Anda di halaman 1dari 29

Konsep Harta

Dalam Islam
Kelompok 3
Annisa apriliandari
Faridz maulana saepudin
Tri nazar ulfa nugraha
Harta dalam
Perspektif
Ekonomi Islam
Secara etimologis, dalam Bahasa Arab, kata harta diartikan
dengan al-mal yang merupakan akar kata (masdar) yang
berarti condong, cenderung, miring, atau berpaling dari
tengah kesalahsatu sisi, dan al-maal diartikan sebagai segala
sesuatu yang menyenangkan manusia, dan mereka pelihara,
baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat.

Ibn Mazhur dalam Lisan al-Arab menjelaskan bahwa harta


merupakan segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh
manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Dengan
demikian unta, sapi, kambing, tanah, emas, perak, dan segala
sesuatu yang disukai oleh manusia dan memiliki nilai
(qimah), ialah harta kekayaan.

Secara terminologi harta menurut istilah ahli fikih terbagi


dalam dua pendapat:
01
Harta menurut Ulama Hanafiyah
Mazhab hanafiyah mendefiniskan harta, yaitu:

“Harta adalah segala sesuatu yang dapat


diambil, disimpan dan dapat dimanfaatkan.”
Menurut definisi ini, harta memiliki dua unsur:
Harta yang dapat dikuasai dan dipelihara Sesuatu yang
tidak disimpan atau dipelihara secara nyata, seperti ilmu,
kesehatan, kecerdasan, udara, panas matahari, tidak
dapat dikatakan harta.

Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan Segala sesuatu


yang tidak bermanfaat seperti daging bangkai, makanan
basi tidak dapat disebut sebagai harta, serta menurut
kebiasaan tidak diperhitungkan manusia, seperti satu buji
gandum, setetes air, segenggam tanah. Semua itu tidak
disebut sebagai harta, sebab terlalu sedikit sehingga
zatnya tidak dapat dimanfaatkan, kecuali kalau disatukan
dengan hal lain.
02
Harta Menurut Jumhur Fukaha (selain
Hanafiyah)
Menurut jumhur (mayoritas) fukaha

“Harta adalah segala sesuatu yang bernilai


dan jika rusak maka orang yang
merusaknya mesti mengganti.”
Menurut jumhur ulama, harta bukanlah sekadar materi, tetapi termasuk manfaat dari suatu benda
karena yang terpenting adalah manfaatnya bukan zatnya, berbeda jauh dengan pendapat mazhab
Hanafi di atas. Implikasi dari perbedaan pendapat ini terlihat dalam contoh berikut. Apabila
seseorang merampas atau mempergunakan komputer orang lain tanpa izin (ghoshob), menurut
jumhur ulama, orang tersebut dapat dituntut ganti rugi, karena manfaat komputer tersebut
mempunyai nilai harta. Mereka berpendirian bahwa manfaat suatu benda merupakan unsur terpenting
dalam harta, karena nilai harta diukur pada kualitas dan kuantitas manfaat benda tersebut. Akan
tetapi, ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa penggunaan komputer orang lain tanpa izin tidak
dapat dituntut ganti rugi, karena orang tersebut bukan mengambil harta, tetapi hanya sekadar
memanfaatkan komputer tersebut. Namun demikian, ulama mazhab Hanafi tetap tidak dapat
membenarkan pemanfaatan milik orang lain tanpa izin.
Bentuk dan Jenis Harta dalam Islam
Dilihat secara kasat mata, atau bahkan dirasakan oleh manusia barang dapat dibagi sebagai berikut:

● Barang Bebas

Barang bebas adalah barang-barang yang tersedia dengan berlimpah dan setiap orang dapat memperolehnya dengan
bebas dengan cara yang terlampau mudah. Contohnya seperti udara, air, dan sebagian besar tempat di muka bumi ini.

● Barang Ekonomi

Barang-barang ekonomi adalah barang-barang yang penyediaannya relatif jarang atau langka.
Dalam definisi lain barang ekonomi adalah barang yang memerlukan usaha untuk memperolehnya. Barang ekonomi
tersebut dapat pula dibagi menjadi barang konsumsi, yaitu barang yang dimiliki dan diproduksi untuk dikonsumsi secara
langsung oleh yang memproduksi dan barang investasi, yaitu barang tidak hanya digunakan untuk konsumsi, tetapi juga
diupayakan untuk dapat menghasilkan keuntungan melalui proses komersialisasi dari hasil produktivitas tertentu.
Para fukaha membagi harta tersebut kepada 10 pembagian, yaitu:
1. Dari segi boleh dan tidaknya memanfaatkannya terbagi kepada mutaqawwim dan ghair mutaqawwim.
2. Dari segi menetap dan tidaknya di tempatnya terbagi kepada ‘aqar dan manqul.
3. Dari segi sama dan tidaknya unit atau bagian-bagiannya, terbagi kepada mitsl dan qimi.
4. Dari segi tetap dan tidaknya barang setelah digunakan, terbagi kepada istihlaki dan isti’mali.
5. Harta yang berbentuk benda (mal ‘ain) dan harta yang bukan berbentuk (mal dayn).
6. Harta benda yang berbentuk benda (mal ‘aini) dan sesuatu yang berada dalam tanggungannya (al-dayn).
7. Harta yang berada di bawah kepemilikan mal mamluk, pada asalnya bukan milik seseorang (mubah) dan harta sesuatu yang
tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan disyariatkan memberikannya kepada orang lain (mahjur).
8. Harta yang ‘dapat dibagi’ (qabil lil qismah) dan ‘harta yang tidak dapat dibagi’ (ghair qabil lil qismah).
9. Harta pokok dan harta hasil (tsamarah).
10. Harta pribadi (mal khas) dan harta milik umum (mal ‘am)
1. Harta Mutaqawwim dan Ghair al-Mutaqawwim.
• Harta Mutaqawwim. • Harta Ghair al-Mutaqawwim

Harta mutaqawwim adalah setiap yang Harta ghair al-mutaqawwim merupakan


digenggam secara nyata dan dibolehkan kebalikan dari harta mutaqawwim, ghair
oleh syara’ untuk memanfaatkannya seperti mutaqawwim adalah setiap sesuatu yang
berbagai ‘aqar (bangunan atau benda-benda belum digenggam secara nyata, atau
tidak bergerak). barang-barang yang sesuatu yang tidak dibolehkan secara syara’
bergerak, makanan, dan sebagainya. untuk memanfaatkannya kecuali dalam
Contoh yang pertama adalah ikan di dalam kondisi terpaksa. Contohnya adalah khamar
air burung di udara, barang tambang di dan babi untuk seorang muslim adalah
perut bumi, dan hal-hal yang mubah ghair mutaqawwim secara syara’ sehingga
lainnya seperti hewan buruan dan rumput tidak dibolehkan untuk dimanfaatkan
rumputan. kecuali dalam kondisi darurat.
Faedah pembagian harta ini adalah:
Sah dan tidaknya akad Tanggung jawab ketika rusak

Harta muttaqawwim sah dijadikan akad Jika seseorang merusak harta


dalam berbagai aktivitas muamalah, seperti mutaqawwim, ia bertanggung jawab untuk
hibah, pinjam-meminjam. Sementara itu, harta menggantinya. Akan tetapi, jika merusak harta
ghair mutaqawwim tidak sah dijadikan akad ghair mutaqawwim, ia tidak bertanggung jawab.
dalam bermuamalah. Penjualan khamar, babi, dll Menurut ulama hanafiyah, dalam hal ini merusak
yang dilakukan oleh umat Islam adalah batal. ghair mutaqawwim, ia tetap bertanggung jawab
Adapun pembelian sesuatu barang-barang haram sebab harta tersebut dipandang mutaqawwim
adalah fasid. Hal ini karena penjualan merupakan oleh non-muslim. Selain hanafiyah berpendapat
syarat terjadinya jual beli, sehingga batal, bahwa, harta ghair mutaqawwim tetap dipandang
sedangkan harta adalah wasilah terjadinya akad, mutaqawwim sebab umat non-muslim yang
yakni syarat sah dalam muamalah sehingga berada di negara Islam harus mengikuti
fasid. peraturan yang diikuti oleh umat Islam.
2. Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul
(al-‘Aqar).
Harta manqul ialah segala macam Harta ghair al-manqul atau
sesuatu yang dapat dipindahkan dan diubah dari al-‘aqar, ialah segala sesuatu yang tetap
tempat satu ke tempat yang lain, baik tetap pada (harta tetap), yang tidak mungkin
bentuk dan keadaan semula ataupun berubah dipindahkan dan diubah posisinya dari
bentuk dan keadaannya dengan perpindahan satu tempat ke tempat yang lain menurut
dan perubahan tersebut. Harta dalam kategori asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik,
ini mencakup uang, barang dagangan, macam- sawah, dan lainnya. Dalam ketentuan
macam hewan, kendaraan, macam-macam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
benda yang ditimbang dan diukur. istilah mal manqul dan mal ghair al-
manqul (al-aqar) diartikan dengan istilah
benda bergerak dan atau benda tetap
Ulama malikiyah menyempitkan cakupan manqul dan
memperluas pengertian ‘aqar, yaitu: manqul adalah harta
yang dapat dipindahkan dan diubah dari satu tempat ke
tempat lain, dengan tidak berubah bentuk dan keadaannya
seperti pakaian, buku dan sebagainya. ‘Aqar adalah harta
yang tidak dapat dipindahkan dan diubah pada asalnya,
seperti tanah atau mungkin dapat di pindahkan dan diubah
dan terjadi perubahan pada bentuk dan keadaannya ketika
dipindahkan, seperti rumah dan pohon. Rumah setelah
diruntuhkan berubah menjadi rusak, dan pohon berubah
menjadi kayu.
3. Mal Mitsli dan Mal Qimi
Harta Mitsli.

Harta yang memiliki persamaan atau


kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan
yang pada bagian bagiannya atau
kesatuannya, yaitu perbedaan atau
kekurangan yang biasa terjadi dalam
aktivitas ekonomi. Harta mitsli terbagi atas
empat bagian, yaitu: harta yang ditakar, Harta Qimi,
seperti gandum; harta yang ditimbang,
seperti kapas dan besi; harta yang dihitung, Harta Qimi adalah harta yang
seperti telur; dan harta yang dijual dengan tidak mempunyai persamaan di pasar,
meter, seperti kain, papan, dan lain-lainnya. tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan
antara kesatuannya pada nilai, seperti
binatang dan pohon.
4. Mal Istihlak dan Mal Isti’mal
Harta istihlak:

Harta istihlak ialah harta yang tidak


mungkin dinikmati manfaatnya kecuali
dengan menghabiskan zatnya seperti
makanan, minuman, kayu bakar; minyak
Harta Isti’mal
tanah, perak, uang, dan sebagainya.
Harta dalam kategori ini ialah harta
Harta Isti’mal ialah harta yang
sekali pakai, artinya manfaat dari benda
dapat digunakan berulang kali, artinya
tersebut hanya bisa digunakan sekali
wujud benda tersebut tidaklah habis atau
saja.
musnah dalam sekali pemakaian, seperti
kebun, tempat tidur, baju, sepatu, dan
lain sebagainya.
5. Mal ‘Ain dan Mal Dayn.
Harta ‘Ain
Harta Dayn
Harta ‘Ain ialah harta yang berbentuk Jenis harta dalam kategori ini
benda, seperti rumah, pakaian, beras, merupakan kepemilikan atas suatu harta
kendaraan, dan yang lainnya. Harta ‘ain dibagi yang harta tersebut masih berada dalam
menjadi dua bagian. Pertama, harta ‘Ain Dzati tanggung jawab seseorang, artinya si
Qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang pemilik hanya memiliki harta tersebut,
dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. tetapi ia tidak memiliki wujudnya karena
Kedua, harta ‘Ain Ghayr Dzati Qimah, yaitu berada dalam tanggungan orang lain.
benda yang tidak dapat dipandang sebagai
harta, karena tidak memiliki nilai atau harga,
misalnya sebiji beras
6. Mal ‘Aini dan Mal Naf ’i (Manfaat).

Harta al-‘aini ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk(berwujud),


misalnya rumah, ternak, dan lainnya. Harta an-nafi’ ialah a’radl yang
berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal
al-naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan. Ulama syafi’iyah dan
hanabilah berpendapat bahwa harta ‘ain dan harta naf ’i memiliki perbedaan;
manfaat dianggap sebagai harta mutaqawwim karena manfaat adalah maksud
yang diharapkan dari kepemilikan suatu harta benda.
7. Mal Mamluk, Mubah dan Mahjur
● Harta mamluk ialah harta yang sudah dimiliki, baik oleh perorangan
maupun badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.
● Harta mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang,
seperti air pada mata air.
● Harta mahjur ialah sesuatu yang tidak dibolehkan memiliki sendiri dan
memberikan pada orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu
benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum.
8. Harta yang Dapat Dibagi dan Harta yang tidak Dapat Dibagi.

Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah


harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan bila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras,
jagung, tepung dan sebagainya.

Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair al-qabil li al-


qismah) ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian
atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi,
misalnya gelas, kemeja, mesin, dan sebagainya.
9. Harta Pokok dan Harta Hasil
● Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya menghasilkan harta yang lain;
● Harta hasil ialah harta yang terjadi darinya harta yang lain.

Harta Pokok juga bisa disebut modal, misalnya uang, emas, dan yang lainnya, contoh harta pokok dan harta hasil
ialah, bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba merupakan pokok dan bulunya merupakan harta hasil; kerbau
yang beranak, anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkan disebut harta pokok.
10. Mal Khas dan Mal ‘Am.
• Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan
yang lain tidak boleh diambil manfaatnya tanpa
disetujui pemiliknya.
• Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang
boleh diambil manfaatnya secara bersama-sama.

Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Harta yang termasuk milik perseorangan.
2. Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.
Kedudukan dan Fungsi
Harta dalam Islam
Berikut ini, fungsi harta yang sesuai dengan ketentuan syara’, antara lain:

1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk beribadah diperlukan alat-
alat, seperti alat untuk menutup aurat dalam pelaksanaan salat, pendaftaran dan bekal untuk melaksanakan ibadah
haji, berzakat, sedekah, dan hibah, wakaf. Untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. sebab
kefakiran cenderung dekat kepada kekafiran, sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan
kepada Allah SWT.

2. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya, sebagaimana firman Allah SWT Q.S. an-Nisa
[4]: 9 yang artinya, “Dan hendaklah takut kepada Allah SWT orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah SWT dan mengucapkan perkataan yang benar.”

3. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat, Nabi SAW. bersabda: “Bukanlah
orang yang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang meninggalkan masalah akhirat
untuk urusan dunia, sehingga seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia
kepada masalah akhirat.”
Kepemilikan Harta
dalam Islam
Islam tidak mengenal adanya
kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya
setiap perilaku manusia harus dalam kerangka
syariah termasuk masalah ekonomi. Islam
mengatur cara perolehan dan pemanfaatan
kepemilikan. Para ulama membagi kepada
• Kepemilikan individ
lima macam kepemilikan, yaitu:
• Kepemilikan umum
• Kepemilikan negara
• Kepemilikan mutlak
• Kepemilikan relatif
Kesimpulan
Islam adalah agama yang syumul (sempurna), semua aspek
kehidupan manusia dijelaskan secara komprehensif. Salah satunya
mengenai harta. Harta merupakan sesuatu yang vital dan fatal. Dengan
demikian sangat perlu dikaji untuk melaksanakan aturan syariat secara
kafah. Islam sendiri memandang harta sebagai suatu objek untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tentu dalam Islam sendiri, harta
yang baik pastinya akan membawa kebaikan pula bagi pemiliknya.
Carilah dengan cara yang baik, gunakan untuk hal yang bermanfaat.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai