Anda di halaman 1dari 14

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba Dan Bunga Bank


Pengertian riba secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu dari kata riba
yarbu ,rabwan yang berarti az-ziyadah (tambahan) atau al-fadl (kelebihan) . Sebagaimana
pula yang disampaikan didalam Alqur’an: yaitu pertumbuhan, peningkatan, bertambah,
meningkat, menjadi besar, dan besar selain itu juga di gunakan dalam pengertian bukti kecil.
Pengertian riba secara umum berarti meningkat baik menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil.riba adalah memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan
kemungkinan mendapat resiko, mendapatkan harta bukan sebagai imbalan kerja atau jasa,
menjilat orang – orang kaya dengan mengorbankan kaum miskin, dan mengabaikan aspek
prikemanusiaan demi menghasilkan materi. Dalam kaitanya dengan pengertian al batil , Ibnu
Al- Arabi AlMaliki dalam kitabnya Ahkam Alquran menjelaskan pengertian riba secara
bahasa adalah, tambahan namun yang di maksud riba dalam ayat qur’ani, yaitu setiap
penambahan yang di ambil tanpa adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang di
banarkan syari’ah.
Selain itu bunga bank dapat di artikan sebagai balas jasa yang di artikan oleh bank
yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya. Bunga bagi bank dapat di artikan sebagai harta yang harus di bayar oleh nasabah
(yang memiliki simpanan) dan harga yang harus di bayar oleh nasabah kepada bank
(nasabah) yang memperoleh pinjaman. Memang ada bangsa atau Negara yang mempraktikan
riba dalam setiap usaha perkembangan ekonominya, akan tetapi secara tidak sebenarnya
bangsa itu telah menerima dan merasakan akibat azab atau siksa allah berupa peperangan
besar, bencana alam dasyat dan siksasiksa lainya andaikan akad ribawi ini diperbolehkan,
tentu tidak ada artinya lagi akad pinjam meminjam dan sejenisnya yang merupakan unsure
pokok ta’awun khususnya kepada yang lemah dan mereka yang sangat memerlukan bantuan.
Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa riba adalah bukan merupakan sebuah
pertolongan yang benarbenar tulus dan ikhlas akan tetapi lebih pada mengambil keuntungan
dibalik kesusahan orang lain. Inilah yang tidak dibenarkan dalam islam karena apabila semua
manusia membungakan uang, akibatnya mereka enggan bekerja, wajar mereka akan merasa
lebih baik duduk bermalas–malasan dengan asumsi bahwa beginipun tetap mendapatkan
3

keuntungan. Jika ini terjadi maka riba itu juga berarti menjadi penyebab hilangnya etos kerja
yang pada akhirnya membahayakan umat. Melakukan kegiatan ekonomi adalah merupakan
tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh
rizki, dan dengan rizki ia dapat melangsungkan kehidupanya. Bagi orang islam, Alqur’an
adalah petunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkebenaran absolut. Sunnah
Rasulullah saw. berfungsi menjelaskan kandungan Al-qur’an.
Terdapat banyak ayat Al-qur’an dan hadist nabi yang merangsang manusia untuk
rajin bekerja kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya dan mencela orang menjadi pemalas.
Tetapi tidak setiap kegiatan itu punya watak yang merugikan banyak orang dan
menguntungkan sebagian kecil orang, seperti monopoli dagang, calo, perjudian, dan riba,
pasti akan di tolak. Para ulama’ fiqh membicarakan riba dalam fiqh mu’amalat. Untuk
menjelaskan pengertian riba dan hukumnya, para ulama’ membuat rumusan riba, dan dari
rumusan itu kegiatan ekonomi didentifikasikan, dapat dimasukan ke dalam kategori riba atau
tidak. Dalam menetapkan hukum, para ulama’ biasanya mengambil langkah yang dalam usul
fiqh dikenal dengan ta’lil (mencari illat). Hukum suatu keadaan lain yang disebut oleh nas
apabila sama illanya. Kegiatan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan. Yang
dulu tidak ada, atau sebaliknya. Di masa rasulullah tidak ada uang kertas, kini ada.
Dulu lembaga pemodal seperti bank tidak di kenal, kini ada. Persoalan baru dalam
fiqh mu’amalah muncul ketika pengertian riba sebagaimana diterangkan di muka dihadapkan
kepada persoalan bank. Di satu pihak, bunga bank terperangkap dalam kriteria riba, tetapi di
sisi lain, bank mempunyai fungsi sosial yang besar bahkan, dapat dikatakan, tanpa bank
negara akan hancur. Bunga bank telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan ummat
islam, khususnya di Indonesia. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’ (NU), Organisasi
islam terbesar di Indonesia, tidak menyatakan halalnya bunga bank.
Tetapi terdapat kelompok orang tertentu, baik di kalangan NU maupun
Muhammadiyah yang belakangan mengelola badan pemodal semacam ini, kendali tidak
sejalan “Keputusan Fiqh” mereka. Terdapat beberapa tokoh yang membolehkan manfaat
bunga bank. Hatta berpendapat, bunga bank unuk kepentingan produktif bukan riba tetapi
untuk kepentingan konsumtif riba. Kasman Singodimedjo dan Syarifruddin Prawiranegara
berpendapat, sistem perbankan modern diperbolehkan karena tidak mengandung unsur
eksploitasi yang zalim; oleh karenanya tidak perlu didirikan bank tanpa bunga.. Hasan
Bangil, tokoh Perstuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan, bunga bank itu halal
karena tidak ada unsur lipatgandanya. Untuk menghindari riba, para fuqaha’ memberi
alteratif dagang patungan, seperti mudarabah. Pada akhir abad ke-20 munculnya bank Islam
4

tidak terlepas dari persoalan ini. Mengapa Al-Qur’an dan Sunnah mengharamkan praktik
riba. Bagaimana para fuqaha awal memahami dan menafsirkan masalah ini dalam prepektif
mereka. Lalu berdasarkan semua sumber itu, bagaimana pula kalangan terpelajar Muslim
modern melihat dan merumuskan masalah ini. Pertanyaan ini akan dicoba dijawab pertama-
tama dengan mengupas pengharaman riba dalam al-Qur’an, Sunnah, dan Hukum Islam (fiqh),
dengan focus utama identifikasi karakterteristik riba sebagaimana diharamkan dalam al-
Qur’an.
B. Dasar Hukum Tentang Riba
Orang-orang yang memakan riba itu tidak dapat berdiri melainkan sebagaimana
berdirinya orang yang dirasuki setan dengan terbuyung-buyung karena sentuhanya. Yang
demikian itu karena mereka mengatakan: “perdaganagan itu sama saja dengan riba”. Padahal
Allah telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu, barang
siapa telah sampi kepadanya peringatan dari tuhanya lalu ia berhenti (dari memakan riba),
maka baginya yang telah lalu dan barang dan barang siapa mengulangi lagi memakan riba
maka itu ahaki mereka akan kekal di dalamnya. Di jelaskan dalam alqur’an surat ar-rum ayat
39 :

‫الّٰلِه‬ ‫ٍة‬ ‫ِع ّٰلِه‬ ‫ِل‬ ‫۟ا‬


‫َو َم ٓا ٰاَتْيُتْم ِّم ْن ِّر ًبا ِّلَيْر ُبَو ِف َاْم َو ا الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ْنَد ال ۚ َو َم ٓا ٰاَتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك و ُتِر ْيُد ْو َن َو ْجَه‬
‫َفُاوٰۤلِٕى َك ُه ُم اْلُم ْض ِعُفْو َن‬
Artinya : Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada
harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Dari jabir ra, Rasulullah saw mencela penerima dan pembayar bunga orang yang
mencatat begitu pula yang menyaksikan. Beliau bersabda, “mereka semua sama-sama dalam
dosa “(HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad) dari abu said al-khudri ra, Rasulullah saw
bersabda, “Jangan melebih lebihkan satu dengan lainya; janganlah menjual perak dengan
perak kecuali keduanya setara; dan jangan melebih lebihkan satu dengan lainya; dan jangan
menjual sesuatu yang tidak tampak“ HR. Bukhori, Muslim,Tirmidzi,Naza’I dan Ahmad).
Dari Ubada Bin Sami Ra, Rasulullah saw bersabda “Emas untuk emas, perak untuk perak,
gandung untuk gandum. Barang siapa yang membayar lebih atau menerima lebih dia telah
berbuat riba, pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa)“ (HR.Muslim dan Ahamad).
5

Emas dengan emas, perak dengn perak, bur dengan bur, gandum dengan gandum, kurma
dengan kurma garam dengan garam dengan ukuran yang sebanding secara tunai.
Apabila kelompok ini berbeda beda (ukuranya), maka juallah sesuka kalian, apabila
tunai (HR. Imam Muslim dan Ubdah bin Shamit). Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa
Rasulullah saw telah membagi makan di antara mereka dengan pembagian yang berbeda.
Yang satu melebihi lain. Kemudian Sa’id berkata, “Kami selalu (mengambil cara dengan)
saling melebihkan di antara kami”. Kemudian Rasulullah saw melarang kami untuk saling
memperjual belikanya selain dengan timbangan (berat) yang sama, tidak melebihkan (HR
Ahmad). Dari jabir, Rasulullah saw bersabda, “Hendaknya seonggok makanan tersebut tidak
dijual dengan seonggok makanan, dan (hendaknya) tidak dijual seonggok makanan dengan
timbangan makanan yang telah di tentukan (HR. Nasa’i).
dari Ubaidah Bin Shamit bahwa Rasulullah saw bersabada, “Emas dengan emas,biji
dan zatnya harus sebanding timbanganya. Perak dengan perak,biji dan zatnyaharus sebading
timbanganya, garam dengan garam, kurma dengan kurma, bur dengan bur, syair dengan
syair, sama dan sepadan. Maka siapa saja yang menambah atau minta tamabahan, maka dia
telah melakukan riba” (HR. Imam Nasa’i). Dari Abu Said AlKhudri Ra dan Abu Hurairah
Ra, bahwasanya seorang yang bekerja untuk Rasulullah saw di khaibar, membawakan
Rasulullah janib (kurma dengan kualitas istimewa). Kemudian Rasulullah saw bersabda:
“Apakah buah kurma di khaibar memeliki kwalitas ini semua?” orang itu menjawab, “Tidak
demi Allah ya Rasulullah (seraya menjelaskan) mereka menjual satu sha’ untuk di tukar
dengan dua atau tiga sha’ dengan kwalitas seperti ini”.
Maka Rasulullah bersabda “Jangan lakukan itu,jual satu sha’ kurma (yang
kwalitasnya lebih rendah) dengan harga satu dirham dan gunakan hasil penjualan itu untuk
membeli janib yang lain “(HR.Bukhori,muslim, dan Nasa’i). Dari Abu Aa’id Ra katanya
pada suatu ketika Bilal datang kepada Rasulullah saw membawa kurma bumi, lalu Rasulullah
saw bertanya kepadanya: “Kurma siapa ini”, jawab bilal ”Kurma kita rendah mutunya, karena
itu kutukar dua gantung dengan satu gantung kurma ini untuk makan Nabi saw”. maka
Rasulullah saw bersabda, ”inilah disebut riba jangan sekali kali engkau lakukan lagi. Apabila
engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yangkurang bagus)
itu, kemudian dengan uang penjualan itu kurma yang lebih bagus” (HR. Muslim dan Ahmad).
C. Macam- Macam Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang
piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan jahiliyah.
Adapun kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
6

1. Riba Qordh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
beruntung (muqtaridh).
2. Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya
pada waktu yang di tetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena kaedah “kullu qardin jarra manfa
ab fabuwa” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Dari segi penundaan
waktu penyerahanya, riba jahiliyah tergolong riba nasiah, dari segi kesamaan objek yang
dipertukarkan tergolong riba fadhl,”
3. Riba Fadhl
Riba fadhl disebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis
yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kwantitasnya
(sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahanya (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini
mengandung ghoror yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing barang yang
dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu
pihak, kedua pihak dan pihak-pihak yang lain.
4. Riba Nasiah
Riba nasiah juga disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang
tidak memenuhi criteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghumi) dan hasil
usaha muncul bersama biaya (kharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini mengandung
pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena berjalanya waktu. Riba nasiah adalah
penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang di pertukarkan dengan
jenisbarang ribawi lainnya.
D. Sejarah Riba
Istilah riba sudah dikenal dan digunakan dalam transaksi-transaksi perekonomian oleh
masyarakat arab sebelum datangnya Islam. Dan istilah riba sudah dikenal sejak peradaban
yunani kuno, yaitu pada zaman hukum Nabi Musa AS yang dianggap sebagai larangan anti
riba tertua. Pada zaman Yunani kuno masyarakatnya sudah banyak yang melakukan kegiatan
riba. Plato dan Aristoteles sangat menentang keras akan adanya praktek riba. Demikian juga
dengan kaum Yahudi, Nasrani, dan Islam semua agama samawi telah mengharamkan akan
riba. Dalam sejarah Eropa abad tengah sekitar 900-1000 Masehi orangorang Yahudi dikenal
sebagai golongan pelepas uang dan sebagai perintis kegiatan pegadaian, sehingga kegiatan
pelepasan uang itu diidentikan riba dalam agama Yahudi.
7

Ibnu Abi Zayd (136 H 754 M) mengatakan bahwa praktek riba juga terjadi pada
bangsa arab pra-Islam, dimana riba dilakukan dengan berlipat ganda baik yang berupa uang
maupun berbagai jenis komoditi, serta perbedaan umur juga berlaku pada binatang ternak.
Apabila sudah terjadi jatuh tempo, pihak yang memberi hutang akan menanyakan kepada
pihak yang berhutang, apakah akan melunasi sekarang atau menambah pembayaran jumlah
hutang yang dipinjam. Jika pihak yang berhutang memiliki sesuatu maka ia akan
membayarkannya, akan tetapi jika hutangnya berupa binatang ternak maka umurnya dapat
meningkat (padawaktu pembayarannya). Apabila hutangnya tersebut berupa uang atau jenis
komoditi lain, maka ia dapat meningkatkan dengan berlipat ganda pada waktu
pengambilannya dalam jangka setiap tahun. Jika pihak yang berhutang tidak dapat
membayarnya maka hutang tesebut akan berlipat ganda lagi. Pada zaman Jahiliyah juga
sudah ada praktek riba yakni riba.
Pada masa itu ada dua orang yang mulai mempraktekan riba yaitu Abbas dan Khalid
Ibn Al-Walid. Mereka memberikan pinjaman secara riba kepada orang-orang suku Tsaqif.
Kemudian Islam datang, akan tetapi mereka masih mempraktekan riba dan masih memiliki
sisa dengan segala keuntungannya. Kemudian Islam datang dan Rosulullah sangat gigih
untuk menghilangkan praktek riba, Beliau melakukan dakwah-dakwah dimana saja, dan salah
satunya ketika haji wada’ Beliau menghapus dan melarang adanya praktek riba. Dalam
pengharaman riba Allah tidak langsung mengharamkannya, akan tetapi Allah SWT
menggunakan metode secara gradual (step by step).
Metode ini digunakan agar manusia yang terbiasa menggunakan praktek riba tidak
kaget, dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut mengalihkan
kebiasaan mereka yang telah mengakar dan melekat dalam kehidupan perekonomian
jahiliyah. Ayat pertama yang diturunkan dilakukan secara temporer yang pada akhirnya
ditetapkan secara permanen dan tuntas.
E. Pengertian Tentang Bunga Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan
kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes
atau yang biasanya dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari Italia yaitu banca yang
berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankan, bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam menjalankan usahanya bank
menggunakan sistem bunga untuk memperoleh keuntungan. Bank menarik uang dari para
8

nasabah (penabung) dengan memberikan bunga, kemudian bank meminjamkan uangnya


dengan menerima uang dari sipeminjam.
Bunga bank adalah ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki
tempo/tenggang waktu, kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya atau menarik
kepada sipeminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap sebesar beberapa persen. Dengan kata
lain bunga bank adalah sebuah sistem yang diterapkan oleh bank-bank konvensional sebagai
suatu lembaga keuangan yang mana fungsi utamanya adalah menghimpun dana kemudian
untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana baik perorangan maupun badan usaha, yang
berguna untuk investasi produktif dan lain-lain. Bunga Bank juga dapat diartikan berupa bank
interest yaitu sejumlah imbalan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atas dana yang
disimpan di bank yang dihitung sebesar persentase tertentu dari pokok simpanan dan jangka
waktu simpanan ataupun tingkat bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang diberikan
bank kepada debiturnya.
F. Macam-macam Bunga Bank
Dalam kegiatan sehari-hari perbankan ada dua macam bunga yang diberikan kepada
nasabahnya, yakni:
1. Bunga Simpanan
Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai balas jasa kepada nasabah yang
telah menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar
bank kepada nasabahnya. Bunga tabungan: merupakan bunga yang akan diperoleh setelah
nasabah (penabung) menyetorkan tabungannya kebank. Persentase bunga tabungan sebesar
1,5 % sampai 3 %. Bunga deposito: bunga yang ditawarkan deposito lebih tinggi daripada
tabungan biasa, deposito merupakan produk simpanan dibank yang penyetoran dan penarikan
hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu. Persentase bunga deposito sebesar 5 % sampai 8
%.
2. Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang
harus dibayar peminjam (nasabah) kepada bank. Contohnya: bunga kredit. Bunga kredit
merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan berdasarkan kesepakatan
ketika pinjam meminjam antara pihak bank dan nasabah yang mewajibkan pihak peminjam
(nasabah) untuk membayar bunga sebagai imbalan. Persentase bunga kredit sebesar 0,5 %
sampai 1,5 %. Kedua macam bunga tersebut merupakan komponen penting dari faktor biaya
dan pendapatan dalam bank konvensional.
9

Bunga simpanan merupakan dana yang harus dikeluarkan oleh bank kepada nasabah
sedangkan bunga pinjaman merupakan dana yang harus dikeluarkan oleh nasabah kepada
bank. Kemudian bunga simpanan dan bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi
satu sama lain. Contohnya, ketika bunga simpanan tinggi maka secara otomatis bunga
pinjaman juga akan ikut naik begitu juga sebaliknya, ketika bunga simpanan turun maka
bunga pinjaman akan ikut turun.
G. Cara Menghindari Riba
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut
sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui
bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah
sudah menginfentasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan
dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya
memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya. Hal diatas membuktikan bahwa praktek
pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi‟at. Sehingga praktek pembungaan uang
adalah haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang
bersih dari unsur riba antara lain:
1. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
2. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit and loss sharing.
3. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura).
4. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas
dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
5. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan
penghargaan.
6. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya,
maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai
dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah
60%: 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak
bank.
10

7. Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari
dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara
benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke
sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan
manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dimana mereka yang bertaqwa bukan
hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan
larangan Allah SWT.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun
juga agar akhlak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah
mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat
aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih
mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya
orang itu meyakini dengan sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala
aspek kehidupan (komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian Umat Islam
harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah
yang dititahkan Allah pada surah AlBaqarah: 208, “Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti
langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”. Ayat ini
mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam ibadah
maupun ekonomi, politik, sosial, budanya, dan sebagainya. Pada masalah ekonomi, masih
banyak kaum Muslim yang melanggar prinsip Islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi
Islam didasarkan pada prinsip syariah yang digali dari AlQur‟an dan Sunnah. Dalam kitab
fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu‟amalah Islam. Antara lain mudharabah,
murabahah, wadi‟ah, dan sebagainya.
H. Dampak Riba
Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran
nasional serta kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi
di dalam perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak
merata, dan resersi. Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang
melakukan penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara
sebagian besar anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta
konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang. Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam
masyarakat menjadi tidak merata dan celah antara si miskin dengan sikaya pun melebar.
11

Masyarakat pun dengan tajam terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang
pertentangan kepentingan mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam
masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula maka distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi
dan pengangguran terjadi. Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak
mampu menghasilkan laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan,
sekalipun proyek yang ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa.
Semua aliran sumber-sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah perusahaan-
perusahaan yang memiliki prospek laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang
sedang berjalan, sekaliun perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja memiliki nilai sosial.
Riba (bunga) yang dipungut pada utang internasional akan menjadi lebih buruk lagi
karena memperparah DSR (debt-service ratio) negaranegara debitur. Riba (bunga) itu tidak
hanya menghalangi pembangunan ekonomi negara-negara miskin, melainkan juga
menimbulkan transfer sumber daya dari negara miskin ke negara kaya. Lebih dari itu, ia juga
memengaruhi hubungan antara negara miskin dan kaya sehingga membahayakan keamanan
dan perdamaian internasional.
I. Hukum Riba
Tidak ada perbedaan antara empat Imam mazhab tentang haramnya riba al-fadhl, ada
yang mengatakan bahwa sebagian sahabat ada yang membolehkannya di antara Abdullah bin
Mas‟ud namun ada riwayat bahwa beliau sedah menarik pendapatannya dan mengatakan
haram. Dalil pengharamannya adalah sabda Rasulullah: janganlah kalian menjual emas
dengan dengan emas, perak dengan perak, tepung dengan tepung, dan gandum dengan
gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam kecuali yang satu ukuran dan sama
beratnya dan jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka hati kalian dengan syarat tunai, siapa
yang menambah atau meminta tambahan sungguh dia telah melakukan riba yang mengambil
dan memberi keduanya sama. Arti hadist ini adalah bahwa jika manusia memerlukan
pertukaran barang dari satu jenis yang sama mereka boleh melakukannya dengan salah satu
dari dua cara.
1. mereka menukarnya dengan yang sama ukurannya tanpa ada kelebihan dan
pengurangan dengan syarat tunai dan serah terima sebelum berpisah. Namun ada hal
yang perlu diperhatikan antara dua barang tersebut seperti perbedaan kualitas
umpamanya.
2. seseorang menjual barangnya secara tunai tanpa ada dua penangguhan sama sekali.
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa‟id Al-Khudri dan Abu
Hurairah:”Bahwa Rasulullah menyewa seseorang untuk menjaga kebun kurma di
12

Khaibar, lalu si laki-laki itu membawa kurma yang bagus kepada mereka, kemudian
Rasul bertanya: “Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?”Dia menjawab: “Tidak,
kami membeli satu sha‟ kurma yang baik dengan dua sha‟ kurma yang buruk, dua
sha‟ dengan tiga sha‟,” Nabi berkata: “jangan kamu lakukan, jual semuanya dengan
harga dirham lalu kamu beli kurma yang baik dengan dirham.
J. Keterangan riba sebagi bunga
Perdebatan yang ramai tentang apakah bunga bank sama dengan riba telah semakin
reda. Rupanya krisis bunga ekonomi di negara yang di dominasi bunga itu telah membuka
mata sebagian besar para ekonom akan kegagalan sistem bunga yang dianut nya sejak lahir.
Mereka mulai bimbang dan bertanya-tanya tentang kebenaran sistem bunga yangtelah dengan
telak memporak porandakan ekonomi indonesia. Benarkah bunga sama dengan riba yang di
haramkan dalam ajaran Islam?
Sekarang pemahaman bahwa bunga sama dengan riba sudah semakin meluas, namun
tetap saja disana sini orang menuntut penjelasan yang tidak hanya bersifat dogmatis tetapi
dapat diterima akal sehat. Apalagi sudah sejkian lama otak masyarakat "diduduki" terlebih
dahulu oleh segala macam kegiatan ekonomi yangberbasis bunga. Pelajaran yang diterima
sejak disekolah dasar hingga perguruan tinggi pun dalam segala perhitungan ekonomi selalu
dalam peranata bunga. Sehingga dapat di pahami, apabila sangat sulit menerima kenyataan
bahwa bunga bank adalah riba yang diharam kan agama Islam. Berbagai dalih untik
memnghalalkan bunga bank telah di cobakan orang sepanjang sejarah. Namun, sistem bunga
secara makro tidak mampu memberikan solusi terhadap problematika ekonomi, telah
mendorong para cendikia untuk mencari alternatif dengan menerafkan sistem syariah tanpa
harus mengatakan bahwa bunga bank sama dengan riba yang diharamkan.
Praktek membungakan uang bisa dilakukan oleh orang perorang secara pribadi atau
oleh lembaga keuangan. Orang atau lembaga keuangan yang meminjamkan uang atau
menyimpan uangnya di lembaga keuangan, biasanya akan memperoleh imbalan atau
tambahan yang disebut dengan bunga meminjamkan atau bunga simpanan. Sebaliknya, ornag
atu badan hukum yang meminjam uang dari perorangan atau lembaga keuangan diharuskan
mengembalikan uang yang di pinjam di tambah bunga nya yang ini di sebut bunga pinjaman.
Al-riba makna asalnya adalah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam
konteks riba ialah tambahan baik itu sedikit maupun banyak dari itu kita tahu bawha jelaslah
sudah bunga sangat berhunungan dengan riba dan diharamkan.
13

K. Pandangan tentang Bunga Bank


Setelah mencermati analisis tentang pengertian bunga bank, timbul pertanyaan apakah
bunga bank diperlukan dalam aktivitas ekonomi atau apakah bunga bank sudah menjadi
darah bagi system perekonomian sehingga jika tidak ada bunga bank perekonomian tidak
akan jalan dan lumpuh. Dari berbagai pandangan para ekonom sepanjang masa,
permasalahan bunga dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu teori bunga murni
(Pure theory of interest), dan teori bunga moneter (Monetery theory of interest).
Dalam khasanah ekonomi klasik, tokoh yang paling terkenal adalah Smith dan
Ricardo yang berpendapat bahwa bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh
peminjam (borrower) kepada si pemberi pinjaman (lender) sebagai balas jasa atas
keuntungan yang diperoleh dari uang pinjaman tersebut. Jika uang dimanfaatkan untuk usaha
dapat menghasilkan, maka demikian pula jika digunakan untuk pinjaman, demikian kata
mereka. Kedua ekonom ini percaya bahwa terjadinya akumulasi capital adalah akibat dari
penghematan. Penghematan tidak akan terlaksana tanpa mengharapkan imbalan atas
pengorbanan. Karena itulah bunga ada sebagai kompensasi atau balas jasa atas pengorbanan
si penabung serta sebagai perangsang agar orang mau menabung. sebagai imbalan atas
tindakan “tahan nafsu”.
Tindakan ini didefinisikan sebagai tindakan seseorang yang absen dari kegiatan
produktif atau kegiatan yang direncanakan akan mendapatkan hasil (Abstinance theory of
Interest). Teori ini dikritik dengan alasan bahwa penderitaan akibat pengorbanan “tahan
nafsu” berbeda menurut tingkat pendapatan penabung Marshall mengganti istilah “tahan
nafsu” dengan konsep “menunggu”. Menurutnya, tingkat suku bunga ditentukan oleh
interaksi kurva penawaran dan permintaan tabungan.
Dari sisi penawaran, tingkat suku bunga merupakan balas jasa atas pengorbanan
tabungan atau menunggu. Permintaan akan kapital bergantung pada produktivitas marginal
dan tingkat suku bunga cenderung mencapai tingkat keseimbangan sama dengan persediaan
agregat pada masa yang akan datang (aggregate stock forth-coming). Jika penawaran
(tabungan) lebih besar dibanding permintaan untuk investasi, maka tingkat suku bunga akan
turun dan investasi akan meningkat hingga mencapai tingkat keseimbangan antara tabungan
dan investasi. Dalam productivity theory of interest menyebutkan bahwa produktivitas
sebagai suatu properti yang terkadung dalam kapital, dan produktivitas kapital tersebut
dipengaruhi oleh bunga.
Menurut Bohm-Bawerk, nilai kapital yang dikonsumsi dalam produksi akan
menimbulkan adanya nilai tambah. Teori ini juga gagal menjelaskan alasan tentang bunga.
14

Alasan pertama, Meningkatnya produktivitas barang modal dapat berakibat menurunnya


harga. Kedua, teori ini tidak bisa menjelaskan mengapa perlu dibebankan bunga jika
seseornag meminjam untuk konsumsi. Ketiga, untuk menghitung tingkat bunga, seseorang
harus mengetahui nilai kapital sedangkan nilai kapital itu sendiri ditentukan oleh barang dan
jasa yang dihasilkan. Keempat, teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa bunga harus
dibayarkan kalau peminjam menderita akibat pinjaman tersebut.
Bohm-Bawerk, pengembang teori bunga Austria, juga berpandangan bahwa orang
yang merasa senang dengan barang yang ada sekarang daripada barang yang akan diperoleh
pada masa yang akan datang. Hal ini karena produktivitas marginal dari barang sekarang
lebih besar disbanding produktivitas barang untuk masa yang akan datang (time preference
theory). Teori ini sangat subyektif sehinga membuat pemahaman akan teori bunga menjadi
salah kaprah. Pertama, sebagian besar masyarakat menabung bukan karena ingin
tabungannya lebih banyak pada masa mendatang, melainkan lebih banyak untuk tujuan-
tujuan tertentu, misalnya sekolah, perkawinan, masa pensiun, dan sebagainya. Kedua, banyak
kegiatan pemupukan kekayaan hanya ditujukan untuk pemuas pribadi, prestise atau
kedudukan social yang sebenarnya tidak membutuhkan bunga.Ketiga, teori ini sangat mirip
dengan abstaince theory yang telah terbukti out of date. Dengan uraian di atas menunjukkan
bahwa tidak ada satupun teori bunga murni yang mampu menjelaskan dan membukikan
bahwa bunga diperlukan dalam aktivitas ekonomi.
Islam melarang bentuk spekulasi karena aktivitas ini tidak lain adalah gambling
(maysir) yang pada intinya mempertaruhkan sesuatu pada kondisi masa yang akan datang
yang belum tentu (uncertainty). Tingkat suku bunga dalam bank syariah adalah nol, karena
bank syariah meng-generate profit (keuntungan) tidak berdasarkan meminjamkan uang
melainkan dari transaksi bisnis sektor riil.
L. Pengertian Bank Syariah
Berdasarkan Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank
syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau
prinsip hukum islam. Prinsip syariah Islam yang dimaksud mencakup dengan prinsip
keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme
(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram,
sebagaimana yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Selain itu, Undang Undang Perbankan Syariah juga memberi amanah kepada bank
syariah untuk selalu menjalankan fungsi sosial sekaligus menjalankan fungsi seperti lembaga
baitul mal. Lembaga baitul mal yaitu sebuah lembaga yang menerima dana berasal dari zakat,
15

infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada
pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). alam dunia perbankan saat
ini, Anda tentu mengenal bank syariah. Secara fungsi, bank syariah memiliki peran yang
sama dengan bank konvensional, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Namun, satu hal yang membedakan adalah prinsip syariah Islam, demokrasi ekonomi,
dan prinsip kehati-hatian yang menjadi pedoman untuk sistem operasi dari bank syariah itu
sendiri. Di luar tugas utama sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penghimpunan
dan penyaluran dana masyarakat, bank syariah juga memiliki tujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional untuk mendukung peningkatan keadilan, kebersamaan,
dan pemerataan kesejahteraan di kalangan masyarakat. Secara hakikatnya, bank syariah
merupakan lembaga yang menawarkan produk perbankan sesuai dengan prinsip syariah
Islam.
Lembaga perbankan syariah harus mematuhi pada prinsip syariah Islam yang sudah
ditetapkan. Pasalnya, prinsip syariah dalam lembaga perbankan ini jadi hal yang cukup
fundamental, mengingat eksistensi dari bank syariah sendiri didasari oleh prinsip syariah
Islam tersebut. Tetap teguh dalam menjalankan aktivitas perbankan pada prinsip syariah juga
dipandang sebagai sisi kekuatan dari bank syariah. Untuk menjaga konsistensi dalam
menjalankan aktivitas perbankan berdasarkan prinsip syariah islam, bank syariah juga
diawasi oleh Dewan Syariah Nasional dari Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Perihal pengawasan tersebut dijelaskan melalui Undang Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Dalam Undang Undang tersebut terdapat pernyataan pemberian
kewenangan kepada MUI melalui DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah
terhadap suatu produk perbankan. Ketetapan tersebut juga didukung oleh Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (POJK) yang menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya
boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan
memperoleh izin dari OJK.

Anda mungkin juga menyukai