Anda di halaman 1dari 14

NAitALAh

Untulx memenuhi tugas mata lxuliah HUIIUM ISLAM


“WAICfiF DAN WASIAT “

univers it as
hlALIkUSSALEH

Disusun oleh :
Nisa Novtilxa zzoSIozoI
Lutfi Andilia
zzoSIOIO4
rauzatun Jannah zzosIoI64
Dilia m. AgiI

Prodi Hulium
Universitas
Maliliussaleh
I(ATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt. Yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah HUKUM ISLAM dengan judul: "WAKAF DAN
WASIAT"

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas bantuan dari banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segal a bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak, akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan
pendidikan.

Aceh, Oktober 2022

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................... i
I»in›i›i ISI................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................
II.1 pengertian wakaf..................................................2
II.2 pengertian wasiat..................................................7

BAB III PENUTUP ...........................................................................

III.1 Kesimpulan dan saran...........................................9


III.2 daftar pustaka.......................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bagi umat yang menganut agama Islam pasti sudah tidak asing dengan istilah
wakaf dan wasiat, wakaf dan wasiat sering dilakukan oleh orang orang yang
memiliki harta lebih untuk di serahkan atau dilepaskan kepemilikannya dengan
tujuan kepentingan masyarakat bersama, wakaf dan wasiat bisa berupa kepemilikan
bangunan, tanah atau benda lainnya.
Wakaf dan wasiat adalah dua hal yang disunnahkan Allah untuk dilakukan,
memiliki makna yang hampir sama, sering sekali orang salah memahaminya
di halaman berikutnya akan di jelaskan apa itu pengertian wakaf dan wasiat, syarat,
rukun wakaf dan wasiat dan hal hal lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

11.1 PENGERTIAN WAKAF

Wakaf adalah Pelepasan harta dari kepemilikan melalui prosedur yang ada
atau perbuatan hukum wakif (si pemberi wakaf) untuk memisahkan dan
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya, guna untuk
keperluan ibadah atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Hukumnya adalah sunnah.
Wakaf tidak selalu dalam bentuk tanah yang umum diketahui oleh banyak
orang. Namun juga bisa berupa harta, waktu dan lain sebagainya. Berikut kami
akan memberikan pembahasan lengkap beberapa jenis dan contoh wakaf yang
mungkin jarang diketahui oleh orang-orang.

A. Dasar Hukum Wakaf

Dari rumusan pengertian di atas terlihat bahwa dalam Fiqih


Islam, wakaf sebenarnya dapat meliputi berbagai benda.
Walaupun berbagai riwayat atau hadis yang menceritakan
masalah wakaf ini adalah mengenai tanah, tapi para ulama
memahami bahwa wakaf non tanah pun boleh saja asal
bendanya tidak langsung musnah atau habis ketika diambil
manfaatnya.7 Dari berbagai rumusan di atas pula dapat
disimpulkan bahwa wakaf ialah menghentikan (menahan)
perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama,
sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari
keridhaan Allah swt.
Dasar hukum wakaf dari Al-Qur”an, Kata waqaf digunakan
dalam a1-Qur”an empat kali dalam tiga surat yaitu QS. Al-
an”am, 6:27, 30, saba, 34:31 dan al-Saffat, 37:24, ketiga yang
pertama artinya menghadapkan (dihadapkan), dan yang
terakhir artinya berhenti atau menahan,” dan tahanlah mereka
(ditempat
perhentian), karena sesungguhnya mereka akan ditanya”. Konteks
ayat ini menyatakan proses ahli neraka ketika akan dimasukkan
neraka
2
B. Sejarah Wakaf

1. Sejarah Wakaf pada Masa Rasulullah


Mengenai sejarah munculnya istilah wakaf, memang sulit
menetapkan kapan munculnya istilah tersebut. Karena
dalam buku-buku fikih tidak ditemui sumber yang
menyebutkannya secara tegas. Tetapi secara tidak langsung
dapat dikatakan bahwa sebelum Islam lahir, belum dikenal
wakaf. Begitu juga halnya bahwa orang orang jahiliyah
belum pernah mengenal dan mengetahui tentang wakaf.
Sejalan dengan itu juga imam syafi”i berpendapat bahwa
pada jaman jahiliyah tidak ditemukan suatu indikasi yang
menunjukan bahwa mereka pernah melakukannya. Mereka
tidak pernah mewakafkan rumahnya ataupun tanahnya
yang saya ketahui, kata imam syafi”i. Sesungguhnya wakaf
(habs) itu khusus milik orang Islam”. Pendapat yang
senada juga
datang dari an- nawawi, “ wakaf itu khusus ada bagi orangorang muslim”. Ini
artinya pada zaman sebelum Islam datang
wakaf belum dikenal.16 Sayyid Sabiq, lebih tegas
menyatakan munculnya istilah wakaf setelah Islam datang
dan berkembang. Kemudian semakin populer setelah Nabi
Muhammad SAW. Secara langsung memperaktekkannya.
Seperti yang dilakukan ibnu umar yang mendapatkan
sebidang tanah perkebunan di khoibar yang kemudian
beliau menyedekahkannya kepada orang fakir miskin,
untuk memerdekaan budak dan kepentingan lainnya di
jalan Allah.
Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa mula
pertama wakaf dalam Islam ialah tanah yang diwakafkan
oleh Rasulullah SAW untuk masjid. Bahwa dalam
Perselisihan ini yang terkait dengan persoalan sejarah
wakaf yang diperaktikan oleh Rasullah berupa tujuh lokasi
perkebunan korma yang sangat terkenal, yaitu al-a”araf,
al- shafiyah, al-dalal, al-rnisyab, barqah, al- husna dan
masyrabah ummi ibrahim dengan wakaf yang dperaktikan
oeh umar bin khatab dikawasan khoiba

3
C. Rukun Dan Syarat Wakaf.

Para Imam Mujtahid berbeda pendapat dalam pandangan


mengenai pengertian dari wakaf. Akan tetapi mereka sepakat
perlu membahas mengenai rukun dan syarat wakaf. Rukun adalah
sesuatu yang menentukan adanya hukum itu dan merupakan
bagian darinya. Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi
rukun dan syaratnya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai rukun
dan syarat yang ada dalam wakaf.

1. Rukun Wakaf
Dalam istilah fikih, rukun merupakan penyempurna sesuatu dan
bagian dari sesuatu itu sendiri. Sedangkan menurut bahasa, rukun
diterjemahkan dengan sisi yang terkuat atau sisi dari sesuatu yang
menjadi tempat bertumpu. Menurut para ulama, rukun wakaf atau
unsur wakal ada empat, yaitu:
a. Waqit (pihak yang mewakafkan hartanya).
b. Mauqut“’alaih (pihak yang diberi wakaf /
peruntukan wakai3.
c. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan).
d. Shighat atau ikrar (pernyataan atau ikrar waqif sebagai
suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta
bendanya).20
2. Syarat Wakaf.
Dari rukun-rukun wakaf yang telah disebutkan diatas, masing
masing mempunyai syarat tersendiri yang harus dilakukan demi
sahnya pelaksanaan wakaf, syarat syarat tersebut adalah sebagai
berikutt

a. Waqif (pihak yang mewakafkan hartanya).

Pada hakikatnya amalan wakaf adalah tindakan


tabarru”( mendermakan harta benda), karena itu syarat seorang
waqif adalah cakap melakukan tindakan tabarru. Artinya sehat
akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam keadaan terpaksa/
dipaksa, dan telah mencapai umur baligh. Dan waqif adalah
benar-benar
pemilik harta yang diwakafkan. Kepailitan akan menghalangi
seseorang mewakafkan, karena masih ada kewajiban
seseorang untuk menghilangkan kesulitan yang ada pada
dirinya. orang yang mau memberikan wakaf haruslah memiliki
kecakapan hukum dan dia bisa dikatakan memiliki kecakapan
hukum jika memenuhi 4 (empat) kriteria:21
1. Merdeka
Bebas dari segala hal, baik hamba sahaya dan sejenisnya.
Menurut al baijuri hambasahaya tidak sah melakukan
perwakafan, akan tetapi abu zahrah mengatakan bahwa
para fukoha sepakat, boleh mewakafkan hartanya bila
ada

ijin dari tuannya.


20 4
2. Berakal sehat
Menurut asy-syarbini, wakaf yang dilakukan oleh orang
gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak
mumayiz dan tidak cakap melakukan akad serta
tindakkan lainnya.

3. Dewasa
Menurut asy -syarbini, wakaf yang dilakukan oleh anak
yang belum dewasa maka tidak sah hukumnya.
Karena dipandang belum cakap melakukkan akad.

4. Tidak berada dibawah pengampuan


Menurut Al- baijuri, orang yang berada di
bawah
pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat
kebaikan ( tabarru"), maka wakaf yang dilakukan
hukumnya tidak sah, tetapi berdasarkan istishan, wakaf
orang yang berada dibawah pengampuan terhadap
dirinya sendiri selama hidupnya hukumnya sah. Karena
tujuan dari wakaf adalah untuk menjaga harta wakaf
supaya
tidak habis dibelanjakan untuk suatu yang tidak benar.

b. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)

Para ulama" sepakat bahwa harta yang diwakafkan bersifat mal


mutaqawwim yaitu harta yang boleh dimanfaatkan menurut
syari"at. Suatu harta yang diwakafkan harus benda yang
manfaatnya kekal dalam arti bahwa barang/bendanya tidak
rusak ketika manfaatnya dipergunakan. Dalam perwakafan agar
dianggap sah maka harus memenuhi beberapa syarat:
1. Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika
di ambil manfaatnya.
2. Kepunyaan orang yang berwakaf. Benda
yang bercampur haknya dengan orang Iain pun
boleh diwakafkan seperti halnya boleh
dihibahkan atau
disewakan.
3. Bukan barang haram dan najis.

c. Tujuan wakaf (al- mauquf„aIaih).


Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan
diperbolehkan oleh syari"at Islam. Karena, wakaf merupakan
amal ibadah yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada
Allah, maka wakaf harus diberikan dan bertujuan untuk
kebaikan.
Pemanfaatan wakaf untuk kemaksiatan dilarang, karena
bertentangan dengan syari"at.
d. Ikrar wakaf (shighat).

Ikrar (shighat) adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari


orang yang berakad untuk menyampaikan kehendak dan
menjelaskan apa yang diinginkannya. Ikrar wakaf berarti
waqif menyampaikan kehendaknya yaitu menyerahkan
sebagian hartanya kepada pengelola wakaf untuk
kepentingan umum.
Sighat itu mempunyai syarat yaitu shighat itu tidak digantungkan.
Tidak diiringi syarat tertentu jelas dan terang. Tidak menunjukan
atas waktu tertentu atau terbatas. Tidak mengandung pengertian
untuk mencabut kembali terhadap wakaf yang telah diberikan.
Karena tindakan mewakafkan sesuatu dipandang sebagai hukum
sepihak maka dengan pernyataan si wakif itu merupakan ijab
dengan sendirinya perwakafan telah terjadi ketika itu juga
pernyataan Qabul" dari maukuf alaih. Yang menerima tidak
disyaratkan Qabul. Dalam ibadah wakaf hanya ada ijab tanpa
qabuI.23 Sighat Qabul menurut kalangan malikiyah, syafiiyyah
dan sebagian hanabillah termasuk rukun, jika wakaf itu untuk
orang tertentu dan dia mempunyai hak, kepatutan untuk
menerima, sebagaimana hibbah dan wasiat.

6
I1.2 PENGERTIAN WASIAT

Secara bahasa "wasiat diambil dari washaithu-ushi Asy-sysai’a aku menyambung


sesuatu).Orang berwasiat menyambung apa yang didalam hidupnya setelah kematian.
Dalam syariat, wasiat adalah perubahan benda, piutang atau manfaat oleh seseorang
kepada orang Iain dengan ketentuan bahwa orang yang diberi wasiat memiliki hibah
tersebut setelah kematian orang yang bwrwasiat. Wasiat juga bisa diartikan dengan
lishaa (memberikan pesan, pengampuan, perwalian)."

Secara etimologi adalah janji kepada orang Iain untuk melaksanak sesuatu pekerjaan
tertentu semasa hidupnya atau setelah meninggalnya. Al-quran sering kali menggunakan
bentuk deskriptif (khabar) untuk menunjukkan mana imperatif atau perintah (amar). Dasar
hukum wasiat ada dua yaitu: as-sunnah dan ijma’ ulam

Sedangkan dalam istilah para fiqih, wasiat adalah perintah untuk


melakukan suatu perbuatan setelah meninggal atau dengan kata lain,
bersedekah dengan harta setelah mati3l. Wasiat juga diartikan dengan
pesan,
baik berupa harta maupun lainnya. Sedangkan menurut syari’at, wasiat
berarti
pesan khusus yang dijalankan setelah orang yang berpesan itu meninggal
dunia. Maka wasiat berarti pernyataan kehendak oleh seseorang
mengenai apa
Yang akan dilakukan terhadap hartanya sesudah ia meninggal dunia.

A .Dasar Hukum Wasiat

Al-Qur’an sering kali menggunakan bentuk deskriptif (Khabar) untuk


menunjukkan makna imperatif atau perintah (Amar). Semua perintah
dari
Allah harus dilaksanakan oleh orang- orang mukmin dalam kehidupan
nyata.
Tidak ada alas an apa pun bagi mereka untuk menunda atau
mengabaikannya.
Oleh karena itu, perintah- perintah dalam al-Qur’an banyak disampaikan
dalam bentuk deskripsi, seakan-akan dengan sendirinya perintah itu telah 7
terlaksana
B. Syarat dan Rukun Wasiat

Ada beberapa rukun wasiat, yaitu sebagai berikut47

a. Orang yang memberi wasiat disebut mushi


b. Orang yang menerima wasiat disebut musha lahu
c. Sesuatu (harta) yang diwasiatkan disebut mushaa bihi
d. Ucapan atau pernyataan disebut sighat
Adapun syarat-syarat wasiat yang berhubungan dengan rukun-
rukunnya sebagai berikut:
a. Syarat-syarat orang yang memberi wasiat disebut mushi
Mushi adalah orang yang memberi wasiat kepada orang Iain untuk
menguruskan harta sesudah ia meninggal. Untuk sahnya wasiat,
pemberi wasiat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Baligh
2. Berakal sehat
3. Dengan sukarela atas kemauan sendiri
b. Syarat-syarat Orang yang menerima wasiat disebut musha lahu
Musha lahu adalah orang yang diberi wasiat untuk menguruskan
harta
pemberi wasiat sesudah ia meninggal. Musha lahu harus memenuhi syarat- syarat
sebagai berikut:

1. Orangnya jelas, baik nama maupun alamatnya


2. la ada ketika pemberian wasiat
3. Cakap menjalankan tugas yang diberikan oleh pemberi wasiat
c. Syarat-syarat harta yang diwariskan
1. Hartanya dapat diwariskan atau merupakan barang-barang bernilai
2. Sudah ada ketika wasiat itu dibuat
3. Milik pemberi wasiat itu sendiri
d. Syarat-syarat sighat
Tidak ada redaksi khusus untuk wasiat. Jadi wasiat sah diucapkan
dengan redaksi bagaimanapun, yang bisa dianggap untuk menyatakan
pemberian hak pemilikan secara suka rela sesudah wafat. Jadi, jika pemberi
wasiat berkata: "Aku mewasiatkan barang untuk si fulan," maka ucapan itu
sudah menyatakan adanya wasiat, tanpa harus disertai tambahan "sesudah
aku meninggal".
Selanjutnya berkaitan kesaksian dalam hal wasiat, sebagaimana Asy
Sya’rani menukil dari Abu Hanifah, Syafi’i dan Maliki sebagai berikut;" jika
wasiat ditulis dengan tulisan tangan si sakit, dan diketahui bahwa itu
memang tulisannya, tetapi penulisan itu tidak disaksikan, maka tulisan
tersebut tidak dijadikan dasar hukum. Artinya, jika terdapat wasiat dengan
tulisan tangan si sakit, tetapi penulisannya tidak disaksikan dan si sakit tidak
pula
mengukuhkan wasiat tertulisnya di hadapan orang banyak, maka
tulisannya itu tidak dapat dianggap sebagai wasiat, sekalipun diketahui
bahwa wasiat tertulis itu bersumber dari si sakit.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan dan saran


Dengan yang sudah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
wakaf dan wasiat itu memiliki persamaan yaitu sama sama mengikhlaskan
harta benda yang dilepaskan kepemilikannya demi tujuan tertentu dan
beribadah karena Allah SWT. Tanpa tidak mengabaikan syarat dan rukun
wakaf atau wasiat.
Sebagai umat muslim yang taat akan perintah dan mengikuti ajaran Allah,
wakaf dan wasiat tidak di wajibkan terlebih kepada orang yang memiliki
kekurangan ekonomi.

B. Daftar pustaka
28 Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan
Praktek, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.26
29 Sayyid Sabiq, op.cit , h. 523
30 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatihu, (Jakarta: Gema Insani,
2011), cet. Ke- 1, h. 154-155
31 Saleh Al-fauzan, Fiqih sehari-hari, (Jakarta: Gema Insasi Press, 2005),
cet. Ke-1, h.
54532 Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar,
1998), cet. Ke-1, h. 491-492
33 Muhammad Mutawili As-Sya’rawi, Fiqih Wanita, Terj. Ghozali M,
(Jakarta: Pena,
2007), h. 213-214

Anda mungkin juga menyukai