Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Harta, Kedudukan Harta, Manfaat

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Islam


Dosen : Maqdum Biahmada, S.Pd.I,M.Pd.I

Disusun oleh :

1. Amalia Lutfiana A. : 22130210232


2. Rey Disna P. : 22130210240
3. Diandra Luciana P. : 22130210249

Kelas : II A6
Kelompok : 3
Program Studi : Manajemen

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI


FAKULTAS EKONOMI
KEDIRI
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalanikehidupan di dunia ini, sehingga
oleh para ulama ushul fiqh persoalanharta dimasukkan ke dalam salah satu ad-daruriyyat al-khamsah
(limakeperluan pokok), yang terdiri atas, agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Atas dasar itu,
mempertahankan harta dari segala upaya yangdilakukan orang lain dengan cara yang tidak sah,
termasuk ke dalamkelompok yang mendasar dalam Islam.

Sekalipun seseorang diberi Allah memiliki harta, baik banyak atausedikit, tidak boleh berlaku
sewenang-wenang dalam menggunakanhartanya itu. Kebebasan seseorang untuk memiliki dan
memanfaatkanhartanya adalah sebatas yang diperbolehkan oleh syara’. Oleh sebab itu,dalam pemilikan
dan penggunaan harta, disamping untuk kemaslahatanpribadi, juga harus dapat memberikan manfaat
dan kemaslahatan padaorang lain. Inilah di antara fungsi sosial dari harta itu, karena suatu
hartasebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ke tangan-tangan manusia.

Manusia tidak memiliki harta secara mutlak karena harta sebagaititipan sehingga dalam pandangan
tentang harta, terdapat hak-hak oranglain. Konsekuensi logis dari hal itu adalah adanya kewajiban bagi
manusia untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadahlainnya.

Penggunaan harta dalam ajaran Islam harus senantiasa dalampengabdian kepada Allah dan
dimanfaatkan dalam rangka taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak
bolehhanya untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsisosial dalam rangka
membantu sesama manusia.

Hak-hak orang lain yang terdapat di dalam harta seseorang inilahyang disebut dengan hak masyarakat
yang berfungsi sosial untukkesejahteraan sesama manusia. Rasulullah saw juga melarang membuang-
buang harta yang mengandung pengertian bahwa sekalipun seseorang telahmemiliki harta yang
berlimpah, tidak boleh dan tidak berhak ia membuanghartanya secara percuma, karena di dalam harta
itu terkait dan tersangkuthak-hak orang lain yang memerlukannya

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian harta
2. Apa kedudukan harta dalam islam
3. Manfaat harta dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian harta

Harta secara umum


Harta secara umum dapat diartikan sebagai segala bentuk kekayaan atau aset yang dimiliki oleh
seseorang, perusahaan, atau organisasi. Harta dapat berupa properti (tanah, rumah, gedung), kendaraan
(mobil, sepeda motor, pesawat), investasi (saham, obligasi, reksadana), uang tunai, barang-barang
berharga (perhiasan, koleksi seni), dan aset lainnya.

Harta bisa menjadi sumber kekayaan bagi pemiliknya jika dikelola dengan baik. Namun, keberadaan
harta juga memiliki risiko seperti penurunan nilai aset, kerugian investasi, dan bahkan risiko kehilangan
akibat pencurian atau bencana alam.

Secara umum, manajemen harta adalah proses mengelola kekayaan seseorang atau perusahaan dengan
tujuan memaksimalkan pengembalian dan meminimalkan risiko. Hal ini meliputi pengelolaan investasi,
pengelolaan risiko, dan pengelolaan keuangan secara umum.

Harta menurut islam


Harta (mal) dari segi bahasa (etimologis) disebut dengan al-mal, yang berasal dari kata maalayamiilu-
mailan ( ‫ ) َمالَ – ي َم ِيْل ُ – م َيْا ًل‬yang berarti condong, cenderung dan miring (Suhendi, 2008, p. 9). Secara
terminologis, harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam
bentuk materi maupun dalam manfaat (Hasan, 2003, p. 55). Ada juga yang mengartikan dengan sesuatu
yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang,
tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.
Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak dapat dinamakan harta, seperti burung di
udara, ikan di lautan lepas, pohon di hutan, dan barang tambang yang ada di bumi (Syafei, 2000, p. 21).

Para fuqaha’ mendefinisikan harta sebagai sesuatu yang diingini oleh tabiat manusia dan boleh
disimpan untuk tempo yang diperlukan atau sesuatu yang dapat dikuasai, disimpan dan dimanfaatkan
(Abidin, 1966, p. 501). Al-Syarbaini berpendapat bahwa harta adalah sesuatu yang ada nilai dan orang
yang merusakannya akan diwajibkan membayar ganti rugi (Asy-Syarbini, 1978, p. 246). Sementara itu,
menurut Hanafiyah, harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang bernilai dan dapat disimpan, sehingga
bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan, tidak dapat dikategorikan sebagai harta. Menurutnya manfaat
dan milik tidak bisa disebut harta. Ia membedakan antara harta dan milik. Menurut ulama Hanafiyah,
milik (al-milk) ialah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya
oleh orang lain. Sedangkan harta (al-mal) adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika
dibutuhkan. Dalam penggunaanya, harta dapat dicampuri oleh orang lain (Nazir & Muhammad, 2004,
p. 368). Dalam hal ini, ia mengemukakan bahwa tidaklah termasuk harta yang tidak mungkin dimiliki
tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari. Begitupun juga tidaklah termasuk
harta yang tidak dapat diambil manfaatnya tetapi dapat dimiliki secara kongkrit, seperti segenggam
tanah, setetes air, sebutir beras, dan lain sebagainya.

Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, harta ialah segala sesuatu yang memiliki kategori sebagai berikut:
1. Harta (mal) adalah nama bagi selain manusia yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia dan
dapat dipelihara pada suatu tempat;
2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun sebagian
manusia;
3. Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan;
4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga), dapat diambil manfaatnya, dan dapat
disimpan;
5. Sesuatu yang berwujud, sehingga sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya
tidak termasuk harta; dan
6. Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya
ketika dibutuhkan (Ash-Shiddieqy, 1997, pp. 154–155)

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1 Ayat (9) disebutkan bahwa harta adalah benda
yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud,
baik benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, dan hak yang mempunyai nilai ekonomis (Mardani, 2013, p. 60). Oleh karena itu, pengertian
harta dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah lebih lengkap dan lebih luas. Berdasarkan definisi di
atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya harta merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai dan
kongkrit wujudnya, disukai oleh tabiat manusia secara umum, dapat dimiliki, dapat disimpan dan
dimanfaatkan dalam perkara legal menurut syara’, seperti sebagai modal bisnis, pinjaman, konsumsi,
hibah, dan sebagainya.

2. Ciri harta dalam islam

Ciri-ciri harta dalam Islam yang diakui dan diterima adalah sebagai berikut:

A. Halal: Harta yang dimiliki harus diperoleh melalui cara yang halal dan tidak melanggar hukum
Islam. Oleh karena itu, pengumpulan harta melalui cara-cara yang merugikan orang lain, seperti
penipuan, pencurian, korupsi, riba, atau usaha yang tidak sah, tidak diakui dalam Islam.

B. Bersih: Harta yang dimiliki harus bebas dari segala bentuk kecurangan, seperti penipuan,
pencurian, atau penggelapan. Sehingga, harta yang diperoleh dengan cara yang tidak jujur tidak
diakui dalam Islam.

C. Mempunyai manfaat: Harta yang dimiliki harus memberikan manfaat bagi diri sendiri, keluarga,
dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, harta yang tidak memberikan manfaat atau hanya
menyebabkan kerugian atau keburukan tidak diakui dalam Islam.

D. Diurus dengan baik: Harta yang dimiliki harus diurus dengan baik dan bijaksana. Oleh karena itu,
pengelolaan harta harus dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab, sehingga harta dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya.

E. Dikeluarkan zakat: Sebagai wujud pengakuan terhadap kewajiban sosial, pemilik harta diwajibkan
untuk mengeluarkan zakat dari harta yang dimilikinya. Zakat diberikan sebagai bentuk sedekah
untuk membantu orang yang membutuhkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dengan demikian, Islam memberikan penekanan pada pentingnya memperoleh harta yang halal, bersih,
bermanfaat, diurus dengan baik, dan dikeluarkan zakat sebagai bentuk pengakuan kewajiban sosial. Hal
ini dapat menciptakan keadilan sosial dan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
3. Jenis – jenis harta beserta contohnya

Jenis-jenis harta yang dimiliki oleh manusia dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

A. Harta Benda: Merupakan jenis harta yang berwujud dan dapat diraba atau dilihat secara fisik.
Contohnya adalah uang tunai, tanah, rumah, mobil, emas, perhiasan, dan barang-barang konsumsi
lainnya.

B. Harta Tak Benda: Merupakan jenis harta yang tidak berwujud dan tidak dapat diraba atau dilihat
secara fisik. Contohnya adalah kekayaan intelektual seperti hak paten, hak cipta, atau merek
dagang, surat-surat berharga seperti saham, obligasi, atau sertifikat deposito, dan investasi seperti
reksadana atau tabungan.

C. Harta Kesehatan: Merupakan jenis harta yang berupa kesehatan dan kebugaran tubuh, mental, dan
emosional. Contohnya adalah kesehatan fisik, kesehatan mental, kebahagiaan, keceriaan, dan
kedamaian batin.

D. Harta Waktu: Merupakan jenis harta yang berupa waktu atau kesempatan yang dimiliki oleh
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Contohnya adalah waktu luang, waktu
kerja, waktu beribadah, atau waktu bersama keluarga.

4. Manfaat harta dalam islam

Dalam Islam, harta memiliki manfaat yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik di dunia
maupun di akhirat. Beberapa manfaat harta dalam Islam antara lain:

A. Memenuhi Kebutuhan Hidup: Harta digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, dan keperluan lainnya. Dalam Islam, memenuhi kebutuhan hidup
merupakan kewajiban dan hak setiap individu.

B. Mengembangkan Kekayaan: Dalam Islam, mengembangkan kekayaan atau usaha untuk


meningkatkan pendapatan merupakan tindakan yang dianjurkan, selama dilakukan dengan cara
yang halal dan tidak merugikan orang lain.

C. Berbagi Kepada Sesama: Dalam Islam, harta yang dimiliki manusia seharusnya tidak hanya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga harus dibagikan kepada sesama yang
membutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berzakat, berinfak, sedekah, atau wakaf.

D. Memperoleh Keberkahan: Dalam Islam, harta yang diperoleh secara halal dan digunakan dengan
baik akan membawa keberkahan dan kebaikan dalam hidup. Sebaliknya, harta yang diperoleh
secara haram atau digunakan dengan buruk akan membawa kemudharatan dan akibat buruk bagi
diri sendiri dan orang lain.

E. Mendapatkan Pahala di Akhirat: Dalam Islam, penggunaan harta yang benar dan bertanggung jawab
akan mendatangkan pahala di akhirat, seperti pahala zakat, infak, sedekah, atau wakaf. Pahala
tersebut akan membawa kebaikan dan keberkahan di akhirat nanti.
F. Memperkuat Persaudaraan dan Kebersamaan: Dalam Islam, berbagi harta dengan sesama dianggap
sebagai bentuk persaudaraan dan kebersamaan antara sesama muslim. Hal ini akan memperkuat
hubungan sosial dan memperkuat jalinan silaturahim antara manusia.

Dengan demikian, harta memiliki manfaat yang penting dalam kehidupan manusia, baik di dunia
maupun di akhirat. Namun, penggunaannya harus diarahkan pada kebaikan dan kepentingan yang baik
bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

5. Fungsi harta dalam islam

Dalam ajaran Islam, harta memiliki beberapa fungsi penting. Berikut ini adalah beberapa fungsi harta
dalam Islam:

A. Menjadi sarana untuk menguji manusia: Harta merupakan ujian bagi manusia dalam mengelola dan
memperolehnya dengan cara yang halal dan baik, serta mempergunakannya dengan cara yang benar
dan bermanfaat. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan sungguh Kami akan menguji kamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155).

B. Menjadi amanah atau tanggung jawab: Harta merupakan amanah atau tanggung jawab yang harus
dikelola dengan baik, tidak boleh disia-siakan atau diboroskan, dan harus dipergunakan untuk
kebaikan diri sendiri dan masyarakat. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya
Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruhmu)
apabila memutuskan perkara (di antara manusia) supaya engkau berlaku adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu; sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa: 58).

C. Menjadi sumber kebaikan: Harta dapat digunakan untuk beramal, membayar zakat, sedekah, serta
memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dalam Al-Quran, Allah SWT
berfirman: "Ambillah (wahai orang-orang beriman) sedekah dari sebagian harta mereka, dengan
sedekah itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mohonkanlah untuk mereka
(ampunan). Sesungguhnya doamu itu (merupakan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah: 103).

D. Menjadi sarana untuk mencapai tujuan hidup: Harta dapat digunakan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan-tujuan hidup, seperti pendidikan, kesehatan, bisnis, dan investasi. Namun, Islam
mengajarkan bahwa penggunaan harta haruslah seimbang dan bijak, dan tidak boleh menjadi tujuan
utama hidup manusia.

Dengan memahami fungsi harta dalam Islam, diharapkan manusia dapat memperoleh harta dengan cara
yang halal dan baik, serta memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan diri sendiri dan
masyarakat.

6. Aspek tentang harta dalam islam

Harta atau kekayaan adalah topik penting dalam Islam dan dipandang sebagai karunia dari Allah SWT.
Dalam Islam, harta dianggap sebagai ujian bagi manusia, dan bagaimana manusia mengelolanya akan
menentukan keberkahan atau kutukan dari Allah SWT.

Berikut adalah beberapa aspek tentang harta dalam Islam:


A. Sumber Kekayaan
Sumber kekayaan dalam Islam dapat diperoleh dari beberapa cara yang diperbolehkan oleh syariah,
diantaranya melalui kerja, bisnis, investasi, warisan, hadiah, dan lain-lain. Namun, sumber kekayaan
harus diperoleh dengan cara yang halal dan tidak merugikan orang lain.

B. Zakat
Zakat adalah kewajiban setiap muslim untuk memberikan sebagian dari kekayaannya kepada orang
yang membutuhkan. Zakat adalah salah satu pilar Islam dan dianggap sebagai bentuk sedekah yang
paling utama. Zakat juga dapat membantu menyeimbangkan distribusi kekayaan di antara masyarakat.

C. Hibah
Hibah adalah pemberian harta secara sukarela tanpa ada imbalan atau balas jasa. Dalam Islam, hibah
dapat diberikan kepada keluarga, kerabat, orang miskin, atau orang yang membutuhkan.

D. Warisan
Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang setelah meninggal dunia. Dalam Islam, warisan
harus dibagikan sesuai dengan ketentuan hukum waris yang diatur dalam Al-Quran. Pemilik harta dapat
menentukan siapa yang berhak menerima bagian dari warisan.

E. Riba
Riba adalah praktik meminjam atau meminjamkan uang dengan bunga atau keuntungan yang tidak
wajar. Riba dianggap sebagai dosa besar dalam Islam karena merugikan orang yang meminjam uang.
Dalam Islam, praktik riba dilarang dan dihukumi sebagai dosa besar.

F. Pengelolaan Harta
Pengelolaan harta dalam Islam harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kebijaksanaan. Harta
harus diinvestasikan dengan cara yang halal dan tidak merugikan orang lain. Pengelolaan harta juga
harus dilakukan dengan penuh akuntabilitas dan transparansi.

G. Keberkahan Harta
Keberkahan harta adalah karunia dari Allah SWT yang diberikan kepada orang yang beriman dan
bertaqwa. Dalam Islam, keberkahan harta dapat diperoleh dengan cara memperoleh harta secara halal,
memberikan zakat, bersedekah, dan berbuat kebaikan kepada orang lain.

Itulah beberapa aspek tentang harta dalam Islam. Penting bagi setiap muslim untuk memahami dan
mengelola harta dengan cara yang halal dan penuh tanggung jawab, serta memberikan hak-hak yang
sepatutnya kepada orang lain

7. Prinsip konsep harta dalam islam

Konsep harta dalam Islam didasarkan pada beberapa prinsip-prinsip utama, yaitu:

A. Milik Allah SWT: Harta yang dimiliki oleh manusia pada hakikatnya adalah milik Allah SWT,
yang memberikan manusia sebagai pengelola atas harta tersebut.

B. Kepemilikan bersifat sementara: Kepemilikan manusia atas harta yang dimilikinya bersifat
sementara dan tidak kekal, karena suatu saat manusia akan meninggalkan dunia ini.
C. Keberkahan: Harta yang diperoleh melalui cara yang halal dan dipergunakan dengan baik akan
diberkahi oleh Allah SWT dan memberikan keberkahan bagi pemiliknya.
D. Kewajiban zakat: Pemilik harta diwajibkan untuk mengeluarkan zakat dari harta yang dimilikinya
sebagai bentuk pengakuan atas kewajiban sosial terhadap masyarakat yang membutuhkan.

E. Keadilan: Kepemilikan harta harus berdasarkan pada prinsip keadilan, yaitu hak dan kewajiban
dalam memperoleh, mengelola, dan menggunakan harta harus seimbang dan tidak merugikan pihak
lain.

F. Larangan riba: Riba atau bunga yang diambil dari pinjaman atau hutang adalah dilarang dalam
Islam, karena dapat merugikan pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

G. Pemberdayaan masyarakat: Harta yang dimiliki oleh manusia seharusnya digunakan untuk
pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

Dengan prinsip-prinsip tersebut, konsep harta dalam Islam dapat memperkuat hubungan sosial
antarmanusia dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, penting
untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam memperoleh, mengelola, dan
menggunakan harta

8. Perbedaan harta berkah dan tidak berkah

Dalam konteks Islam, perbedaan antara harta yang berkah dan tidak berkah sangatlah penting. Berikut
adalah penjelasan mengenai perbedaan keduanya:

A. Harta berkah: Harta yang diperoleh melalui cara yang halal, dipergunakan untuk keperluan yang
baik, serta dikelola dan dikeluarkan zakat dengan benar. Harta seperti ini disebut harta yang berkah
atau thayyib. Harta yang berkah memberikan keberkahan bagi pemiliknya, yaitu berkah dalam
segala hal yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, harta yang berkah juga
mempunyai dampak positif pada kehidupan sosial dan ekonomi, karena dapat memberikan manfaat
bagi orang lain.

B. Harta tidak berkah: Harta yang diperoleh melalui cara yang tidak halal, dipergunakan untuk
keperluan yang buruk, atau dikelola dan dikeluarkan zakat dengan salah atau tidak sama sekali,
disebut sebagai harta yang tidak berkah atau khabith. Harta yang tidak berkah dapat memberikan
dampak buruk pada pemiliknya dan pada masyarakat di sekitarnya. Pemilik harta semacam ini
cenderung merasakan kesulitan dan kegelisahan dalam hidupnya, karena harta tersebut tidak
diberkahi oleh Allah SWT. Selain itu, harta yang tidak berkah juga dapat menimbulkan keburukan
dan kerusakan pada lingkungan sosial dan ekonomi, seperti terjadinya ketidakadilan dan
kemiskinan.

Dengan demikian, perbedaan antara harta yang berkah dan tidak berkah terletak pada sumber
penghasilannya, penggunaannya, serta pengelolaannya. Oleh karena itu, dalam Islam sangat penting
untuk memperoleh, mengelola, dan menggunakan harta dengan cara yang halal, bermanfaat, dan sesuai
dengan ajaran Islam, agar harta tersebut menjadi berkah dan mendatangkan manfaat bagi diri sendiri
dan masyarakat
9. Cara mengelola atau mendapatkan harta dalam islam
Dalam Islam, ada beberapa prinsip dan aturan yang harus diikuti dalam mengelola dan mendapatkan
harta, antara lain:

A. Mendapatkan harta dengan cara yang halal dan tidak merugikan orang lain. Semua sumber
kekayaan harus diperoleh dengan cara yang halal, baik dan tidak merugikan orang lain. Contohnya
adalah dengan bekerja keras, berdagang dengan jujur, atau melakukan investasi yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam.

B. Mengelola harta dengan cara yang baik dan bijaksana. Setelah memperoleh harta, kita harus
mengelolanya dengan cara yang baik dan bijaksana. Hal ini termasuk mengelola pengeluaran dan
investasi dengan hati-hati, serta menghindari pemborosan dan hutang yang tidak perlu.

C. Memberikan zakat dan sedekah. Zakat dan sedekah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang
memiliki harta yang mencapai nisab atau ambang batas tertentu. Zakat diberikan untuk membantu
fakir miskin dan golongan yang membutuhkan lainnya, sementara sedekah diberikan secara
sukarela untuk tujuan-tujuan yang lebih luas.

D. Memperhatikan keadilan dalam berbagi harta. Islam menekankan pentingnya keadilan dalam
berbagi harta. Kita harus memperhatikan hak-hak keluarga, kerabat, tetangga, dan masyarakat
secara umum dalam berbagi harta, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang
untuk memperoleh kekayaan.

E. Menghindari sifat tamak dan serakah. Sifat tamak dan serakah dapat menghancurkan kekayaan
seseorang dan juga dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu, dalam Islam dianjurkan untuk
menghindari sifat tamak dan serakah, dan memperlakukan harta dengan rendah hati dan sikap yang
penuh kesederhanaan.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kita dapat mengelola dan mendapatkan harta dengan cara yang
baik dan benar dalam Islam.

10.Kedudukan harta dalam islam

Dalam Islam, harta memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam kehidupan manusia.
Kedudukan harta dalam Islam dijelaskan dalam beberapa prinsip dan aturan yang berkaitan dengan
kepemilikan, pengelolaan, dan penggunaan harta. Berikut adalah beberapa hal yang menjelaskan
kedudukan harta dalam Islam:

A. Harta sebagai amanah: Harta dalam Islam dianggap sebagai amanah atau titipan dari Allah SWT
yang diberikan kepada manusia untuk dijaga dan dikelola dengan baik. Sebagai pengelola amanah,
manusia memiliki tanggung jawab moral dan sosial terhadap harta yang dimilikinya.

B. Harta sebagai sarana ibadah: Harta juga dapat menjadi sarana untuk memperoleh pahala atau
kebaikan di sisi Allah SWT. Dalam Islam, pengelolaan harta yang baik dan penggunaannya untuk
membantu sesama atau untuk kepentingan umum dianggap sebagai ibadah yang dapat
mendatangkan keberkahan dan pahala.

C. Harta sebagai sumber kehidupan: Harta dianggap sebagai sumber kehidupan manusia, karena dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti makan, minum, pakaian, dan tempat
tinggal. Oleh karena itu, kepemilikan dan pengelolaan harta harus berdasarkan pada prinsip
keadilan dan keseimbangan, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia secara adil dan merata.
D. Harta sebagai sumber kekuasaan: Harta dalam Islam juga dapat menjadi sumber kekuasaan dan
pengaruh dalam masyarakat. Oleh karena itu, kepemilikan dan pengelolaan harta harus dilakukan
dengan bijaksana dan bertanggung jawab agar tidak menimbulkan ketidakadilan dan
ketidakseimbangan sosial.

E. Harta sebagai sumber kemiskinan: Ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam kepemilikan dan
pengelolaan harta dapat menyebabkan kemiskinan dan ketidaksejahteraan dalam masyarakat. Oleh
karena itu, sebagai umat Muslim, kita diwajibkan untuk berusaha menghindari sikap serakah dan
merugikan orang lain dalam memperoleh harta.

Dengan memahami kedudukan harta dalam Islam, kita diharapkan dapat memperlakukan harta dengan
bijaksana dan bertanggung jawab, serta menggunakannya untuk kepentingan yang baik dan bermanfaat
bagi diri sendiri, orang lain, dan masyarakat secara luas

11. Pandangan islam terhadap Harta

Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dalam harta, pada hakikatnya menunjukan bahwa manusia
merupakan wakil atau petugas yang bekerja kepada Allah. Oleh karena itu, menjadi kewajiban manusia
sebagai khalifah Allah untuk merasa terikat dengan perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah tentang
harta. Inilah landasan syariat yang mengatur harta, hak dan kepemilikan. Kesemuanya harus sesuai
dengan aturan yang memiliki harta tersebut, yaitu aturan Allah (Al-Assal, 1999, p. 44).

Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena Allah menjadikan
harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada orang yang dikehendakinya untuk
dibelanjakan pada jalan Allah. Oleh karena itu, Islam mempunyai pandangan yang pasti tentang harta.
Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Mengenai kepemilikan mutlak harta/segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah.
Kepemilikan oleh manusia adalah hanya bersifat relatif, sebatas untuk menjalankan amanah mengelola
dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya (Mardani, 2013, p. 61). Firman Allah dalam QS. Toha
ayat 6: “Kepunyaan-Nya lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara
keduanya, dan semua yang di bawah tanah.” (QS. Toha [20]: 6)

2. Status harta yang dimiliki manusia adalah:

a. Harta merupakan amanah (titipan) dari Allah. Manusia hanyalah pemegang amanah karena
memang tidak mampu mewujudkan harta dari yang tidak ada. Dalam bahasa Enstein, manusia itu
tidak mampu menciptakan energi, tetapi yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari suatu
bentuk ke bentuk energi lain. Penciptaan awal dari segala energi adalah Allah. Sebagaimana firman
Allah dalam QS. al-Maidah ayat 18: “... Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan
kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (QS. al-Maidah [5]: 18)
b. . Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat menikmatinya dengan baik dan
tidak berlebih-lebihan. Manusia mempunyai kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai,
dan menikmati harta. Firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 14: “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali
Imran [3]: 14)Namun, terkait dengan fungsi harta sebagai perhiasan dalam kehidupan manusia,
seringkali manusia terlupa akan kedudukan harta untuk mendekatkan diri semata kepada Allah.
Oleh karena itu, sering harta ini membuat manusia menjadi sombong dan berbangga diri, sehingga
lupa kepada Allah sebagai pemberi harta tersebut.
c. . Harta sebagai ujian keimanan (Antonio, 2015, p. 9). Hal ini terutama menyangkut tentang cara
mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Hal ini sesuai
frman Allah dalam QS. al-Anfal ayat 28: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. al-Anfal [8]:
28)
d. . Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah
di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. Hal ini sesuai firman Allah
dalam QS. Ali Imran ayat 134: “Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran [3]: 134)
e. . Cara memperoleh harta juga diatur sedemikian rupa, sehingga ada beberapa etika dan hukum yang
patut diperhatikan di saat mencari nafkah ataupun bekerja. Pemilikan harta dapat dilakukan dengan
berbagai macam, antara lain melalui usaha (amal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal
dan sesuai dengan aturan Allah (Djamil, 2013, pp. 183–184). Sebagaimana firman Allah dalam QS.
al-Mulk ayat 15: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.” (QS. al-Mulk [67]: 15)

Dari uraian di atas, seharusnya harta itu diperoleh melalui cara halal yang telah diatur secara jelas di
berbagai ayat-ayat dalam al-Quran. Demikian pula dalam menggunakan atau membelanjakan harta
harus pula dengan cara yang baik demi memperoleh ridha Allah serta tercapainya distribusi kekayaan
yang adil di tengah-tengah masyarakat. Penggunaan atau pembelanjaan harta wajib dibatasi pada
sesuatu yang halal dan sesuai syariah. Dengan demikian, harta itu jangan sampai digunakan untuk
perjudian, membeli minuman keras dan barang-barang yang diharamkan, atau apa saja yang dilarang
oleh syariah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya harta merupakan segala
sesuatu yang memiliki nilai dan kongkrit wujudnya, disukai oleh tabiat manusia secara umum,
dapat dimiliki, dapat disimpan dan dimanfaatkan dalam perkara legal menurut syara’, seperti
sebagai modal bisnis, pinjaman, konsumsi, hibah, dan sebagainya.

Sesungguhnya Allah sebagai pemilik sejati akan harta telah memberikan pedoman yang
terkandung di dalamnya kemaslahatan yang diperuntukan bagi manusia sekalian. Kemaslahatan ini
adalah maqashid syariah (pemeliharaan lima tujuan dasar) yang pada hakikatnya harus dipahami
dan dimengerti oleh manusia di dalam memelihara/menjaga harta. Dengan memelihara/menjaga
harta, manusia akan terselamatkan hidupnya di dunia ataupun di akhirat, hak dan kewajiban
manusia akan harta terjaga dengan semestinya, dan tidak ada kefasikan yang dikhawatirkan bagi
pihak-pihak yang bertransaksi.
Daftar Pustaka
Abidin, I. (1966). Hasyiah rad al-mukhtar ala al-dar al-mukhtar sharh tanwir al-absar (jilid 4).
Cairo, Egypt: Matbaah Mustafa al-Halabi
Asy-Syarbini,M. bin A.A.-K. (1978). Mughni al-muhtaj ila ma’rifah ma’ani alfazh al-minhaj (jilid
4). Beirut, Lebanon: Dar al-Fikr
Hasan , M. A. (2003). Berbagai macam transaksi dalam islam. Jakarta, Indonesia: Raja Grafindo
Persada
Mardani. (2013). Fiqh ekonomi syariah:fiqh muamalah.Jakarta, Indonesia: kencana.
Nazir, H., & Muhammad A. (2004).nsiklopedi ekonomi dan perbankan syariah.Bandung,
Indonesia: Kaki Langit
Suhendi,H. (2008). Fiqh muamalah. Jakarta, Indonesia: Rajawali Press
Syafei. R. (2000). Fiqh muamalah.Bandung, Indonesia: Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai