Anda di halaman 1dari 15

PEMBAGIAN HAK MILIK DALAM ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemilikan dalam islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau

absolut. pengertian nisbi disini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang

dimiliki manusia pada hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya( real)

sebab dalam konsep islam yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah

Allah SWT dialah pemilik tunggal jagat raya dengan segala isinya yang

sebenarnya . Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik

Allah yang untuk sementara waktu " diberikan" atau " dititipkan" kepada mereka,

sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep islam, harta dan

kekayaan yang dimiliki mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini

hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan

dimensi kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan dan

mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya. Namun pemanfaatan dan

pengunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh pemilik riil Allah

SWT . Kesan ini dapat kita tangkap umpamannya dalam kewajiban

mengeluarkan zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah

dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan

Dalam hak milik juga harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan

moral, serta dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan

kepastian. Benar pernyataan bahwa hukum tanpa moral dapat jatuh kepada

kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.

2
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan maupun

kelompok terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak

melanggar hukum syara’. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik

ini, baik melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai

dengan sanksinya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hak milik ?

2. Apa saja pembagian dari hak milik ?

3. Apa sumber dari hak milik ?

C. Tujuan

1. Pembaca dapat mengerti dan memahami pengertian hak milik.

2. Pembaca dapat mengerti dan memahami terkait pembagian dari hak

milik.

3. Pembaca dapat mengerti dan memahami terkait sumber hak milik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Milik

Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang berarti

penguasaan terhadap sesuatu ). Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta).

Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh

syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu,

sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, kecuali adanya

halangan syara’. Contoh halangan syara’ misalnya orang itu belum cakap

bertindak hukum, seperti anak kecil, orang gila, atau kecakapan hukumnya

hilang, seperti orang yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka

tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.1

Menurut DR. Mardani dalam buku fiqh ekonomi syari’ah. Pengertian hak

secara etimologis yaitu ketetapan dan kepastian. Adapun secara terminologi fiqh,

hak yaitu suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’. Sedangkan

pengertian milik secara etimologis yaitu penguasaan terhadap sesuatu, dan

secara terminologis yaitu kekhususan terhadap pemilik suatu barang menurut

syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaat selama tidak

menghalang syar’i. Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah

menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik

akan dijual atau akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantaan

orang lain.2

1
Nasrun Horoen, Fiqh Muamalah ,Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007, hlm.31
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah , Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2012, hlm. 66

4
Menurut Abdul salam al-Abadi (1987), kepemilikan adalah hak khusus

manusia terhadap kepemilikan barang yang diizinkan bagi seorang untuk

memanfaatkan dan mengakolasikan tanpa batas hingga terdapat alasan yang

melarangnya. Dengan demikian, Kepemilikan dalam islam adalah “kepemilikan

harta yang didasarkan atas agama. Kepemilikan ini tidak memberi hak mutlak

kepada pemiliknya untuk menggunakannya sesuai keinginan sendiri, melainkan

harus sesuai dengan beberapa aturan. Hal ini dikarenakan kepemilikan harta

pada esensinya hanya sementara, tidak abadi, tidak lebih dari pinjaman terbatas

dari Allah SWT.3

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dibedakan antara hak dan milik. Untuk

lebih jelasnya dicontohkan sebagai berikut : seorang pengampu berhak

menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya. Pengampu

berhak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada

dibawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki benda berhak

menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.4

B. Pembagian Hak Milik

Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal

dan ghair mal. Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti

pemilikan benda-benda atau utang-utang. Sedangkan hak ghair mal terbagi

kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan hak ‘aini

1. Hak syakhshi

3
Lukman hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Erlangga, Surakarta, 2012, hlm.42
4
GhazalyAbdul Rahman,dkk.,.fiqh muamalah.Kencana Prenada Media Group.Jakarta.2010 hlm.45

5
Hak syakhsi ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang

terhadap orang lain. Yang termasuk hak ini misalnya: pembeli berhak menerima

barang dan penjual berhak menerima uang.

2. Hak ‘Aini

Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang

kedua. Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya

wujud benda tertentu dan adanya shahub al-haq seperti hak milikiyah dan hak

irtifaq. Sedangkan Hak ‘aini thab’I ialah jaminan yang ditetapkan untuk

seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berutang. Apabila yang

berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.

Macam –macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:

a. Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia

memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, dan

membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.

b. Haq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan

hasilnya.

c. Haq al-isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istighal ( mencari hasil),

misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf ‘alaih boleh

mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.

d. Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun

atas kebun yang lain. Yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya

saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari

selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah tuan Ahmad pun

6
membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah tuan

Ahmad dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.

e. Haq al-isti’han ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn

menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang

yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena Rahn hamyalah

jaminan belaka.

f. Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak menahan barang (benda)

seperti hak multaqith ( yang menemukan barang) menahan benda luqathah.

g. Hak qarar ( menetap ) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas

tanah wakaf.

h. Haq al-murur ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas

bangunan orang lain.

i. Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas

batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik agar tidak

menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.

j. Haq syafah atau haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk

diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah

tangganya.

Dari segi shurah ( cara berpautan milik dengan yang dimiliki ), milik dibagi

menjadi dua bagian yaitu :

1. Milk al-mutamayyiz, yaitu sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang

memiliki batasan-batasan yang dapat memisahkannya dari yang lain.

7
2. Mulk al-syai’ atau milk al-musya yaitu milik yang berpautan dengan sesuatu

yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan

itu. Misalnya memiliki sebagian rumah, seperti daging domba dan harta yang

dikongsikan, seperti seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang untuk disembelih dan

dibagikan dagingnya.5

Sumber –sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik

dalam hukum islam antara lain :

1. Ihrazul mubahat yaitu memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu

menempatkan sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk dimiliki.

2. Al- uqud (aqad)

3. Al- khalafiyah (pewarisan)

4. Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

Empat inilah yang menyebabkan timbulnya hak pemilikan di dalam syara’ kita

ini. Beberapa sebab pemilikan yang terdapat di kalangan bangsa jahiliyah, telah

dihapuskan oleh islam. Seperti dengan jalan peperangan sesama sendiri,

dengan jalan membudakkan orang yang tidak sanggup membayar hutang dan

kadaluwarsaan atau dengan istilah fiqh dikatakan taqadum yang menimbulkan

hak karena kadaluwarsa.

1. Ihrazul mubahat ( menimbulkan kebolehan )

Sudah diterangkan, bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau malakiyah

atau tamalluk, ialah : ihrazul mubahat. Maka yang dikatakan mubah itu, ialah

harta yang tidak masuk ke dalam milik yang dihormati (milik seseorang yang

5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.34-41

8
tidak sah) dan tak ada pula suatu penghalang yang dibenarkan syara’ untuk

memilikinya.

Inilah yang dikatakan mubah. Seperti air yang tidak dimiliki seseorang,

rumput dan pepohonan di hutan belantara yang tidak dimiliki orang, binatang

buruan dan ikan-ikan di laut. Ini semuanya barang mubah. Semua orang dapat

memiliki apa yang disebutkan menjadilah miliknya. Kemudian memiliki benda-

benda yang mubah dengan jalan ihraz. Kemudian memiliki benda-benda yang

mubah dengan jalan ihraz, memerlukan dua syarat :

a. Benda itu tidak dikuasai orang lain lebih dahulu.

Umpamanya seseorang mengumpul air hujan dalam satu wadah dan

dibiarkan, tidak diangkat ke tempat yang lain, maka orang lain tidak berhak lagi

mengambil air dalam wadah itu; karena air ini tidak lagi merupakan benda mubah

lantaran telah dikuasai oleh seseorang. Maka karena itulah kaidah berkata “

Barangsiapa mendahului orang lain sesuatu yang mubah bagi semua orang,

maka sesungguhnya ia telah memilikinya”.

b. Maksud tamalluk ( untuk memiliki )

Jikalau seseorang memperoleh sesuatu benda mubah, dengan tidak

bermaksud memilikinya, tidaklah benda itu menjadi miliknya. Umpamanya

seorang pemburu meletakkan jarring ( perangkap) lalu terjeratlah seekor

binatang buruan, maka jika ia meletakkan jaringnya sekedar mengeringkan

jarring itu, tidaklah dia berhak memiliki binatang buruan yang terjerat oleh

jaringnya, orang lain masih boleh mengambil binatang itu dan memilikinya. Dan

yang mengambil itulah dipandang muhriz, bukan pemilik barang.

2. Akad

9
Menurut istilah fuqaha akad ialah perikatan ijab kabul secara yang

disyari’atkan agama Nampak, bekasannya pada yang diakadkan itu. Masuk

kedalam uqud, dari segi menjadi sebab milikiyah atau malakiyah :

a. Uqud jabariyah, yaitu : akad-akad yang diharuskan dilakukan berdasarkan

kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berutang secara

paksa. Maka penjualan itu sah walaupun dia menjual karena dipaksa oleh hakim,

dan hakim memaksa menjual barang itu untuk membayar hutang kepada orang

lain. Dan masuk ke dalam uqud ini, tamalluk jabry, yaitu seperti syuf’ah.

b. Istimlak untuk maslahat umum. Umpamanya tanah-tanah yang disamping

mesjid, kalau diperlukan untuk mesjid, harus dapat dimiliki oleh mesjid dan

pemilik harus menjualnya. Ini dikatakan tamalluk bil jabri (pemilikan dengan

paksa).

c. Khalafiyah

Khalafiyah yaitu bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat

yang lama yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak.

d. Tadlmin dan ta’widl

Apabila seseorang merugikan milik orang lain, karena rusak di tangannya,

atau hilang, maka dalam keadaan ini wajiblah dibayar harganya dan diganti

kerugian-kerugian si pemilik harta. Karena demikian, orang yang dirugikan

berhak menerima iwadl. Dalam hal ini masuklah diat dan arsyul jinayat.

Semuanya ini dimiliki dengan jalan khalafiyah.

3. Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki)

10
Diantara sebab-sebab dan dasar-dasar yang telah tetap, tidak dapat

diganggu gugat oleh siapapun, ialah : segala yang terjadi dari benda yag dimiliki,

menjadi hak bagi yang memiliki benda itu.

Contoh :

Anak binatang menjadi milik pemilik binatang.

Bulu domba menjadi milik pemilik domba dan sebagainya.6

Jika kita mengkaji dan mempelajari hukum-hukum syara’ yang berkaitan

dengan cara-cara seseorang mendapatkan harta yang sah, maka menurut

Yuliadi akan tampak bahwa sumber sahnya hak milik pribadi sebagai berikut,

yaitu :

a. Bekerja

Islam telah mengkaji bahwa motivasi dan alasan bekerja adalah dalam

rangka mencari karunia Allah SWT. Tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan

harta agar seseorang dapat memenuhi kebutuhannya, menikmati kesejahteraan

hidup dan perhiasan dunia.

Bekerja bukan sebab memperoleh harta melainkan perwujudan dari

pelaksanaan perintah syara’.

Seperti dalam surah Al-jumu’ah ayat 10 yang artinya bahwa :

”maka bertebarlah di muka bumi ini dan carilah anugerah dari Allah SWT.”

Kita sering mendapatkan orang yang bekerja namun tidak mendapatkan

harta. Usaha bekerja hanyalah faktor-faktor yang harus diusahakan agar rizki di

tangan Allah tersebut dating. Karena itulah, ada perbedaan antara kewajiban

bekerja atau berusaha dengan pemahaman “ rizki yang menentukan Allah”. Tiap

6
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Fiqh Muamalah,PT.Pustaka Rizki
Putra,Semarang,1999,hlm.12-16

11
orang wajib mengusahakan perolehan harta secara halal sehingga menghasilkan

hak milik pribadi yang benar.

b. Warisan

Waris merupakan salah satu mekanisme pembagian harta milik orang lain

yang meniggal kepada ahli warisnya. Hukum waris menyebabkan seorang ahli

waris dapat memiliki harta sebagai hak atas bagian harta waris yang ada.islam

telah menempatkan hukum waris sebagai hukum tauqifi ( yakni ketentuan hukum

yang bersifat tetap dari allah SWT.

c. Untuk menyambung hidup

Setiap manusia wajib memperoleh hak untuk hidup. Dan bekerja

merupakan salah satu penyebab yang dapat menjamin seseorang terpenuhi

kebutuhannya dan terjaga kelangsungan hidupnya . warga negara berhak

memperoleh jaminan atas tersedianya lapangan pekerjaan bagi mereka. Apabila

orang tersebut tidak mampu bekerja karena sakit atau terlampau tua atau

ketidakmampuan lainnya, maka wajibnya wajib di tanggung oleh orang yang

diwajibkan oleh syara’

d. Harta pemberian Negara yang Diberikan kepada rakyat

Melalui lembaga baitul maal, negara dapat memberikan sebagian harta

kepada rakyat. Pemberian ini dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung dengan jalan memberikan berbagai sarana dan fasilitas sehingga

individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya atau agar dapat

memanfaatkan kepemilikan mereka.

Pemberian negara berupa harta kepada individu menjadikan adanya hak

milik bagi orang yang bersangkutan.dalam hal ini negara berperan. Dalam hal ini

12
negara berperan dalam memberikan akses kemudahan bagi individu agar bisa

memanfaatkan kepemilikan yang diberikan.

e. Saling menolong/hubungan yang halal antar manusia

Cara kepemilikan harta semacam ini dapat terjadi karena berbagai kondisi

yaitu :

1. Hubungan pribadi antar individu menyebabkan adanya saling member dan

menolong antarsesama. Seseorang dapat memperoleh harta karena hadiah,

hibah, Sedekah, dan lain-lain dari orang lain.

2. Pemilikan harta sebagai ganti rugi ( kompensasi) dari kemudharatan yang

menimpa seseorang, Misalnya diyat.

3. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad nikah.

4. Luqathah ( barang temuan) yang diperoleh tanpa bersusah payah seperti

menemukan barang di tengah jalan tempat tersembunyi . dalam hal ini

seseorang yang menemukan suatu barang di jalan atau di tempat umum, maka

harus diteliti terlebih dahulu.apabila barang tersebut memungkinkan untuk

disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya.

5. Santunan yang diberikan negara kepada para pejabat pemerintahan.7

7
M.Sholahuddin,.Asas-Asas Ekonomi Islam,PT RajaGrafindo Persada,Jakarta,2007,hlm.67-93

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai penutup dari tulisan inidapat dikemukakan kesimpulan sebagai

berikut:

 Konsep dasar hak milik dalam hukum islam memiliki keunikan tersendiri di

bandingkan dengan hukum yang lain.karakteristik tersebut dapat dilihat baik

segi pengertian , pembagian, dan sumber-sumber memperoleh hak

milik.Sumber-sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik

dalam hukum islam antara lain :

Ihrazul mubahat yaitu (memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu

menempatkan sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk

dimiliki).

Al- uqud (aqad)

Al- khalafiyah (pewarisan)

Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

B. Saran

Dalam memahami tentang hak milik tentunya akan menemui perbedaan

antara ulama satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa

tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang

lainnya. Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulama dan ilmuan

tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi

perbedaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Mardani, 2012. Fiqh Ekonomi Syari’ah.Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Hakim Lukman, 2012. Prinsip- Prinsip Ekonomi Islam.Surakarta:PT Gelora


Aksara Pratama

Qardhawi Yusuf,1997.Norma Dan Etika Ekonomi Islam.jakarta:Gema Insani


Press

Suhendi Hendi,2011.Fiqh Muamalah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Suhendi Hendi,2008.Fiqh Muamalah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi,1999.Pengantar Fiqh


Ekonomi.Semarang:PT Pustaka Rizki Putra

Haroen Nasrun,2007.Fiqh Muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama

Sholahuddin M ,2007.Asas-Asas Ekonomi Islam.jakarta:PT RajaGrafindo


Persada

Ghazaly Abdul Rahman,dkk.,2010.fiqh muamalah.Jakarta:Kencana Prenada


Media Group

Jurnal :

15

Anda mungkin juga menyukai