi saw. yang berbunyi, Siapa ynag
menghidupkan tanah mati, maka tanah terbut menjadi
miliknya.(HR. Bukhari dari Umar ibn Khattab)
5. Transaksi (Akad)
Kepemilikan dapat diperoleh melalui transaksi yang dilakukan oleh
satu orang/pihak dengan orang/pihak lain. Transaksi yang
dilakukan dapat berupa transaksi yang berbentuk pertukaran
(muawadhat) maupun transaksi yang berbentuk percampuran
(mukhtalith).
Transaksi pertukaran (muawadhat) adalah suatu transaksi yang
diperoleh melalui proses atau perbuatan memperoleh sesuatu
dengan memberikan sesuatu. Bentuk transaksi pertukaran ini
meliputi transaksi tukar-menukar (al-mubadalah/al-muawadhah),
jual beli (al-bai), dan sewa-menyewa (al-ijarah). Perbedaan dari
masing-masing transaksi tersebut dapat dilihat dari objek
pertukarannya. Apabila objek pertukarannya berupa sebuah
benda dengan benda dinamakan tukar (al-muawadhah); apabila
pertukaran tersebut antara benda dengan uang/harga dinamakan
jual beli (al-bai wa al-syira), dan apabila pertukaran tersebut
antara uang/harga dengan manfaat benda atau keahlian tertentu
disebut dengan sewa-menyewa atau upah-mengupah
(ijarah/ujrah/umulah).
Transaksi pencampuran adalah suatu transaksi yang
mencampurkan aset menjadi satu kesatuan dan kedua belah
pihak menangguang risiko dari kegiatan usaha yang dilakukan
dan membagi keuntungan/deviden sesuai kesepakatan. Akad
pencampuran ini dalam hukum Islam dinamakan dengan syirkah
atau musyarakah.
6. Warisan (Takhalluf)
Waris merupakan salah satu sarana memperoleh kepemilikan.
Ketentuan mengenai waris ini diatur secara rinci dalam al-Quran
surat Al-Nisa ayat 11 sebagai berikut.







Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
11

perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
Maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibubapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibubapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.
Al-Nisa: 11)
7. Nasionalisasi aset-aset
Nasionalisasi aset-aset adalah beralihnya kepemilikan aset-aset
yang tidak ada pemiliknya/tidak bertuan dan aset yang dimiliki
pewaris namun tidak ada ahli waris yang berhak menerimanya.
Kondisi aset-aset tersebut maka kepemilikan dan peruntukannya
diserahkan kepada lembaga Bait al-Maal.
Pada masa Rasulullah saw. suatu ketika beliau pernah
memberikan kepada Bilal sebuah tanah mati untuk diberdayakan.
Pada masa kekhalifahan Umar, tanah tersebut ditarik sebagian
untuk kepentingan umat. Umar berkata kepada Bilal,
Sesungguhnya Rasulullah saw. memberikan tanah tersebut
untuk diberdayakan dan tidak bermaksud untuk menghalangi hak
manusia lain di atasnya, untuk itu ambillah yang kamu perlukan
dan kembalikan sisanya demi kemashlahatan umat.
Dengan demikian, nasionalisasi merupakan pemindahan hak milik
individu menjadi hak milik negara, apabila negara melihat bahwa
terdapat kemashlahatan umum yang mengharuskan beralihnya
hak milik pribadi tersebut menjadi milik negara.
8. Pemberian negara
Setiap orang berhak untuk hidup dan memperoleh kehidupan
yang layak. Untuk menyambung kehidupan, setiap orang
diwajibkan bekerja sehingga memperoleh pendapatan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi tidak semua orang
dapat bekerja, atau mendapat pendapatan yang layak untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, negara
memiliki kewajiban untuk menjamin kelangsungan hidup warga
negaranya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dan
melangsungkan kehidupan yang layak.
12

Allah berfirman,

Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu;


bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (QS. Al-Maarij:
24-25)
Generasi awal pemerintahan Islam telah memberikan contoh hal
ini, antara lain dilakukan oleh Umar ibn Khattab dan Abu Bakar AShiddiq. Umar ibn Khattab telah memberikan kepada para petani
di Irak, harta Bait al-Maal yang bisa membantu mereka untuk
menggarap tanah pertanian, serta memenuhi hajat hidup mereka
tanpa meminta imbalan dari mereka.
9. Pemeberian sukarela
Pemberian sukarela merupakan salah satu sebab kepemilikan dari
pihak satu ke pihak lain dengan tanpa kompensasi harta atau
tenaga apapun, melainkan atas dasar kerelaan pihak yang
memberikan. Pemberian ini dapat berbentuk akad hibah, infak,
wakaf, atau pemberian sukarela lain yang sesuai dengan
ketentuan syariah.

F. Penutup
Bersandar dari penjelasan yang dituangkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep ekonomi Islam mempunyai karakteristik
untuk mendialektikan nila-nilai materialisme dan spiritualisme.
Mendialogkan nilai-nilai samawi dengan realitas kehidupan manusia,
hubungan ynag bersifat transendental dengan hubungan horizontal
antarmanusia di atas bumi. Memberikan dedikasi dan pengrahan
kepada manusia untuk menciptakan sebuah komunitas kehidupan
masyarakat yang dibangun atas nlai saling tolong-menolong dan
kasih saynag antar individu, bukan hanya sekadar membentuk
sebuah masyarakat ynag hanya berorientasi materialisme.
Satu hal penting yang membedakan peraturan Allah dengan
peraturan lain yang merupakan refleksi kreasi akal manusia adlah
konsistensi tujuan syariah untuk senantiasa menjaga dan
mewujudkan kemashlahatan dan kesejahteraan masyarakat luas.
Memeberikan sebuah nilai universal yang bisa diyakini setiap
individu untuk bersama bahu-membahu merealisasikan tujuan mulia
tersebut. Aktif untuk ber-amar maruf atas segala perintah Allah dan
nahi munkari atas hal-hak yang dilarang oleh-Nya. Saling menopang
dan mengisi atas kelemahan ynag ada demi tegaknya kehidupan
masyarakat ynag harmonis.

13

Daftar Pustaka
Djamil, Fathurrahman. 2013. Hukum Ekonomi Islam: Sejarah, Teori dan Konsep. Jakarta:
Sinar Grafika.
Lubis, Suhrawardi K. dan Farid Wadji. 2014. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.
Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Surakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama.
Sami Al-Mishri, Abdul. 2006. Muqawwimat al-Iqtishad al-Islami, diterjemahkan oleh
Dimyauddin Djuwaini dengan judul Pilar-pilar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mardani, 2011, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.
Departemen Agama Republik Indonesnia, Al-Quran dan Terjemah.
Syabi, Ahmad. 2015. Kamus An-Nur. Surabaya: Halim Publishiang and Distributing.

14

Anda mungkin juga menyukai