Anda di halaman 1dari 12

Konsep Kepemilikan

Kelompok 7
Muhammad Alvian Zidan (30401900202)
Muhammad Arya Ivano (30401900203)
Muhammad Bagus Widiatmoko (30401900204)
Muhammad Imam Rifai (30401900207)
Muhammad Izzal Riyan Maulana (30401900210)
Naufal Haidar Pratama (30401900232)
Novrizal Hazimi Muchti (30401900242)
Rendy Aditya Himawan (30401900268)
Pengertian Kepemilikan
Kata kepemilikan dalam bahasa Indonesia diambil dari kata “milik”. Dari kata serapan al-milk dalam bahasa arab
yang artinya memiliki, sedangkan menurut istilah kepemilikan ialah pengkhususan atas suatu benda yang
menghalangi orang lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya melakukan tindakan secara langsung
terhadap benda itu selama tidak ada halangan syara’.
Macam-macam Kepemilikan

1. Kepemilikan Individu ( Milkiyah Fardiah)


adalah idzin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab
kepemilikan individu yaitu
 Bekerja
 Warisan
 Keperluan harta untuk hidup
 Pemberian negara seperti tanah pertanian, barang dan uang modal
 Harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah, wasiat, mahar,
santunan, barang temuan dll.
2. Kepemilikan Umum ( Milkiyah Ammah)
Adalah izin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa
barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya air, sumber energi (gas,
listrik, matahari, batubara dsb), hasil hutan, barang yang tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai, laut,
jalan raya, masjid, kampus dan barang yang mengusai hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, minyak
dsb.
3. Kepemilikan Negara ( Milkiyah Daulah)
Adalah harta yang ditetapkan allah menjadi hak seluruh kaum muslimin/rakyat, dan pengelolaannya menjadi
wewenang negara, dimana negara berhak memberikan atau mengkhususkan kepada sebagian kaum muslim/rakyat
sesuai dengan kebijakannya. Misalnya harta ghanimah (perampasan perang), kharaj (hak kaum muslim atas tanah
yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak), jizyan (hak yang diberikan allah kepada kaum
muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada islam), 1/5 harta rikaz (harta temuan), ‘ushur (pajak yang
diambil pemerintah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya sesuai dengan ketentuan agama), harta orang
murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris, dan harta milik negara.
Para ulama fiqh membagi kepemilikan menjadi dua
bentuk,yaitu:

1. Al milk At Tamm (milik sempurna)


Yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga
seluruh hak yang terkait dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat
mutlak, tidak dibatasi waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain. Ciri-cirinya diantaranya,
(a). sejak awal kepemilikan terhadap materi dan manfaat bersifat sempurna. (b) Materi dan
manfaatnya sudah ada sejak sejak pemilikan itu. (c) Pemilikannya tidak dibatasi waktu. (d)
kepemilikannya tidak dapat digugurkan.
2. Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)
 Yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain.
Adapun cirri-ciri nya adalah, (a) Boleh dibatasi waktu,tempat, dan sifatnya. (b) Tidak boleh diwariskan. (c)
orang yang menggunakan manfaatnya wajib mengeluarkan biaya pemeliharaan.
 Sistem ekonomi Islam, mengakui kepemilikan individu dan umum secara bersamaan, masing-masing
kepemilikan tersebut memiliki eksistensi masing-masing, tidak ada yang diunggulkan antara yang satu
dengan yang lain.
 Setiap individu berhak untuk mengembangkan kepemilikan pribadinya dengan cara-cara yang dibenarkan
menurut syariah Islam. Islam melarang umatnya bermalas-malasan sehingga menjadi miskin disebabkan
sifat tersebut, tetapi Islam juga tidak membenarkan cara mendapatkan kekayaan hanya dengan bermodalkan
uang tanpa melakukan usaha tertentu.
Sebab- sebab kepemilikan
Adapun sebab-sebab kepemilikan disini ialah sebab yang menjadikan seseorang memiliki harta tersebut,
yang sebelumnya tidak menjadi hak miliknya.
1. Bekerja (al’amal)
bekerja itu wujudnya luas sekali dan beracam-macam jenisnya, bentuknya pun beragam, serta
hasilnya pun berbeda-beda. Maka allah menetapkan dalam bentuk kerja-kerja tertentu yang layak untuk
dijadikan sebagai sebab kepemilikan. Antara lain :
 Menghidupkan tanah mati (ihya’ alamwaat)
 Menggali kandungan bumi
 Berburu
 Makelar
 Mudlarabah (bagi hasil)
 Musaqat ( paroan kebun)
 Ijarah (kontrak kerja)
2. Pewarisan (al-irts)
yaitu pemindahan hak kepemilikan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, sehingga ahli
warisnya menjadi sah untuk memiliki harta warisan tersebut. Berdasarkan firman allah dalam QS An-Nissa ayat 11 “
dan Allah swt. Mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang
anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak wanita dan jika anak itu semuanya wanita lebih dari dua, maka
bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan.
3. Pemberian harta negara kepada rakyat
pembagian harta negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta baitul maal, dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup, atau memanfaatkan kepemilikan.
4. Harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga
yang termasuk dalam kategori sebab kepemilikan adalah perolehan individu, sebagian mereka dari sebagian
yang lain, atas sejumlah harta tertentu tanpa kompensasi harta atau tenaga apapun. Dalam hal ini mencakup 5 hal
yaitu :
 Hubungan pribadi, antara sebaian orang dengan sebagian yang lain, baik karena harta yang diperoleh ketika
masih hidup seperti hadiah dan hibbah maupun yang diperoleh ketika sepeninggalan mereka seperti wasiat.
 Pemilikan harta sebagai ganti rugi dari kemudharatan yang menimpa seseorang.
 Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad nikah
 Luqathah (barang temuan)
 Santunan yang diberikan kepada khalifah dan orang-orang yang disamakan statusnya.
Ketentuan Al-Quran dan Al-Sunah mengenai
pengaturan kepemilikan antara lain
1. pemanfaatan, Rasulullah bersabda “ orang yang mengusai tanah yang tak bertuan, tidak lagi berhak
atas tanah itu jika setelah tiga tahun mengusainya ia tidak menggarapnya dengan baik,”
2. Penunaian hak, setiap muslim yang memiliki kekayaan yang mencukupi nisab, harus menunaikan
zakat sesuai dengan aturan syara’. Kategori harta yang dizakati menurut aturan masa awal islam
tidak harus menjadi tolak ukur dalam menetapkan harta yang dizakati pada masa kini. Di dalam
harta orang kaya terdapat harta yang mustahiq, zakat merupakan lambang keharmonisan hubungan
sesama manusia.
3. Tidak merugikan pihak lain, penggunaan milik yang berfaedah ditujukan untuk mendatangkan
manfaat bagi pemilikknya, namun tidak dibenarkan jika dalam penggunaannya menghadirkan
mudarat bagi pihak lain, merugikan pihak lain berarti pula meremahkan allah, sebab allah lah
pemilik segala sesuatu
4. Kepemilikan secara sah, Al-Quran maupun Al-Sunnah melarang semua tindakan memperoleh harta/milik
dengan cara melawan hukum, karena hal ini menjadi sumber kerusakan. Demikian pula mendapatkan hak milik
melalui keputusan pengadilan dengan cara tercela seperti penyuapan, kesaksian palsu dll.
5. Penggunaan berimbang, Pemilik harta benda dalam pandangan syariat harus menggunakannya secara
berimbang yakni jangan boros dan jangan kikir. Al-Quran mengajarkan bahwa agar tidak terjerumus ke dalam
cela dan penyesalan, janganlah terbelenggu pada leher (kikir), namun juga janganlah terlalu mengulurkan
tangan (boros) (Q.S Al-isra 17:29).

Anda mungkin juga menyukai