Anda di halaman 1dari 18

JUAL BELI DALAM

PANDANGAN ISLAM
Kelompok 9 :

5210911083 FREDIKA BIMA ANGGARA PUTRA


5210911141 MUHAMMAD SYUKRON VERDIN NAKATA
5210911204 DEVITA MAHARANI
Table of content

Pengertian Jual Beli


Dasar Hukum Jual Bel

Rukun jual beli

Syarat Jual Beli

Macam-macam Jual Beli


01
Jual Beli
Jual Beli
Jual-beli atau perdagangan dalam bahasa arab sering
disebut dengan kata al-bay’u (!‫)ا!!لبيع‬, al-tijarah.
Sedangkan jual beli menurut istilah adalah pertukaran
harta dengan harta untuk keperluan pengelolaan yang
disertai dengan lafal ijab dan kabul menurut tata aturan
yang ditentukan dalam syariat Islam.
“Menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat
ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti
sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki
manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk
selamanya yang demikian itu harus dengan melalui
pembayaran yang berupa uang.”

—(al- Ghazzi, t.th:30).


Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan menurut al-Quran, Sunnah dan ijmak ulama. Maka, hukum asal jual beli adalah
mubah atau boleh. Ini artinya setiap orang Islam bisa melakukan akad jual beli ataupun tidak, tanpa ada efek hukum apapun. Adapun
dasar disyariatkannya jual beli sebagai berikut:

Al-Quran
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 275).

Hadits Rasulullah saw


Artinya: “Dari Rifa’ah bin Rafi’ Ra. bahwasannya Nabi Saw. ditanya tentang mata pencaharian
yang paling baik, beliau menjawab, seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli
yang mabrur.”
(HR. Al-Bazzar dan ditashih oleh Hakim).
Ijmak
Ijmak berarti kesepakatan para ulama. Syaikh Ibnu Qudamah Ra. menyatakan bahwa kaum
muslimin telah sepakat diperbolehkannya jual beli (bai’) karena mengandung hikmah yang
mendasar. Hikmah tersebut adalah bahwa setiap orang pasti mempunyai ketergantungan terhadap
sesuatu yang dimiliki orang lain. Padahal orang lain tidak akan memberikan sesuatu tanpa ada
kompensasi. Dalam arti lain jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan
mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, barang milik
orang lain yang di butuhkannya itu harus diganti dengan barang lain yang sesuai.
Rukun jual beli
Rukun Jual beli adalah ketentuan yang wajib ada dalam
transaksi jual beli. Jika tidak terpenuhi, maka jual beli tidak
sah. Mayoritas ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada
empat yaitu:

● Penjual dan pembeli (aqidain).


● Barang yang diperjual belikan (ma’qud alaih).
● Alat nilai tukar pengganti
● Ucapan serah terima antara penjual dan pembeli (ijab
kabul).
Syarat Jual Beli
Syarat jual beli adalah ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan akad jual beli. Setiap rukun jual beli harus
memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Syarat penjual dan pembeli (aqidain)


Jual beli dianggap sah apabila penjual dan pembeli memenuhi syarat sebagai berikut:

• Kedua belah pihak harus baligh, (maksudnya baik penjual atau pembeli)
• Keduanya berakal sehat
• Bukan pemboros (tidak suka memubazirkan barang).
• Bukan paksaan, yakni atas kehendak sendiri.

Rasulullah bersabda:
Artinya: “Nabi saw. bersabda sesungguhnya jual beli itu sah, apabila dilakukan atas dasar suka sama suka.” (HR.
Ibnu Hiban dan Ibnu Majah).
2. Syarat barang jual beli (ma’qud alaih)
Adapun syarat barang yang diperjualbelikan sebagai berikut:
• Barang harus ada saat terjadi transaksi, jelas dan dapat dilihat atau diketahui oleh kedua belah pihak. Penjual
harus memperlihatkan barang yang akan dijual kepada pembeli secara jelas, baik ukuran dan timbangannya,
jenis, sifat maupun harganya.
• Barang yang diperjualbelikan berupa harta yang bermanfaat. Semua barang yang tidak ada manfaatnya seperti
membahayakan ataupun melanggar norma agama dalam kehidupan manusia tidak sah untuk diperjualbelikan.
Contohnya jual beli barang curian atau minuman keras.
• Jual beli bangkai, kotoran, barang yang menjijikkan dan sejenisnya tidak sah untuk diperjualbelikan dan
hukumnya haram.
• Milik Sendiri karenanya barang-barang yang bukan milik sendiri seperti barang pinjaman, barang sewaan,
barang titipan tidak sah untuk diperjualbelikan.
• Barang yang dijual harus dapat dikuasai, Barang yang tidak dapat dikuasai Tidak sah diperjualbelikan seperti
jual beli ayam yang belum ditangkap, merpati yang masih beterbangan, ikan yang masih dalam kolam dan
sebagainya.

Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw.:


Artinya: “ Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kamu sekalian membeli ikan yang masih dalam air, karena
sesungguhnya hal itu mengandung gharar (tipu muslihat, belum jelas).” (HR. Ahmad).
3. Alat untuk tukar menukar barang

Alat tukar menukar haruslah alat yang bernilai dan diakui secara umum penggunaannya. Selain itu, menurut ulama
fikih bahwa nilai tukar yang berlaku dimasyarakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:

• Harga harus disepakati kedua belah pihak dan kerelaan kedua belah pihak
• Nilai kesepakatan itu dapat diserahkan langsung pada waktu transaksi jual beli
• Apabila jual beli dilakukan secara barter (al-muqayyadah), pembayaran bukan dilakukan berupa uang tetapi
berupa barang

3. Ijab dan kabul

Ijab dilakukan oleh pihak penjual barang dan kabul dilakukan oleh pembeli barang. Ijab kabul dapat dilakukan
dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan
lain sebagainya. Hal utama yang ada dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini dapat dilihat
pada saat akad berlangsung dan ijab kabul harus diucapkan secara jelas dalam transaksi.
Macam-macam jual beli
Jual beli yang sah
Jual beli yang boleh dilakukan karena
memenuhi rukun dan syarat jual beli
sebagaimana yang dijelaskan dalam Fikih
Islam.
Jual beli terlarang
Jual beli yang terlarang artinya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli. Bentuk jual beli yang
terlarang antara lain:

Jual beli sistem ijon

Maksud jual beli sistem ijon adalah jual beli hasil tanaman yang masih belum nyata buahnya ataupun belum ada
isinya. Misalnya jual beli padi yang masih muda, jual beli buah-buahan yang masih berwujud bunga ataupun masih
sangat muda. Semua itu masih ada kemungkinan rusak atau rontok, sehingga dapat merugikan kedua belah pihak
khususnya pembeli.

Jual beli barang haram

Jual beli ini hukumnya tidak sah serta haram hukumnya, seperti jual beli minuman keras (khamar), bangkai, darah
atau daging babi.
Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan tidak sah, karena sperma tidak dapat diketahui kadarnya dan tidak dapat diterima wujudnya.

Jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya


Hal ini dilarang karena belum jelas kemungkinannya ketika lahir hidup atau mati.

Jual beli barang yang belum dimiliki


Maksudnya adalah jual beli yang barangnya belum diterima oleh pembeli dan masih berada di tangan penjual pertama.
Sedangkan pembeli kedua akan menjualnya kembali sebelum menerima barang itu.

Jual beli barang yang belum jelas


Jual beli ini masih ada unsur gharar (ketidakjelasan) dan cenderung berspekulasi, seperti menjual buah-buahan yang
belum nyata buahnya. Namun, dikecualikan menjual buah yang masih muda yang memang bisa dimanfaatkan ketika
masih muda, seperti jual beli nangka muda yang memang sudah umum digunakan untuk lauk maupun sayuran.
Jual beli yang sah, tetapi dilarang agama
Jual beli ini hukumnya sah, tetapi dilarang oleh agama karena adanya suatu sebab atau akibat yang tidak baik dari
akad tersebut:

Jual beli pada saat khutbah dan shalat Jum’at


Larangan melakukan kegiatan jual beli pada saat khutbah dan shalat Jum’at ini khusus bagi laki-laki muslim yang
wajib melaksanakan shalat Jum’at. ulama sepakat bahwa jual beli saat dikumandangkan azan kedua pada saat shalat
Jum’at (azan menjelang khutbah) hukumnya haram. Larangan tersebut berlaku untuk orang yang masuk dalam
kategori wajib untuk melaksanakan shalat Jum’at.

Jual beli dengan cara menghadang di jalan sebelum sampai pasar


Jual beli seperti ini memungkinkan penjual tidak mengetahui harga pasar yang sebenarnya sehingga akan menjual
dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar. Kemudian barang akan dibeli oleh pembeli dengan harga yang
sangat rendah, selanjutnya dijual kembali di pasar dengan harga yang tinggi.

Jual beli dengan niat menimbun barang


Jual beli ini sangat tidak dibenarkan dan dilarang dalam ajaran Islam. Hal ini dikarenakan sangat merugikan orang lain.
Praktik penimbunan biasanya ditujukan untuk menaikkan harga. Hal ini dimungkinkan karena saat terjadi penimbunan,
stok menjadi langka dan orang menjadi berani untuk membeli dengan harga yang tinggi.
Jual beli dengan cara mengurangi ukuran dan timbangan
Dalam jual beli ini, penjual cenderung memainkan ukuran dan timbangan dengan tujuan mengurangi hasil timbangan
sehingga akan menghasilkan keuntungan jauh lebih banyak. Jual beli seperti ini dilarang karena mengandung unsur
penipuan. Seperti penjual menjual bensin dengan mengatakan satu liter ternyata jumlahnya tidak sampai satu liter,
menjual kedelai 1 kg ternyata takarannya sebenarnya hanya 9,5 ons dan sebagainya.

Jual beli dengan cara mengecoh


Jual beli ini mengandung unsur penipuan dan menzalimi pembeli. Misalnya ada penjual buah-buahan meletakkan buah
yang bagus dan segar di atas onggokan, sedangkan yang kurang bagus ditempatkan di bawah onggokan dan secara
diam-diam mencampurnya dengan buah yang segar pada saat menimbangnya untuk pembeli.

Jual beli barang yang masih dalam tawaran orang lain


Dilarang menjual barang yang masih dalam proses tawar menawar antara penjual dan pembeli atau dalam masa khiyar.
Demikian juga, seseorang dilarang membeli suatu barang yang masih ditawar oleh orang lain, kecuali jika sudah tidak
ada kepastian dari orang tersebut atau ia sudah membatalkan jual belinya.
TERIMA
KASIH...

Anda mungkin juga menyukai