DISUSUN OLEH
NAMA KELOMPOK :
RINA (6)
SYACHRIAL HENDRI OKTARYAN (16)
WAHYU RAFI HISYAM .S. (22)
SETYA FARISMADANI (9)
KELAS : XI AP 4
DAFTAR ISI
BAB I
A. PENDAHULUAN
Pengertian Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam
BAB II
B. PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Muamalah
1.2. Macam-macam Muamalah
1.2. Qirad
1.2.1 Jual-Beli
1.2.2 Khiyar
1.2.3 Riba
1.2.4 Utang-piutang
1.2.5 Sewa-menyewa
1.2.6 Syirkah
1.2.7 Mudharabah
1.2.8 Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
1.2.9 Perbankan
1.3. Asuransi Syariah
BAB III
C. PENUTUP
Kesimpulan
BAB 1
A. PENDAHULUAN
Pengertian Prinsip-prinsip dan Praktik Ekonomi Islam
Pengertian prinsip dan praktik ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan prinsip dan aturan-aturan syariat Islam yang harus dipatuhi dalam
praktik kegiatan ekonomi. Mulai dari transaksi jual-beli, tukar-menukar barang, hingga
persoalan hutang-piutang.
Segala hal yang berkaitan dengan proses transaksi tersebut diatur sedemikian rupa agar
pelaksaannya tidak melanggar peraturan Islam sehingga tidak terjerumus dalam praktik riba.
Dalam praktiknya, prinsip dan praktik ekonomi Islam sangat mengandalkan yang namanya
akad.
Akad menjadi kunci dan fokus utama yang menentukan apakah transaksi yang dilakukan
sudah sesuai syariat Islam atau belum. Jika terbukti ada pelanggaran dari segi akad dalam
transaksi tersebut maka bisa jadi transaksi yang dilakukan mengandung unsur riba sehingga
haram dilakukan.
BAB II
B. PEMBAHASAN
Artinya : Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. [QS. AL
BAQARAH 2:245]
Qirad ini mempunyai rukun dan syarat.
1.2.1 Jual-Beli
Kegiatan jual-beli artanya suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat kesepakatan
tukar-menukar benda yang ingin dimiliki oleh pembeli dengan harga yang sesuai seperti yang
ditawarkan oleh penjual. Kegiatan jual-beli boleh dan halal hukumnya sebagaimana yang
tercantum dalam Q.S.Al Baqarah (2), ayat 275 yang berbunyi:
artinya: “... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”
Ada beberapa syarat/rukun yang harus dipenuhi dan diikuti oleh pelaku jual-beli dalam
agama Islam agar praktiknya sesuai syariat, di antaranya:
Ada uang dan barang yang dijadikan sebagai alat transaksi di mana keduanya harus
halal dan suci, bermanfaat, barang dapat diserahterimakan, dan kondisi barang
diketahui oleh pelaku jual-beli, serta merupakan milik penjual sendiri.
Penjual dan pembeli harus memenuhi syarat sebagai orang yang berakal sehat,
baligh/dewasa, dan melakukan transaksi tersebut atas kemauannya sendiri tanpa unsur
paksaan.
Adanya akad atau ijab qabul yang disebutkan oleh penjual, “Saya menjual benda ini
kepada Anda dengan harga…” Lalu dijawab oleh pembeli, “Baik, saya akan membeli
benda ini dengan harga yang telah disebutkan.”
1.2.2 Khiyar
Khiyar adalah salah satu kegiatan transaksi muamalah yang memberikan kebebasan
kepada pihak penjual atau pembeli untuk memutuskan apakah akan meneruskan transaksi
jual-beli atau membatalkan transaksi tersebut.
Khiyar boleh dilakukan, namun harus ada syarat-syarat yang harus diikuti dan dilakukan atas
dasar rasa suka sama suka tanpa ada unsur paksaan. Ada beberapa jenis khiyar yang perlu
Anda ketahui, di antaranya:
Khiyar Syarat merupakan proses khiyar yang dijadikan syarat dalam suatu transaksi
jual-beli. Di mana penjual sendiri yang langsung mengatakan, “Saya menjual barang
ini dengan harga tersebut dan syarat khiyar adalah selama satu minggu.”
Khiyar Majelis merupakan proses khiyar di mana penjual dan pembeli berada di
tempat yang sama berlangsungnya proses transaksi atau tawar-menawar tersebut. Baik
penjual maupun pembeli keduanya memiliki hak yang sama untuk membatalkan
transaksi jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Khiyar cacat (aibi) artinya pembeli diberi hak untuk mengembalikan barang yang
telah dibeli jika ditemukan ada kecacatan sehingga mengurangi kualitas dan fungsi
dari nilai barang tersebut. Artinya pembeli dapat melakukan complain jika ada barang
yang tidak sesuai pesanan.
1.2.3 Riba
Riba diharamkan dalam agama Islam dan hal tersebut secara tegas diatur dalam Al
Quran. Mengapa riba haram? Hal ini dikarenakan pengertian riba sendiri merupakan nilai
bunga uang yang dilebihkan dari penukaran barang atau pinjam-meminjam uang.
Contohnya seperti ini, Anda meminjam uang kepada Fitri sebesar Rp100.000,00. Namun,
Fitri meminta Anda untuk mengembalikan sebanyak Rp110.000,00. Maka uang Rp10.000,00
yang harus dikembalikan tersebut adalah riba dan hal ini dilarang dalam agama Islam.
Dalam peraturan ekonomi syariah, riba pun terbagi lagi ke dalam beberapa jenis sebagai
berikut:
Riba Qordi merupakan proses pinjam-meminjam uang di mana sang peminjam harus
mengembalikan nilai uang yang dipinjam ditambah dengan bunga/lebihnya.
Riba Fadli merupakan proses pertukaran barang yang jenisnya sama namun takaran
timbangannya berbeda.
Riba Nasi’ah merupakan prosesi akad jual-beli yang mana penyerahan barang yang
dibeli dilakukan beberapa hari kemudian.
Riba Yadi merupakan akad jual-beli barang-barang yang sama jenisnya dan sama
timbangannya, namun saat melakukan proses serah terima penjual dan pembeli berada
dalam posisi yang terpisah.
1.2.4 Utang-piutang
Transaksi utang-piutang dilakukan dengan cara menyerahkan harta atau benda kepada
seseorang dengan perjanjian bahwa harta atau benda tersebut akan dikembalikan dalam kurun
waktu tertentu. Dalam transaksi ini, ada tiga rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Ada pelaku yang melakukan utang dan yang memberi piutang
2. Ada barang atau harta sebagai objek utang-piutang
3. Ada akad kesepakatan di antara pemberi piutang dan penerima utang
Dalam pelaksanannya agar menjauhi riba maka barang atau harta yang dikembalikan harus
sesuai dengan yang dipinjam. Jika ada kelebihan yang diberikan oleh si pembayar utang atas
kemauannya sendiri, maka harta atau barang tersebut halal.
Sebaliknya, jika orang yang memberi piutang meminta tambahan saat harta atau barang
dikembalikan, maka tambahan tersebut haram hukumnya. Hal ini dikarenakan tidak ada
kesepakatan yang disetujui bersama sebelumnya.
1.2.5 Sewa-menyewa
Dalam Islam, istilah sewa-menyewa disebut dengan ijarah.
Transaksi ini dilakukan dengan cara memberi imbalan tertentu kepada seseorang yang
menyewakan barang atau benda kepada orang lain. Ada beberapa syarat dan rukun ijarah
yang harus dipenuhi, di antaranya:
a) Proses transaksi sewa-menyewa harus dilakukan karena memang atas kemauan
masing-masing.
b) Baik yang menyewakan maupun yang menyewa harus sama-sama berakal sehat dan
baligh.
c) Keadaan dan sifat barang harus ditentukan sedari awal.
d) Barang yang disewakan akan menjadi hak sepenuhnya pihak penyewa atau wali
penyewa selama kurun waktu yang telah disepakati bersama.
e) Harus disebutkan dengan jelas berapa lama penyewa akan memanfaatkan barang
tersebut.
f) Ada kesepakatan sejak awal terkait harga sewa dan cara pembayarannya.
g) Kedua belah pihak harus mengetahui manfaat yang akan diambil dari barang tersebut.
Sewa-menyewa tidak hanya dalam hal barang, namun juga kontrak tenaga kerja. Ada
kesepakatan bersama yang harus dipenuhi dalam kontrak kerja. Kesepakatan tersebut terkait
dengan jenis pekerjaan, jam kerja, lama kerja, gaji, sistem pembayaran, dan tunjangan-
tunjangan.
Pemikiran dan prinsip ekonomi Islam lainnya yang berhubungan dengan bidang ekonomi,
manajemen, dan keuangan dapat Grameds temukan pada buku Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam.
1.2.6 Syirkah
Syirkah artinya akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih yang sama-
sama melakukan kesepakatan untuk membangun suatu usaha dengan tujuan mendapatkan
keuntungan.
Rukun yang harus dipenuhi dalam akad syirkah di antaranya adalah sebagai berikut:
Ada dua belah pihak yang menjalankan akad atau ‘aqidani
Disebut dengan jelas objek akad atau ma’qud ‘alaihi yang mencakup modal dan
pekerjaan
Adanya aktivitas pengelolaan atau tasharruf sebagai syarat sah akad syirkah.
1.2.7 Mudharabah
Akad mudharabah disebut juga sebagai akad kerja sama di mana pihak pertama
sebagai penyedia modal atau shahibul mal, dan pihak lainnya sebagai pengelola atau
mudarrib.
Mudharabah dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan kentungan yang didapatkan, yaitu:
1. Mudharabah muqayyadah artinya usaha yang dijalankan akan dibatasi oleh waktu,
jenis usaha, dan tempat usaha.
2. Mudharabah mutlaqah artinya bentuk kerja sama yang dijalankan antara pemilik
modal dan pengelola modal cakupannya luas dan tidak ada batasan baik dari segi
waktu, jenis usaha, maupun tempat usaha.
1.2.8 Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
Pengertian musaqah merupakan kerja sama yang dilakukan antara petani dan pemilik
kebun.
Jenis kesepakatannya yaitu pemilik kebun menyerahkan tanahnya kepada petani
untuk dikelola dan nati hasil panennya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan
bersama.
Muzara’ah adalah kerjasama yang dilaukan dalam bidang pertanian antara petani yang
menggarap sawah yang menyediakan benih tanaman dan pemilik lahan itu sendiri.
Sedangkan Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik tanah dan petani, namun
benih disediakan oleh pemilik tanah.