Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HADIS

“RIBA DALAM TRANSAKSI KREDIT”


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis

Dosen : SYAWALUDDIN, M.Ag

Disusun oleh: KELOMPOK XI

Sri Wahyuni 0506203135

Riki Akmal Tanjung 0506193210

Nurhazizah 0506203209

Via Alya Huda 0506203120

Kelas Mj 4D / Semester IV

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2022
DAFTAR ISI

MAKALAH HADIS...............................................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Pengertian Riba.............................................................................................................................3
B. Macam-Macam Riba.....................................................................................................................4
C. Ancaman Bagi Pelaku Riba..........................................................................................................5
D. Hikmah Pelarangan Riba..............................................................................................................8
E. Implementasi hadis-hadis jual beli dan riba pada sistem kredit............................................8
BAB III................................................................................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................................................................10
B. Saran...........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11

i
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam Islam, kegiatan ekonomi merupakan satu di antara aspek yang urgen untuk
mendapatkan kemuliaan hidup di dunia. Oleh karenanya, kegiatan ekonomi perlu dituntun
dan dikontrol supaya sejalan tujuan syariah Islam. Etika transaksi dalam muamalah
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan ekonomi itu sendiri. Agar
kepentingan semua pihak dapat terlindungi dalam setiap akad yang dilakukan maka harus
ditentukan terlebih dahulu rukun dan syarat sahnya. Salah satu syarat sahnya perjanjian yang
dilakukan dalam transaksi jual beli yang tidak mengandung riba. Secara luas, muamalah
berarti hukum Allah yang mengatur manusia dengan segala urusannya di dunia. Namun
apabila di dalam pengertian secara sempit, muamalah merupakan aturan hukum yang
mengatur berkaitan dengan cara mengembangkan dan memperoleh harta benda oleh manusia
yang satu dengan manusia lainnya. Meskipun hukum Islam merupakan hak prerogatif Allah
yang menentukan segala-galanya, namun manusia di sini sebagai subjek hukum dapat
melakukan ijtihad untuk menentukan hukum tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi
tertentu selama tidak keluar dari Al-Qur‟an dan Hadis Agama Islam menawarkan
seperangkat aturan kepada manusia dalam melakukan jual beli yang meliputi rukun dan
syarat jual beli, hukum jual beli, akad dalam jual beli, prinsip dasar jual beli, dan barang yang
diperjualbelikan. Jual memiliki prinsip dasar yaitu saling menguntung satu sama lain, baik itu
penjual maupun pembeli. Kedua-keduanya harus memiliki dan memegang prinsip dasar dari
jual beli. Prinsip dasar jual beli itu adalah tolong-menolong. Penjual berusaha memenuhi
kebutuhan yang diperlukan pembeli, begitu pun sebaliknya, pembeli berusaha menolong
penjual dengan membeli barang dagangannya, sehingga dari proses ini terjadi sigma
kepuasan.Namun apabila yang terjadi sebaliknya dalam transaksi jual beli, salah satu pihak
justru mengambil keuntungan dengan cara yang batil atau melakukan dua akad dalam satu
proses transaksi, maka transaksi ini bisa termasuk dalam kategori riba. Hal seperti ini juga
terjadi pada jual beli kredit. Kredit merupakan transaksi jual beli yang pembayarannya
ditangguhkan oleh pembeli atau dilakukan secara berangsur-angsur kepada penjual sesuai
dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. Pada praktik jual beli kredit, riba sering terjadi
ketika pembeli telat membayar maka harga yang ditetapkan kemudian dengan harga yang
ditetapkan di awalnya pun mengalami kenaikan. Terlibatnya unsur riba ke dalam suatu
transaksi atau kesepakatan bisnis akan menyebabkan transaksi tersebut menjadi batal atau
tidak sah (batil). Kontrak yang batil tidak mempunyai akibat hukum sama sekali, karena

1
menurut hukum Islam, kontrak yang batil merupakan kontrak yang tidak pernah terjadi. Oleh
karenanya, penting sekali melihat kembali setiap kontrak yang dilakukan agar sesuai dengan
nash. Selain Al-Qur‟an, ketentuan-ketentuan jual beli yang mengandung riba diatur dalam
Hadis.Penelitian tentang riba dan jual beli dengan sistem kredit sudah dilakukan.

Dalam Al-Quran dijelaskan mengenai riba nasi‟ah, sementara dalam hadis dijelaskan
riba fadhal, dan lain sebagainya. Secara historis, praktek riba pada masyarakat Arab sudah
biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya dengan praktek yang sudah
mendarah daging, praktek riba ini dilarang dengan cara tadarruj (bertahap) atau berangsur-
angsur, sebagaimana pelarangan khamar. Nurhadi (2019) tentang Tematik Hadis tentang Riba
dalam Kitab Shahih Bukhari. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai pemetaan hadis
shahih tentang riba yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. Berangkat dari pemetaan
tersebut kemudian dijelaskan berdasarkan hadishadis yang sudah dikategorikan atau masuk
dalam tema riba. Muhibbuddin (2017) tentang kredit dalam perspektif hukum Islam. Dalam
kajian ini ditemukan bahwa jual beli dengan cara pembayaran ditangguhkan atau pembayaran
yang dilakukan dengan cepat, maka harga akan lebih murah sudah dikenal dalam fiqih.
Begitupun sebaiknya, jika penangguhan dilakukan dalam waktu yang cukup lama, maka
harganya akan lebih tinggi. Lebih lanjut Muhibbuddin menjelaskan bertambahnya harga
seiring dengan bertambahnya lama waktu pembayaan sebagaimana yang terjadi pada jual beli
kredit merupakan hal yang wajar. Oleh karenanya di sisi lain, jual beli dengan metode seperti
ini dapat membantu masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah karena tidak
mampu melakukan pembayaraan secara tunai ketika membeli barang yang mahal.Tulisan ini
membahas mengenai jual beli kredit yang berpotensi mengandung riba. Jual beli kredit
tersebut ditelaah dari perspektif hadis tentang jual beli dan hadis tentang riba. Tulisan ini
bertujuan menyoroti jual beli kredit yang dibolehkan dan tidak dibolehkan yang berangkat
dari hadis-hadis tentang jual beli dan riba. Dengan melihat jual beli kredit seperti apa yang
dibolehkan dalam Islam, maka diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada khalayak
masyarakat yang melakukan transaksi jual beli kredit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba

Secara bahasa, riba berarti bertambah dan lebih. Sedangkan menurut syara‟
riba merupakan akad yang tidak ada aturan menurut syara‟ yang terjadi dalam
penukaran benda-benda tertentu. 1Dalam interpretasi lainnya riba merupakan suatu
proses transaksi terjadinya penambahan yang diperoleh dengan transaksi atau
kesepakatan yang tidak dibenarkan Al-Qur‟an dan Hadis. Muh. Zuhri sebagaimana
yang dikutip Fauroni, kemudian dikutip Sulaemang menyatakan akar kata riba berasal
dari kata raa-ba berarti naama (tumbuh) dan ziyadah (tambahan). Riba atau dalam hal
ini disebut juga dengan tambahan bisa terjadi karena faktor dari luar dan faktor dari
dalam.2

Dalam perkembangan makna riba, dilihat dari pengertiannya yang berbentuk


kelebihan atau bonus dari transaksi yang tidak mendapatkan balasan atau imbalan.
Menurut Ibnu al-Arabi menyatakan bahwa kalau dilihat sejarah, masyarakat jahiliyah
pada hakikatnya sudah paham dan mengetahui bahwa apa yang dilakukan seperti riba
adalah sesuatu yang batil, namun mereka tetap melakukannya.

Peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul, sebenarnya mereka


cukup memahami dan mengetahui bahwa riba sebagai sesuatu yang dilarang. Namun
mereka terlena atas nafsu yang membuat mereka lupa atas titah Allah tersebut. Salah
satu kebiasaan masyarakat di kala itu adalah melakukan barter atau menukar benda
sejenis, akan tetapi menuai unsur riba dalam artian mendapatkan untung pada satu
pihak saja. Contoh menukar mangga bagus dengan mangga busuk, kurma basah
dengan kurma kering, dan lain sebagainya. Peristiwa ini bisa juga terjadi pada benda
yang tidak sejenis, tetapi disyaratkan adanya tambahan pada waktu yang akan datang.3

1
H.Harun, Riba menurut pemikiran M. Quraisy Shihab (Telaah illat hukum larangan riba dalam Al-Qur’an),
Suhuf, 27(1) 2015,38-59, Retrieved from http://journals.ums.ac.id/index.php/suhuf/article/view/668
2
Sulaemang L, Hukum riba dalam perspektif Hadis Jabir ra. Jurnal Al-‘Adl, 2015, 8(1), 156-172.
https://doi.org/10.31332/aladl.v8i1.355
3
Busyro, Riba dalam Al-qur’an dan sunnah (Kajian Tematik ayat-ayat dan hadis ahkam), Al-Hurriyah, 2009,
10(10), 1-17. https://doi.org/10.30983/alhurriyah.v10i1.372

3
Pembahasan terkait riba secara universalnya menjadi dua bagian yaitu riba jual
beli dan riba utang piutang. Sedangkan pada bagian riba jual beli dibagi menjadi dua
bagian yaitu riba nasi‟ah dan riba fadhl, sedangkan riba utang piutang juga terbagi
dua bagian yaitu riba jahiliyah dan riba qardh.

1. Riba nasi‟ah merupakan penangguhan penerimaan atau penyerahan barang yang


berunsur riba dengan barang yang berunsur riba lainnya. Riba nasi‟ah ini ada
karena tambahan, perubahan, atau perbedaan antara barang yang diserahkan
sekarang dan barang yang akan diterima nantinya.

2. Riba fadhl merupakan pertukaran barang dengan takaran atau sejenis dengan
kadar yang berbeda, sementara barang yang ditukarkan dalam akad tersebut
adalah barang yang berjenis riba.

3. Riba jahiliyah merupakan tambahan yang berasal dari si peminjam tidak mampu
membayar hutang dari waktu yang telah ditetapkan dan ketika membayar lebih dari
pokoknya, atau yang dipinjamnya.Riba qardh merupakan tingkat kelebihan pada suatu
manfaat barang tertentu yang disyaratkan terhadap seseorang yang berutang.4

Secara terminologi fiqh: “Tambahan khusus yang dimiliki salah satu dari dua
pihak yang terlibat transaksi tanpa ada imbalan tertentu”. Sedangkan menurut Syaikh
Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba ialah penambahan-penambahan yang
di isyaratkan oleh orang yang memiiki harta kepada orang yang meminjam hartanya
(uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu telah
ditentukan.

B. Macam-Macam Riba

Pada umumnya para ulama membagi riba menjadi dua yakni, riba nasi‟ah dan
riba fadhl.

1) Riba Nasi‟ah merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan dan diambil
oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi atas tangguhan
pinjaman yang diberikannya tersebut5. Allah melarang dan mengharamkan kegiatan
4
S. Parisi dkk, Perspektif Riba dan Studi Kontemporernya dengan pendekatan tafsir AL-Qur’an dan hadits, JESI
(Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 2018, 8(1), 23-36. https://doi.org/10.21927/jesi.2018.8 (1).23-36
5
Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta; Tinta Abadi Gemilang, 2013), Hlm:107

4
demikian, sebagaimana firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 280 yang
begitu jelas.

‫ص َّد ُق ْوا َخْيٌر لَّـ ُك ْم اِ ْن ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُم ْو َن‬ ِ ِ ِ


َ َ‫َوا ْن َكا َن ذُ ْو عُ ْسَر ٍة َفنَظَرةٌ اىٰل َمْي َسَر ٍةۗ   َواَ ْن ت‬
"Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai
dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui."

Dari firman Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa jika telah jatuh tempo
hutang seseorang tersebut, sedangkan ia masih dalam kesulitan hendaknya orang yang
menghutangkan bersabar dan tidak menagihnya. Sedangkan jika orang yang
berhutang telah memiliki, dan dalam keadaan lapang, maka wajib baginya membayar
hutangnya tersebut, dan dia tidak perlu menambah nilai dari tanggungan hutang yang
dipinjamnya, baik orang yang berutang tersebut sedang memiliki uang atau sedang
keadaan sulit. Bahkan dari ayat tersebut memberikan pelajaran yang luar biasa
mengenai mengikhlaskan uang yang kita hutangkan kepada saudara kita, terlebih
saudara kita tersebut dalam keadaan kesulitan. Karena Allah akan menggantinya
dengan pahala sedekah.

2) Riba Fadhl, merupakan yang sejenis yang disertai tambahan baik berupa uang maupun
berupa makanan. Istilah dari riba Fadhl diambil dari kata al- fadhl, yang artinya
tambahan dari salah satu jenis barang yang dipertukarkan dalam proses transaksi. Di
dalam keharamannya syariat telah menetapkan dalam enam hal terhadap barang ini,
yaitu: emas, perak, gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam. Jika dari enam
jenis barang tersebut ditransaksikan seara sejenis disertai tambahan, maka hukumnya
haram. 6

C. Ancaman Bagi Pelaku Riba

Ancaman bagi perilaku riba begitu mengerikan baik dari al-Qur’an maupun
hadits nabi, ancaman-ancaman tersebut antara lain:

6
Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, (Jakarta; Gema Insani, 2006).Hlm:390-391

5
1. Mereka yang melakukan tindakan riba tidak bisa berdiri seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran yang diibaratkan seperti orang sedang mabuk. Kemudian
akan Allah masukkan mereka ke dalam neraka yang kekal. Sebagaimana firman Allah
surah alBaqarah ayat 275:

ِ ِ ِ
‫ك بِاَ ن َُّه ْم قَا لُْۤوا‬ ِ ِّ ‫اَلَّ ِذيْ َن يَْأ ُكلُ ْو َن‬
ِّ ‫الر ٰبوا اَل َي ُق ْو ُم ْو َن ااَّل َك َما َي ُق ْو ُم الَّذ ْي َيتَ َخبَّطُهُ الشَّْي ٰط ُن م َن الْ َم‬
َ ‫سۗ   ٰذل‬
ِ
ِّ ‫الر ٰبواۘ   َواَ َح َّل ال ٰلّهُ الَْبْي َع َو َحَّر َم‬
‫الر ٰبواۗ  فَ َم ْن َجٓاءَهٗ َم ْو ِعظَةٌ ِّم ْن َّربِّهٖ فَا ْنَت ٰهى َفلَهٗ َما‬ ِّ ‫امَّنَا الَْبْي ُع ِمثْ ُل‬

‫ب النَّا ِرۚ   ُه ْم فِْي َها ٰخلِ ُد ْو َن‬‫ح‬ٰ ‫ص‬َ‫ا‬ ‫ك‬


َ ‫سلَفۗ  واَ مر ٗۤه اِىَل ال ٰلّ ِهۗ  ومن عا د فَاُ و ٰلِٓئ‬
ُ ْ َ َ ْ ََ ُْ َ َ َ

"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata
bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya."(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)7

2. Allah Swt dan Rasulullah Saw akan memerangi mereka, serta mereka dianggap kafir.
(QS. 2 : 278 – 279)

ِ
ِِ ِّ ‫ٰيـۤاَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُوا َّات ُقوا ال ٰلّهَ َو َذ ُر ْوا َما بَِق َي ِم َن‬
َ ‫الر ٰبۤوا ا ْن ُكْنتُ ْم ُّمْؤ مننْي‬

‫س اَْم َوا لِ ُك ْمۚ  اَل تَظْلِ ُم ْو َن َواَل‬ ِ ِ ِٰ ٍ ‫حِب‬ ‫ِ مَّل‬


ُ ‫فَا ْن ْ َت ْف َعلُ ْوا فَْأ َذنُ ْوا َْرب ِّم َن اللّه َو َر ُس ْولهٖۚ   َوا ْن ُتْبتُ ْم َفلَـ ُك ْم ُرءُ ْو‬
‫تُظْلَ ُم ْو َن‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak
melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika
kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim
(merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."
7
Ibid, Hlm:390-391

6
3. Dilaknat oleh Rasulullah Saw

‫اح َو ُز َهْي ُر بْ ُن َح ْر ٍب َوعُثْ َما ُن بْ ُن َأيِب َشْيبَةَ قَالُوا َح َّدثَنَا ُه َشْي ٌم‬ َّ ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن‬
ِ َّ‫الصب‬

ِّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم آكِ َل‬


‫الربَا‬ ِ ُ ‫ال لَعن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ِ
ُ َ َ َ َ َ‫الز َبرْيِ َع ْن َجاب ٍر ق‬
ُّ ‫َأخَبَرنَا َأبُو‬
ْ
ِ ِ ِ ِ
ٌ‫َو ُمْؤ كلَهُ َو َكاتبَهُ َو َشاه َديْه َوقَ َال ُه ْم َس َواء‬
Dalam salah satu hadis Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Dari Jabir
Ra. ia berkata: “Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam telah melaknat orang-orang
yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil
riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi
bersabda, mereka itu semua sama saja.” (HR. Muslim).8

4. Diadzab Allah Saw. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw

َّ ‫الربَا َسْبعُو َن ُحوبًا َأيْ َس ُر َها َأ ْن َيْن ِك َح‬


ُ‫الر ُج ُل َُّأمه‬ ِّ
“Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah seperti seseorang
menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah, no. 2274. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa hadits ini hasan).

5. Dosanya jauh lebih berat dibandingkan orang yang berzina berkali-kali. Sebagaimana
sabda Rasulullah Saw

ً‫َأش ُّد ِم ْن ِست َِّة َوثَالَثِنْي َ َز ْنيَة‬ َّ ُ‫ِد ْر َه ُم ِربًا يَْأ ُكلُه‬
َ ‫الر ُج ُل َو ُه َو َي ْعلَ ُم‬

8
Ibid, Hlm:390-391

7
Dari Abdullah bin Handzalah (ghasilul malaikah) berkata, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, „Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya,
maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam perzinaan. (HR. Ahmad,
Daruquthni dan Thabrani).

D. Hikmah Pelarangan Riba

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari adanya pelarangan perilaku riba, yang
tentunya akan menjadikan manusia jauh lebih baik. Beberapa hikmah pelaranggan
riba tersebut antara lain :

1) Menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka saling menolong satu sama lain;

2) Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang semakin kuat.
Sehingga menutup pintu pada tindakan memutus hubungan silaturrahmi baik antar
sesama manusia;

3) Menjadikan kerja sebagai sebuah kemuliaan, karena pekerjaan tersebut sebagai sarana
untuk memperoleh penghasilan. Karena dengan bekerja seseorang dapat
meningkatkan keterampilan dan semangat besar dalam hidupnya;

4) Tidak merugikan orang-orang yang sedang kesusahan, karena dengan adanya riba
seseorang yang mengalami kesulitan justru semakin susah; dan lain sebagainya.9

E. Implementasi hadis-hadis jual beli dan riba pada sistem kredit

Jual beli kredit kebanyakan digemari masyarakat dalam kegiatan ekonomi


bisnis. Jual beli kredit merupakan salah satu transaksi muamalah untuk mendapatkan
keuntungan dan barang dengan cepat. Islam sudah menjelaskan bahwa untuk
mendapatkan keuntungan tidak dibolehkan jika terdapat riba. Apabila terdapat riba
dalam pinjaman maka pinjaman tersebut haram karena di dalamnya terdapat
tambahan harga dan tambahan tersebut pasti tidak akan menguntungkan kedua belah
pihak tersebut (Nurhadi, 2019: 76). Dalam perkembangan jual beli kredit, bisa dilihat
9
Ibid, Hlm: 390-391

8
pada masa dahulu masih belum tersebar luas, akan tetapi seiring berjalannya waktu
kian hari perkembangannya semakin pesat dalam menjalankan jual beli kredit.

Pembelian barang secara kredit oleh masyarakat modern semakin meningkat.


Problematika yang terjadi di masyarakat yaitu kebutuhan akan barang, akan
masyarakat belum memiliki uang tunai, sehingga mengambil sikap dengan cara kredit
dengan tambahan harga daripada harga normal. Sebaliknya ada sebagian masyarakat
yang butuh uang tunai, akan tetap tidak ada yang memberikan hutang, sehingga
mengambil tambahan harga secara jual beli kredit.

Terdapat tiga pendapat ulama mengenai hukum jual beli kredit dengan
tambahan harga:

a) pertama, hukumnya haram secara mutlak;

b) kedua, hukumnya boleh dan

c) ketiga, hukumnya di antara haram dan boleh.

Jual beli kredit menurut jumhur ulama diperbolehkan, akan tetapi harus dilihat
dulu pada prakteknya yang tidak terindikasi riba. Secara komprehensif, sejatinya jual
beli kredit ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Oleh sebab itu,
maka harus diketahui terlebih dahulu di mana letakyang diperbolehkan dan di mana
letak yang tidak diperbolehkan jual beli kredit.10

10
Ibid, Hlm:390-391

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Mendapatkan keuntungan lebih dari harga normal dalam jual beli kredit, merupakan
sesuatu hal yang logis, karena dapat dianalogikan seperti halnya tanah yang setiap tahun
semakin tinggi harganya. Pada jual beli kredit ini sejatinya memberikan kemudahan bagi
seluruh manusia terkhusus umat Islam ketika sedang membutuhkan sesuatu benda atau
barang, namun belum mampu membelinya secara tunai sehingga menempuh jual beli secara
kredit sebagai jalan alternatif. Sejatinya dalam praktek jual beli kredit ada yang
memperbolehkan dan ada yang tidak memperbolehkan, bagi yang memperbolehkan yaitu
ketika dari kedua belah pihak terjadi transaksi jual beli yang saling menguntungkan dan tidak
memberatkan kedua belah pihak. Sedangkan dalam perspektif yang tidak membolehkan
terjadi transaksi jual beli yang di dalamnya terdapat unsur riba yaitu berupa penambahan
jumlah harga dan memberatkan salah satu pihak.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca, kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas, sulit dimengerti dan lugas. Dan kami mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Harun, H. (2015) Riba menurut pemikiran M. Quraisy Shihab (Telaah illat hukum larangan
riba dalam Al-Qur’an), Suhuf

L, Sulaemang. (2015) Hukum riba dalam perspektif Hadis Jabir ra. Jurnal Al-‘Adl

Busyro, (2009) Riba dalam Al-qur’an dan sunnah (Kajian Tematik ayat-ayat dan hadis
ahkam), Al-Hurriyah

Parisi S dkk,(2018) Perspektif Riba dan Studi Kontemporernya dengan pendekatan tafsir AL-
Qur’an dan hadits, JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia)

sabiq, Sayyid. (2013) Fiqh Sunnah, Jakarta; Tinta Abadi Gemilang

Al-Fauzan, Saleh, (2006) Fiqh Sehari-hari, Jakarta; Gema Insani

11

Anda mungkin juga menyukai