Anda di halaman 1dari 21

HUKUM BERMUAMALAH DALAM ISLAM

A. Bermuamalah dalam Islam

1. Pengertian muamalah
Muamalah adalah hubungan antarmanusia, hubungan sosial atau
hablumminannas. Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur
hubungan antara seseorang dan orang lain.
Muamalah berasal dari kata amala, yang artinya bekerja. Muamalah adalah kata
sifat dari kata “amala” yang berarti suatu praktik pekerjaan. Muamalah secara bahasa
berarti saling melakukan atau saling menukar. Artinya perbuatan muamalah adalah
perbuatan yang melibatkan lebih dari satu orang yang berakibat timbulnya hak dan
kewajiban.
Para ulama menjabarkan kata muamalah ini menjadi suatu praktik berkaitan
dengan hukum jual-beli, hukum akad (perjanjian), hukum pinjam meminjam dan yang
berkaitan dengan masalah sosial-ekonomi lainnya.
Para fuqaha’ telah menjelaskan bahwa mu’amalah, baik jual beli, sewa menyewa,
dan semisalnya hukum asalnya adalah halal dan diperbolehkan kecuali ada dalil yang
melarangnya. Dari sini dapat diketahui bahwa hukum asal menetapkan syarat dalam
mu’amalah juga adalah halal dan diperbolehkan.

2. Ruang lingkup muamalah


a. Muamalah maddiyyah, mengkaji segi objeknya, yaitu benda yang halal, haram, dan
syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan atau diusahakan, benda yang menimbulkan
kemudharatan dan mendatangkan kemashlahatan bagi manusia dan lainnya.
b. Muamalah adabiyyah, mengkaji cara manusia melakukan suatu “transaksi”, seperti
jual beli, gadai, jaminan dan tanggungan, perseroan atau perkongsian, perseroan harta
atau tenaga (al-mudhorobah), sewa-menyewa, upah dan pemberian.

3. Prinsip-prinsip muamalah
a. Muamalah adalah Urusan Duniawi, maksudnya adalah urusan muamalah berbeda
dengan ibadah di mana dalam ibadah semua perbuatan dilarang kecuali yang
diperintahkan sedangkan dalam muamalah semua boleh dilakukan kecuali yang
dilarang, oleh karena itu semua bentuk transaksi dan akad muamalah boleh dilakukan
oleh manusia asal tidak bertentangan dengan ketentuan syara’.
b. Mumalah harus didasarkan kepada persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak,
artinya dasar dari bermuamalah adalah kerelaan dari kedua belah pihak bagaimana
pun bentuk akad dan transaksi muamalah selama kedua belah pihak rela dan sepakat
serta tidak melanggar ketentuaan syara’ itu diperbolehkan.
c. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum, maksudnya dalam bermuamalah setiap daerah
atau kelompok mempunyai kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan
bertahun-tahun yang selanjutnya menjadi adat kebiasaan dalam bermuamalah jika
adat dan kebiasaan itu tidak bertentangan dengan syara’ dan diakui oleh masyarakat
maka hal itu sah dijadikan sebagai dasar hukum.
d. Tidak boleh merugikan orang lain dan diri sendiri, maksudnya tujuan bermuamalah
adalah mencari keuntungan yang tidak merugikan orang lain, maka dari itu dalam
bermuamalah haruslah sama-sama menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat.
e. Mendatangkan manfaat, menghindari mudharat, hal ini mengarahkan para pihak yang
bermuamalah unutk menghindari perbuatan yang sia-sia dan mubazir. Serta
mewaspadai potensi risiko yang akan terjadi.
f. Memelihara nilai keadilan, muamalah yang dilakukan adalah perbuatan yang
menghindari unsur-unsur penganiayaan dan penindasan. Dan juga mengambil
kesempatan dalam kesulitan orang lain.

4. Perkara yang dilarang dalam bermuamalah


a. Riba adalah tambahan yang di berikan karena pertambahan waktu. Misalnya
seseorang meminjam uang sebesar Rp 100.000 selama satu bulan disepakati dia harus
mengembalikan uangnya sebesar Rp 110.000, ini jenis riba yang biasanya di
praktikkan oleh perbankan konvesional.
b. Perjudian adalah upaya saling merugikan, hal mana pihak-pihak yang terlibat tidak
mengetahui siapa yang akan mendapat harta mereka.
c. Gharar adalah keraguan atau ketidakjelasan dan ketidakpastian, misalnya menjual
anak kambing yang masih dalam kandungan, menjual sesuatu yang masih dalam
perjalanan dan belum sampai di tangan sang penjual.
d. Ihtikar adalah membeli barang dengan bertujuan untuk menimbunnya dan akan di
jual ketika harganya tinggi.
e. Ghubn adalah menaikkan harga barang melebihi harga barang pada umumnya.
f. Israf adalah melampaui batas atau berlebih-lebihan di dalam menjalankan harta
melebihi batas kebutuhan.
g. Ghasab adalah mengambil hak orang lain secara terang-terangan, berbeda dengan
pencurian yang dilakukan secara diam-diam dan hukum ghasab itu sendiri yaitu
haram.
h. Mengurangi takaran adalah kecurangan dari seorang penjual dalam segi takaran
dalam barang tersebut demi mendapat keuntungan yang lebih.

5. Perkara yang diperbolehkan dalam muamalah


a. Syirkah
Syirkah dalam arti bahasa adalah kerjasama, kongsi, atau bersyarikat. Syirkah
pada prakteknya dalam kegiatan ekonomi merupakan suatu usaha untuk
menggabungkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama, sumber
daya yang dimaksud bisa berupa modal uang, keahlian, bahan baku, jaringan kerja,
dan dilakukan oleh dua orang atau lebih.

b. Mudharabah
Adalah akad untuk mengikat kerjasama antara dua pihak yaitu pemodal
(shahib al-mal) dan pelaksana usaha (mudharib), akad mudharabah juga disebut bagi
hasil bagi sebagian orang. Caranya dengan menentukan berapa persen bagian
keuntungan yang akan diterima oleh kedua pihak.
Mudharib wajib mengembalikan modal yang dipinjamkan dan membayarkan
bagian keuntungan yang telah ditentukan dengan tenggat waktu atau masa kontrak
yang disetujui atau tanpa masa kontrak. Mudharib wajib mengikuti aturan yang telah
disepakati kedua belah pihak, semisal apabila pemodal menghendaki mudharib untuk
tidak menjual komoditas tertentu misalnya, akan tetapi tetap menjualnya maka
mudharib menanggung resiko penuh atas modal yang dipinjamnya.
Bagi pemodal atau shahib al-mal, ia menanggung resiko kehilangan modal
yang ditanamnya, aset yang dibeli menggunakan uangnya merupakan milik pemodal.
Apabila mudharib melanggar kontrak maka mudharib wajib menanggung resiko
penuh untuk mengganti modal yang ia pinjam.
Dalam akad mudharabah besaran nominal keuntungan tidak ditentukan di
awal perjanjian, akan tetapi porsi keuntungan atau persentase yang didapat yang di
tentukan di awal.

c. Jual beli (bai’ al-murabahah)


Adalah akad yang berlaku untuk mengikat penjual dan pembeli dengan
adanya penyerahan kepemilikan antara pedagang dan pembeli.
Ayat Al-Quran terkait jual beli :
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah
di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang-orang yang sesat.” ( QS. Al Baqarah : 198).
Beberapa akad yang ada dalam transaksi jual beli (Bai’ Al Murabahah):
1. Bissamanil Ajil, yaitu transaksi jual beli barang dengan harga yang berbeda antara
kontan dan angsuran. Hal ini dapat kita temukan pada pembelian kredit barang
semisal kendaraan bermotor, handphone, dan sebagainya. Yang tidak
diperbolehkan pada transaksi ini adalah penambahan bunga yang naik turun
sehingga membuat harga jual naik turun selama proses angsuran. Akan tetapi
boleh untuk memberikan margin keuntungan tertentu dari harga kontan yang
disepakati di awal.
2. Salam, yaitu jual beli barang secara tunai dengan penyerahan barang ditunda
sesuai kesepakatan. Semisal seorang eksportir meubel Jepara yang akan
mengekspor meubel ke luar negeri dengan jumlah barang yang besar. Hal ini
tentu akan memberatkan pengrajin meubel yang memiliki kapasitas produksi dan
modal yang kecil, sehingga eksportir membayar didepan sebagai modal awal.
3. Istisna, yaitu jual beli barang dengan pemesanan dan pembayarannya pada waktu
pengambilan barang. Hal ini lazim kita temui dengan istilah cash on delivery
untuk jual beli online. Hal ini memiliki keuntungan untuk meminimalisir kerugian
bagi pembeli akibat perbedaan spesifikasi barang yang disebutkan oleh penjual.
4. Isti’jar, yaitu jual beli antara pembeli dengan penyuplai barang.
5. Ijarah, yaitu jual beli jasa dari benda (sewa) atau tenaga/keahlian (upah). Hal ini
kita temui ketika kita membayar upah buruh atau pegawai atau selepas kita
menyewa barang atau properti tertentu.
6. Sarf, yaitu jual beli pertukaran mata uang antar negara. Hal ini karena adanya
perbedaan mata uang yang berlaku di lintas negara. Akan tetapi jenis transaksi
yang diperbolehkan hanya transaksi today spot yang transaksi dilaksanakan hari
itu juga tanpa diberi hedging atau lindung nilai akibat dari penangguhan
penyerahan.

Rukun jual-beli:
1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli);
2. Sighat (ijab dan kabul), yaitu transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak;
3. Ma’qud ‘alaih (benda atau barang), yaitu sesuatu yang menjadi objek jual;
4. Ada nilai tukar pengganti barang.

Syarat jual-beli:
1. Syarat orang yang berakad
Berakal dan yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya,
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual
sekaligus sabagai pembeli.
2. Syarat shighah
a. Maksud shighah harus jelas dan bisa dipahami. Spesifikasi objek jual-beli
manfaat yang dimaksud harus jelas, rinci, bisa dimengerti oleh pelaku akad.
b. Ada kesesuaian antara ijab dan kabul. Ijab dan kabul harus sesuai dengan
maksud dan tujuan akad. Hal ini untuk menghindari transaksi jual-beli yang
gharar.
c. Ijab dan kabul dilakukan berturut-turut, sehingga langsung bisa diketahui
maksud dan tujuan akad.
d. Keinginan melakukan akad pada saat itu. Pihak-pihak yang berakad memang
memiliki keinginan berakad pada saat transaksi terjadi. Pihak yang
bertransaksi tidak boleh dalam kondisi terpaksa atau tidak sadar.
3. Syarat ma’qud ‘alaih
a. Barang itu ada atau tidak ada di tempat tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat.
c. Barang yang dijual harus milik penjual.
d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.
e. Barang dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
4. Syarat nilai tukar (harga)
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar
dikemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.
c. Apabila jual-beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka
barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’,
seperti babi dan khamr, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai menurut
syara’. Begitu juga dengan objek jual-beli jasa, jasa yang diperjualbelikan
juga tidak boleh jasa-jasa yang diharamkan syariat Islam, seperti jasa
pelacuran, jasa kurir narkoba, dan sejenisnya.

d. Transaksi pemberian kepercayaan


Transaksi pemberian kepercayaan adalah akad atau perjanjian mengenai
penjaminan hutang atau penyelesaian dengan pemberian kepercayaan.
Akad transaksi pemberian kepercayaan adalah sebagai berikut :
1. Jaminan (kafalah / damanah), yaitu mengalihkan tanggung jawab seseorang (yang
dijamin) kepada orang lain (penjamin). Hal ini juga lazim terjadi pada ekonomi
konvensional dimana pemberi jaminan meyakinkan kreditur untuk memberikan
pinjaman kepada debitur.
2. Gadai (rahn), yaitu menjadikan barang berharga yang nilainya setara atau lebih
dari nilai pinjaman sebagai jaminan yang mengikat dengan hutang dan dapat
dijadikan sebagai bayaran hutang jika kreditur yang berhutang tidak mampu
melunasi hutangnya. Akan tetapi akad rahn tidak bisa dijadikan satu dengan akad
wadi’ah, semisal menggadaikan perhiasan dan pada proses gadai dikenai biaya
tambahan atas simpanan, karena hal ini termasuk riba.
3. Pemindahan hutang (hiwalah), yaitu pemindahan kewajiban atas pembayaran
hutang kepada orang lain yang memiliki sangkutan hutang.

e. Titipan (wadi’ah)
Adalah akad dimana seseorang menitipkan barang berharganya kepada
seseorang yang ia percaya dan memberikan biaya atas jasa simpanan yang ia lakukan,
pada akad ini kita dapati juga pada ekonomi konvensional semisal deposit box.

f. Transaksi pemberian/ perwakilan dalam transaksi (wakalah)


Transaksi ini berupa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan transaksi
tertentu, semisal penyerahan rumah atau transaksi jual beli surat berharga yang
dilakukan oleh manajer investasi yang dilakukan pada bank kustodian.

Landasan hukum :

Ayat Al-Quran terkait dengan transaksi berlandas kepercayaan :


Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Quran : Al Baqarah : 283).

6. Hikmah dalam melakukan transaksi syariah


a. Menjalin persaudaraan secara universal untuk seluruh pemeluk agama apapun;
b. Mewujudkan kesuksesan dunia dan akhirat;
c. Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan;
d. Memberdayakan angkatan kerja;
e. Mendorong kemajuan pada beragam bidang;
f. Menyelesaikan pekerjaan besar bersama untuk kepentingan umat;
g. Mengoptimalkan sumber daya alam dengan penggunaan yang bijak;
h. Menjamin pemerataan kesejahteraan;
i. Menjauhkan masyarakat dari praktik riba dan belenggu lintah darat.

B. Sistem Ekonomi Islam


1. Pengertian sistem ekonomi islam
Sistem ekonomi islam adalah sistem pemenuhan kebutuhan hidup manusia untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang didasari pada ajaran-ajaran Islam dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah yang dikembangkan oleh pemikiran manusia.

2. Tujuan sistem ekonomi islam


Tujuan sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid
dan berdasarkan rujukan pada Al-Quran dan Sunnah ialah:
a. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu papan, sandang, pangan, kesehatan dan
pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat;
b. Memastikan kesamaan kesempatan bagi semua orang;
c. Mencegah terjadi pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana
distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat;
d. Memastikan untuk setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral;
e. Memastikan stabilitas dan juga pertumbuhan ekonomi.

3. Ciri-Ciri sistem ekonomi islam


Dari penjelasan singkat pengertian sistem ekonomi ini, kita dapat mengetahui
beberapa karakteristiknya. Adapun ciri-ciri sistem ekonomi islam ialah sebagai berikut:

a. Adanya pengakuan terhadap hak individu, namun dibatasi agar tidak terjadi monopoli
yang merugikan masyarakat umum.
b. Adanya pengakuan akan hak umat atau umum, dimana hak umat lebih diutamakan
dibanding hak lainnya.
c. Adanya keyakinan bahwa manusia hanya memegang amanah dari yang Mahakuasa,
segala kelimpahan harta yang dimiliki manusia ialah berasal dari Allah sang Maha
Segalanya.
d. Adanya konsep halal dan haram, dimana semua produk “barang dan jasa” harus bebas
dari unsur haram yang dilarang dalam islam.
e. Adanya sistem sedekah, yaitu distribusi kekayaan secara merata dari yang kaya
kepada yang kurang mampu.
f. Tidak memperbolehkan adanya bunga atau tambahan dari suatu pinjaman, sehingga
hutang-piutang hanya memperbolehkan konsep bagi hasil.
g. Adanya larangan menimbun harta kepada umat Islam, hal ini dianggap menghambat
aliran harta dari yang kaya kepada yang miskin dan dianggap sebagai kejahatan besar.

4. Nilai-nilai dasar ekonomi islam


a. Adl (keadilan)
Keadilan merupakan nilai paling asasi ajaran islam. Menegakkan keadilan dan
memberantaskan kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para rasulnya.
b. Khilafah
Khilafah merupakan amanah atau tanggung jawab manusia terhadap apa-apa
yang dikuasakan kepadanya, dalam bentuk sikap dan perilaku manusia terhadap
Allah, sesama, dan alam semesta.
c. Takaful
Takaful merupakan dorongan manusia untuk mewujudkan hubungan yang
baik diantara individu dengan masyarakat.

5. Prinsip ekonomi islam


a. Mencegah kesenjangan sosial;
b. Tidak bergantung kepada nasib atau keberuntungan;
c. Mencari dan mengelola kekayaan alam;
d. Melarang praktik riba;
e. Membuat catatan transaksi dengan jelas;
f. Mengutamakan keadilan dan keseimbangan dalam berniaga.

C. Respon Islam Terhadap Transaksi Ekonomi Modern

1. E-Commerce (perdagangan elektronik)


E-Commerce adalah bisnis online yangmenggunakan media elektronik internet
secara keseluruhan, baik dalam hal pemasaran, pemesanan, pengiriman, serta transaksi
jual beli.
Fikih memandang bahwa transaksi bisnis di dunia maya diperbolehkan karena
maslahat. Maslahat adalah mengambil manfaat dan menolak bahaya dalam rangka
memelihara tujuan syara’. Bila E-Commrce dipandang seperti layaknya perdagangan
dalam islam, maka dapat dianalogikan sebagai berikut.
a. Pertama, penjualnya adalah merchant (internet servic provider atau ISP), sedangkan
pembelinya disebut customer.
b. Kedua, obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan dengan berbagai informasi,
profil, harga, gambar barang, serta status perusahaan.
c. Ketiga, sighat (ijab-qabul) dilakukan dengan payment gateway, yaitu software
pendukung (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta berguna untuk service online.

2. Bunga bank
Bunga bank adalah ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki tenggang
waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari
pinjaman sejumlah tambahan tetap.
Dilihat dari sistem pengelolahannya, bank dikelompokkan menjadi dua jenis,
yaitu bank konvensional dan bank syariah.

a. Bank konvensional
Bank konvensional adalah bank yang menggunakan sistem bunga dalam
bertransaksi dengan nasabah. Bank jenis ini ada dua macam, yaitu bank umum dan
bank perkreditan.
Pokok persoalannya sekarang ialah bagaimana perdagangan hukum Islam
terhadap umat Islam yang menggunakan jasa bank konvensional. Pertanyaan ini
mendapatkan jawaban yang berbeda dari para ulama. Dengan mengambil dasar:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (Q.S. Ali ‘Imran:130), ada ulama yang mengatakan haram, mubah,
dan mutasyabihat (tidak jelas halal haramnya).

b. Bank syariah
Bank syariah adalah bank yang dirancang sesuai dengan ajaran atau syariat
Islam. Perbankan Islam yang beroperasi atas prinsip syirkah (mitra usaha) telah
diakui di seluruh dunia. Artinya, seluruh bagian sistem perbankan yakni pemegang
saham, depositor, investor, dan peminjam turut berperan serta atas dasar mitra usaha.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dan bank syariah adalah
operasionalnya. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya didasarkan pada
bunga, sedangkan pada bank syariah dalam menjalankan usahanya minimal
mempunyai lima prinsip operasional yang terdiri dari: sistem simpanan, sistem bagi
hasil, margin keuntungan, sewa, dan fee.
Akan tetapi banyaknya pelayanan dan transaksi, sering dijumpai praktik
menyimpang dari perbankan syariah. Misalnya dalam akad musyawarah, penentuan
margin sepenuhnya dilakukan oleh Bank Syariah. Penentuan sepihak tidak
diperbolehkan karena dalam akad harus ada keterbukaan dari pihak bank.
Kebanyakan Bank syariah tidak menyerahkan barang kepada nasabah, tetapi memberi
uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang yang dibutukan. Hal ini
menyimpang dari aturan fikih, karena ada dua transaksi dalam satu akad yaitu
wakalah dan murabahah.
Selain itu, dalam praktik masih ada bank syariah yang hanya mau memberikan
pembiayaan pada usaha yang sudah berjalan selama kurun waktu tertentu, artinya
bank memilih calon nasabah (mudharib). Pembagian return pembiayaan tidak
berdasarkan pada sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing). Sistem ini
dipilih karena bank syariah belum sepenuhnya berani berbagi resiko secara penuh.
Jika keadaannya seperti ini maka dapat dikatakan bahwa kegiatan bank syariah belum
secara sempurna mengacu pada tujuan Ekonomi Islam.

c. Hukum bunga bank: riba atau bukan?


Melihat fungsi dan peranannya yang bermanfaat bagi manusia dan masyarakat
dalam perekonomian modern sekarang, keberadaan bank dapat dibenarkan dalam
ajaran Islam. Permasalahannya adalah apakah bunga bank yang dipungut oleh bank
dan bunga yang diberikan kepada masyarakat termasuk riba atau bukan. Jawaban
terhadap pertanyaan ini sangat erat hubungannya dengan pemahaman seseorang atau
sekelompok orang tentang riba sebagai hasil ijtihad mereka. Oleh karena para ulama
sampai saat ini belum berkonsensus secara bulat.

Berikut pendapat para ulama yang berbeda-beda tersebut:


1. Abu Zahra, Guru Besar Hukum Islam dari Universitas Kairo Mesir, mengatakan
bahwa bunga adalah sama dengan riba nasi’ah yang dilarang dalam Islam. Akan
tetapi karena sistem perekonomian sekarang dan peranan bank dan bunga tidak
dapat dihapuskan, maka umat Islam dapat melakukan transaksi melalui bank
berdasarkan keadaan darurat.
2. Hasil muktamar Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa
bunga yang diberikan oleh bank milik negara kepada para nasabahnya termasuk
dalam kategori tidak jelas hukumnya.
3. A. Hasan, ahli tafsir dan tokoh Islam Persatuan Islam (PERSIS), berpendapat
bahwa bunga bank bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat berlipat
ganda, sebagaimana disebut dalam Q.S Ali Imran:130.

D. Etos Kerja Islam

1. Pengertian etos
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dalam etos terkandung gairah atau
semangat yang amat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan
berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

2. Pengertian kerja
Bekerja bagi seorang muslim merupakan “ibadah”, bukti pengabdian dan rasa
syukurnya untuk mengolah dan memenuhi panggilan Ilahi agar mampu menjadi yang
terbaik.
“Bekerjalah hai keluarga (Raja dan Nabi) Daud sebagai ungkapan syukur (kepada
Allah). Sayangnya sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Qs.
Saba’: 13)

3. Karakteristik etos kerja islam


a. Kerja merupakan penjabaran aqidah
Kerja berlandaskan nilai beribadah hanya kepada Allah SWT, menjadi sumber
pembeda etos kerja Islami dari etos kerja lainnya.
b. Kerja dilandasi ilmu
Pemahaman akal dengan dinamika sifat-sifatnya terhadap wahyu merupakan
sumber penyebab terbentuknya aqidah dan sistem keimanan yang pada gilirannya
dapat menjadi sumber motivasi terbentuknya etos kerja Islami sekaligus menjadi
sumber nilai.
c. Kerja dengan meneladani sifat-sifat Ilahi serta mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya
Dalam meneladani sifat-sifat Ilahi dapat digali sikap hidup aktif, kreatif,
tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu pengetahuan dan teknologi, visioner,
berusaha efektif dan efesien, percaya diri, dan mandiri.

4. Prinsip etos kerja islami


a. Al-Salah atau baik dan manfaat
Adalah melakukan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta dapat
bermanfaat bagi orang sekitar dan orang banyak.
b. Al-Itqan atau kemantapan dan perfectness
Adalah dengan melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh, tekun, dan
teliti. Dengan kata lain yaitu melakukan suatu pekerjaan dengan sempurna.
c. Al-Ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi
Yaitu bekerja tanpa kata puas, artinya bekerja dengan sebaik-baiknya lebih
tepatnya selalu ingin melakukan pekerjaan dengan lebih baik lagi dari hari
sebelumnya.
d. Al-Mujahadah atau kerja keras dan optimal
Adalah melakukan pekerjaan dengan kerja keras tanpa pantang menyerah agar
dapat mendapatkan hasil yang maksimal.
e. Tanafus dan ta’awun atau berkompetisi dan tolong menolong
Adalah seseorang yang melakukan pekerjaan dengan bekerjasama dengan
orang lain dalam mewujudkan sesuatu untuk kebaikan diri maupun kebaikan
bersama.
f. Mencermati nilai waktu
Adalah mengenai bagaimana seseorang mengatur waktu dalam kehidupan
demi kebaikan dirinya, artinya seseorang yang melakukan pekerjaan harus mampu
mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.

5. Ciri-ciri etos kerja islam


a. Kecanduan terhadap waktu
Menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. “Maka,
apabila engkau telah selesai dari suatu pekerjaan, maka kerjakanlah urusan yang lain
dengan sungguh-sungguh.” (Qs. al Insyirah 94 : 7)
b. Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)
Menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan.
c. Memiliki kujujuran
Di dalam jiwa seorang yang jujur itu terdapat komponen nilai ruhani yang
memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang
terpuji.
d. Memiliki komitmen (aqidah, aqad, itiqad)
Adalah keyakinan yang mengikat sedemikian kukuhnya sehingga
membelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku menuju
arah tertentu yang diyakininya.
e. Istiqomah (kuat pendirian)
Kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah, dan mampu
mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko
yang membahayakan dirinya.

f. Memiliki kedisiplinan
Kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun
dalam situasi yang sangat menekan. Pribadi yang berdisiplin sangat berhati-hati
dalam mengelola pekerjaan serta penuh tanggungjawab memenuhi kewajibannya.
g. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan
Kemampuan untuk melakukan pengendalian dan mengelola emosinya
menjadi daya penggerak positif untuk tetap semangat menapaki keyakinannya.
h. Memiliki sikap percaya diri
Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian dan tegas dalam bersikap.
Berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus membawa konsekuensi
berupa tantangan dan penolakan.
i. Memiliki kreatifitas
Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau gagasan baru
dan asli, sehingga hasil kinerja dapat dilaksanakan secara efisien, tetapi efektif.
Seorang yang kreatif pun bekerja dengan informasi, data, dan mengolahnya
sedemikian rupa sehingga memberikan hasil atau manfaat yang besar.
j. Memiliki tanggungjawab
Sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah;
dengan penuh rasa cinta, ia ingin menunaikannya dengan bentuk pilihan-pilihan yang
melahirkan amal prestatif.
k. Memiliki rasa bahagia karena melayani
Melayani dengan cinta, bukan karena tugas atau pengaruh dari luar, melainkan
benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam bahwa aku bahagia karena
melayani. Melayani atau menolong seseorang merupakan bentuk kesadaran dan
kepedulian terhadap nilai kemanusiaan.

l. Memiliki harga diri


Penilaian menyeluruh mengenai diri sendiri, bagaimana ia menyukai
pribadinya, harga diri memengaruhi kreativitasnya, dan bahkan apakah ia akan
menjadi seseorang pemimpin atau pengikut.
m. Memiliki jiwa kepemimpinan
Kemampuan untuk mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran
sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya.
n. Memiliki orientasi ke masa depan
Mempunyai rencana, terarah, dan memiliki tujuan yang jelas ke depannya.
o. Hidup berhemat dan efesien
Berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang. Dan efisien berarti melakukan segala sesuatu secara benar, tepat, dan akurat.
p. Memiliki jiwa wiraswasta
Kesadaran dan kemampuan yang sangat mendalam untuk melihat segala
fenomena yang ada di sekitarnya, merenung, dan kemudian bergelora semangatnya
untuk mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan realistis.
q. Memiliki insting bertanding
Semangat bertanding merupakan sisi lain dari citra seorang muslim yang
memiliki semangat jihad.
r. Memiliki keinginan untuk mendiri
Kebahagiaan untuk memperoleh hasil dan usaha atas karya yang dibuahkan
dari dirinya sendiri.
s. Memiliki kecanduan belajar dan haus mencari ilmu
Sikap orang berilmu adalah cara dirinya berhadapan dengan lingkungan.
Kritis dan mampu melakukan analisis yang tajam terhadap segala fenomena yang
berada di sekitarnya, sehingga dia tidak mudah terkecoh atau terjebak oleh gejala-
gejala yang tidak didukung oleh persyaratan yang tepat dan benar serta proporsional.
t. Memiliki semangat perantauan
Jiwa perantauannya mengantarkan dirinya untuk mampu mandiri,
menyesuaikan diri, dan pandai menyimak dan menimbang budaya orang lain.
u. Memperhatikan kesehatan
Memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya.
v. Tangguh dan pantang menyerah
Sikap tangguh akan tumbuh sebagai bagian dari kepribadian diri kita,
seandainya kita mampu dan gemar hidup dalam tantangan.
w. Berorientasi pada produktivitas
Sikap yang konsekuen dalam bentuk perilaku yang selalu mengarah pada cara
kerja yang efisien (hemat energi). Sikap seperti ini merupakan modal dasar dalam
upaya untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang selalu berorientasi kepada
nilai-nilai produktif.
x. Memperkaya jaringan silaturahmi
Bersilaturahmi berarti membuka peluang dan sekaligus mengikat simpul-
simpul informasi dan menggerakkan kehidupan.
y. Memiliki semangat perubahan
“… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali kaum itu
sendiri yang mengubah keadaan diri mereka sendiri…” (Qs. ar-Ra’d[13]: 11)

6. Faktor yang mempengaruhi etos kerja islami


a. Agama
Cara berfikir, bersikap dan bertindak seseorang tentu diwarnai oleh ajaran
agama yang dianut jika seseorang sungguhsungguh dalam kebidupan beragama. Etos
kerja yang rendah secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya kualitas
keagamaan dan orientasi nilai budaya yang konservatif turut menambah kokohnya
tingkat etos kerja yang rendah.
b. Budaya
Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja
yang tinggi dan sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang
konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak
memiliki etos kerja.
c. Sosial politik
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras dengan penuh. Etos kerja harus dimulai dengan kesadaran
akan pentingnya arti tanggungjawab kepada masa depan bangsa dan negara.
Dorongan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
hanya mungkin timbul jika masyarakat secara keseluruhan memiliki orientasi
kehidupan yang teerpacu ke masa depan yang lebih baik.
d. Kondisi lingkungan/geografis
Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di
dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan
bahkan mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan
tersebut.
e. Pendidikan
Meningkanya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang
merata dan bermutu disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian
dan keterampilan sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas
masyarakat sebagai pelaku ekonomi.

f. Struktur ekonomi
Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota
masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan
penuh.
g. Motivasi intrinsik individu
Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang
bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan atau sikap yang didasari
oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan inilah yang menjadi suatu
motivasi kerja. Maka etos kerja juga dipengaruhi oleh motivasi seseorang yang bukan
bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam dalam diri sendiri, yang sering disebut
dengan motivasi instrinsik.

7. Faktor pendorong etos kerja islami


a. Sistem keimanan dan ajaran dalam agama islam.
b. Kesadaran tentang tugas manusia adalah sebagai khalifah.
c. Ajaran ihsan dan pengarahan agar orang Islam bersikap mandiri dalam bekerja.
d. Keharusan saling mengingatkan antara manusia.

8. Faktor penghambat etos kerja islami


a. Faktor internal penghambat etos kerja, seperti: kondisi kesehatan yang buruk;
memiliki kepribadian vested interest yaitu sikap penuh keraguan, cemas, iri, cemburu,
dan suka meremehkan; kebutuhan akan rasa aman, afiliasi dan cinta, penghargaan
dan pengakuan serta aktualisasi diri yang tidak terpenuhi; kejenuhan dan kelelahan
yang dipaksakan.

b. Faktor eksternal penghambat etos kerja, seperti: pemimpin yang tidak dapat
mengorganisir sistem kerja dengan baik dan tidak mampu menjadi teladan bagi
bawahannya; hubungan dengan atasan dan dengan sesama rekan kerja yang buruk;
tidak ada kesempatan untuk maju atau mendapat promosi; gaji, tunjangan, jaminan
sosial yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan; kondisi lingkungan fisik,
seperti penerangan dan sirkulasi udara yang buruk, fasilitas yang tidak memadai,
penataan ruang kerja yang buruk atau tidak tepat, dan sebagainya.

c. Pandangan dikotomis antara ibadah dan kerja


Salah satu penyebab keterpurukan dunia Islam adalah menguatnya
tradisionalisme, yakni cara pandang dikotomis terhadap ibadah dan kerja.
Tradisionalisme secara sederhana dapat dijelaskan sebagai lahirnya semacam
pandangan umum di kalangan masyarakat bahwa ibadah adalah persoalan ukhrawi
dan pekerjaan sehari-hari adalah urusan duniawi (atau setidaknya kurang bernilai
ibadah), yang masing-masing memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda. Pendeknya,
karena keduanya diyakini memiliki dimensi atau nilai yang berbeda, maka prioritas
terhadap keduanya juga harus dibedakan.

d. Pandangan keliru tentang makna zuhud


Zuhud adalah perilaku terpuji, tapi makna zuhud sering dikelirukan dan
disalah tafsirkan sebagai sikap menolak segala hal duniawi. Mereka menolak segala
hal yang enak dan menyenangkan, tidak mempedulikan makan dan minum,
berpakaian seadanya, dan tidak memikirkan harta kekayaan. Mereka takut terperdaya
oleh pesona dunia.

e. Paham jabariyah
Ciri orang yang berpaham jabariyah di masa kini antara lain tidak rasional,
negatif, dan pesimis terhadap dunia. Paham ini juga berimplikasi pada kekeliruan
dalam memaknai tawakal. Tawakal sering disalahartikan sebagai menyerah dan
pasrah tanpa mau berusaha mengubah nasib. Padahal, arti tawakal yang sebenarnya
ialah berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh setelah itu baru menyerahkan
hasilnya kepada Allah Swt, bukan bermakna meninggalkan ikhtiar dan usaha,
kemudian hanya berpasrah pada nasib atau dapat diistilahkan kalah sebelum
berperang.

Anda mungkin juga menyukai