Anda di halaman 1dari 57

“ Dan makalah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah rezekikan kepadamu, dan

bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”

Ayat 1 (QS. 5 : 88)


Asas dan Prinsip Bermu’amalah
 Allah karuniakan kepada kita, hendaknya dapat memberi yang optimal sesuai dengan
kebutuhan. Hal ini dijelaskan dalam Surah

Al – Baqarah (2) : 29.


Artinya,” Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu„..”
1. Pengertian :

 Muamalah secara bahasa berasal dari kata “amila” yang berarti


berbuat atau bertindak.
 Secara istilah diartikan hubungan kepentingan antar sesama
manusia dengan alam sekitar.
 Adapun kumpulan hukum atau aturan yang disyari’atkan Islam
yang mengatur hubungan antar sesama manusia terangkum
dalam Fiqih MU’AMALAH.
 Fiqih MU’AMALAH dalam pengertian ini meliputi
bentuk – bentuk perikatan tertentu seperti :
 Jual Beli

 Hibah

 Sewa Menyewa

 Pinjam – Meminjam

 Musyarakah/Syirkah

 Pemberian Jaminan
2. Asas dan Prinsip Bermu’amalah
 Allah karuniakan kepada kita, hendaknya dapat memberi yang optimal
sesuai dengan kebutuhan. Hal itu dijelaskan dalam surah Al-Baqarah
(2):29.

Artinya : “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi
untukmu „.”
 Kita diberi kebebasan untuk mengelolah harta asalakan
dalam pengelolaannya tidak menimbulkan perselisihan
diantaranya manusia.
 Syariat islam memberikan aturan sebagai panduan dalam
hal mengelolah harta benda, demikian pula dalam
melakukan transaksi dengan orang lain, Ada prinsip –
prinsip tertentu yang perlu diperhatikan.
a. Asas – Asas Ekonomi Islam.
Berarti dasar yang menjadikan pijakan dalam
melakukan kegiatan ekonomi yang sesuai
dengan ketentuan syari’at.
Asas – Asas tersebut meliputi :
1. Kesatuan
2. Keseimbangan
3. Kebebasan
4. Tanggung Jawab
1) Kesatuan :
Bekerja mencari kekayaan untuk memenuhi
kebutuhan dunia sekaligus meraih kebahagiaan
diakhirat.
2) Keseimbangan :
Ada keseimbangan dalam menanggung resiko antara
pemilik modal dengan pengguna modal. Jika suatu
Usaha meraih keuntungan atau menanggung kerugian,
dipikul bersama sesuai kesepakatan.
3) Kebebasan :
Syari’at Islam memberi “hak khiyar” yaitu hak untuk
melangsungkan atau tidak melangsungkan transaksi
bagi kedua belah pihak karena sesuatu hal.
Hal ini untuk mengartisipasi terjadinya perselisihan
dan menciptakan keadilan dan kerelaan antara pembeli
dan penjual.
4) Tanggung Jawab :
Melakukan transaksi bertanggung jawab atas tindakan
yang dilakukan.
Apabila melakukan tindakan yang dapat merugikan
orang lain.
b. PRINSIP – PRINSIP BERTRANSAKSI SECARA SYAR’I
DALAM EKONOMI
1. Setiap transaksi selalumengikat orang (pihak) lain serta yang melakukan
transaksi itu sendiri.
2. Transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas, Tetapi penuh
tanggung jawab, sesuai dengan ketentuan syar’i serta adab sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara terbuka menerima kesepakatan dengan
bertanggung jawab.
4. Perencanaan dan pelaksanaan transaksi harus didasarkan niat yang baik
agar terhindar dari segala bentuk penipuan, kecurangan, serta
penyelewengan.
Jika ada yang dirugikan dibolehkan membatalkan sebuah transaksi
B. MACAM – MACAM TRANSAKSI EKONOMI
DALAM ISLAM

 pada saat ini bentuk transaksi ekonomi yang


berlangsung di tengah masyarakat sangatlah
beragam mulai dari jual beli, jasa kresit,
pemberian modal usaha, ivestasi, dsb„
 Dalam Fiqih Mu’amalah, Khususnya tentang kajian
ekonomi Islam juga membahas bentuk – bentuk
transaksi tersebut
Adapun bentuk kerjasama yang kita bahas disini antara
lain
1. Musyarokah ( Kerjasama Modal Usaha )

2. Mudarobah ( Mitra Usaha Dan Investasi )

3. Murabahah
1. MUSYAROKAH
1. a. Pengertian Musyarokah :
 Musyarokah sering juga di istilahkan dengan nama lain, seperti Syirkah,
Syarikat, Serikat dan Perseroan.
 Musyarokah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi
tertentu dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resikonya akan di
tanggung bersama sesuai yang disepakati.
Singkatanya, kerja sama dengan bentuk modal atau jasa keahlian yang
keuntungannya atau kerugiannya akan ditanggung bersama
1. b. Macam – Macam Musyarokah
Para ahli Fiqih membagi musyarokah menjadi dua :
1) Musyarokah harta atau musyarokah inan merupakan bentuk
kerjasama yang berupa modal usaha atau harta.
Keuntungan dibagi berdasarkan perbandingan besarnya modal
yang di setor.
Perbandingan ini berlaku juga dengan resiko yang harus di
tanggung jika usaha yang di jalankan ternyata merugi.
2) Musyarokah Kerja
Menekankan pada kontribusi kerja atau jasa. Bentuk kerjasama
ini dapat berupa keahlian yang sama ataupun berbeda.
Upah dari kerjasama ini juga perlu disesuaikan menurut
kontribusi perkerjaannya dengan Imbalan yang telah disepakati
sebelumnya.
1. c. Rukun Musyarokah ada 3, yaitu :

 Sighat atau Lafal akad / Surat perjanjian


 Adanya dua orang yang berserikat
 Adanya pokok pekerjaan atau modal
 Syarat Musyarokah :
1) Lafal akad atau surat perjanjian, AD / ART nya harus jelas yang di
jadikan sebagai pedoman operasional yang mengikat.
2) Agota perseorangan atau kelompok harus memenuhi syarat :
a) Sehat akalnya

b) Baliqh (Setidaknya sudah berumur 15 Tahun)

c) Merdeka dan dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)

3) Pokok atau modal harus jelas, dengan ketentuan tersebut :


a) Jika modal bukan berupa uang yaitu berupa barang, maka
barang tersebut dapat dihitung dengan nilai uang / diuangkan.
b) Jika terjadi dua jenis barang pokok yang berbeda, keduanya
akad, kedua jenis barang itu tidak dapat dibedakan lagi.
2. MUDAROBAH
a. Pengertian :
Mudarobah disebut juga dengan qirad.
Mudarobah berarti kerjasama antara pemilik modal dan seseorang
yang ahli dalam berdagang.
Caranya :
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pedagang untuk di
perjualbelikan, sedangkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan
bersama.
Jika terjadi kerugian akan di tanggung oleh pemilik modal.
b. Macam – Macam Modarobah
 Dilihat dari bentuk transaksinya, Mudarobah dapat dibagi
menjadi dua :
1) Mudarobah Mutlaqah
Penggunaan modal diberi kebebasan secara mutlak tanpa
disertai syarat – syarat tertentu.
2) Mudarobah Muqayadah
Pengguna modal harusnlah mengikuti syarat – syarat
tertentu yang telah di kemukakan oleh si pemilik modal,
Berkenaan dengan jenis barang yang diperdagangkan,
Tempat, Waktu. untuk Usaha serta ketentuan – ketentuan
lainnya.
c. Rukun dan syarat Mudarobah
1) Rukun Mudarobah
 Orang yang melakukan akad

 Modal

 Keuntungan

 Kerja
2) Syarat Mudarobah
o Orang yang melakukan transaksi haruslah cakap dalam
bertindak.
o Modal haruslah berbentuk uang, jelas jumlahnya, tunai, dan
diserahkan sepenuhnya pada pengguna modal.
Jika modal itu berbentuk barang, menurut Jumhur Ulama
tidak diperbolehkan karena sulit dalam menentukan
keuntungannya.
o Pembagian keuntungan haruslah jelas antara pemilik modal
dengan pengguna modal.
3. MURABAHAH
 Pengertian :
Kegiatan jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang telah disepakati, disertai
ketentuan bahwa penjual harus diberi tahu harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkatan
keuntungan sebagai tambahanya.
 Bagaimana mekanisme jual beli dengan cara Murabahah ?
─ Calon pembeli memesan barang kepada seseorang untuk

membelikan barang yang diinginkannya, Kedua belah pihak


membuat kesepakatan mengenai barang tersebut serta
kemungkinan harga yang masih sanggup di tanggung oleh
pemesanan.
─ Jual beli Murabahah ini biasanya berkaitan dengan barang –

barang Investasi seperti rumah atau tanah.


Bukan barang yang sifatnya konsumtif ataupun berupa modal
kerja
 Syarat – Syarat Murabahah
1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah /
calon pembeli.
2) Kontrak pertama harus Sah sesuai dengan rukun yang
ditentukan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Jika terdapat cacat penjual harus menjelaskan kepada
pembeli.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian.
C. TRANSAKSI JUAL BELI DALAM EKONOMI
ISLAM

 Selain kerjasama ekonomi yang telah dijelaskan


di muka, Kerjasama yang sering berlangsung di
masyarakat adalah jual beli.
 APAKAH JUAL BELI ITU …?
 jual beli dalam bahasa arabnya “Al-Bay”
yang artinya menjual, mengganti atau menukar
( sesuatu dengan sesuatu yang lain )
 Dalam fiqih muamalah, jual beli diartikan dengan
kegiatan tukar menukar harta dengan harta yang lain
dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan
melalui cara tertentu yang bermanfaat.
 Hukum dasar jual beli adalah Halal / Mubah.
Akan tetapi dalam kondisi – kondisi tertentu bisa
berubah menjadi :
• Wajib

• Sunah

• Makruh

• Haram
Dalam Surat. An – Nisa (4) : 29

Artinya : Wahai orang – orang yang beriman !


Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil ( tidak benar ), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu„”
1. Jual Beli Yang Sesuai Aturan Syar’i Apabila
Memenuhi Rukun Dan Syarat - Syarat
● Rukun Jual beli :
a. Harus ada penjual
b. Ada pembelinya
c. Ada barang yang diperjual belikan
d. Ada alat tukar (uang)
e. Akad ijab Kabul atau serah terima
• Jumhur Ulama Menetapkan Syarat – Syarat Jual Beli Yang Sah
/ Sahih :

a. Kedua belah pihak antara penjual dan pembeli haruslah baliqh dan berakal sehat.
b. Menggunakan alat tukar yang sah seperti uang atau yang lainnya.
c. Barang yang di perjual belikan bersifat konkret serta dapat di serahkan
terimakan.
d. Saling rela merelakan.
e. Dengan bakti kepemilikan dan penguasaan dari penjual kepada pembeli,
Khususnya untuk barang bernilai tinggi, sehingga memilika hak kepemilikan.
f. Barang yang di perjual belikan haruslah barang yang halal menurut syari’at
Islam dan bersifat legal, bukan yang terlarang oleh pemerintah dan merusak
kepentingan umum.
2. Jual beli yang dilarang syar’i :
a. Jual beli Ribawi
b. Jual beli Batil
a. Jual beli Ribawi yaitu jual beli yang mengandung unsur riba.
Riba menurut bahasa artinya “Tumbuh atau bertambah” atau “lebih”
Artinya bertambah melebihi pokok modal, baik itu berjumlah sedikit atau
banyak.
“Semua transaksi yang mengandung Riba hukumnya adalah haram”
Firman Allah SWT
Artinya : “„„„„ padahal Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba„„„„”

(Qs. Al-Baqaroh (2) : 275)


Para ulama berbeda-beda dalam menjelaskan macam-macam Riba,
yaitu ada 4 macam :
1) Riba Fadhal
mempertukarkan barang sejenis dengan ketentuan terdapat
kelebihan pada salah satu barang tesebut.
Contoh : 1 kg beras kualitas A ditukar dengan 2 kg beras
kualitas B.
2) Riba Nasi’ah
Penambahan dalam utang piutang baik berupa barang
atau uang yang disyaratkan untuk imbalan karena ada
penundaan pembayaran utang.
Contoh : Rais meminjam uang kepada Anwar sebesar
Rp. 500.000,- dengan perjanjian akan dikembalikan
dalam tempo satu pekan, setelah jatuh tempo ternyata
Rais belum dapat mengembalikan utangnya sehingga ia
harus membayar tambahan dari jumlah pokoknya.
3) Riba Qardi
Utang tanpa disertai tenggang waktu, tetapi dengan
mensyaratkan membayar bunga tertentu bagi peminjam.
Contoh : seseorang meminjam uang sebesar Rp.
1.000.000,- dengan bungan 25 % berarti harus
mengembalikan Rp. 1.250.000,-
4) Riba Yad
Jual beli yang tidak jelas karena penjual dan pembeli
berpisah sebelum terjadinya serah terima.
Contoh : seseorang memiliki 25 kg beras dan setelah
membayar ia langsung pergi tanpa menyaksikan beras yang
ia beli, sudah ditimbang atau belum, seperti apa wujudnya,
dsb„..
b. Jual beli Batil
Apabila terjadi jual beli yang salah satu atau seluruh
rukunnya tidak terpenuhi.
Seperti : jual beli yang dilakukan oleh anak-anak, orang
gila, atau barang-barang yang diperjual belikan itu barang
yang diharamkan oleh Syar’i (seperti bangkai, darah, babi,
khamr)
 Jual beli batil banyak macamnya dan sering terjadi dalam
dunia perdagangan, baik skala kecil maupun besar.
 Adapun macam-macam jual beli yang batil antara lain :
1. Sesuatu yang tidak ada wujudnya dan tidak dapat diserahkan
langsung kepada pembeli.
2. Jual beli buah-buahan atau padi yang belum
sempurna/matangnya untuk dipanen.
3. Jika mengandung unsur penipuan, seperti luarnya baik, tetapi
isinya rusak.
4. Jual beli benda-benda najis/haram seperti babi, khamr, bangkai,
darah.
5. Jika yang dijual adalah milik umum.
6. Jual beli bersyarat seperti ungkapan pedagang ”jika kontan
harganya Rp. 50.000,- dan jika berutang harganya Rp. 75.000,-
PANDANGAN ISLAM TENTANG RIBA DAN EKONOMI RIBAWI
TIDAK SESUAI DENGAN PANCASILA

Untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana pandangan Islam atas praktek riba ?”


Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275.

“orang-orang makan malam (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan


berdirinya orang yang kemasukan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba. Pada hal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan) ; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa :
o Pertama :
Orang yang makan riba tidak akan dapat berdiri, kecuali berdiri
bagaikan orang gila.
o Kedua :
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
o Ketiga :
Orang yang mengambil riba maka orang itu adalah penghuni
neraka.
 Menurut Ibnu Katsir, bahwa orang yang makan riba tidak
dapat bangkit dari kuburnya di hari kiamat kelak, melainkan
dia bangkit bagaikan orang kerasukan syetan atau gila.
 Allah begitu marah kepada orang-orang yang memakan riba, dalam
firman-Nya:
“Allah memusnahkan riba dan meyuburkan sedekah. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa”

(Qs. Al Baqarah (2) : 276)


 Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa orang yang
menerapkan sistem riba dalam ekonominya, maka Allah
akan menghancurkan hartanya di dunia, dalam bentuk
musibah, malapetaka, dan lain-lain.

Secara abstrak Allah juga akan menghancurkan hartanya


dalam bentuk mencabut keberkahan dari hartanya itu.
 Rasulullah juga melaknat orang yang memakan riba,
sebagaimana sabdanya :
“Dari Jabir Ra, dia berkata bahwa Rasulullah SAW,
melaknat orang yang memakan riba, orang yang
membayarnya, orang yang mencatatnya dan orang yang
menyaksikannya”

(HR. Muslim no 2995)


 Hadis tersebut menjelaskan bahwa yang di laknat, bukan
hanya orang yang makan dari hasil riba, akan tetapi semua
orang yang terlibat dengan praktek riba tersebut, yaitu :
─ Yang makan hasil riba

─ Orang yang memberi tambahan pada riba

─ Orang yang mencatatnya

─ Dan juga orang yang menyaksikannya


 Bila ditarik kedalam sistem Negara Republik Indonesia,
Maka riba bertentangan dengan pancasila, yaitu sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena salah satu yaitu beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Menurut Agama islam adalah melaksanakan semua perintah
agama dan menjahui semua laranganya.
Jadi kalau Al – Qur’an dan Al – Hadis mengharamkan riba
maka semua orang yang beragama Islam di Indonesia wajib
mengetahuinya. Inilah sebagian wujud dari sikap
menerapkan nilai – nilai Falsafah Pancasila.
 Riba yang dimaksud dalam ayat / Hadits di atas yaitu Riba
Nasi’ah yang berlipat gandakan yang umum terjadi dalam
masyarakat zaman jahiliyah.
 Mengapa Riba di Haramkan…?
 Karena dia mengeruk keuntungan terhadap orang – orang
yang lemah.
 Riba itu terdapat dalam hal pinjam meminjam, dan tidak ada
dalam jual beli.
 Orang meminjam karena tidak punya atau tidak mampu.

 Riba merupakan praktek ekonomi yang tidak sehat, karena


akan bunga berbunga.
“ hai orang – orang yang beriman, bertqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang – orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

(Qs. Al – Baqarah : 278 – 279)


Oleh sebab itu maka kita tinggalkan riba
 Riba adalah cara mendapatkan keuntungan yang dilarang oleh
Agama Islam.
 Demikian juga bagi penyelenggara negara yang mengaku
berketuhanan yang Maha Esa
 Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi nilai – nilai
agama.
 Pancasila jangan hanya sebatas Retorika, tetapi harus di
terapkan dalam sikap dan perilaku.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai