Anda di halaman 1dari 9

KB 1

A. 5 konsep dan deskripsi di dalam Bahan Ajar.

1. Secara definitif, ariyah berasal dari bahasa Arab yang artinya ganti pemanfaatan sesuatu
kepada orang lain. Ariyah adalah izin menggunakan suatu benda dari orang lain, tanpa imbalan,
serta tidak mengurangi atau merusak benda tersebut.

2. Secara umum, hukum asal pinjam-meminjam atau ariyah adalah mubah atau boleh dilakukan.
Hal ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 15.

3. Rukun adalah perkara pokok yang harus dipenuhi. Dalam hal ariyah, jika salah satu rukun ada
yang gugur, akad pinjam-meminjam menjadi batal dan tidak sah. Rukun tersebut ada 4: Adanya
mu’ir atau orang yang meminjami benda tersebut. Adanya musta’ir atau orang yang meminjam
benda tersebut. Adanya musta’ar atau barang yang akan dipinjam. Adanya sighat ijab kabul.

Adanya mu’ir atau orang yang meminjami benda tersebut. Adanya musta’ir atau orang yang
meminjam benda tersebut. Adanya musta’ar atau barang yang akan dipinjam. Adanya sighat ijab
kabul.

4. Shigat ijab kabul ini berupa permintaan izin untuk meminjam barang atau uang. Apabila
seseorang bermaksud meminjam, sedang ia tak meminta izin atau tanpa ada shigat ijab kabul, hal
itu bukan termasuk ariyah, melainkan pencurian. Selain itu, barang yang dipinjam wajib dijaga
kondisi dan kualitasnya. Si peminjam selayaknya merawat barang pinjaman tersebut seakan-akan
merawat barang miliknya pribadi.

5. Seiring berlalu waktunya, perkara ariyah bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.


Kini, ada institusi keuangan yang bertugas menangani urusan pinjam-meminjam. Sebagai misal,
lembaga koperasi simpan-pinjam, bank-bank syariah, atau lembaga muamalah lainnya.

B. evaluasi dan refleksi atas pemaparan materi pada Bahan Ajar

Ariyah berasal dari kata i’arah yang berarti meminjamkan. Sementara dalam ilmu fiqh, ulama
Hanafiyyah dan Malikiyyah medefinisikan ariyah sebagai menyerahkan kepemilikan manfaat
(suatu benda) dalam waktu tertentu tanpa imbalan.

Sementara para ulama Syafi’iyyah dan Hambalillah mendefinisikan ariyah sebagai izin
menggunakan barang yang halal yang dimanfaatkan, di mana barang tersebut tetap dengan
wuhudnya tanpa disertai imbalan. Terdapat juga pengertian lain tentang ariyah, yaitu pengalihan
kepemilikan dengan jaminan, yaitu yang mengeluarkan uang dari pemilik dan pihak lain
menyatakan akan menjamin keutuhan bendanya jika barang dan menjaga nilainya jika berubah.

C. kelebihan dan kekurangan terkait dengan penjelasan materi pada Bahan Ajar.
Kelebihan : pemaparan materi sudah jelas dan disertai dengan ayat Al-Qur’an.mudah
dipahami,terstruktur dan berurutan dalam melampirkan dasar hukumnya.

Kekurangan : masih kurangnya contoh – contoh yang relevan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari hari sehingga bermunculan polemik.

D. Kaitan isi Bahan Ajar dengan nilai moderasi beragama

Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah,
ibadah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran yang sangat penting adalah bidang
muamalah (ekonomi Islam). Ruang lingkup fiqh muamalah terbagi dua yaitu ruang lingkup
muamlah yang bersifat adabiyah ialah ijab dan kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan
dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penimbunan dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.

Ruang lingkup yang bersifat madiyah yaitu mencakup segala aspek kegiatan ekonomi manusia,
diantaranya tentang jual beli, pegadaian, penitipan, kerja sama pertanian, perdamaian bisnis dan
tentang ‘ariyah atau peminjaman. Salah satu bentuk interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari
adalah kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan yang sering dilakukan dalam keseharian hampir
semua orang. Di saat setiap orang tidak selalu memiliki semua barang untuk memenuhi
kebutuhannya, maka salah satu jalan keluarnya adalah dengan meminjamnya dari orang lain.
Pinjam Meminjam merupakan bagian dari Muamalah, karena muamalah merupakan aturan yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia lainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pinjam Meminjam merupakan salah satu bukti bahwa manusia akan selalu membutuhkan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
KB 2

A. 5 konsep dan deskripsi di dalam Bahan Ajar

1. Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.

2. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah menukar barang dengan
barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan.

3. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis), diantaranya; ulamak
Hanafiyah “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus
(yang di bolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al-majmu’
mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar
barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik atas dasar
saling merelakan.

4. Dasar hukum jual beli adalah al-Qur’an dan al-hadits, sebagaimana disebutkan dalam surat al-
Baqarah
ayat 275. Berdasarkan dalil tersebut, maka hukum jual beli adalah jaiz ( boleh ). Namun tidak
menutup kemungkinan perubahan status jual beli itusendiri, semuanya tergantung pada terpenuhi
atau tidaknya syarat dan rukun jual beli.

5. Ada empat rukun jual beli dalam Islam, yakni adanya penjual, adanya pembeli, adanya
barang, dan terakhir adanya shighah atau ijab–kabul. Sedangkan syarat jual beli ada tujuh
syarat. Ibnu Balban rahimahullah mengatakan, “Dengan memenuhi tujuh syarat: [1] adanya rida
antara dua pihak, [2] pelaku jual-beli adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi, [3] yang
diperjual-belikan adalah harta yang bermanfaat dan mubah (bukan barang haram), [4] harta
tersebut dimiliki atau diizinkan untuk diperjual-belikan, [5] harta tersebut bisa dipindahkan
kepemilikannya, [6] harta tersebut jelas tidak samar, [7] harganya jelas.

B. Evaluasi dan refleksi atas pemaparan materi pada Bahan Ajar.

Manusia adalah makhluk yang membutuhkan banyak hal dalam menjalankan kehidupannya.
Tentu saja jika tidak dipenuhi, manusia akan kesulitan untuk bisa hidup dengan baik dan optimal
dalam menjalankan proses aktivitas-nya. Untuk itu, segala kehidupan manusia membutuhkan alat
atau sarana untuk memenuhinya termasuk berhubungan dengan interaksi sosial bersama manusia
lainnya agar mencapai Tujuan Penciptaan Manusia, Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat
Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama, Sukses Dunia Akhirat Menurut
Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam

Jual beli adalah aktivitas sehari-hari yang pasti dilakukan oleh semua manusia, termasuk umat
islam. Pada kenyataannya di masyarakat, jual beli terkadang menjadi hal yang melanggar aturan
dan melanggar hak-hak orang lain. Jual beli ini menjadi sarana untuk melakukan kedzaliman
seperti penipuan, pengambilan untung yang tidak sesuai, dan lain sebagainya. Untuk itu, berikut
adalah kaidah fiqih muamalah jual beli dalam islam.Islam dalam hal ini mengatur segala aspek
kehidupan manusia sebagaimana islam mengatur-nya dengan tujuan melindungi dan membuat
kemaslahatan untuk manusia itu sendiri. Salah satunya adalah dengan jual beli. Istilah dalam
islam adalah bermuammalah yang sesuai dengan hukum syariat.

C. kelebihan dan kekurangan terkait dengan penjelasan materi pada Bahan Ajar.
Materi sesuai dengan inti-inti dari jual beli dalam islam, singkat namun mudah dipahami.
Semoga ada materi lain seperti artikel atau jurnal sebagai pembanding dan menambah wawasan
dalam pendalaman materi.

D. Kaitan isi Bahan Ajar dengan nilai moderasi beragama.


Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh
semua manusia. Tetapi jual beli yang benar menurut hukum Islam belum tentu semua orang
muslim melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentutan-
ketentuan yang di tetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).

Di dalam al-Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber hukum Islam banyak memberikan
contoh atau
mengatur bisnis yang benar menurut Islam. Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk
pembeli. Sekarang ini lebih banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu
tanpa berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Mereka cuma mencari keuntungan
duniawi saja tanpa mengharapkan barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.

Setiap manusia yang lahir di dunia ini pasti saling membutuhkan orang lain, aka selalu
melakukan tolong–menolong dalam menghadapi berbagai kebutuhan yang beraneka ragam, salah
satunya dilakukan dengan cara berbisnis atau jual beli. Jual beli merupakan interaksi sosial antar
manusia yang berdasarkan rukun dan syarat yang telah di tentukan. Jual beli diartikan “al-bai’,
al-Tijarah dan al-Mubadalah”. Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar
barang atau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua belah pihak sudah
menyepakati perjanjian yang telah dibuat
KB 3

A. 5 konsep dan deskripsinya yang Anda temukan di dalam Bahan Ajar.

1. Secara lughah (bahasa), khiyar berarti; memilih, menyisihkan atau menyaring. Secara


semantik kebahasaan, kata khiyar berasal dari kata khair yang berarti baik. Dengan demikian
khiyar dalam pengertian bahasa dapat berarti memilih dan menentukan sesuatu yang terbaik dari
dua hal (atau lebih) untuk dijadikan pegangan dan pilihan. Sedangkan menurut istilah, khiyar
adalah; hak yang dimiliki seseorang yang melakukan perjanjian usaha (jual-beli) untuk
menentukan pilihan antara meneruskan perjanjian jual-beli atau membatalkannya.

2. Khiyar dalam transaksi atau akad jual beli – sebagaimana dijelaskan oleh Wahbah Az-Zuhaili
dalam kitabnya “Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu”, banyak sekali ragamnya. Ulama Hanafiyah
membagi khiyar menjadi 17 macam, dan ulama Hanabilah membaginya menjadi 8 (delapan)
macam, yaitu; Khiyar Masjlis, Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar
Takhbir Bitsaman, Khiyar bisababi takhaluf,  dan  Khiyar ru’yah. Sementara Ulama Malikiyah
membagi khiyar menjadi 2 (dua) macam (khiyar mutlak dan khiyar naqishah), yakni apabila
terdapat kekurangan atau aib pada barang yang dijual. Sedangkan Ulama Syafi’iyah berpendap
bahwa khiyar terbagi dua; Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni khiyar yang menyebabkan pembeli
memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun
syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya
kesalahan dalam pembuatan atau pergantian.

3. Dasar Hukum Khiyar adalah tertulis dalam QS. Al-Baqarah/2: 275 dan hadits Rosululloh :
Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual beli
dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan rekannya karena
khawatir dibatalkan.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).

4. Jika mencermati pengertian, tujuan dan maksud disyariatkannya khiyar Syarat, maka dapat
difahami bahwa antara khiyar Syarat dan garansi memiliki perbedaan yang cukup mendasar
sekalipun dalam hal tertentu memiliki sisi kesamaan.

Perbedaan mendasarnya adalah; bahwa Khiyar Syarat merupakan suatu transaksi antara penjual
dan pembeli yang dapat menyebabkan terjadinya pembatalan transaksi jual beli sesuai dengan
kesepakan kedua belah pihak. Sedangkan garansi umumnya merupakan salah satu bentuk
pelayanan pihak penjual untuk menjamin kualitas barang, dimana selama waktu yang telah
ditentukan, penjual memberikan perawatan terhadap barang yang telah dijual jika terjadi sesuatu,
baik menyangkut perawatan maupun kerusakan dan tidak berakibat pada pembatalan transaksi
jual beli.

5. Faktor-Faktor yang Menghalangi Pembatalan Akad dan Pengembalian Barang antara lain:


Pertama: Pihak pembeli ridha setelah mengetahui adanya kecacatan barang, baik dengan
mengucapkkannya secara langsung atau berdasarkan petunjuk/indikator lainnya. Kedua:
Menggugurkan Khiyar, baik secara langsung atau adanya indikator/petunjuk lainnya. Ketiga:
Barang rusak karena perbuatan pembeli atau berubah dari bentuk aslinya.

B. Khiyar merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melaksanakan
berbagai aktifitas bisnis, khususnya dalam persoalan jual beli. Saking pentingnya persoalan ini,
maka para ulama fikih (fuqaha’) membahasnya secara panjang lebar dalam pembahasan
tersendiri atau setidaknya dalam sub pembahasan tersendiri pada bab buyu’ (jual beli).

Dalam praktiknya, tidak sedikit orang merasa gelo (menyesal) dalam melakukan transaksi jual
beli. Penyesalan tersebut dapat terjadi baik di pihak penjual maupun pihak pembeli. Penyesalan
umumnya dapat diakibatkan oleh tidak adanya transparansi, tekhnik penjualan yang tidak oftimal
sampai persoalan kualitas barang yang ditransaksikan tidak sesuai dengan harapan, baik karena
kesengajaan pihak penjual maupun karena ketidak cermatan, kurang hati-hati (tergesa-gesa) atau
faktor-faktor lainnya dari pihak pembeli.

C. Sudah jelas dan mudah diphamai. namun lebih baik lagi ditambah dengan referensi lain
seperti artikel atau jurnal.

D. Kaitan isi Bahan Ajar dengan nilai moderasi beragama.

Dinamika lingkungan bisnis mendorong perubahan-perubahan yang harus dilakukan organisasi


bisnis dalam memenangkan persaingan dan memberikan nilai yang maksimal bagi organisasi,
pelanggan, dan pemangku kepentingan. Kondisi tersebut terjadi pada secara umum industri,
termasuk yang berada dalam ekosistem ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Pada organisasi
bisnis dalam ekonomi syariah, perubahan-perubahan yang terjadi tidak boleh bertentangan
dengan hukum fikih perdagangan yang bersumber pada sumber hukum syariah yaitu Al-Quran
dan As-Sunnah, serta Ijtihad. Sebagai salah satu wujud kesempurnaan Islam dalam muamalah
perdagangan, konsep khiyar atau hak pembatalan akad ditetapkan dan diatur untuk menjaga
keadilan, keridhaan, dan perlindungan pihak-pihak yang bermuamalah, serta terlaksananya
muamalah yang halal.
KB 4

A. 5 konsep dan deskripsinya  di dalam Bahan Ajar

1. Riba adalah al-ziyâdah atau tambahan. Ulama Hanâbilah dalam kitab al-Zuhaili, al-Fiqhu al-
Islâmi, seperti dikutip dalam artikel Islami.co, pengertian dari sisi syariah, riba adalah tambahan
tertentu yang diberikan pada barang tertentu. Atau selanjutnya, riba adalah lebihan nilai harta
yang ditentukan secara tidak adil dengan tanpa adanya kesepakatan harga yang terjadi dalam
transaksi tukar menukar antara harta dengan harta baik berupa uang maupun barang.

2. Riba secara garis besar terbagi ke dalam 4 bentuk yaitu, Al – Qardh, Al – Fadhl, Al – Yad, dan
An – Nasiah.

3. Allah SWT menurunkan surat Al-Baqarah ayat 275-279 yang tertulis secara tegas dan jelas
bahwa riba adalah haram. Allah melarang riba secara mutlak dan keseluruhan, meskipun
jumlahnya sedikit. Dalam ayat tersebut, Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mereka yang
dengan jelas melakukan riba

4.  Riba Qardh adalah Riba dari akibat praktek utang piutang yang disyaratkan adanya tambahan
pada pengembalian dengan konsekuensi waktu. Riba Fadl Riba yang terjadi ketika ada tindakan
jual beli atau pertukaran barang sejenis dengan berbeda takaran atau kadar. Riba Yadh adalah
riba yang diakibatkan oleh kegiatan jual beli dengan perbedaan nilai ketika terjadi penundaan
transaksi. Riba nasi’ah atau riba di kalangan ahli tafsir juga disebut dengan riba jahiliyah
merupakan salah satu jenis riba yang diakibatkan oleh proses jual beli atau pertukaran barang
yang tidak sejenis dan dilakukan secara hutang, dengan adanya tambahan nilai transaksi ketika
terdapat penangguhan waktu pembayaran.

5. Alasan Riba diharamkan:

 Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta orang lain tanpa ganti. Sebab orang yang
meminjamkan satu kali jumlah uang dengan dua kali jumlah uang, maka orang tersebut
mendapatkan keuntungan tanpa ganti. Sedangkan, satu kali keuntungan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan hidup pihak yang dipinjami.
 Kedua, Bergantung kepada riba dapat membuat orang malas bekerja. Orang yang
terjerumus dalam praktek riba menganggap mendapatkan uang adalah cara yang mudah.
Hal tersebut dilakukan dengan membebankan keuntungan pada orang lain.
 Ketiga, Riba akan menyebabkan terputusnya sikap belas kasih antara sesama manusia
dalam membantu. Membantu pihak yang sedang membutuhkan adalah kewajiban dalam
berhubungan sosial. Dengan adanya riba, semangat saling bantu dapat pudar.
 Keempat, memperdalam ketimpangan sosial. Biasanya, pihak yang mengambil
keuntungan memiliki tingkat kehidupan yang lebih sejahtera. Jeratan tambahan nilai
barang atau hutang dapat memperparah keadaan orang yang lebih membutuhkan.

B. evaluasi dan refleksi atas pemaparan materi pada Bahan Ajar.


Dalam muamalah Islam riba tidak diperbolehkan, karena praktik riba ini sama saja dengan
mengambil harta tambahan dari orang lain. Tambahan harta tersebut tidak hanya dari pinjam
meminjam tetapi ada juga dari jual beli, transaksi yang menguntungkan satu pihak, dan transaksi
lainnya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam (batil).

praktik riba ini juga tidak di perbolehkan karena riba juga dapat membebani orang yang dalam
kesulitan padahal Islam adalah ajaran yang tidak membebani umatnya, Islam juga menjelaskan
bahwa sesuatu yang didapatkan tidak sesuai dengan ajaran Islam itu haram.

Praktik riba ini juga harta yang di dapat tidak mendapat manfaat, bahkan Allah akan
membinasakan orang yang melakukan praktik riba di dunia, dan kelak di hari akhir Allah akan
menyiksanya akibat harta tersebut. Bahkan orang yang memakan harta riba yang hartanya
berlimpah ruah hingga tidak dapat di hitung, tapi tidak ada satupun dari mereka dari kerberkahan
dan kenikmatan dari harta tersebut.

C. kelebihan dan kekurangan terkait dengan penjelasan materi pada Bahan Ajar.

Materi yang disampaikan ringkas dan jelas, namun alangkah baiknya ditambah sumber referensi
lain sebagai penambah khazanah keilmuan.

D. Kaitan isi Bahan Ajar dengan nilai moderasi beragama

Pada masa Rasulullah, kegiatan ekonomi berjalan dengan sangat sederhana, tidak ada lembaga
perbankan seperti yang marak saat ini. Islam memahami bahwa masalah perekonomian adalah
masalah manusia bersama (amru al-mujtama’) yang telah ada bersama adanya masyarakat, maka
sesuai dengan watak agama Islam yang rahmah, menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat.
Islam hanya perlu mengatur dengan sebuah prinsip hindari prilaku kedzaliman (adz-dzulm).

Prilaku riba pernah terjadi secara masif  dan endemic dalam masyarakat jahiliyah, maka Al-Qur-
an melarangannya secara bertahab. Ayat-ayat riba yaitu: Q.S. Ar-Ruum 39, An-Nisa’ 161, Ali
Imran 130, Al-Baqarah 275, 276, Al-Baqarah 278, 278; Ayat-ayat tersebut semua muhkamaat,
secara teoritik cukup memadai dikatakan sebagai dalil qoth’i baik dari segi wurud (transmisi)
maupun dalalahnya. Oleh karena itu kalangan fuqoha’ “sepakat” bahwa riba adalah dilarang atau
haram.

Diera modern, pertumbuhan penduduk semakin cepat, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
manusia meningkat, maka pertumbuhan ekonomi harus digenjot untuk mengimbangi berbagai
kebutuhan manusia tersebut. Kodrat manusia yang berbeda; Kaya-miskin, surplis dana dan
minus dana, maka secara alami manusiapun merasa perlu bahu-membahu saling membantu
finansial satu dengan lainnya

Anda mungkin juga menyukai