Anda di halaman 1dari 20

Agama dan Ekonomi

Ismail Akbar Brahma, S.S., M.Pd

UNIVERSITAS GUNADARMA
2023
Ekonomi dalam Islam adalah harta yang halal, harta yang
dicari dan di halalkan. Manusia akan selalu bersyukur dengan
apa yang mereka dapatkan dari Allah SWT dan selalu bekerja
keras dalam mencari kebutuhan hidup tidak lupa juga mencari
ridho Allah SWT. Karena dengan adanya ekonomi akan
mampu menopang kehidupan keluarga dan diri kita sendiri.

Tujuan ekonomi Islam adalah membantu manusia mencapai


kemenangan di dunia dan di akhirat. Karena segala aturan
yang diturunkan Allah SWT dalam Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan,
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian
pada seluruh ciptaannya.
Jual Beli
Jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan
sesuatu. Jual beli menurut syara’ adalah akad tukar menukar
harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang telah
ditentukan oleh hukum Islam.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud jual beli adalah,
saling tukar harta, saling menerima, dapat
dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul, dengan apa yang
sesuai dengan syara.
Rukun Jual Beli
• Penjual, hendaklah ia pemilik yang sempurna dari barang
yang dijual atau orang yang mendapat izin menjualnya dan
berakal sehat.
• Pembeli, hendaklah ia termasuk kelompok orang yang
diperbolehkan menggunakan hartanya, berakal sehat, dan
bukan pula anak kecil yang tidak mendapat izin.
• Barang yang dijual, hendaklah termasuk barang yang
dibolehkan, suci, dapat diserahterimakan kepada pembelinya
dan kondisinya diberitahukan kepada pembelinya.
• Kalimat transaksi / kalimat ijab dan qobul. Misalnya
pembeli berkata, “juallah barang ini kepadaku” atau dengan
sikap yang mengisyaratkan kalimat transaksi. Misalnya
pembeli berkata, “juallah pakaian ini kepada ku”. Kemudian
penjual memberikan pakaian tersebut kepadanya.
• Adanya keridhoan di antara keduabelah pihak. Tidak sah
jual beli yang dilakukan tanpa ada keridhaan di antara
keduabelah pihak berdasarkan sabda Rasullullah shalallahu
‘alaihi wasallam : “Jual beli itu (dianggap sah) hanyalah
dengan berdasarkan keridhaan. (H.R. Ibnu Majah)
Syarat Jual Beli
Syarat-Syarat Orang Yang Berakad
• Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli
harus memiliki akal yang sehat agar dapat meakukan
transaksi jual beli dengan keadaan sadar. Jual beli yang
dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila,
hukumnya tidak sah.
• Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan
tidak dipaksa pihak manapun.
• Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda,
maksudnya seorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang
bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli.
Syarat Yang Terkait Dalam Ijab Qabul
• Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
• Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul
tidak sesuai maka jual beli tidak sah.
• Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya
kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan
membicarakan topik yang sama.

Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan


• Suci, dalam Islam tidak sah melakukan transaksi jual beli
barang najis, seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya.
• Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau
diberi kuasa orang lain yang memilikinya.
• Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya
• Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai.
• Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya,
jenisnya, sifat, dan harganya.

Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)


• Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
• Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian (berutang) maka pembayarannya harus jelas.
• Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang
maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan oleh syara’, seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis
benda ini tidak bernilai menurut syara’.
Syirkah

Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih


dalam bidang usaha atau modal yang masing-masing dari
harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi
satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang
keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai
kesepakatan yang telah di laksanakan.
Syarat Syirkah
• Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta
maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a)
berkenaan dengan benda, maka benda yang diakadkan harus dapat diterima
sebagai perwakilan, dan b) berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian
keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak.
• Semua yang bertalian dengan syirkah mâl. Dalam hal ini terdapat dua perkara
yang harus dipenuhi, yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek
akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan
rupiah, dan b) benda yang dijadikan modal ada ketika akad syirkah dilakukan,
baik jumlahnya sama maupun berbeda.
• Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan; a)
modal (harta pokok) harus sama, b) orang yang bersyirkah adalah ahli untuk
kafalah, dan c) orang yang dijadikan objek akad, disyaratkan melakukan
syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
• Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan
syarat syirkah mufâwadhah.
Macam-Macam Syirkah

• Syirkah Amlâk (Hak Milik)


• syirkah milk jabr
• syirkah milk al-ikhtiyar
• Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
• syirkah al-‘inân
• syirkah al-abdân
• syirkah al-mudârabah
• syirkah al-wujûh
• syirkah al-mufâwadhah.
Prinsip dan Konsep Bank dalam Islam
Sehubungan dengan masalah yang dihadapi umat Islam dalam hal yang
berkaitan dengan bunga bank maka didirikanlah bank Islam yang cara
kerjanya disesuaikan dengan syariat islam yang menghindarkan bunga,
yaitu dengan sistem bagi hasil dari perputaran uang yang dilakukan oleh
pihak bank maupun oleh pihak peminjam, tentu dengan pembagian yang
telah disepakati baik oleh kreditur maupun oleh debitur.
Bank Islam menyediakan pelayanan perbankan berupa:
a. Giro wadiah (simpanan yang penarikanya dilakukan dengan
menggunakan cek)
b. Tabungan mudharabah (tabungan yang dijalankan berdasarkan akad
mudharabah)
c. Tabungan haji
d. Tabungan kurban
Prinsip/ hukum yang dianut oleh Sistem Perbankan Syariah
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari
nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai
akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. Islam tidak
memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang
3. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan
4. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam islam
5. Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang ditetapkan terlebih
dahulu adalah rasio (nisbah) antara bagian keuntungan yang didapat
nasabah dan bagian keuntungan yang didapat oleh bank, misalnya 60:40
artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen keuntungan
bagi bank
6. Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan meningkat
apabila keuntungan bank sedang baik dan begitu juga sebaliknya.
PAJAK
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang( yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.

Pajak menurut syariah, secara etimologi pajak berasal dari


bahasa arab disebut dengan istilah dharibah, yang artinya
mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan
atau membebankan. Secara bahasa maupun
tradisi, dharibah dalam penggunaannya memang mempunyai
banyak arti, namun para ulama memakai dharibah untuk menyebut
harta yang dipungut sebagai kewajiban
Persamaan Zakat dan Pajak

• Zakat dan pajak memiliki persamaan karena perintah


mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan menurut aturan
tertentu yang menaungi sebuah kelompok masyarakat.
Zakat dibayar berdasarkan syariat Islam, sedangkan pajak
dibayarkan menurut undang-undang perpajakan yang
berlaku dalam sebuah negara.
• Persamaan pajak dan zakat berikutnya adalah besarnya
pembayaran ditentukan menurut prosentase tertentu dan
berlaku untuk orang-orang yang memenuhi syarat.
Keduanya juga berperan dalam membangun kesejahteraan
kelompok masyarakat tertentu.
Perbedaan Zakat dan Pajak
• Perbedaan zakat dan pajak adalah dalam hal penerimanya. Zakat
dibayarkan melalui amil zakat (lembaga penyalur dan pengelola zakat)
maupun dibayarkan langsung kepada 8 golongan orang yang berhak
menerima zakat. Manfaat zakat dapat dirasakan langsung maupun
tidak langsung oleh masyarakat. Sedangkan pajak negara merupakan
kewajiban yang dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak dan
lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai tempat
pembayaran pajak. Manfaat pajak negara tidak bisa dirasakan
langsung oleh masyarakat suatu negara.
• Perbedaan pajak dan zakat yang kedua adalah waktu pembayarannya.
Zakat fitrah dibayarkan hanya pada bulan Ramadhan, lalu zakat harta
dibayarkan pada saat telah mencapai nisab dan dimiliki selama
setahun. Sedangkan waktu pembayaran pajak negara adalah satu
tahun pembukuan. Misalnya tenggang waktu pembayaran pajak setiap
akhir bulan Maret.
• Perbedaan pajak dan zakat yang ketiga adalah benda yang
digunakan sebagai alat pembayaran. Pajak negara umumnya
dibayar menggunakan uang tunai. Sementara itu zakat fitrah boleh
dibayarkan dalam bentuk uang tunai maupun bahan makanan pokok
seperti beras dan gandum.
SISTEM PAJAK PADA ZAMAN RASULULLAH SAW

Pada masa pemerintahannya, Rasulullah SAW menerapkan jizyah, yakni pajak


yang dibebankan kepada orang-orang non muslim, khususnya ahli kitab, sebagai
jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah, serta
pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah satu dinar pertahun untuk
setiap orang laki-laki dewasa yang mampu membayar.
Rasulullah SAW juga menerapkan sistem kharaj, yaitu pajak tanah yang dipungut
dari kaum non muslim ketika wilayah Khaibar ditaklukkan, tanah hasil taklukan
diambil alih oleh kaum muslimin dan pemilik lamanya diberi hak untuk mengolah
tanah tersebut dengan status sebagai penyewa dan bersedia memberikan separo
hasil produksinya kepada negara. Rasulullah SAW mengirim orang-orang yang
ahli untuk menaksir jumlah keseluruhan hasil produksi. Setelah mengurangi
sepertiga sebagai konpensasi dari kemungkinan kelebihan penaksiran, dan
sisanya yang duapertiga dibagi-bagikan, setengahnya untuk negara dan
setengahnya untuk para penyewa. Dalam perkembanganya, kharaj menjadi
sumber pemasukan bagi Negara
Kedudukan Pajak dalam Islam

Sampai saat ini masih banyak yang berbeda tanggapan di


indonesia, tidak terkecuali dari kalangan ulama bahwa pajak
dalam Islam itu haram hukumnya, dan ada juga yang
mengatakan bahwa pajak dalam Islam itu halal atau sah-
sah saja asalkan tujuan dan fungsi dari pajak itu benar-
benar difungsikan untuk hal yang baik dan menguntungkan
semua orang dengan tidak ada paksaan/perampasan
secara paksa. Wallohu ‘alam

Anda mungkin juga menyukai