Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Dengan menyembut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, kami panjatkan
puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat waktu, alhamdulillah.

Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak .
Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih sempurna. Akhir
kata kami berharap semoga makalah ilmiah dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
kepada pembaca.

Bengkalis, 06 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang..........................................................................................1

B.Rumusan Masalah.....................................................................................1

C.Tujuan.......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Riba.........................................................................................2

1.Macam-macam riba .......................................................................2

B.Dasar hukum pelarangan riba.......................................................,...........3

C.Pengertian bunga bank dan riba ...............................................................5

D.Proses larangan riba..................................................................................5

E.Implikasi riba terhadap bank ……………………………………………6

BAB III PENUTUP

A.Simpulan...................................................................................................9

B.Saran ........................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba


telah berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya
masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi
tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa.
Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang
dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam
akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.

Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba.
Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah SWT
melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya
pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba.Karena Riba menyebabkan
tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian riba?

2. Apa dasar hukum pelarangan riba?

3. Apa pengertian bunga bank dan riba?

4. Apa proses larangan dalam riba?

5. Bagaimana Implikasi riba terhadap bank?

C. Tujuan

1. Siswa mampu menjelaskan pengertian riba

2. Siswa mampu menjelaskan tentang dasar hukum pelarangan riba

3. Siswa mampu menjelaskan perbedaan antara bunga bank dan riba

4. Siswa mampu menjelaskan proses pelarangan riba

5. Siswa mampu menjelaskan bagaimana implikasi riba terhadap bank


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman


saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam.

Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis,
riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum


terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik
dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan
dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah
haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275: “...padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .”

A.1 Macam-Macam Riba

Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :

1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contohnya tukar menukar
emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.

2. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,maksudnya :
orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut
dari si penjual, pembeli menjualnya kepada oranglain. Jual beli seperti itu tidak
boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama

3. Riba Nasi‘ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh: Aminah meminjam cincin 10
Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan
cincin emas sebesar 12 gram, dan apabila terlambat 1 tahun, maka tambah 2
gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran
satu tahun.

4. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Ahmad meminjam
uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar
Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesarRp. 30.000 maka tambahan
Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
B. Dasar hukum pelarangan larangan riba dalam al-qur’an

Dalam menetapkan suatu hukum di dalam al-q ur’an, Allah tercatat beberapa menetapkannya
secara berangsur-berangsur. Diantaranya adalah riba. Pengharaman riba, Allah tidak langsung
mengharamkan transaksi ini sekaligus. Syekh Muhammad Ali Ash-Shobuni dalam kitab
Rowa’iul Bayan fi Tafsiril Ayatil Ahkam Minal Qur’an menerangkan beberapa tahapan
pengharaman riba.

Hal ini menunjukkan pada kita untuk mengetahui pentingnya rahasia penetapan syariat islam
didalam mengobati penyakit masyarakat. Terdapat empat tahapan didalam proses
pengharaman riba ini:

1. Periode pertama turunnya surat Ar-Rum (30) ayat 39:


ٓ
َ ‫ُوا ِعن َد ٱهَّلل ِ ۖ َو َمٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن زَ َك ٰو ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ ٱهَّلل ِ فَُأ ۟و ٰلَِئ‬
َ‫ك هُ ُم ْٱل ُمضْ ِعفُون‬ ۟ ‫َومٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن رِّ بًا لِّيَرْ بُ َو ۟ا فِ ٓى َأ ْم ٰ َو ِل ٱلنَّاس فَاَل يَرْ ب‬
ِ َ

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S.
Ar- Rum: 30 ayat 39)

Ayat yang turun di Mekkah ini tidak ada isyarat yang menunjukkan pada keharaman riba,
hanya saja ayat ini mengisyaratkan murkanya Allah pada transaksi riba. Sesungguhnya riba
itu tidak ada pahala sekali di sisi Allah. Hal seperti ini dinamakan dengan peringatan larangan

2. Periode kedua adalah turunnya surat An –Nisa’ (4) ayat 160– 161:

ۙ ‫ص ِّد ِهمۡ ع َۡن َسبِ ۡي ِل هّٰللا ِ َكثِ ۡيرًا‬ ٍ ‫فَبِظُ ۡل ٍم ِّمنَ الَّ ِذ ۡينَ هَاد ُۡوا َحرَّمۡ نَا َعلَ ۡي ِهمۡ طَي ِّٰب‬
َ ِ‫ت اُ ِحلَّ ۡت لَهُمۡ َوب‬

‫اس بِ ۡالبَا ِط ِل ؕ َواَ ۡعت َۡدنَـا لِ ۡل ٰـكفِ ِر ۡينَ ِم ۡنهُمۡ َع َذابًا اَ لِ ۡي ًما‬
ِ َّ‫َّواَ ۡخ ِذ ِه ُم الر ِّٰبوا َوقَ ۡد نُه ُۡوا ع َۡنهُ َواَ ۡكلِـ ِهمۡ اَمۡ َوا َل الن‬

Artinya: Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya. Ayat ini termasuk ayat madaniyah
atau ayat yang turun di Madinah.
Pada ayat ini, Allah mengisahkan sebuah pelajaran kepada kita tentang sejarah orang Yahudi
yang telah diharamkan riba akan tetapi mereka melanggarnya sehingga mereka mendapat
laknat dan murka Allah. Syekh Muhammad Ali ash-Shobuni menerangkan bahwasanya
larangan pada ayat ini berupa larangan secara isyarat, tidak secara tegas atau terang-terangan.
Karena ayat ini adalah cerita kejahatan-kejahatan orang Yahudi dan tidak ada keterangan
bahwasanya riba itu di haramkan pada orang-orang muslim.

3. Periode ketiga adalah turunnya surat Ali-Imran (3) ayat 130:


‫ت ِم ْن س ُۤوْ ٍء ۛ ت ََو ُّد لَوْ اَ َّن بَ ْينَهَا َوبَ ْينَهٗ ٓ اَ َمد ًۢا بَ ِع ْيدًا‬
ْ َ‫ضرًا ۛ َو َما َع ِمل‬
َ ْ‫ت ِم ْن َخي ٍْر ُّمح‬ ٍ ‫يَوْ َم تَ ِج ُد ُكلُّ نَ ْف‬
ْ َ‫س َّما َع ِمل‬
ٌ ۢ ْ‫ۗ َويُ َح ِّذ ُر ُك ُم هّٰللا ُ نَ ْف َسهٗ َۗو ُ َرءُو‬
‫ف بِ ْال ِعبَا ِد‬ ‫هّٰللا‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Ayat ini
termasuk ayat yang turun di Madinah (madaniyah). Pada ayat ini keharaman riba itu jelas,
akan tetapi larangannya bersifat parsial tidak universal. Karena pengharaman riba itu terjadi
pada riba yang berlipat-lipat ganda dari hutang asalnya.

4. Periode keempat adalah turunnya surat Al- Baqarah (2) ayat 279.

ْ ‫ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖ ۚه َواِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُرءُوْ سُ اَ ْم َوالِ ُك ۚ ْم اَل ت‬


ْ ُ‫َظلِ ُموْ نَ َواَل ت‬
َ‫ظلَ ُموْ ن‬ ٍ ْ‫فَاِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَْأ َذنُوْ ا بِ َحر‬
Artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Periode ini
adalah tahapan terakhir pengharaman riba secara jelas (Qoth’iy) yang mana al-Qur’an tidak
membedakan antara riba yang sedikit atau banyak.

Dengan penjelasan ini, kita dapat mengetahui pentingnya persiapan sosial masyarakat sebagai
objek pelaksanaan hukum islam. Pada turunnya syariat pengharaman riba telah
mencontohkan pada kita bahwa dalam berdakwah dan menegakan hukum islam kita perlu
menimbang dan memperhatikan kesiapan masyarakat untuk menerima dan menjalankan
hukum tersebut. Semua butuh proses. Bertahap dan pelan-pelan.

C. Pengertian bunga bank dan riba

Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interst. Secara istilah sebagaimana
diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interst is a charge for a financial loan,
usually a percentage of the amount loaned”.Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang,
yang biasanya dinyatakan dengan presentase dari uang yang di pinjamkan.
Kata riba; ziydah, berarti: bertumbuh, menambah atau berlebih. Al-Riba atau Ar-Rima
makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur.
Adapun pengertian tambahan dalam konteks riba
ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’.

Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai “usury” yang artinya“ the oct
of lending monay at an exorbitant or illegal rate of interens” sementara para ulama fikih
mendefinisikan riba dengan “kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada
imbalan/gantinya.” Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang
timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan tergantung kepada pemilik uang
pada saat uang jatuh tempo. Aktivitas semacam ini, berlaku luas dikalangan masyarakat
Yahudi sebelum datangnya Islam, sehingga masyarakat Arab pun sebelum dan pada masa
awal Islam melakukan muamalah dengan cara tersebut. Oleh karena itu, apabila kita menarik
pelajaran sejarah masyarakat barat, terlihat jelas bahwa “interest”dan’usuary” yang kita kenal
saat ini pada hakikatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam
presentase. Istilah “usuary” muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu
sehingga penguasa harus menetapkan sesuatu tingkat bunga yang dianggap wajar. Namun
setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya
ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.

D. Proses pelarangan riba

Kita tidak boleh membiarkan racun riba masuk dan menguasai ekonomi karena jika terjadi,
pengisap darah dan para elite predator (binatang yanghidup dengan memakan daging
binatang lain) akan menguasai perekonomian, khususnya pasar, dan mereka akan
mengisap nilai keringat kita semua. Oleh karena itu, apabila ekonomi berlandaskan pada riba,
yang kaya akan semakin kaya dan manusia lainnya menjadi semakin miskin. Allah
merespons bahaya riba dengan menggunakan metodologi gradual (setahap demi setahap).
Allah menggunakan proses yang bertahap untuk memberantas, memusnahkan riba. Larangan
riba yang terdapat dalam Al
Qur‘an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.

1. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah
menolong mereka yang memerlukan sebagai perbuatan yang mendekati atau taqarrub
kepada Allah.
2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada
orang Yahudi yang memakan riba.
3. Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda.
4. Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali
mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil dari pada jaminan.

E. Implikasi riba terhadap bank

Evolusi konsep riba dalam dunia perbankan tidak terlepas dari Lembaga keuangan. Lembaga
keuangan timbul karena kebutuhan modal untuk membiayai industri dan perdagangan.
Modalnya terutama berasal dari kaum pedagang (shohibul maal). Oleh karena pada waktu itu
para banker umumnya berasal dari pedagang sedangkan pelopor pendirinya bank adalah
kaum Yahudi yang di ikuti oleh para pribumi Itali. Dalam hal ini, para pedagang dan
pengusaha membutuhkan modal. Bagi bisnis kecil-kecilan biasanya
para pelaku dapat mencari modal sendiri sedangkan bagi pebisnis yang sudah mulai
berkembang menjadi besar dan untuk mengembangkan usahanya biasanya membutuhkan
modal yang cukup besar. Modal inilah yang harus dicari dari sumber-sumber yang lain tetapi
siapa orangnya yang mau meminjamkan uangnya dengan cuma-cuma apalagi dalam jumlah
besar?. Disinilah timbulnya bank sebagai perantara mereka yang membutuhan kredit dengan
mereka yang memiliki surplus modal. Bank tidak memandang untuk keperluan konsumsi,
produksi, perdagangan ataupun jasa, tetapi umumnya pinjaman diarahkan kepada kegiatan
usaha. Bagi keperluan konsumsi bank hanya bisa bersedia memberikan jika ada jaminan
bahwa hutang itu akan dibayar karena yang menjadi sasaran bukan orang miskin. Sementara
bank harus mengenakan biaya untuk pinjaman karena bank harus membayar ongkos itu
untuk bisa memberikan pinjaman.
Disinilah dikenal dengan sebutan modal murni, yaitu tingkat bunga nominal dikurangi
beberapa ongkos seperti biaya administrasi, jaminan terhadap keamanan hutang pokok
maupun bunganya, kemungkinan merosotnya daya beli uang, baik karena inflasi maupun
nilai tukar terhadap nilai mata uang asing dan juga ongkos-ongkos yang diperlukan untuk
menjaga keutuhan uang karena pembayaran dengan cara angsuran. Semua ongkos itu harus
dipikul oleh debitur. Bank menarik semua ongkos itu dalam rangka menjaga amanah dari
pemilik modal. Islam mendorong mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif.
Islam mendorong umatnya untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang.
Sedangkan praktik membungakan uang biasa dilakukan oleh orang seorang secara pribadi
atau oleh lembaga keuangan. Praktik membungakan uang adalah upaya untuk memperoleh
tambahan uang atas uang dengan cara:

1) Pembayaran tambahan uang itu prakarsanya tidak datang dari yang meminjamkan.
2) Penetapan jumlah tambahan yang besarnya ditetapkan dimuka,
3) Peminjam sebanarnya tidak mengetahui dengan pasti berhasil tidak nya usahanya.
4) Pembayaran tambahan ada kemungkinan suatu saat jumlah seluruh kewajiban yang
harus dibayar menjadi berlipat ganda.

Dari uraian di atas, maka lahirlah praktik membungakan uang yang disebut dengan rentenir.
Perbedaan antara riba dan rente adalah bahwa riba dilarang karena perbuatan itu telah
menyebabkan kesengsaraan orang yang lagi mengalami kesulitan. Sedangkan rante atau
bunga adalah balas jasa atas pinjaman yang telah digunakan untuk kepentingan produksi.
Berdasarkan argumen di atas, maka lembaga bank malahan di anggap sebagai jalan keluar
dengan riba. Maksudnya, unsur yang mengharamkan riba telah dihapuskan oleh peraturan
perbankan. Riba yang diharamkan memang masih banyak dijumpai dalam masyarakat yaitu
kegiatan membungakan uang atau mindering yang dilakukan oleh anggota masyarakat tanpa
izin dan tanpa menuruti UU. Inilah riba yang dilarang dalam KUHP.

Dengan demikian pernyataan atau fatwa majelis ekonomi Muhammadiyah yang menyatakan
bahwa bunga bank yang ditetapkan di bank-bank pemerintah tidak termasuk riba adalah ada
benarnya. Sebab dalam penetapan suku bunga di bank pemerintah telah ditetapkan oleh
pemerintah yang telah disepakati oleh para wakil rakyat. Akan tetapi suku bunga
yang ditetapkan oleh pengelola bank secara personal (bank swasta) yang semakin tinggi,
yang akhirnya dapat menyengsarakan debitur, maka penetapan ini termasuk riba.

Oleh karena itu langkah awal yang harus dipahami adalah denganmenganalisi secara lengkap
mekanisme operasional perbankankonvensional, sehingga semua kriteria riba akan terungkap
secara jelas. Selain dari pada itu tujuan pembangunan khususnya yang menyangkut masalah
pemberantasan kemiskinan dan pemeratan pendapatan melalui sistem perbankan
konvensional akan sangat sulit tercapai.

Menurut penulis, penyebab orang memilih bunga bank karena implikasi negatif sistem bunga
bank tidak dirasakan langsung secara individu dalam waktu dekat. Implikasi bunga bank baru
akan terasa secara makro dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang dengan tingkatan
kerusakan yang besar dan tiba-tiba.

Jika hal ini penyebabnya, maka proses yang terjadi saat ini sebenarnya proses pembodohan
rakyat oleh pemerintah, masyarakat dan kita senidiri. Disamping itu, hal ini juga merupakan
proses penjeblosan diri kejurang kehancuran di masa datang. Dengan demikian, munculnya
sistem perbankan syariah seharusnya dapat menjadi sarana mengedukasi masyarakat tentang
dampak negatif bunga

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut
istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli,
dan Riba Nasi’ah.
2. Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al-Qur’an di antaranya
pada:
QS. Ar-Rum (30) : 39, QS. An-Nisa' (4) : 160-161, QS. Ali Imran (3) :130, dan Qs. Al-
Baqarah (2) : 278-280.
3. Bahwa bunga bank dan riba yang kita kenal saat ini pada hakikatnya adalah sama.
Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam presentase.

4. Kesamaan praktik bunga dan riba sulit dibantah, apalagi secara nyata aplikasi pada
sistem bunga pada perbankan lebih banyak dirasakan mudharatnya dari pada
manfaatnya. Praktik-praktik ekonomi yang dilarang tidak akan berjalan jika masyarakat
menjalin konsep bank bagi hasil atau bank syariah. Oleh karena itu kehadiran bank
syariah dalam peraturan perekonomian nasional sangat menjadi penting. Dengan kata
lain relevansi bank syariah dengan perekonomian Indonesia yang sedang membangun
sangat tinggi dan jauh lebih tinggi dari bank konvensional, sehingga tumbuh dan
berkembang bank syariah di indonesia dalam rangka memperkecil terjadinya praktik
riba.

B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena keterbatasan
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
makalah ini.
Daftar Pustaka
http://www.makalah.co.id/2016/08/makalah-riba-dalam-islam.html https://mahadaly-
nuruljadid.com/2021/02/11/tahapan-tahapan-pengharaman-riba/ http://
dedisuselopress.blogspot.com/2015/11/riba-dan-implikasinya.html http://
ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/alinsyiroh/article/download/3824/2767

Anda mungkin juga menyukai