Riba dikenal sebagai istilah yang sangat terkait dengan kegiatan ekonomi.n transaksi
yang megandung unsur riba pada saat ini sangat lah banyak dalam transaksi apapun. Riba di
dalam ekonomi islam banyak yang melarang dan sudah ada larangannya di dalam al quran.
Pelarangan riba, pada hakekatnya adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan
dalam ekonomi. Penghapusan riba dalam ekonomi islam dapat dimaknai sebagai penghapusan
riba yang terjadi dalam jual beli dan hutang-pihutang.
persoalan riba ini sebenarnya sangat terkait erat dengan masalah keuangan dan
perbankan. Belum lama hilang dari ingatan kita, tragedi krisis moneter 1997 dimana ekonomi
indonesia terpuruk, bahkan telah menjadi krisis multidimensi. Perekonomian indonesia yang ikut
terseret dalam kisaran krisis yang berkepanjangan akibatnya pengelolaan kebijakan moneter
yang tidak efektif. Selain itu juga banyaknya utang negara menyebabkan hancurnya
perekonomian indonesia pada saat itu.
pertumbuhan ekonomi indonesia mengalami penurunan, banyak terjadi penjarahan
dimana mana, harga harga kebutuhan pokok melambung tinggi hal itu mengakibatkan keuangan
indonesia minus sampai 15% di tahun 1998. Fakta empiris di atas menunjukkan bahwa
perbankan konvensional yang menggunakan sistem bunga, ternyata sangat labil dan tidak tahan
menghadapi gejolak moneter yang diwarnai oleh tingkat suku bunga yang tinggi, yang
mengalami negative spread, namun sebaliknya dengan perbankan syariah menunjukkan dirinya
sebagai sistem yang tangguh dan terbebas dari negatif spread karena tidak berbasis pada sistem
bunga.
konsep riba sebenarnya telah lama dikenal dan telah mengalami perkembangan dalam
pemaknaan. Kajian mengenai riba, ternyata bukan hanya diperbincangkan oleh umat islam saja,
tetapi berbagai kalangan di luar islam-pun memandang serius persoalan ini. Riba telah jelas dan
tegas dilarang dalam islam. Pada dasarnya transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang
piutang, namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qard dan lain sebagainya. Para ulama
menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba mengandung unsur
eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini mengacu pada kitabullah dan sunnah
rasul serta ijma' para ulama.
Riba (usury) erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di mana dalam
perbankan konvensional banyak kita temui transaksi yang memakai konsep bunga, berbeda
dengan perbankan yang berbasis syariah yang memakai prinsip bagi hasil (mudharabah) yang
belakangan ini lagi marak prinsip mudharabah adalah penyerahan modal uang pada orang yang
berbisnis sehingga ia mendapatkan prosentasi keuntungan. Rasulullah s.a.w. Sudah mengutuk
riba sejakawal perjalanan dakwahnya dan melarang kaummuslimmengambil keuntungandari
kegiatan ini. Selama mengajarkan etika ekonomi dan mengutuk riba, secara perlahan-lahan
rasulullahmembatasipenerapan riba di masyarakat
Banyak yang berpendapat bahwa riba merupakan tindakan yang tidak bermoral dan dapat
menghambat ekonomi, hal ini dikarenakan orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin akan
semakin miskin akibat riba. Banyak yang melakukan transaksi yang berbau riba adalah
dikalangan umat muslim. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya
transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana peminjam meminta
tambahan dari modal asal kepada yang dipinjami.
tidak dapat dipungkiri bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti
menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam
takaran yang mengharapkan keuntungan lebih banyak.
pelarangan riba dalam islam adalah menghindari adanya ketidakadilan dan kezaliman
dalam segala praktik ekonomi. Sementara riba (bunga) pada hakekatnya adalah pemaksaan suatu
tambahan atas debitur yang melarat, yang seharusnya ditolong bukan dieksploitasi dan memaksa
hasil usaha agar selalu positif. Hal ini bertentangan dengan prinsip ajaran islam yang sangat
peduli dengan kelompok-kelompok sosio-ekonomi yang lebih rendah agar kelompok ini tidak
dieksploitasi oleh orang-orang kaya (pemilik dana). Sebab ajaran ekonomi islam mengemban
misi humanisme, tatanan sosial dan menolak adanya ketidakadilan dan kezaliman yang mata
rantainya berefek pada kemiskinan.
Hadis riwayat bukhari; diriwayatkan oleh aun bin abi juhaifa, "ayahku membeli seorang
budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala). Ayahku
kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa
beliau melakukannya. Ayahku menjawab bahwa rasulullah saw. Melarang untuk menerima uang
dari transaksi darah, anjing, dan kasab budak perempuan. Beliau juga melaknat pekerjaan penato
dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat gambar”
Pelarangan riba dalam al quran tidak diturunkan sekaligus melainkan secara bertahap, tahapan
tahapan pelarangan riba didalam al quran adalah :
1. Dalam surat ar-rum ayat 39 allah menyatakan secara nasehat bahwa allah tidak menyenangi
orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah allah ialah dengan menjauhkan
riba. Di sini allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang mereka anggap untuk
menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada allah. Berbeda dengan
harta yang dikeluarkan untuk zakat, allah akan memberikan barakah-nya dan melipat
gandakan pahala-nya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan larangan dan belum
mengharamkannya.
َ ِاس فَاَل يَرْ بُو ِعن َد هَّللا ۖ ِ َو َما آتَ ْيتُم ِّمن زَ َكا ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ هَّللا ِ فَأُو ٰلَئ
َك هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُون ِ َو َما آتَ ْيتُم ِّمن ِّربًا لِّيَرْ بُ َو فِي أَ ْم َو
ِ َّال الن
Pada tahap kedua, allah menurunkan surat an-nisa' ayat 160-161. Riba digambarkan .2
sebagai sesuatu pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini allah menceritakan
balasan siksa bagi kaum yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga menggambarkan allah
lebih tegas lagi tentang riba melalui riwayat orang yahudi walaupun tidak terus terang
menyatakan larangan bagi orang islam. Tetapi ayat ini telah membangkitkan perhatian
dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba. Ayat ini menegaskan bahwa pelarangan
riba sudah pernah terdapat dalam agama yahudi. Ini memberikan isyarat bahwa akan
turun ayat
هُ َوأَ ْكلِ ِه ْمtوا َع ْنttُ ْد نُهtَيل هَّللا ِ َكثِيرًا َوأَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّربَا َوق َ ِت لَهُ ْم َوب
ِ ِص ِّد ِه ْم عَن َسب ْ َّت أُ ِحل
ٍ فَبِظُ ْل ٍم ِّمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا
اس بِ ْالبَا ِط ۚ ِل َوأَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا أَلِي ًما
ِ َّأَ ْم َوا َل الن
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan allah,
161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
3. Dalam surat ali imran ayat 130, allah tidak mengharamkan riba secara tuntas, tetapi melarang
dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan allah yang melarang sesuatu
yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak zaman jahiliyah dahulu
Secara bahasa riba memiliki arti yaitu “bertambah” atau “ tumbuh “.di dalam al-qur'an, kata
"ar-riba" beserta berbagai bentuk derivasinya disebut sebanyak dua puluh kali, delapan
diantaranya berbentuk kata riba itu sendiri. Kata ini digunakan dalam al-qur'an dengan
bermacam-macam arti, seperti tumbuh, tambah, menyuburkan, mengembang, dan menjadi besar
dan banyak.
Secara terminologis, riba secara umum didefinisikan sebagai melebihkan keuntungan (harta)
dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli atau pertukaran barang yang
sejenis dengan tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut. Dalam pendapat yang
lain, riba dipahami sebagai pembayaran hutang yang harus dilunasi oleh orang yang berhutang
lebih besar daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yang telah
lewat waktu. , imam an-nawawi dari mazhab syafi’i. Salah satu bentuk riba yang dilarang al-
qur’an dan as-sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia
perbankan, dikenal sebagai bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman
dapat disimpulkan pengertian riba adalah penetapan nilai tambahan (bunga) atau melebihkan
jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok
yang dibebankan kepada peminjam.
Para fuqaha' menyepakati akan adanya dua macam riba, yaitu riba fadl (sebagaimana definisi
pertama) dan riba nasi'ah (sebagaimana definisi kedua). Namun, abu zahrah dan rafiq yunus al-
misri membuat pembagian riba yang agak berbeda dengan ulama lainnya. Menurut keduanya,
riba dibedakan atas riba yang terjadi pada hutang-pihutang yang disebut dengan riba nasi'ah dan
riba yang terjadi pada jual beli, yaitu riba nasa' dan riba fadl. Al-mishri menekankan pentingnya
pembedaan antara riba nasi'ah dengan riba nasa' agar terhindar dari kekeliruan dalam
mengidentifikasi berbagai bentuk riba.
Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang yang telah
dijelaskan tentang keharamannya dalam al-qur'an, dan riba jual beli yang juga telah dijelaskan
boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-sunnah.
A. Riba akibat hutang-piutang disebut riba qard , yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan
tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan riba jahiliyah, yaitu hutang
yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu
yang ditetapkan.
b. Riba akibat jual-beli disebut riba fadl, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi.
Perumpamaan dalam riba fadhli adalah menukar beras 10 kg dengan beras 11 kg. Hal ini
termasuk riba fadhli. Tetapi apabila menuker dengan sesuatu yang tidak sejenis maka hukumnya
dibolehkan. Misalnya menukar beras ketan sebanyak 10 kg dengan beras 12 kg.
Ada enam jenis barang yang termasuk kategori jenis riba yaitu emas, perak, gandum, jagung ,
kurma dan garam. Jenis barang yang termasuk kategori riba diatas disebabkan alasan barang
tersebut dapat di takar (makilat) dan ditimbang (mauzunat). Sementara dari aspek jenis barang,
yang termasuk kelompok barang ribawi adalah pertama, kelompok mata uang / nuqud berupa
emas dan perak. Kedua,makanan seperti gandum, jagung dan kurma serta garam.
c. Riba nasi'ah, yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan terjadi karena adanya
perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan
kemudian.
Riba nasi’ah hukumnya haram menurut al quran dan fiqih. Riba nasi’ah ini dikenal jga dengan
sebutan riba jahiliyyah. Hal ini dilatarbelakangi kebiasaan orang-orang jahiliyyah yang
melakukan kebiasaan orang jahiliyah memberikan pinjaman kepada seseorang dan pada saat
sudah jatuh tempo, mereka menawarkannya untuk diperpanjang atau tidak sehingga riba ini
beranak pinak. Riba nasi’ah pada sekarang ini di lembaga-lembaga keuangan atau perbankan
yaitu dengan model pinjaman uang yang yang pengembaliannya diangsur dengan bunga bulanan
atau tahunan seperti 5%,10%, dan seterusnya. Praktek seperti ini jelas menunjukkan riba nasi’ah
yang hukumnya dosa.
Fatwa ulama tentang pengharaman bunga bank, sebenarnya telah ditetapkan dalam suatu
pertemuan penelitian islam yang dihadiri oleh 150 para ulama terkemuka dalam konferensinya
yang kedua pada bulan mei 1965 di kairo, mesir. Fatwa pengharaman bunga bank. Adapun
keputusan lembaga islam internasional (ascarya, 2007: 15), antara lain:
1. Dewan studi islam al-azhar, kairo, dalam konferensi dsi al-azhar
2. Keputusan muktamar bank islam ii, kuwait, 1403 h/1983
3. Rabithah al-'alam al-islami, dalam keputusan no. 6 sidang ke-9 yang diselenggarakan di
mekkah tanggal 12-19 rajab 1406 h yang memtuskan “ bunga bank yang berlaku di bank
konvensional adalah riba yang diharamkan”
Sedangkan keputusan lembaga islam nasional di indonesia (ascarya, 2007: 16) antara lain:
a) Muhammadiyah dalam lajnah tarjih tahun 1968 di sidoarjo memutuskan bahwa “ hokum
bunga bank pemeriontah adalah musytabihat
b) Majelis ulama indonesia dalam lokakarya alim ulama di cisarua tahun 1991 memutuskan
bahwa 1) bunga bank sama dengan riba; 2) bunga bank tidak sama dengan riba; dan 3)
bunga bank tergolong syubhat
c) Nahdhatul ulama dalam lajnah bahsul masa'il, munas bandar lampung pada tahun 1992
mengeluarkan fatwa tentang bunga bank dengan mengakomodasi tiga keputusan, yaitu
bunga bank adalah haram, halal dan syubhat.
Konsep pelarangan riba dalam islam dapat dijelaskan dengan keunggulannya secara
ekonomis dibandingkan dengan konsep ekonomi konvensional. Riba secara ekonomis lebih
merupakan sebuah upaya untuk mengoptimalkan aliran investasi dengan cara memaksimalkan
kemungkinan investasi melalui pelarangan adanya pemastian (bunga). Semakin tinggi tingkat
suku bunga, semakin besar kemungkinan aliran investasi yang terbendung. Hal ini dapat
diumpamakan seperti sebuah bendungan. Semakin tinggi dinding bendungan, maka semakin
besar aliran air yang terbendung. Riba merupakan suatu bentuk transaksi ekonomi yang
keharamannya bukan disebabkan karena dzatnya, namun disebabkan oleh transaksi yang
dilakukan.
Riba selalu menjadi isu yang mendominasi kajian ekonomi islam. Pelarangan riba sebagai
salah satu pilar utama ekonomi islam bertujuan untuk menciptakan sistem yang mendukung
iklim investasi. Implikasi pelarangan riba di sektor riil, diantaranya dapat mendorong
optimalisasi investasi, mencegah penumpukan harta pada sekelompok orang, mencegah
timbulnya inflasi dan penurunan produktivitas serta mendorong terciptanya aktivitas ekonomi
yang adil. Hadirnya ekonomi islam di tengah-tengah masyarakat adalah untuk menciptakan
keadilan ekonomi dan distribusi pendapatan menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Ekonomi islam menempatkan keadilan untuk semua pelaku bisnis,memikul resiko dengan penuh
rasa tanggung jawab.
islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-qur'an surat al-
baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, juga
mengandung unsur eksploitasi. Dalam surat al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipat gandakan uang yang telah
dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya cenderung merugikan orang lain.
Langkah menghindari riba dapat anda lakukan dengan cara menggunakan cara yang halal ketika
melakukan transaksi. Dalam hal ini tentu anda diharuskan mengerti betul bagaimana transaksi
jual beli yang haram ataupun yang halal dalam islam.
Berikut merupakan jual beli yang diperbolehkan dalam islam yaitu:
Jual beli dengan dasar sukarela jual beli yang diperbolehkan adalah ketika kedua belah
pihak menyetujui aturan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini tentu tidak boleh
ada paksaan sehingga salah satu pihak merasa dirugikan dan tertekan.
Berkompeten kecakapan atau kompetensi tentu diperlukan dalam jual beli. Hal ini diperlukan
agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat kurang kompeten sehingga pihak lain akan
mengambil keuntungan darinya. Dalam hal ini tentu kejujuran merupakan hal yang penting.
Bukan hanya sebelah pihak saja melainkan kejujuran dibutuhkan dan harus dilakukan oleh kedua
pihak.
Barang yang dijual telah memiliki ijin, dalam hal ini adalah kondisi barang yang
diperjualbelikan merupakan barang pribadi dan bukannya milik orang lain. Adapun ketika
barang tersebut merupakan milik orang lain, hendaknya orang yang akan menjualnya telah
mendapatkan ijin dari si pemilik. Asal usul keberadaan barang harus jelas dan bukanlah barang
hasil curian.
Barang halal, anda tidak boleh menjual barang haram yang memberi dampak buruk bagi
si penjual maupun pembeli. Beragam barang haram yang tidak boleh diperjualbelikan adalah
barang hasil curian, babi, patung, minuman keras, anjing dan barang-barang haram lainnya.
Transaksi yang diperbolehkan dalam islam ada beberapa jenis transaksi, dimana salah satunya
adalah transaksi mudharabah. Transaksi yang satu ini diperbolehkan untuk menghindari
datangnya riba. Transaksi satu ini dapat dilakukan dengan cara kerjasama yang dilakukan oleh
kedua belah pihak.
Salah stau pihak sebagai pemodal dan pihak lainnya sebagai orang yang menjalankan usaha.
Transaksi ini dapat dilakukan dengan cara membagi hasil sesuai dengan yang disepakati. Ketika
terjadi kerugian maka pihak pemodalah yang harus menanggung biaya kerugian sementara pihak
lain tidak menanggungnya karena usaha dan tenaga yang dia kerahkan menjadi bagian dari
kerugiannya.
Dengan demikian, riba hanya terjadi pada barang-barang yang telah ditetapkan pada fiqih di atas,
yaitu enam macam sebab golongan ini mengingkari adanya qiyas. Sudah jelas tercantum didalam
al quran bawasannya larangan untuk melakukan riba. Para ulama juga berpendapat kalo riba itu
adalah haram.