Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

AKAD TIJARAH DAN TABARRU

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Ibu Nawirah, SE., MSA., Ak

Disusun oleh Kelompok 5 :

1. Risma Putri Maharani (210502110042)


2. Azizah Ayu M (210502110046)
3. Fitri Rahmatun Hidayah (210502110067)
4. Nadila Istima Fadil (210502110085)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..i

PEMBAHASAN………………………………………………………………………………1

A. AKAD TIJARAH……………………………………………………...……………..1
1. Definisi Akad Tijarah……………………………………………………...…1
2. Dasar Hukum Tijarah……………………………………………………..…1
3. Bentuk Umum Akad Tijarah……………………………………………...…1
4. Macam-Macam Akad Tijarah……………………………………………….2
B. AKAD TABARRU’…………………………………………………………………..8
1. Definisi Akad Tabarru’………………………………………………………8
2. Dasar Hukum Akad Tabarru’……………………………………………….9
3. Bentuk Umum Akad Tabarru’………………………………………………9
4. Fatwa MUI Tabarru’………………………………………………………..10
5. Macam-Macam Akad Tabarru…………………………………………….11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….19

i
PEMBAHASAN

A. AKAD TIJARAH
1. Definisi Akad Tijarah

Kata Tijarah berasal dari bahasa Arab yang berarti perdagangan, perniagaan maupun
bisnis. Tijarah dapat diartikan sebagai akad perdagangan yaitu menukarkan harta
dengan harta sesuai dengan cara yang telah ditentukan dan diperbolehkan oleh syariah
dengan tujuan komersial. Akad tijarah dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan
dengan catatan rukun dan syaratnya telah terpenuhi semua. Contoh akad tijarah yakni
Ijarah, Salam, Murabahah, Istishna’, Musyarakah, Muzara’ah, dan Mukharabah,
Musaqah.

Akad tijarah berkaitan dengan proses jual beli, berorientasi kepada bisnis, dengan
tujuan utamanya mencari keuntungan dimana keuntungannya dapat bersifat pasti atau
tidak pasti.

2. Dasar Hukum Tijarah

Akad tijarah dalam prinsipnya dihukumkan mubah (diperbolehkan), hal tersebut diatur
dalam surah An-Nisa ayat 9:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa hukumnya haram memakan harta manusia secara
batil, kecuali dilakukan dengan cara jual beli melalui perdagangan dan suka sama suka
antara penjual dan pembeli.

3. Bentuk Umum Akad Tijarah

Akad tijarah dibagi menjadi 2 berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh,
yaitu:

a. Natural Certainty Contracts(NCC)

1
Dalam NCC, kedua pihak saling bertukar aset yang dimiliki karena aset itulah
yang dijadikan objek tukar yang harus ditetapkan di awal akad dengan pasti
mengenai jumlah, mutu, kualitas, harga dan waktu penyerahannya. Dalam
kontrak ini menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang termasuk kategori
ini adalah kontrak jual beli (al bai’ naqdan, al bai’ muajjal, al bai’ taqsith,
salam, istishna), sewa-menyewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik).

b. Natural Uncertainty Contract (NUC)

Dalam bentuk ini, pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (real
assets ataupun financial assets) menjadi satu, dan resiko ditanggung bersama
untuk mendapatkan keuntungan. Dalam kontrak ini tidak memberikan kepastian
pendapatan dari segi jumlah maupun waktu. Yang termasuk dalam kontrak ini
adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini secara by their nature
tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and
predetermined. Contoh-contoh NUC adalah sebagai-berikut : Musyarakah
(wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudharabah); Muzara‟ah; Musaqah;
Mukhabarah.

4. Macam-Macam Akad Tijarah


a. Ijarah

Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti sama dengan kata al-iwadhu yaitu
ganti atau upah. Akad Ijarah identik dengan akad jual beli, namun kepemilikan
barang dibatasi dengan waktu. Dilihat dari objeknya, akad ijarah dibagi menjadi
2, yaitu:

1. Ijarah manfaat (Al-ijarah ala al-manfa’ah), yang berhubungan dengan


sewa menyewa aset properti, atau memindahkan hak untuk memakai
aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Contohnya menyewa rumah, kendaraan, pakaian, dll. Dalam hal ini
mu’jir mempunyai benda tertentu dan musta’jir membutuhkan benda
tersebut sehingga terjadilah kesepakatan antara kedua pihak tersebut,
dimana mu’jir mendapatkan imbalan dan musta’jir mendapatkan
manfaat benda tersebut.

2
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (Al-Ijarah ala Al-’Amal), hal ini
berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang
dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang
dibayarkan disebut ujrah. Contohnya yang mengikat bersifat pribadi
adalah menggaji seorang pembantu rumah tangga, sedangkan yang
bersifat serikat, yaitu sekelompok orang yang menjual jasanya untuk
kepentingan orang banyak.
b. Salam

Jual beli salam adalah akad jual beli barang pesanan antara pembeli (muslam)
dengan penjual (musalam ilaih). Harga barang dan spesifikasi disepakati di awal
akad, dan pembayaran dilakukan di awal secara penuh.

Secara bahasa salam atau salaf adalah bermakna “menyegerakan modal dan
mengemudikan barang”. Jadi jual beli salam adalah “jual beli pesanan” yakni
pembeli membeli barang dengan kriteria tertentu dengan cara menyerahkan
uang terlebih dahulu, sementara itu barang diserahkan kemudian pada waktu
tertentu.

Jual beli salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan
jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank
adalah barang seperti padi, jagung, dan cabai dan bank tidak berminat untuk
menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, maka
dilakukan akad jual beli salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada bulog,
pedagang pasar induk, dan grosir.

c. Murabahah

Secara bahasa murabahah diambil dari kata rabiha-yarbahu-ribhan-


marabahan yang berarti beruntung atau memberikan keuntungan. Sedangkan
kata ribh itu sendiri berarti suatu kelebihan yang diperoleh dari produksi atau
modal (profit). Secara istilah, murabahah ini banyak didefinisikan oleh para
fuqahah. Jual beli murabahah adalah jual beli dengan harga jualnya sama
dengan harga belinya ditambah dengan keuntungan.

3
Jual beli murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah, penjual harus
memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannnya. Contoh transaksi murabahah adalah
jika pengusaha kecil membeli laptop dari grosir dengan harga Rp 9.000.000
kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp 500,000 dan dia menjual
kepada si pembeli dengan harga Rp 9.500.000. Pada umumnya, si pengusaha
kecil tidak akan memesan dari grosir sebelum pesanan dari calon pembeli, dan
mereka sudah bersepakat tentang lama pembiayaan, besar keuntungan yang
akan diambil pengusaha kecil, dan besarnya angsuran kalau memang dibayar
secara angsuran.

d. Istishna’
Istishna’ adalah suatu akad yang dilakukan seorang produsen dengan seorang
pemesan untuk mengerjakan sesuatu yang dinyatakan dalam perjanjian, yakni
pemesan membeli sesuatu yang dibuat oleh seorang produsen dan barang serta
pekerjaan dari pihak produsen. Jenis jual beli ini dipergunakan dalam bidang
manufaktur. Pengertian bay’ istishna’ adalah akad jual barang pesanan di antara
dua belah pihak dengan spesifikasi dan pembayaran tertentu. Barang yang
dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia di pasaran. Pembayarannya dapat
secara kontan atau dengan cicilan tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Ada dua rukun terpenting dalam istishna’ yaitu :
1. Modal transaksi ba’i istishna’ (modal harus diketahui penerimaan
pembayaran salam).
2. Al-muslam fiihi (barang) harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang,
harus bisa diidentifikasi secara jelas, penyerahan barang harus dilakukan
di kemudian hari, kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang
harus ditunda pada suatu waktu kemudian, tetapi madzhab Syafi’i boleh
menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan
barang dan tempat penyerahan penggantian muslam fiihi dengan barang
lain.
Aplikasi jual beli istishna :
Sebuah CV Utama yang menangani bisnis mebel mengajukan pembiayaan 10
set perabot rumah tangga kepada Bank Syariah seharga Rp 200.000.000.

4
Produksi tersebut akan dibayar oleh pihak CV Utama 3 bulan yang akan datang.
Harga satu set perabot di pasaran Rp 20.000.000. Dalam kaitan ini, pihak Bank
dapat memesan barang tersebut kepada pihak lain dengan harga Rp 18.000.000
satu set. Kedua belah pihak yaitu pihak Bank Syariah dan Produsen wajib
bertanggung jawab kepada CV Utama. Antara Produsen dengan CV Utama
tidak ada hubungan hukum dan tidak boleh campur tangan dengan soal harga
dari pihak Bank Syariah. Pihak Produsen juga tidak perlu memberitahu kepada
pihak lain tentang modal yang dikeluarkan untuk satu set perabot.

e. Musyarakah
Musyarakah (join venture profit sharing) adalah kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (al-mal, capital), atau keahlian/manajerial (a’mal, expertise),
dengan kesepakatan keuntungan dibagi bersama, dan jika terjadi kerugian
ditanggung bersama. Musyarakah adalah akad antara dua pemilik modal untuk
menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pelaksanaannya bisa
ditunjuk salah satu di antara mereka. Transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang
dimiliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh sumber
daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud dalam bahasa ekonomi hal ini
biasa dikenal sebagai joint venture.
Pada lembaga keuangan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank

5
melakukan divestasi atau menjual sebagian sahamnya, secara singkat atau
bertahap.

f. Muzara’ah Dan Mukhabarah


Dalam hukum Islam, bagi hasil dalam usaha pertanian dinamakan Muzara'ah
dan Mukhabarah. Kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang hampir
sama, hanya dibedakan dari benih dan bibit tanaman. Muzara'ah ialah
mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah. Mukhabarah ialah
mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Praktek kerjasama dengan skim muzara’ah sebenarnya sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW yang terjadi pada penduduk Khaibar dengan menyerahkan
tanah dan tanaman kurma untuk dipelihara dengan mempergunakan alat dan
dana mereka, dengan imbalan upah sebagian dari hasil panen. Sedangkan untuk
masa sekarang praktek kerjasama tersebut banyak terjadi dalam masyarakat
pedesaan yang mata pencahariannya banyak bekerja di sawah/ladang. Di mana
kerjasama di antara mereka (pemilik lahan dan penggarap) biasanya disebut
paroan sawah, yang akadnya tidak diakadkan secara tertulis melainkan cukup

6
dengan lisan saja. Hal ini sering mengakibatkan kerugian di salah satu pihak,
karena tidak ada bukti yang kuat.

g. Musaqah
Musaqah adalah sebuah bentuk kerjasama petani pemilik kebun dengan petani
penggarap dengan tujuan agar kebun itu dipelihara dan dirawat sehingga
memberikan hasil yang maksimal. Kemudian segala sesuatu yang dihasilkan
pihak kedua adalah merupakan hak bersama antara pemilik dan penggarap
sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. Penggarap disebut musaqi. Dan
pihak lain disebut pemilik pohon. Yang disebut kata pohon dalam masalah ini
adalah: Semua yang ditanam agar dapat bertahan selama satu tahun keatas,
untuk waktu yang tidak ada ketentuannya dan akhirnya dalam
pemotongan/penebangan. Baik pohon itu berbuah atau tidak. Kerjasama dalam
bentuk musaqah ini berbeda dengan mengupah tukang kebun untuk merawat
tanaman, karena hasil yang diterimanya adalah upah yang telah pasti ukurannya
dan bukan dari hasilnya yang belum tentu.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa musaqah atau muamalah adalah
suatu akad antar dua orang dimana pihak pertama memberikan pepohonan
dalam sebidang tanah perkebunan untuk diurus disirami dan di rawat, sehinggah

7
pohon tersebut menghasilkan buah-buahan, dan hasil tersebut dibagi antara
mereka berdua.
Pada dasarnya antara muzara'ah dan musaqah adalah sama-sama terkait dengan
kerjasama dalam pertanian, dan sistemnya adalah bagi hasil dari tanaman yang
digarap, namun bedanya pertama adalah dalam muzara'ah antara pemilik tanah
dan pengelola sama-sama memiliki andil dan tanggung jawab dalam proses,
seperti bibit atas pemilik dan alat dan biaya pengelolaan atas pengelola,
sedangkan dalam akad musaqah, yang bertanggung jawab terkait pembiayaan
selama proses ada dalam tanggungan pengelolah. Perbedaan kedua adalah
muzara’ah dimulai dari pembibitan hingga panen, sedangkan dalam musaqah
tanaman atau pepohonan yang akan digarap sudah sedia, dan pengelola hanya
menjaganya, mengakhirinya hingga panen. Musaqah awalnya adalah sewa
menyewa dan akhirnya adalah bagi hasil. Perbedaan ketiga, akad dalam
muzara'ah tidak mengikat selama pekerjaan belum dimulai, sedangkan dalam
musaqah akadnya mengikat, dalam hal ini ada khilaf di kalangan fuqaha.

B. AKAD TABARRU
1. Definisi Akad Tabarru’
Tabarru’ berasal dari kata tabarra’a-yatabarra’u –tabarru’an, artinya sumbangan,
hibah, dana kebajikan, atau derma. Orang yang memberi sumbangan disebut mutabarri’
“dermawan”. Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain,
tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi
kepada orang yang diberi.
Akad tabarru’ (gratuitious contract) merupakan segala macam perjanjian yang
menyangkut non-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada
hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad ini
dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
Hakikatnya akad tabarru’ merupakan akad yang melakukan kebaikan dengan
mengharapkan imbalan dari Allah SWT semata. Karena itulah perjanjian ini tidak
bertujuan untuk mencari keuntungan komersial. Konsekuensi logisnya bila akad
tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan komersial, maka ia bukan lagi
termasuk akad tabarru’, namun ia akan termasuk ke akad tijarah. Bila ia ingin tetap
menjadi akad tabarru’, maka ia tidak boleh mengambil manfaat (keuntungan
komersial) dari akad tabarru’ tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung
8
biaya yang timbul dari pelaksanaan akad tabarru’. Artinya ia boleh meminta pengganti
biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan akad tabarru’.

2. Dasar Hukum Akad Tabarru’

Tabarru memang tidak bisa ditemukan dalam al-Quran, tapi Allah mendorong kita
untuk saling tolong menolong pada Surah Al Maidah: 2. Dalam surah tersebut, kita
diminta untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan dan takwa. Namun
jangan tolong menolong saat berbuat dosa dan pelanggaran.

Akad tabarru dilakukan untuk melakukan kebaikan dan bukan untuk tujuan komersial.
Riwayat HR. Muslim yang berisi, “Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW
bersabda, Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang
diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh
merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika
tidak bisa tidur atau ketika demam.”, adalah riwayat yang menjelaskan kegiatan tolong
menolong dalam masyarakat Islam.

3. Bentuk Umum Akad Tabarru’

Ada 3 bentuk umum akad tabarru’, yaitu: meminjamkan uang, meminjamkan jasa,
memberikan sesuatu.

1) Meminjamkan Uang

Akad untuk meminjamkan uang ini bisa beberapa macam, jika pinjaman
diberikan tanpa mensyaratkan apa pun kemudian melunasi setelah jangka waktu
tertentu maka ini dinamakan qardh. Jika meminjamkan uang dengan
mensyaratkan suatu jaminan misalnya, maka bentuk pemberian pinjaman ini
disebut rahn, dan jika memberikan pinjaman uang dimana tujuan nya untuk
mengambil alih uang (take over) maka ini disebut hiwalah.

2) Meminjamkan Jasa

Akad untuk meminjamkan jasa bisa menggunakan akad sebagai berikut: jika
meminjamkan “diri kita” yakni keahlian/keterampilan yang kita punya untuk
melakukan sesuatu, maka ini disebut wakalah, dan jika kita menawarkan jasa

9
kita untuk menjadi wakil seseorang dengan tugas menyediakan jasa penitipan
atau pemeliharaan maka itu disebut dengan akad wadiah, serta jika kita menjadi
pengganti atau badil melakukan sesuatu atas nama seseorang misalnya dengan
syarat-syarat tertentu (wakalah bersyarat) ini dalam terminologi fiqih disebut
dengan akad kafalah.

3) Memberikan Sesuatu

Akad-akad yang termasuk golongan ini adalah: hibah, waqf, shadaqah, hadiah
dll. Dalam semua akad tersebut pelaku memberikan sesuatu pada orang lain.
Jika penggunaannya dialokasikan untuk kepentingan umum dan agama,
akadnya dinamakan waqaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah berupa
pemberian sesuatu kepada orang lain secara sukarela. Menjadi catatan bagi
akad-akad tabarru’ apabila telah disepakati, tidak boleh diubah menjadi akad
tijarah yakni akad komersial yang menjadi bisnis nya lembaga keuangan
syariah. Namun sebaliknya jika akad tijarah telah disepakati, maka akad
tersebut boleh diubah menjadi akad tabarru’ tentu dengan catatan pihak yang
tertahan haknya dengan suka rela melepaskan haknya, sehingga gugurlah
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya itu.

4. Fatwa MUI Tabarru’

Fatwa Dewan Syariah Nasional No:53/DSNMUI/III/2006 tentang akad tabarru’ pada


asuransi syariah, menurut Fatwa DSN-MUI dalam mekanisme pengelolaan dana
tabarru’ yaitu sebagai berikut:

a. Ketentuan hukum
1) Akad tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk
asuransi.
2) Akad tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan
antar peserta pemegang polis.
3) Asuransi syariah yang dimaksud pada point 1 adalah asuransi jiwa,
asuransi kerugian dan reasuransi.
b. Ketentuan Akad

10
1) Akad tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk
hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta,
bukan untuk tujuan komersial.
2) Dalam akad tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
- hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu.
- hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun
tabarru selaku peserta dalam arti badan/kelompok.
- cara dan waktu pembayaran premi dan klaim.
5. Macam-Macam Akad Tabarru
a. Wadi’ah

Wadiah bisa kita kenal dalam perbankan dengan nama simpanan. Wadiah
merupakan simpanan murni dari satu pihak ke pihak lain dalam bentuk
perseorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dengan baik dan
dikembalikan kapan saja saat si nasabah ingin melakukannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam wadiah :

● Pihak bank atau penerima simpanan merupakan tangan amanah.


Nasabah yang melakukan Penyimpanan tidak memiliki tanggung jawab
apapun atas semua kerusakan dan kehilangan yang terjadi pada
titipannya selama hal itu tidak terjadi karena kecerobohan atau
kelalaiannya sendiri.
● Uang titipan bisa digunakan atas izin pemilik uang tersebut dan dengan
catatan kalau pengguna uang tersebut bisa menjamin akan
mengembalikan uangnya secara penuh. Pihak bank yang merupakan
tangan amanah akan berubah menjadi pihak penanggung. Pihak bank
bisa mendapatkan semua keuntungan dari penggunaan uang tersebut
tetapi juga bisa mengalami kerugian karena ia juga harus
menanggungnya. Penggunaan ini akan memberikan nasabah, bonus
tambahan pada simpanannya. Bank bisa memberikan jasa atas
pemakaian uangnya tanpa melakukan perjanjian lebih dulu, bisa dalam
bentuk nominal atau persentasenya. Hal ini murni kebijakan bank
sebagai pengguna dari bank.

11
b. Kafalah

Kafalah adalah akad pemberian tanggung jawab seseorang ke orang lain dalam
suatu tuntutan. Kafalah adalah akad yang menjadikan seorang penjamin ikut
memiliki tanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam melunasi utang
sehingga keduanya merupakan jadi pembayar utang. Akad ini bisa kita lihat
pada bagian perbankan dalam kegiatan penerbitan garansi bank.

Al-kafalah bisa dilaksanakan dengan 3 (tiga) macam, yaitu :

1) Munjaz adalah tanggungan yang ditunaikan seketika/langsung. Contoh


ketika seseorang berkata: “Ahmad sekarang menjadi tanggungan saya
dan saya jamin”, lafal-lafal yang menunjukan kafalah menurut para
ulama sebagai berikut: tahammaltu (menjadi tanggungan saya),
takaffaltu (menjadi tanggungan saya), dan dammintu (saya penjamin),
ana kafil laka (saya penjaminmu), ana za’im (saya penjamin), huwa laka
‘indi (dia tanggungan saya), atau huwa laka ‘alaiya (dia tanggungan
saya). Apabila akad sudah berlangsung, maka penggunaan itu mengikuti
akad utang apakah harus dibayar waktu itu, ditangguhkan, atau diangsur,
kecuali disyaratkan pada waktu penanggungan.
2) Mu’allaq menjamin sesuatu dikaitkan dengan sesuatu. Contoh: ketika
seseorang berkata: “Apabila kamu mengutangkan kepada anak saya,
maka saya yang akan melunasi”, atau bila anak saya ditagih oleh B,
maka saya akan melunasinya.
3) Muwaqqat adalah tanggungan yang harus dibayar dikaitkan dengan
waktu. Contoh: perkataan seseorang; “Apabila si A ditagih pada bulan
Desember pada tahun 2013, maka saya yang berhak melunasi dan
menanggung utangnya”, perilaku ini menurut Mazhab Hanafi
penanggungan seperti itu dibolehkan, tetapi menurut Mazhab Syafi‟I
tidak dibolehkan. Akan tetapi menurut jumhur ulama, apabila akad telah
berlangsung maka madmun lah boleh menagih kepada kafil
(penanggung) atau kepada madmun ‘anhu (yang berutang) atau makful
‘anhu.

12
Dalam pelaksanaan kafalah dalam bisnis menurut Sayyid Sabiq yang dikutip
oleh Ismail Nawawi, mengemukakan pendapat para ulama bahwa apabila orang
yang menjamin (damin) memenuhi kewajibannya dengan membayar utang
orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada madmun ‘anhu (orang
yang dijamin) apabila pembayaran atau izinnya. Dalam hal ini, para ulama
sepakat meski mereka berbeda pendapat, apabila penjamin membayar atau
menunaikan beban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang dijamin bebannya,
menurut Syafi‟I dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang dijamin
tanpa izin darinya adalah sunnah, damimin tidak punya hak untuk meminta ganti
rugi kepada orang yang ia jamin (madmun ‘anhu), sedangkan menurut mazhab
Maliki, damin berhak menagih kembali kepada madmun ‘anhu.

c. Qardh

Pengertian qardh dalam konteks Islam adalah suatu perjanjian peminjaman


harta kepada orang lain dengan kewajiban pengembalian yang setara. Kata
"qardh" berasal dari akar kata yang berarti potongan atau pemotongan. Dalam
konteks akad qardh, pemilik harta memberikan sejumlah harta kepada
peminjam dengan harapan akan dikembalikan dengan jumlah yang sama di
masa yang akan datang. Konsep qardh juga mencakup pemindahan kepemilikan
barang kepada pihak lain.

Secara syar'i, akad qardh mengharuskan seseorang yang memiliki harta untuk
memberikannya kepada peminjam untuk digunakan dalam suatu usaha atau
kegiatan tertentu. Keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta tersebut
kemudian dibagi antara peminjam dan pemilik harta. Dalam akad qardh,
pemilik harta juga menjadi mitra dalam pembagian keuntungan.

Qardh adalah salah satu konsep keuangan Islam yang mencerminkan nilai-nilai
keadilan sosial, solidaritas, dan kedermawanan. Ini juga digunakan sebagai alat
untuk menghindari praktik riba yang dianggap tidak etis dalam Islam. Penting
untuk dicatat bahwa dalam konteks modern, institusi keuangan Islam seperti
bank syariah juga menawarkan produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip-
prinsip qardh.

Aplikasi dan perbankan

13
1) Sebagai layanan bagi pelanggan yang memerlukan dana cepat,
sementara dana mereka tidak dapat diambil, contohnya, jika dana
tersebut disimpan dalam bentuk deposito.
2) Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau
membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah
dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh al-hasan
3) Resiko dalam al-qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan
yang tidak ditutup dengan jaminan.
d. Rahn

Ar-Rahn adalah praktik menahan salah satu harta peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang telah diberikan. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis yang dapat digunakan sebagai jaminan. Dengan cara ini, pihak yang
melakukan penahanan memperoleh jaminan untuk mendapatkan kembali
seluruh atau sebagian dari jumlah hutang yang dimiliki. Secara singkat, dapat
dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. Tujuan utama
dari rahn adalah untuk memberikan keamanan kepada pemberi pinjaman agar
mereka dapat meminjamkan uang tanpa memerlukan bunga dan sekaligus
menjaga keadilan dalam transaksi tersebut.

Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal yaitu:

a) Sebagai produk pelengkap

Rahn digunakan sebagai produk pelengkap, yang berarti sebagai


tambahan atau jaminan tambahan terhadap produk lain, seperti dalam
pembiayaan bai' al-murabahah. Dalam konteks ini, bank memiliki
kemampuan untuk menahan barang yang dimiliki oleh nasabah sebagai
konsekuensi dari akad tersebut.

b) Sebagai produk tersendiri

Beberapa negara Islam, termasuk Malaysia, telah mengadopsi akad rahn


sebagai alternatif untuk sistem pegadaian konvensional. Perbedaannya
dengan pegadaian tradisional adalah bahwa dalam akad rahn, nasabah
tidak dikenakan bunga. Sebaliknya, yang dibebankan kepada nasabah

14
adalah biaya penyimpanan, pemeliharaan, pengawasan, dan penilaian
barang jaminan.

e. Hadiah

Hadiah dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pemberian yang diberikan


kepada individu atau entitas tanpa ada kewajiban pengembalian yang melekat
padanya. Dalam konteks ini, hadiah tidak memerlukan pembayaran atau
pengembalian layanan, barang, atau uang dalam bentuk apapun. Menurut
zakariyah al-anshari hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda tanpa
ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya.
Hadiah adalah cara umum untuk mengungkapkan perasaan positif,
memperingati peristiwa penting, dan memperkuat hubungan sosial. Namun,
penting untuk selalu mempertimbangkan konteks, budaya, dan etika dalam
memberikan atau menerima hadiah.

Dalam industri perbankan, konsep pemberian hadiah atau insentif sering


digunakan untuk meningkatkan keterlibatan pelanggan, mempromosikan
produk dan layanan, serta membangun loyalitas.

a) Program poin rewards. Banyak bank memiliki program poin rewards di


mana pelanggan mendapatkan poin atau reward setiap kali mereka
menggunakan kartu kredit atau kartu debit mereka. Poin ini dapat
ditukarkan dengan berbagai hadiah, termasuk uang tunai, diskon
belanja, atau barang-barang tertentu.
b) Hadiah promosi. Bank juga dapat memberikan hadiah dalam bentuk
hadiah promosi saat mereka meluncurkan produk atau layanan baru. Ini
dapat mencakup hadiah fisik atau kesempatan untuk memenangkan
sesuatu seperti liburan atau mobil. Pemberian hadiah dalam perbankan
bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan pelanggan, memotivasi
penggunaan produk dan layanan bank, serta membangun loyalitas
jangka panjang.
f. Waqaf

Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan),
al-tahbis (tertahan) al-tasbil (tertawan) dan al-man’u (mencegah). Dalam

15
hukum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama
(zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan
maupun badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya
digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariat islam. Waqaf biasanya
digunakan untuk tujuan amal atau sosial. Termasuk pembangunan dan
pemeliharaan masjid, sekolah, rumah sakit, kolam air minum atau beasiswa
pendidikan.

Menurut para ulama secara umum wakaf dibagi menjadi 2 bagian:

1. Wakaf Ahli (khusus)

Wakaf ahli disebut juga wakaf keluarga atau wakaf khusus. Maksud
wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu,
seorang atau terbilang baik keluarga wakif maupun orang lain.
Misalnya, seseorang mewakafkan buku-buku yang ada di perpustakaan
pribadinya untuk turunannya yang mampu menggunakannya.

Contoh aplikasi waqah ini adalah seseorang mewakafkan sebidang tanah


kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak
mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan
wakafnya.

2. Wakaf Khairi (umum)

Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk


kepentingan-kepentingan umum dan tidak ditujukan kepada orang-
orang tertentu. Contoh penerapannya adalah wakaf diserahkan untuk
pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak
yatim dan lain sebagainya.

3. Wakaf Uang

Seiring berkembangnya teknologi yang ada seperti saat ini kita bisa
dengan mudah menunaikan wakaf uang. Adapun contoh kasus wakaf
uang yang secara langsung dan sering kita jumpai dalam masyarakat
adalah :

16
- Simpanan mudharabah, musyarakah, ijarah, murabahah pada
Bank-Bank Islam.
- Investasi wakaf uang pada sektor riil/ bisnis. Misalnya saja pada
pembangunan BMT, Koperasi, Sekolah, dll.
g. Wakalah

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan


atau mewakilkan urusan. Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan
pemeliharaan (al-Hifdh). Wakalah adalah konsep dalam Islam yang mengacu
pada perjanjian atau kuasa yang diberikan oleh seseorang (muwakkil) kepada
orang lain (wakil atau agen) untuk melaksanakan tugas atau transaksi tertentu
atas nama mereka. Ini adalah salah satu bentuk perjanjian yang digunakan
dalam keuangan Islam dan transaksi bisnis. Wakalah digunakan untuk berbagai
tujuan, termasuk berinvestasi, mengelola aset, menjual atau membeli barang,
atau bahkan untuk tujuan keuangan dan hukum lainnya.

Aplikasi wakalah di bank syariah :

1. Transfer, jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam


pemindahan dana dari satu rekening kepada rekening lainnya.
2. Collection (inkaso), melakukan penagihan dan menerima pembayaran
tagihan untuk kepentingan nasabah.
3. Penitipan, yaitu kegiatan penitipan barang bergerak, yang
penatausahaannya dilakukan oleh bank untuk kepentingan nasabah
berdasarkan suatu akad, seperti SDB.
4. Memberikan fasilitas Letter of Credit (L/C) berdasarkan prinsip
Wakalah, Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Salam/Istishna,
Qardh dan Hawalah. Anjak Piutang (Factoring), kegiatan pengalihan
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas
piutang berdasarkan akad wakalah.
5. Wali Amanat, yaitu melakukan kegiatan wali amanat.
h. Hiwalah

Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal dan al-tahwil,
artinya ialah memindahkan atau mengoperkan. Hiwalah adalah pengalihan

17
hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari
muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal‟alaih atau orang yang
berkewajiban membayar utang.

Dalam dunia perbankan aplikasi hiwalah misalnya, seorang supplier bahan


bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua
bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta
bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari
pemilik proyek.

18
DAFTAR PUSTAKA

Widya, 2022. “Akad Tijarah Dalam Tinjauan Fiqih Muamalah”. Skripsi. Bengkulu:
Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno.
Anggraini, 2022. “Akad Tabarru’ Dalam Tinjaun Fiqih Muamalah”. Skripsi. Bengkulu:
Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno.
Syahran, Rinaldi. "Akad Tabarru: Pengertian, Contoh, Hingga Dasar Hukum"Qoala. 4
September 2023. qoala.app/id/blog/perlindungan-diri/akad-tabarru/

19

Anda mungkin juga menyukai