Anda di halaman 1dari 7

NAMA : YUYUN ISMAYANA

NIM : 19.2900.047
PRODI : MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

MID SEMESTER STUDI HADIS EKONOMI

1. HADIS TENTANG ETOS KERJA


Etos kerja dalam Islam adalah cara pandang yang diyakini seorang muslim
bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan
kemanusiannnya, tetapi juga sebagai suatu manisfestasi dari amal shaleh, dan oleh
karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Etos kerja sendiri berkaitan dengan sikap, akhlak, budi pekerti, serta etika
dalam melakukan suatu pekerjaan, maka etos kerja seseorang dipengaruhi oleh
cara dia memaknai pekerjaan dalam kehidupan, serta bagaimana dia memahami
hakikat kerja yang dikaitkan dengan nilai-nilai keimanan. Artinya, sesorang yang
paham akan etos kerja, akan memiliki semangat kerja yang tinggi karena dia
menghargai pekerjaannya. Impelementasi etos kerja islam adalah setiap pribadi
muslim mampu dan memiliki etos kerja yang sesuai dengan tuntunan al quran dan
al hadist, sehingga ia menjadi pribadi yang profesional, handal dan produktif.
Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib r.a, bahwasanya Rasulullah SAW, bersabda:

‫ط َخ ْي ًرا ِمنْ أَنْ يَأْ ُك َل ِمنْ َع َم ِل يَ ِد ِه‬ َ ‫َما أَ َك َل أَ َح ٌد‬


ُّ َ‫ط َعا ًما ق‬
Artinya : “ Tidak ada makanan bagi seseorang yang lebih baik dari hasil usahanya
sendiri”. (HR. Bukhari)
Hadis di atas menegaskan bahwa seseorang yang bekerja dengan tangannya
sendiri, menggunakan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sangat lebih mulia
dibandingkan dengan pemberian orang lain. Allah SWT sangat menghargai orang
yang bekerja keras dengan tangannya sendiri, bahkan Allah SWT menghapus dosa
orang yang bersungguh sungguh dalam hal itu, maka dari itu bekerja disebut
sebagai ibadah.
Anas bin Mālik dia berkata; “Rasūlullah pernah berdoa: “Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, rasa takut, kepikunan, dan
kekikiran. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana
kehidupan dan kematian” (HR. Muslim)
Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan pada
pentingnya bekerja keras serta sangat tidak mengajarkan umatnya untuk menjadi
pemalas, lemah, apalagi menjadi peminta-minta
Seseorang yang masih memiliki kemampuan dan fisik serta batin yang kuat,
tetapi hanya menggantungkan hidupnya dengan orang lain, mengharapkan
sesuatu dengan meminta minta, hal ini sangat dilarang dalam Islam. Karena selain
merendahkan dirinya sendiri, juga merendahkan ajaran agama Islam, yang sudah
jelas melarang hal tersebut. Seseorang yang seperti itu disebut orang yang kufur
nikmat.

2. HADIS TENTANG BERNIAGA


Berdagang atau berniaga adalah suatu aktivitas manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Perniagaan yang dilakukan manusiapun ada beberapa jenis, seperti
dari industri kecil sampai industri besar, industri pariwisata, perusahaan jasa, real
estate, usaha pertanian, dan lain-lain. Selain memenuhi kebutuhannya, berniaga
juga adalah proses mencari ridha Allah SWT dengan beribadah. Artinya, dengan
jalan saling memberi sesama umat manusia, yaitu membantu orang lain yang
kurang berkecukupan.
Perniagaan atau bisnis dalam perspektif Islam adalah perniagaan yang
dilakukan berdasarkan etika dan norma norma agama, dan bukan hanya sekadar
mengejar keuntungan. Perniagaan yang didasarkan pada etika dan norma-norma
agama akan menciptakan dan mewujudkan kehidupan manusia yang damai dan
dinamis, demikian pula sebaliknya. Keberuntungan perdagangan secara hakiki di
dunia akan berlanjut di akhirat nanti.
Etika dalam berniaga mengatur tentang tata cara melakukan perdagangan
yang baik serta memiliki manfaat, selain itu kedua pihak yaitu penjual dan pembeli
masing masing mendapat keuantungan serta terhindar dari kerugian.
Rasulullah SAW Bersabda, “Sesungguhnya pada hari kiamat kelak para
pedagang dibangkitkan sebagai orang yang durhaka, kecuali yang bertakwa kepada
Allah, berbuat kebajikan dan jujur (HR Tirmidzi).
Dalam beniaga ada etika yang harus dilakukan, pada hadis diatas
menegaskan tentang etika pertama yaitu jujur. Seorang pedagang yang tidak jujur
dalam menjalankan bisnisnya, akan dibangkitkan dalam keadaan durhaka, kecuali
orang yang jujur.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

“Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-
orang yang selalu jujur dan orang-orang yang mati syahid.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-
Buyu’ Bab Ma Ja-a Fit Tijaroti no. 1130)
Pada hadis tersebut dibahas bahwa seorang pedagang yang jujur akan
senantiasa bersama dengan para nabi. Dari kedua hadis diatas, dapat ditarik
kesimpulan tentang pentingnya sifat jujur dalam berniaga.

3. RIBA DALAM PERSPEKTIF HADIS


Riba sendiri secara etimologi adalah artinya tambahan. Sedangkan secara
terminologi yaitu tambahan terhadap modal, tetapi dalam istilah hukum Islam,
riba diartikan sebagai tambahan dengan kriteria tertentu. Ulama fikih membagi
kepada dua macam, yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl.
Riba nasi’ah berhubungan dengan tambahan atas pinjaman, dan merupakan
pertambahan bersyarat yang diperoleh orang yang mengutangkan dari orang yang
berutang lantaran penangguhan. Sedangkan riba fadhl adalah riba dalam bentuk
penukaran uang dengan uang atau barang komsumsi dengan barang komsumsi
dengan tambahan. Jadi riba fadhl adalah jenis riba yang penukaran suatu benda
(komuditas) yang sama namun kualitas dan kuantitasnya berbeda
Nabi Muhammad SAW telah menegaskan dengan bahasa yang keras untuk
memperingatkan umat manusia dan juga umat Islam mengenai riba,

ِّ ‫سو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم آ ِك َل‬


ُ‫الربَا َو ُمو ِكلَهُ َو َكاتِبَه‬ ُ ‫لَ َع َن َر‬
َ ‫َوشَا ِه َد ْي ِه َوقَا َل ُه ْم‬
‫س َوا ٌء‬
Artinya : "Rasulullah SAW. mengutuk orang yang makan harta riba, yang
memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka
semuanya sama (berdosa)." (HR Muslim).
Didalam hadis dijelaskan bahwa riba sangat dilarang, dan orang yang
melakukan atau menggunkan harta riba akan dilaknat. Riba dimasukkan sebagai
salah satu dari tujuh dosa besar yang harus dijauhi.
"Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, "Wahai,
Rasulullah! apakah itu? Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah tanpa haq, memakan harta riba, memakan harta anak
yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita beriman yang Ialai berzina"
(Muttafaq 'alaih). 
Pada hadis diatas dijelaskan tentang diharamkannya riba, bahkan sampai
masuk kedalam tujuh dosa besar.

4. KHIYAR DALAM JUAL BELI


Sistem transaksi jual beli dalam Islam mengenal istilah khiyar. Khiyar
sendiri perarti pemilihan atau pilihan. Dalam jual beli, pemilihan adalah hal yang
wajar yang dilakukan oleh pembeli terhadap penjual. Hal ini ternyata dalam islam
menjadi sebuah aturan tersendiri, mengenai bagaimana etika atau hal-hal yang
harus diperhatikan dalam proses jual beli khususnya pada aspek pemilihan.
Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh salah satu pihak atau keduanya untuk
melanjutkan atau membatalkan dalam sebuah transaksi jual beli dengan kondisi
tertentu. Dan hukum khiyar dalam Islam adalah diperbolehkan, dengan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan, tetapi khiyar untuk menipu hukumnya haram
dan dilarang.
Konsep khiyar dalam jual beli adalah pemenuhan hak bagi kedua belah
pihak yang melakukan transaksi untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi.
Tujuan adanya khiyar dalam Islam yaitu agar dalam jual beli tidak ada pihak yang
dirugikan, dan jual beli bisa memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Khiyar
berlaku untuk jual beli baik di pasar tradisional, di toko, bahkan di pasar modern.
Pada swalayan khiyar juga harus tetap berlaku walaupun ada rukun dan syarat
dalam jual beli yang tidak ada di swalayan, seperti akad yang dilafadkan.
Dasar hukum transaksi khiyar dijelaskan dalam hadis, yaitu :

َ َّ‫ان بِا ْل ِخيَا ِر َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا فَإِن‬


ْ‫ص َّدقَا َوبَيَّنَا بُ ْو ِركَ لَ ُه َما فِ ْي بَ ْي ِع ِه َما َوإِن‬ ِ ‫اَ ْلبَ ْي َع‬
‫َكتَ َم َو َك َّذبَا ُم ِحقَّتْ بَ ْر َكةُ بَ ْي ِع ِه َما‬
Artinya : “Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama belum
berpisah. Jika keduanya benar dan jelas maka keduanya diberkah dalam jual beli
mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah
keberkahan jual beli mereka.” (H.R Bukhari)
Di atas diterangkan bahwa secara umum lebih khusus kepada transaksi
perdagangan, bisnis, dan jual beli, mengharamkan orang beriman untuk memakan
dan memanfaatkan harta orang lain dengan jalan yang bathil.
Diperbolehkan melakukan perdagangan dengan orang lain atas dasar suka
sama suka. dalam jual beli ada khiyar (hak pembeli untuk melanjutkan atau
membatalkan transaksi) dimana jika dalam jual beli tersebut terpenuhi khiyarnya
maka penjual dan pembeli akan mendapatkan berkah. Karena jual beli yang
dilakukan dengan cara baik dan tidak ada yang disembunyikan antara keduanya.
“Dari Ibnu Umar ra. dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, “Apabila
ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka
(mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih
berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang
lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu
terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah
terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan)
jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (HR. Al.Bukhari dan Muslim)

5. PRINSIP PRINSIP DALAM JUAL BELI


Jual beli merupakan gabungan dari kata al-bai’ (menjual) dan syira’
(membeli). Jual beli merupakan salah satu proses al-taghayyur al-milkiyah
(perubahan kepemilikan) dari pihak penjual kepada pihak pembeli yang bersifat
permanen. Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah ditetapkan dan disepakati.
Dalam proses jual beli, terdapat beberapa prinsip prinsip. Prinsip prinsip
tersebut di antaranya adalah Prinsip Tauhid, Prinsip Akhlak, Prinsip
Keseimbangan, Prinsip Kebebasan Individu, Prinsip Keadilan, dan Prinsip Sahih
(Jual Beli Dilakukan Dengan Memenuhi Syarat Dan Rukun Jual Beli).
Prinsip ini juga sudah dijelaskan dalam Hadis, yaitu :

ْ‫صا ِة َو َعن‬ ُ ‫ نـ َ َهى َر‬: ‫قَ َل‬،َ‫بى ُه َريـْ َرة‬


َ ‫ َعنْ بـ َ ْي ِع‬.‫سو ُل اهللا‬
َ ‫الح‬ ِ َ‫َو َعنْ أ‬
‫بـ َ ْي ِع ا ْل َغ َر ِر‬
Artinya: “Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah SAW melarang jual
beli dengan cara melempar batu dan jual beli gharar. (yang belum jelas harga,
barang, waktu dan tempatnya)”. (HR Muslim).
Pada hadis tersebut berisi tentang larangan kepada orang melakukan tansaksi
jual beli yang didalamnya ada unsur gharar atau ketidakjelasan, karena sejatinya
dalam transaksi jual beli diperlukan sikap keterbukaan antara kedua pihak.
“Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia menuturkan: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah engkau saling hasad, janganlah
saling menaikkan penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), janganlah
saling membenci, janganlah saling merencanakan kejelekan, janganlah sebagian
dari kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya, dan jadilah hamba-hamba
Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara orang muslim
lainnya, tidaklah ia menzhalimi saudaranyanya, dan tidaklah ia membiarkannya
dianiaya orang lain, dan tidaklah ia menghinanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam hadis ini ditegaskan bahwa dalam jual beli utamakanlah silaturahmi
antar sesama muslim. Jangan saling mendzalimi tapi saling membantulan sesama
umat manusia.

6. AKAD IJARAH DALAM PERSPEKTIF HADIS


Al-Ijarah atau ijarah artinya imbalan, atau upah sewa / jasa. Ijarah secara
etimologi artinya upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah
mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya. Sedangkan secara
terminologi didefinisikan sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu yang telah
diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan dengan imbalan yang juga
telah diketahui.
Akad Ijarah ini didasarkan pada Al Quran dan Hadis. Ada sebuah hadis dari
Ibnu Umar ra. berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

ُ‫أَ ْعطُوا األَ ِجي َر أَ ْج َرهُ قَ ْب َل أَنْ يَ ِجفَّ َع َرقُه‬


Artinya : “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam hadis ini dijelaskan bahwa, jika pekerjaan sudah selesai dikerjakan,
hendaknya segera dibayarkan upahnya, tanpa ditunda. Karena seseorang yang
bekerja ingin menikmati hasil jerih payahnya setelah melaksanakan kewajibannya.
Selain itu, jumlah upah yang diberikan harus disepakati sebelum adanya transaksi.
Hal ini ditentukan atau disesuaikan dengan jeinsnya dan berat atau ringannya
pekerjaan dalam suatu masyarakat.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
“ Tiga orang yang Aku akan menjadi musuhnya pada hari Kiamat; (1)
seseorang yang memberikan janji kepada-Ku lalu ia mengkhianati, (2) seseorang
yang menjual orang merdeka lalu memakan hartanya, dan (3) seseorang yang
menyewa pekerja lalu ia menunaikan kewajibannya (namun) ia tidak diberi
upahnya.”
Dalam hadis ini dijelaskan bahwa upah adalah hal yang sangat penting. Bahkan
menjadi musuh karena melalaikan kewajibannya dalam emberih upah seseorang.

Anda mungkin juga menyukai