Berdagang Ala Rasulullah KKN-DR 18 UINSU 2020 Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
By : Mhd Muarrif Abbas Hazmi Lubis ( 0501184001 )
PENDAHULUAN
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma ’ allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah ma ’ annas. Nah, hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kartu kredit, ATM, dan lain-lain sehingga kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lainpun menjadi lebih teguh. Akan tetapi sifat loba dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya; karena dengan teraturnya muamalat, maka penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga pembantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi. Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “ Wahai anakku! Berusahalah untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang yang berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila dia telah dihinggapi oleh tiga macam penyakit: (1) tipis kepercayaan agamanya, (2) lemah akalnya, (3) hilang kesopanannya, ” Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas. Apa Perbedaan Berdagang dan Riba? 1. Jual-beli adalah dihalalkan oleh Allah ta ’ alaa, sedangkan riba jelas telah diharamkan-Nya, dan wajib atas setiap hamba untuk menerimanaya secara mutlak.
2. Transaksi jual-beli pasti akan menghadapi hal-hal: untung-rugi;
perlu kesungguhan dan kepiawaian/keahlian, sedangkan jual-beli dengan cara riba hanya akan mendapatkan keuntungan dan tidak akan pernah menemui kerugian, bagaimanapun keadaannya, tidak perlu keseriusan dan kesungguhan, tidak perlu kepandaian tertentu.
3. Jual-beli pasti di dalamnya ada pertukaran barang dan
keuntungan diperoleh oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli), namun riba hanya memberi keuntungan kepada satu pihak saja yaitu penjual. Sayyid Rasyid Ridha mengatakan dalam tafsir Al-Manar: Mayoritas ahli tafsir menjadikan ayat ini (Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba) untuk membantah analogi ini (analogi: jual-beli adalah sama dengan riba); janganlah kalian menyamakan hutang-piutang dengan jual-beli, dan Allah telah melarang kalian dari melakukan analogi yang demikian. 4. Allah menjadikan cara bermuamalah interpersonal dan mencari harta adalah dengan cara setiap orang bisa saling mengambil keuntungan satu sama lain dengan cara bekerja. Dan tidak boleh seseorang bisa memiliki hak atas orang lain tanpa bekerja, sebab cara ini adalah bathil. Maka, dengan cara inilah lalu Allah menghalalkan jual-beli, sebab dalam jual-beli ada pertukaran. Dan Allah mengharamkan riba sebab didalamnya tidak ada esensi pertukaran atau saling menguntungkan satu sama lain. 5. Dan makna analogi orang kafir yang menyamakan jual-beli dengan riba, adalah analogi yang rusak/batal. Hal ini karena dalam jual-beli ada keuntungan yang bisa diperoleh bersama-sama, dan cara ini adalah halal. Sedangkan dalam riba banyak hal-hal yang merugikan pihak lainnya, dan ini adalah haram/tidak boleh. Jika terjadi jual-beli, maka konsumen mendapatkan manfaat, yaitu ia memiliki barang setelah ia membeli barang. Adapun riba, maka sesungguhnya riba adalah sesungguhnya adalah memberikan uang dalam jumlah tertentu lalu ia mengambilnya kembali secara berlipat-ganda pada waktu-waktu berikutnya. Maka, kelebihan uang yang ia ambil dari konsumen ini bukan didasarkan kepada manfaat yang diperoleh kedua belah pihak ataupun karena ia bekerja. 6. Uang adalah alat yang digunakan untuk menilai harga suatu barang yang dibeli oleh konsumen. Jika prinsip ini diubah sehingga uang menjadi maksud inti, maka hal ini akan membawa dampak tercabutnya peredaran ekonomi dari mayoritas masyarakat dan peredaran tersebut hanya ada pada sekelompok orang yang berharta; lalu merekapun mengembangkan harta dengan cara demikian, mereka menyimpan uangnya di bank-bank. Dengan cara inilah orang-orang fakir menjadi binasa. Bagaimana Berdagang yang Diajarkan oleh Rasulullah? (Berdagang Menurut Islam)
1. Bisnis Dengan Tenaga dan Kemampuan Sendiri
Bisnis yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah bisnis dengan ikhtiar (usaha) sendiri, dengan tenaga sendiri, dan dengan keahlian sendiri. Artinya, seorang pebisnis harus punya modal, baik berupa barang, uang, ataupun materi. Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ bahwa Rasulullah pernah ditanya, “ Pekerjaan apakah yang paling baik? ” Kemudian beliau bersabda “Pekerjaan seseorang yang dengan tangannya dan setiap jual beli yang jujur” (HR Bazzar). Hadist ini juga menjelaskan bahwa setiap bisnis yang dilakukan juga harus bersih. Bisnis yang bersih, yakni dijalankan sesuai Syariah Islam. Seperti apakah bisnis syariah tersebut? Anda bisa membaca artikel sebelumnya mengenai bisnis syariah. 2. Tidak Melakukan Transaksi Gharar Gharar adalah ketidakjelasan dalam bisnis, baik dari segi harga, barang, waktu dan tempatnya. Misalnya pedagang A menjual buah-buahan yang belum masak, sehingga belum tentu apakah buah-buahan tersebut nantinya bisa dimakan atau tidak. Namun pedagang tersebut sudah melakukan transaksi jual beli dengan para pembeli. Dalam sebuah hadist Abu Hurairah ra berkata “Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar” (HR Muslim). Selain itu, dalam hadist lain dari Abu Hurairah ra juga berkata “Rasulullah SAW melarang jual-beli anak hewan dalam kandungan dan mani ternak jantan” (HR Bazzar). Oleh karena itu, gharar merupakan cara jual beli terlarang dan tidak dilakukan oleh nabi. 3. Jujur dalam Timbangan dan Takaran Cara berdagang Rasulullah yang ketiga adalah jujur dalam timbangan dan takaran. Suatu kebiasaan masyarakat pada zaman jahiliyah adalah mengurangi takaran atau timbangan. Mengurangi takaran atau timbangan sama halnya dengan mencuri, tentunya hal ini merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan dosa dan tidak sahnya jual beli. Allah juga memerintahkan setiap pedagang untuk menyempurnakan timbangan. Dalam surat Al-Isra ayat ke 35 disebutkan bahwa “ Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. ” . Namun, melebihi timbangan dengan tujuan agar sang pembeli senang adalah suatu hal yang sangat dianjurkan. Dari Siwaid bin Qais berkata, “ Aku dan makhrafah Al-Abady pernah mengimpor pakaian dari tanah Hajar ” , kemudian kami bawa ke Mekah. Lantas Rasulullah datang menghampiri kami sambil berjalan. Kemudian kami tawarkan beliau celana dan beliau membelinya. Dan pada waktu itu, ada seorang yang sedang menimbang, Rasulullah kemudian bersabda : “ Timbanglah, dan lebihkan ” . 4. Tidak Melakukan Transaksi Riba Dalam agama Islam, riba adalah hal yang diharamkan. Riba adalah pemberlakuan bunga atau penambahan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Misalnya ketika Anda meminjam uang dari bank konvensional, maka Anda akan dikenakan “ bunga ” setiap kali membayar angsuran pinjaman. Bunga tersebut disebut dengan transaksi riba. Dalam sebuah hadist Jabir ra berkata, “ Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulisnya, dan dua orang saksinya, dan sesungguhnya mereka itu sama ” (HR Muslim). Hadist di atas menegaskan larangan melakukan riba, baik dalam jual beli maupun hutang piutang. Riba dalam hutang piutang terjadi ketika ada pinjaman bersyarat yang memberikan manfaat bagi pemberi pinjaman. Misalnya si A meminjam uang sebesar Rp50.000 kepada si B dengan syarat adanya tambahan bunga sebesar 5% setelah melunasi hutangnya. Nah, yang dimaksud riba adalah uang tambahan sebesar 5% tersebut. Sedangkan riba dalam jual beli terjadi ketika ada pertukaran barang ribawi (barang yang mengandung unsur riba), dimana barang tersebut tidak senilai, tidak setara dan tidak kontan. Misalnya si A membeli motor kepada si B secara kredit. Nah, jika dalam kesepakatan harus lunas dalam waktu 3 tahun pengangsuran dan ternyata si A tidak mampu melunasinya maka si B menetapkan perpanjangan kredit dengan aturan akan dikenai denda 5%. Maka dari itu, saat menjalankan sebuah bisnis, hindari adanya unsur riba dalam bisnis Anda. 5. Lemah Lembut Terhadap Pembeli Cara berdagang Rasulullah yang tidak pernah dilupakan yaitu selalu bersikap lemah lembut terhadap pembeli. Misalnya dalam memberikan pelayan terhadap para pembeli dan memberikan tutur kata yang baik. Lemah lembut tidak hanya dilakukan saat menjual, namun juga harus diterapkan saat melakukan promosi agar calon pembeli tertarik untuk membeli barang yang kita jual. Sikap lemah lembut terhadap pembeli juga membuat Rasulullah SAW mampu menjalin tali persaudaraan sesama muslim saat berdagang. Demikian 5 contoh cara berdagang Rasulullah SAW yang patut Anda coba, ternyata cara berdagang Rasulullah bukan hanya sukses dalam materi saja. Namun juga sukses dalam mendatangkan ridha dari Allah SAW, serta menjalin hubungan dengan sesama umat Islam. Hal ini dikarenakan dalam proses bisnis yang dilakukan nabi Muhammad SAW berlandaskan Syariah Islam. PENUTUP
Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh
setiap manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya. Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.