Anda di halaman 1dari 6

PENGUJI 3

FIQH MUAMALAH

A. Pengertian Fiqh Muamalah


Fiqih Muamalah terdiri dari dua kata yaitu Fiqih dan Muamalah. Fiqih menurut
bahasa berarti paham, sedangkan menurut istilah Pengetahuan keagamaan yang
mencakup seluruh ajaran agama baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliyah(ibadah).
Dari segi bahasa, muamalat merupakan bentuk jama’ dari kata muamalati
sedangkan muamalah berasal dari kata (amala, yuamilu, muamalatan). yang berarti
saling bertindak, saling berbuat dan saling mengamalkan.
- Pengertian muamalah dalam arti luas : Yaitu aturan-aturan/ hukum Allah untuk
mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
- Arti sempit : Yaitu aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan
mengembangkan harta benda.

Pengertian Fiqih Muamalah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :


1. Arti Sempit
Menurut Hudhari Beik, Akad yang memperbolehkan manusia saling menukar
manfaat. Sedangkan menurut Rasyid Ridha yaitu Tukar menukar barang atau
sesuatu yg bermanfaat dg cara-cara yg telah ditentukan.
2. Arti Luas
 Menurut Ad-Dimyati yaitu Aktivitas untuk menghasilkan duniawi
menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.
 Menurut M. Yusuf Musa yaitu Peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan
ditaati dlm hidup bermasyarakat utk menjaga kepentingan manusia
 Menurut Idris Ahmad yaitu Aturan Allah yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia dalam usaha untuk mendapatkan alat-alat keperluan
jasmaninya dengan cara yang paling baik.

B. MA’ADIYAH DAN ADABIYAH


Pembagian Fiqh Muamalah
Menurut Al Fikri, dalam kitab Al Muamalah Al Madiyah wa Al Muamalah Al Adabiyah,
membagi fiqih muamalah menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Al Muamalah Al Madiyah (Objek Benda)
Muamalah yang mengkaji dari segi objeknya yaitu benda. Dengan kata lain, al-
muamalah al-madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara’ terkait dengan objek
benda. Dimaksudkan dengan aturan, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang
sifatnya kebendaan, seperti jual-beli (al-bai’), tidak saja ditujukan untuk
mendapatkan keuntungan (profit) semata, akan tetapi juga bagaimana dalam aturan
mainnya harus memenuhi aturan jual-beli yang ditetapkan syara.
Sebagian Ulama berpendapat bahwa muamalah al madiyah bersifat kebendaaan,
yakni benda yang halal, haram, syubhat untuk dimiliki, diperjualbelikan, benda yang
menimbulkan kemadharatan dan kemaslahatan bagi manusia, dan lain-lain.
Ruang lingkup muamalah madiyah adalah jual beli, gadai, jaminan, pemindahan
utang, perseroan, sewa-menyewa tanah, upah, gugatan, sayembara, pembagian
kekayaan bersama, pemberian, pembebasan, dan beberapa masalah mu’ashiroh
seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnya.
2. Al Muamalah Al Adabiyah (Cara tukar menukar-Proses Transaksi)
Muamalah ditinjau dari segi cara tukar menukar benda, yang sumbernya dari panca
indra manusia sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban
seperti jujur, iri, dendam. Dengan kata lain, al-muamalah al-adabiyah adalah aturan-
aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat,
ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada
bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela
sama rela atau terpaksa, ada unsur dusta dsb.
Hal-hal yang termasuk dalam ruang lingkup muamalah adabiyah adalah ijab dan
qabul, saling meridai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, kejujuran
pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber
dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.

C. Macam-Macam Akad
1. Murabahah
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan yang disepakati
oleh para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu, jumlah dan jenis produknya
diperjelas secara detail. Nantinya, produk akan diserahkan begitu akad jual beli
diselesaikan. Untuk pihak pembeli, bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan
atau membayar tunai.
2. Salam
Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli akan
memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah
dijelaskan secara rinci, lalu baru produk akan dikirimkan.
3. Istishna
Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan
barang akan didasari dari kriteria yang disepakati. Dalam akad ini, proses
pembayarannya juga sesuai kesepakatan dari pihak yang berakad, baik itu dibayar
ketika produk dikirim atau dibayar di awal seperti akad salam.
4. Mudharabah
Akad ini lebih mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal dengan mudharib-
nya, atau pengelola modal. Nantinya, pengelola dan pemilik modal akan membagi
hasil keuntungan dari usaha yang dilakukan. Jika ada kerugian, hanya pemilik modal
yang menanggung kerugiannya.
5. Musyarakah
Sedikit berbeda dengan Mudharabah, akad ini dilakukan oleh dua pemilik modal
atau lebih yang menghimpun modalnya untuk proyek atau usaha tertentu. Nantinya,
pihak mudharib atau pengelolanya akan ditunjuk dari salah satu pemilik modal
tersebut. Biasanya, akad ini dilakukan untuk proyek atau usaha dimana modalnya
dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan sebagian lainnya dimodali oleh
nasabah.
6. Musyarakah Mutanaqisah
Akad jual beli barang ini mengatur dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk suatu
barang. Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari kepemilikan barang
pihak lainnya dengan cara mencicil atau bertahap. Akad ini biasa dilakukan jika ada
proyek yang dibiayai oleh nasabah dan lembaga keuangan yang kemudian dibeli
oleh pihak lainnya secara bertahap atau cicilan.
7. Wadi’ah
Wadi’ah adalah akad di mana salah satu pihak akan menitipkan suatu produk untuk
pihak kedua.
8. Wakalah
Akad ini lebih mengatur untuk mengikat antara perwakilan satu pihak dengan pihak
yang lain. Akad ini biasa diterapkan dalam pembuatan faktur atau invoice,
penerusan permintaan, atau pembelian barang dari luar negeri.
9. Ijarah
Akad Ijarah mengatur mengenai persewaan barang yang mengikat pihak yang
berakad. Biasanya, akad ini dilakukan jika barang yang disewa memberikan
manfaat. Biasanya, penerapan akad dalam bank syariah ini adalah cicilan sewa
yang terhitung sebagai cicilan pokok untuk sebuah harga barang.
10. Jualah
Ju’alah itu memiliki kesamaan dengan akad ijarah (jual jasa) yaitu adanya upah
karena mendapatkan manfaat atau jasa. Perbedaannya, akad ju’alah transaksi mulai
mengikat ketika pekerjaan dimulai. Pada saat itu, tidak boleh ada pihak yang
membatalkan transaksi secara sepihak. Dalam akad ju’alah hanya disyaratkan
adanya kejelasan jasa atau manfaat yang menjadi objek transaksi.
11. Kafalah
Akad kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh satu pihak
ke pihak lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran lebih dulu (advance
payment bond), garansi sebuah proyek (performance bond), ataupun partisipasi
tender (tender bond).
12. Hawalah
Akad Hawalah mengatur mengenai pemindahan utang maupun piutang dari pihak
satu ke pihak lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah kepada
nasabah yang ingin menjual produknya kepada pembeli dalam bentuk giro mundur
atau biasa disebut Post Dated Check. Tentunya, akad ini harus dilakukan sesuai
dengan prosedur syariah.
13. Rahn (Gadai)
14. Qardh
Akad Qardh mengatur mengenai pemberian dana talangan kepada nasabah dalam
kurun waktu yang cenderung pendek.
D. MACAM-MACAM RIBA
1. Riba Nasiah
Riba Nasi'ah adalah salah satu macam-macam riba dalam Islam dengan
penangguhan, penyerahan, atau penerimaan barang ribawi dengan jenis barang
ribawi lainnya.
Contoh macam-macam riba dalam Islam ini adalah Fahri meminjam dana
kepada Juki sebesar Rp 300.000 dengan jangka waktu atau tenor selama 1
bulan, apabila pengembalian dilakukan lebih dari satu bulan, maka cicilan
pembayaran ditambah sebesar Rp 3.000.
2. Riba Al Yad adalah salah satu dari macam-macam riba dalam Islam dengan jual
beli atau yang terjadi dalam penukaran. Penukaran tersebut terjadi tanpa adanya
kelebihan, salah satu pihak yang terlibat meninggalkan akad, sebelum terjadi
penyerahan barang atau harga.
3. Riba Qard adalah salah satu dari macam-macam riba dalam Islam dengan suatu
manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang. Contoh macam-macam riba dalam Islam ini adalah Putra
memberikan pinjaman dana tunai pada Faozan sebasar Rp 1.000.000 dan wajib
mengembalikan pokok pinjaman dengan bunga sebesar Rp 1.500.000 pada saat
jatuh tempo dan kelebihan dana pengembalian ini tidak dijelaskan tujuannya
untuk apa.
4. Riba Jahiliyah adalah salah satu dari macam-macam riba dalam Islam dengan
hutang yang dibayar lebih dari pokoknya. Kondisi ini terjadi karena si peminjam
tidak mampu bayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
Contoh macam-macam riba dalam Islam ini adalah Fulan meminjam Rp 700.000
pada Fulana dengan tempo dua bulan. Pada waktu yang ditentukan, Fulan
belum bisa membayar dan meminta keringanan. Fulana menyetujuinya, tapi
dengan syarat Fulan harus membayar Rp 770.000.

E. Kaidah Fiqh Muamalah – skripsi (1,3,4)


1. Al-Ashlu fi (muamalati/asyati) al ibahah hatta yadulla dalilu ala tahrimiha
(Hukum asal semua (mu‟amalat/sesuatu) adalah boleh, hingga ada dalil yang
menunjukkan kebolehanya) (SKRIPSI)
2. ”Al-Ibratu bi al-maqashid wa al-musammiyaat la bi al-alfazh wa at-tasmiyat”
(Yang menjadi patokan adalah maksud dan substansi, bukan redaksi ataupun
penamaanya.)
3. Tahriim Akl Amwaal An-Naas Bi Al-Baathil : Diharamkan memakan harta
orang lain secara batil (tidak benar).
4. Laa Dharara Wa Laa Dhiraara”: Tidak boleh merugikan diri sendiri ataupun
orang lain.
5. At-Tahfif Wa At-Taisir La Tasydidu Wa At-Ta’sir; Memperingan dan
mempermudah, bukan memperberat dan mempersulit”.
6. Ri’ayatut al-dlarurat wa al-haajaat; (Memperhatikan keterpaksaan dan
kebutuhan.)
F. Prinsip Muamalah
1. pertama, kebolehan dalam melakukan aspek muamalah, baik, jual, beli, sewa
menyewa ataupun lainnya. Kaidah fiqh Al-Ashlu fi (muamalati/asyati) al
ibahah hatta yadulla dalilu ala tahrimiha (Hukum asal semua
(mu‟amalat/sesuatu) adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan
kebolehanya)
2. Kedua, muamalah dilakukan atas pertimbangan membawa kebaikan (maslahat)
bagi manusia dan atau untuk menolak segala yang merusak (dar al mafasid wa
jalb al masalih).
3. Ketiga, muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keseimbangan
(tawazun)
4. Keempat, muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan dan
menghindari unsur-unsur kezaliman

G. Pendapat Bank Syariah


Menurut saya, perkembangan bank syariah di Indonesia sedang masif-masifnya.
Produk-produk yang ditawarkan juga beragam. Bagi orang awam mengira bank
syariah dan bank konvensional itu sama aja. Karena potongannya gajauh beda.
Namun menurut saya yg membedakan bank konven dan bank syariah itu terletak di
akad pada produk itu. Bagi masyarakat yg sudah tau akad dan prosedur dalam akad
dalam produk itu pasti akan paham imbalan bagi hasilnya bu.
Yang jadi masalah dan kritik bagi bank syariah : 1. Lebih masif lagi sosialisasinya
dan juga sosialiasi produk jelaskan akad apa yg dipakai dan bagaimana sistem bagi
hasilnya.
2. Kritik bagi bank syariah, ketika saya membuat rekening baru. Itu tuh
gadijelaskan sama sekali produknya dan memakai akad apa, dan bagaimana sistem
bagi hasilnya. Kalau masyarakat luas pasti bakal mengira potongan itu malah bunga
 makanya ada statement seperti itu

H. Syarat-syarat jual beli


1. Tentang Subjeknya :
Bahwa kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli tersebut haruslah :
1) Penjual dan pembeli keduanya berakal.
2) Atas kehendak sendiri
3) Bukan pemboros (mubazir)
4) Dewasa dalam arti balig
2. Tentang Objeknya :
Yang dimaksud objek jual beli adalah benda yang menjadi sebab terjadinya
perjanjian jual beli. Benda tersebut harus memenuhi syarat-syarat:
1) Suci barangnya
2) Dapat di manfaatkan
3) Milik orang yang melakukan akad
4) Mampu menyerahkan
5) Mengetahui
6) Barang yang diakadkan di tangan
7) Tentang Ijab dan Qabul
I. Syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
- Orang yang mengucapkan ijab dan qobul telah balig dan berakal
- Qabul sesuai dengan ijab.
- Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu majelis
- Ada nilai tukar pengganti barang

J. Nilai Tukar Pengganti Barang


- bisa menyimpan nilai (store of value),
- bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan,
- bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange)

K. Rukun Jual Beli


Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Bab IV tentang Ba’i pasal 56 itu ada tiga

yaitu : pohak-pihak, objek ; dan kesepakatan.1 Akan tetapi menurut jumhur ulama rukun

jual beli itu ada 4 (empat) yaitu :

a. Adanya orang yang berakad al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)

b. Adanya shighat (lafal ijab dan qabul)

c. Adanya barang yang dibeli

d. Adanya nilai tukar pengganti barang2

L. Akad yg di bank
Wadiah. Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, IMBT,
Qardh
IMBT adalah : Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang.

1
Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hal. 25
2
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2012) hlm. 71

Anda mungkin juga menyukai