Anda di halaman 1dari 9

MUHAMMAD RAMLAN

A031191017
RMK AKUNTANSI ZAKAT
ZAKAT PERDAGANGAN
A. Pengetian Zakat Perdagangan

Tijarah atau dagang menurut istilah fiqh adalah mengolah harta


benda dengan cara tukar menukar untuk mendapatkan laba (keuntungan)
dengan disertai niat berdagang. harta dagangan (tijarah) adalah harta yang
dimiliki dengan akad tukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta
yang dimilikinya harus merupakan hasil usahanya sendiri. Kalau harta yang
dimilikinya itu merupakan harta warisan, maka ‘ulama mazhab secara
sepakat tidak menamakannya harta dagangan.
Zakat perdagangan atau zakat perniagaan adalah zakat yang di
keluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual beli. Zakat
ini dikenakan kepada perniagaan yang diusahakan baik secara perorangan
maupun perserikatan, seperti CV, PT, dan Koperasi. Adapun asset tetap
seperti mesin, gedung, mobil, peralatan dan asset tetap lain tidak dikenakan
kewajiban zakat dan tidak termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya.
Hampir seluruh Ulama’ sepakat bahwa perdagangan itu setelah
memenuhi syarat tertentu harus dikeluarkan zakatnya. Kewajiban zakat harta
perdagangan ini berdasarkan nash al-Qur’an dan hadist.
1. Al-Qur’an

Dasar wajibnya zakat barang dagangan dalam al-Qur’an dapat


dilihat dalam firman Allah Surat Al Baqarah ayat 267 yang berbunyi

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)


sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267).
2. Hadits

Diantara hadist yang digunakan oleh para ulama’ untuk


menunjukkan landasan zakat perdagangan adalah hadist Samurah Ibni
Jundub:

“Rasulullah telah menyuruh kami untuk mengeluarkan shodaqoh dari


apa apa yang kami maksudkan untuk dijual.” Setiap perintah berarti
wajib dilaksanakan, karena yang dapat disimpulkan dari kata-kata “
memerintah kami “ adalah bahwa Nabi mengeluarkan ucapan beliau
dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan.

B. Syarat benda menjadi Tijarah

Kata Al Karabisy : “Apabila ia memiliki sesuatu benda kemudian ia


berniat akan memperniagakannya, menjadilah barang perniagaan,
sebagimana apabila ia ambil sesuatu barang dari barang perniagaan untuk
dipakai dirumah, menjadilah barang yang dipakai dirumah.
Kata Ibnu Qadamah : syarat benda barang perniagaan ialah :

1. Harta itu dimiliki dengan jalan usaha, dengan jalan ‘iwald atau bukan.

2. Diniatkan diketika memilikinya, bahwa barang itu untuk diperniagakan.

Jika dimiliki dengan jalan pusaka dan dimaksudkan untuk tijarah, tidaklah
menjadi tijarah. Dan diriwayatkan dari Ahmad, bahwa segala benda menjadi
tijarah dengan niat.

Kata Abu hanifah, malik ,dan Asy Syafi’y: “ sesuatu barang yang
dipergunakan dirumah, kemudian diperniagakan, tidak menjadi barang
perdagangan.

C. Syarat-Syarat Wajib Zakat Perdagangan

Satu di antara harta yang wajib dizakati adalah harta perdagangan


atau juga disebut dengan harta peniagaan. Di dalam al-Qur’an, kita juga
dapat menemukan dasar dalil yang digunakan para ulama fiqh dalam
menetapkan hukum wajib zakat perdagangan, para sahabat, tabi’in dan
ulama salaf dan menyepakati (konsensus/ ijma’) dengan menetapkan harta
dagangan sebagai harta yang wajib dizakati. Syarat-syarat zakat
perdagangan ialah sebagai berikut :

1. Nisab
Harga harta perdagangan harus telah mencapai nisab emas dan perak,
senilai 85gram emas. Nisab tersebut dihitung di akhir tahun.

Menurut mazhab maliki berpendapat bahwa, apabila seorang


pedagang merupakan seorang muhtakir, ia wajib menjual barang-barang
daganganya dengan nisab emas atau perak. Tetapi, jika dia merupakan
seorang mudir, dia wajib menjual barang- barang daganganmya dengan
berapa pun jumlah emas atau perak tersebut kendatipun hanya satu
dirham.

2. Hawl

Harga harta perdagangan, bukan harta itu sendiri, harus telah mencapai
hawl, terhitung sejak dimilikinya harta tersebut.

Menurut mazhab syafi’i, yang menjadi ukuran dalam hal ini


adalah akhir hawl sebab pada saat inilah zakat diwajibkan. Apabila pada
awal hawl seorang pedagann memiliki harta yang bisa menyempurnakan
nisab (misalnya, 100 dirham), yang setengahnya dijadikan modal
dagang, kemudian pada akhir hawl hartanya mencapai 150 dirham, dia
wajib zakat.

3. Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang dagangan.

Pemilik barang dagangan harus berniat dagang berdagang ketika


membelinya. Adapun jika niat dilakukan setelah harta dimiliki, niatnya
harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai. Juga menurut
Mazhab syafi’i mesyaratkan agar seseorang berniat melakukan
perdagangan ketika transaksi berlangsung atau ketika dia masih berada
ditempat transaksi, jika dia tidak berniat ketika itu, dia tidak wajib
mengeluarkan zakat perdagangan. Pada setiap transaksi yang baru, niat
perdagangan harus diperbarui sampai mencapai habisnya modal.
Kata “memperdagangkan” mengandung dua unsur yaitu
tindakan dan niat. Tindakan adalah perbuatan pembeli dan penjual,
sedangkan niat adalah maksud untuk memperolah keuntungan ada
tersebut. Kedua unsur tersebut harus ada, tidak cukup salah satunya.
Bila seseorang membeli sesuatu untuk dipakai sendiri degan niat
apabila.mneguntungkan nanti ia akan menjualnya, maka hal tersebut
tidaklah termasuk barang dagangan.
4. Barang dagangan dimiliki melalui pertukaran.

Barang-barang dagangan dimiliki dengan melalui pertukaran,


seperti jual-beli atau sewa-menyewa.
5. Harta dagangan tidak dimaksudkan sebagai “ qunyah “

Apabila seseorang bermaksud melakukan qunyah terhadap


hartanya, hawlnya terputus, sehingga apabila setelah itu dia hendak
melakukan perdagangan, dia harus memperbaharui niatnya.
Mengenai modal uang, persoalannya sudah jelas, tetapi
mengenai modal berupa barang, maka syarat wajib zakatnya sama
dengan syarat wajib zakat dengan modal uang, yaitu sesudah haul (masa
setahun), sesudah mencapai nisab, bebas dari hutang, dan lebih dari
kebutuhan pokok. Nisab barang dagang adalah senilai harga 85 gram
emas. Nisab tersebut dihitung pada akhir tahun.

D. Nishab dan haul pada harta perniagaan

Segenap ulama mengi’tibarkan nishab dan haul terhadap harta


perniagaan. Namun mereka berselisihan faham tentang waktu
mengi’tibarkan nishab.Kata Asy Syafi’y dalam Al Umm : Nishab itu
dipandang di akhir tahun. Demikian pula pendapat MalikKata Abul’ abbas
ibnu Suraj: Nishab itu di hitung dari awal hingga akhir tahun. Demikian pula
pendapat Ahmad.Kata setengah ulama: Nishab itu dihitung dari awal dan
akhir tahun saja. Demikian penetapann AbuHanifah.
Tentang permulaan tahun dilihat kepada harga barang. Jika barang
perniagaan dibeli dengan mata uang, maka permulaan tahunnya, adalah
diketika memiliki mata uang itu. Jika dibeli dengan hutang, maka permulaan
tahun dihitung dari hari pembelian. Sedangkan permulaan masa satu tahun
(haul) dari harta tijarah diperinci sebagai berikut :
1. Jika harta dagangan dimiliki dengan alat penukar yang berupa “nuqud”
(emas atau perak) yang jumlahnya mencapai nis}ab, maka masa satu
tahun terhitung sejak memiliki emas atau perak tersebut, bukan saat
memiliki harta dagangan.Jika harta dagangan dimiliki dengan alat
penukar selain emas dan perak atau dengan nuqud yang jumlahnya
tidak mencapai nisab, maka masa satu tahun (haul) terhitung sejak
memiliki harta dagangan.

E. Memperniagakan barang yang wajib zakat dan yang tak wajib zakat

Apabila harta tijarah (binatang atau buah-buahan) ada satu nishab,


tidak dijadikan dua zakat, zakat tijarah dan zakat ‘ain(zakat binatang). Yang
wajib hanya salah satunya saja.
Dan apabila sesuatu barang yang tak wajib zakat dibeli untuk tijarah
maka jika dibeli dengan senishab mata uang pada permulaan tahun dihitung
saat ketika memilki mata uang dan jika tidak senishab, dihitunglah tahun dari
masa membelinya. Dan jika dibeli dengan barang yang bukan dari harta
zakat, maka tahunnya dihitung saat membeli.

F. Cara membayar zakat dagangan

Bila telah sampai masa satu tahun menjalankan kegiatan dagang di


adakan perhitungan seluruh kekayaan, yaitu modal, laba, simpanan di Bank
dan piutang yang diperkirakan dapat kembali. Lalu mengosongkan semua
daganannya dan menggabungkan semua dagangannya dan menghitung
semua barang ditambah dengan uang yang ada, baik yang digunakan untuk
perdagangan maupun tidak, ditambah lagi dengan piutang yang diharapkan
kembali, kemudian mengeluarkan zakatnya 2,5 %.
Sedangkan piutang yang tidak mungkin kembali, maka piutang
tersebut tidak ada zakatnya, sampai orang itu menerima piutang untuk
kemudian dikeluarkan zakatnya.
Pada saat menghitung kekayaan, barang tidak bergerak seperti
bangunan toko, etalase dan perabot-perabot lainnya, tidak diperhitungkan.
Kekayaan yang diperhitungkan adalah barang-barang yang bergerak yang
langsung diperjual belikan.
Kalau ternyata tidak sampai nisabnya pada saat perhitungan, maka
sebaiknya dikeluarkan infak dan sedekah sekedarnya, agar kekayaan yang
ada mendapat berkah dengan harapan usaha dagang dimasa mendatangakan
lebih berhasil, sehingga dapat mengeluarkan zakat. Harta sebagai karunia
dari Allah perlu disyukuri, apakah harta itu sedikit atau banyak, dalam
bentuk zakat, infak, atau sedekah.
Madzhab Maliki berpendapat bahwa pedagang bisa merupakan
seorang muhtakir atau mudir, atau muhtakir sekaligus mudir.
1. Muhtakir ialah pedagang yang membeli barang-barang dagangannya,
tetapi penjualannya menunggu saat harganya telah naik/mahal. Dia
tidak wajib mengeluarkan zakatnya sampai dia menjualnya. Dengan
demikian, jika dia menjualnya setelah lewat setahun atau beberapa
tahun, dengan emas dan perak, maka dia harus menzakati harganya
untuk satu tahun. Jika hartanya masih tersisa, sisanya digabungkan
dengan barang-barang dagangan yang ada.
Pendapat diatas bertentangan dengan pendapat jumhur ulama
selain mazhab Maliki. Mereka berpendapat bahwa muhtakir harus
mengeluarkan zakatnya setiap tahun, meskipun dia belum menjual
barang-barang dagangannya.
2. Mudir adalah orang yang berjual beli tanpa menunggu waktu tertentu,
misalnya orang yang selalu berjualan di pasar. Dalam setahun, pada
setiap bulannya, dia harus melihat nuqudnya dan menghitung barang-
barang dagangannya. Barang-barang dagangannya digabungkan
dengan nuqudnya. Ketika telah mencapai nishab, dia harus
mengeluarkan zakat harta tersebut setelah utang-utangnya dilunasi
kalau memang dia mempunyai utang.
Seorang mudir harus menghitung barang-barang dagangan
yang di miliki olehnya, kendatipun barang-barangnya tidak laku.
Kemudian dia menggabungkan barang-barang dagangannya dengan
nuqud yang dimiliki. Setelah itu semuanya dizakati

G. Perhitungan Zakat Barang Dagangan

Kadar Yang Wajib Dikeluarkan Dalam Zakat Perdagangan Dan Cara


Perhitungannya.

Zakat yang wajib dikeluarkan dari harta perdagangan ialah


seperempat puluh harga barang dagangan. Jumlah zakat yang wajib
dikeluarkan darinya sama dengan zakat naqdayn (emas dan perak). Cara
menghitung barang-barang dagangan menurut jumhur ialah ketika mencapai
hawl, barang-barang dagangan hendaknya dihitung, baik disesuaikan dengan
emas maupun dengan perak. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya ikhtiyath
agar kaum fakir tidak terabaikan. Dengan demikian, yang dihitung bukan
barang-barang yang dimiliki saat pembelian.

Ketika barang dagangan telah mencapai hawl dan nisab perak, tetapi
tidak mencapai nisab emas, barang dagangan tersebut dihitung sesuai dengan
nisab perak. Hal ini dimaksudkan agar kaum fakir bisa mendapatkan harta
zakat, kendatipun harga barang dagangan yang disesuaikan dengan harga
perak itu lebih sedikit dari nisabnya. Dan, ketika barang dagangan tersebut
telah mencapai nisab emas, maka perhitungan barang dagangan harus
disesuaikan dengan nisabnya. Maksudnya agar zakat tetap diwajibkan.
Mengenai pembelian barang dagangan tidak ada perbedaan, baik ia dibeli
dengan emas, perak maupun dengan barang-barang yang lain.
Mazhab syafi’i berpendapat bahwa barang-barang dagangan dihitung
sesuai dengan harga pembelian, baik dengan harga emas maupun harga perak
karena nisab barang dagangan didasarkan kepada pembeliannya. Oleh
karena itu, zakat mesti diwajibkan dan ditentukan berdasarkan harga
pembelian. Atas dasar ini, apabila seseorang memiliki barang dagangan yang
dibeli dengan suatu mata uang tertentu, dia harus menghitung barang
dagangannya dengan mata uang tersebut.
Apabila seseorang memilki barang dagangan dengan jalan
menukarkannya dengan barang yang lain untuk qunyah, perhitungannya
disesuaikan dengan mata uang yang berlaku di suatu daerah, baik berupa
dinar maupun dirham.
Harta perdagangan yang dikenakan zakat dihitung dari asset lancar
usaha dikurangi hutang yang berjangka pendek (hutang yang jatuh tempo
hanya satu tahun). Jika selisih dari asset lancar dan hutang tersebut sudah
mencapai nisab, maka wajib dibayarkan zakatnya.
Nisab zakat profesi: 653 kg gabah / 524 kg beras (makanan pokok)
Kadar zakat maal: 2,5% (dianalogikan kepada zakat emas dan perak yaitu
sebesar 2,5 %, atas dasar kaidah “Qias Asysyabah”) Cara menghitung zakat
maal:

Nisab zakat maal: 85


gram emas Kadar
zakat maal: 2,5%
Cara menghitung zakat perdagangan:

2,5% x (aset lancar – hutang jangka pendek


Contoh:
Bapak A memiliki aset usaha senilai Rp200.000.000,- dengan hutang jangka
pendek senilai Rp50.000.000,-. Jika harga emas saat ini Rp622.000,-/gram,
maka nishab zakat senilai Rp52.870.000,-. Sehingga Bapak A sudah wajib
zakat atas dagangnya. Zakat perdagangan yang perlu Bapak A tunaikan
sebesar
2,5% x (Rp200.000.000,- - Rp50.000.000,-) = Rp3.750.000,-.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri Abdurrahman, Fiqh Empat Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press,2002

Al-Zuhayly Wahbah,Zakat Kajian Berbagai Mazhab,Bandung : Remaja


Rosdakarya,2005

MufrainM. Arif i, Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengomunikasikan Kesadaran


dan Membangun Jaringan,Jakarta: Prenada Media Group,2008

Zallum Abdul Qadim, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, Bogor : Pustaka


Thariqul Islam,2006

Anda mungkin juga menyukai