OLEH :
Nama : IKRAR DINATA
Nim : 2330402036
Dosen pengampu:
1. Prof. Dr. Syukri Iska, M.Ag
2. Tezi Asmadia, M.E, Sy
IKRAR DINATA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riba adalah istilah yang digunakan dalam keuangan Islam untuk merujuk pada
bunga atau riba. Hal ini dianggap haram atau dilarang dalam perbankan
Islam.Riba didefinisikan sebagai pengambilan pembayaran tambahan, baik dalam
pembelian dan penjualan atau dalam pinjam meminjam, tanpa manfaat atau
pertimbangan nyata.Larangan riba mempunyai implikasi terhadap perekonomian,
karena mempengaruhi transaksi keuangan dan cara bisnis beroperasi.
Secara keseluruhan, pelarangan riba dalam keuangan Islam mempunyai
implikasi yang signifikan terhadap perekonomian, mendorong perilaku etis,
stabilitas, dan pembagian risiko.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Pengertian Riba
Kata riba berasal dari bahasa Arab,secara etimologis berarti tambahan
(azziyadah),berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat
(alirtifa').1 Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan
orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada
'alaihi (seorang melakukan riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat
unsur tambahan atau disebut liyarbu ma a'thaythummin syai'in lita'khuzu aktsara
minhu (mengambil dari sesuatu yang kamuberikan dengan cara berlebih dari apa
yang diberikan) .
Menurut Wasilul Chair mengutip Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para
ulama' sependapat bahwa tambahan atas sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu
dibayar dalam tenggang waktu tertentu 'iwadh (imbalan) adalaha riba. Yang
dimaksud dengan tambahan adalah tambahan kuantitas dalam penjualan asset
yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas (tafadhul), yaitu penjualan
barang-barang riba fadhal:
emas, perak, gandum, serta segala macam komoditi yang disetarakan dengan
komoditi tersebut. Dalam pengertian lain secara linguistik riba juga berarti
tumbuh dan membesar.
Secara istilah syar’i menurut A.Hassan, riba adalah suatu tambahan yang
diharamkan didalam urusan pinjam meminjam.5 Menurut Jumhur ulama prinsip
utama dalam riba adalah penambahan, penambahan atas harta pokok tanpa adanya
transaksi bisnis riil. Ada beberapa pendapat lain dalam menjelaskan riba, namun
secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam
secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Kata riba
tidak hanya berhenti kepada arti "kelebihan". Pengharaman riba dan penghalalan
jual beli tentunya tidak dilakukan tanpa adanya "sesuatu" yang membedakannya,
dan "sesuatu" itulah yang menjadi penyebab keharamannya
A.Dasar hukum riba dan tahap-tahap pengharaman riba
َو َم ا آَتْيُتْم ِم ْن ِرًبا ِلَيْر ُبَو ِفي َأْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبو ِع ْنَد ِهَّللاۖ َو َم ا آَتْيُتْم ِم ْن َزَك اٍة ُتِريُد وَن َو ْج َه هَّللا
َفُأوَٰل ِئَك ُهُم اْلُم ْض ِع ُفوَن
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya)” (QS. Ar Rum : 39).
2. Tahap kedua,
riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang
Yahudi yang memakan riba.
Memberi contoh riel
َفِبُظْلٍم ِم َن اَّلِذ يَن َهاُدوا َح َّر ْم َنا َع َلْيِهْم َطِّيَباٍت ُأِح َّلْت َلُهْم َو ِبَص ِّد ِهْم َع ْن َس ِبيِل ِهَّللا َك ِثيًرا
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتْأُك ُلوا الِّر َبا َأْض َع اًفا ُمَض اَع َفًةۖ َو اَّتُقوا َهَّللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Ali Imran:130).
4. Tahap keempat,
ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali mengharamkan
sebarang jenis tambahan yang diambil daripada pinjaman.
Memberikan hukum
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َو َذ ُروا َم ا َبِقَي ِم َن الِّر َبا ِإْن ُكْنُتْم ُم ْؤ ِمِنيَن
Jenis-jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan
riba jual-beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliah,
sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
Riba jual-beli :
1. Riba Fadhl
Riba fadhl merupakan jenis transaksi jual beli bahan ribawi yang sesama jenis
tanpa persamaan timbangan atau sukatan, seperti menjual 10 gram emas dengan
11 gram, menjual 5 kg gandum dengan 6 kg.
2. Riba Nasi'ah
Riba Nasi'ah merupakan jual beli bahan ribawi baik yang satu jenis maupun yang
berbeda jenis tetapi ada penangguhan dalam penyerahan dari salah satu pihak.
contohnya adalah seseorang meminjam sekilo gandum dalam jangka waktu
tertentu. Apabila saat pembayaran tiba, pihak yang mempunyai utang tidak dapat
membayarnya, maka ia harus menambah menjadi 1.5 kilo. Yang maksudnya
menambah pembayaran utangnya sesuai dengan pengunduran waktu pembayaran.
Riba utang piutang :
3. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah merupakan jenis riba karena adanya tambahan dari pinjaman pokok
yang diberikan oleh orang yang memberikan utang kepada orang yang berutang
karena tidak mampu membayar pada saat jatuh tempo.
Contoh riba jahilliyah adalah peminjaman uang sebesar Rp20 juta rupiah dengan
ketentuan waktu pengembalian 6 bulan. Jika tidak dapat membayarkan secara
tepat waktu, maka akan ada tambahan utang dari total pinjaman.
4. Riba Qardh
Riba Qardh adalah tambahan nilai yang dihasilkan akibat dilakukannya
pengembalian pokok utang dengan beberapa persyaratan dari pemberi utang.
Contoh riba di kehidupan sehari-hari yaitu pemberian utang Rp100 juta oleh
rentenir, namun disertai bunga 20% dalam waktu 6 bulan.
D. Bentuk riba dalam ekonomi kontemporer
1. Bunga bank: Bunga bank adalah bentuk riba yang paling umum dalam ekonomi
kontemporer. Bunga bank adalah biaya yang dikenakan oleh bank atas pinjaman
uang yang diberikan kepada nasabahnya.
2. Kredit macet: Kredit macet adalah bentuk riba yang terjadi ketika seseorang
tidak dapat membayar kembali pinjaman yang telah diberikan oleh bank atau
lembaga keuangan lainnya. Dalam hal ini, bank atau lembaga keuangan akan
menagih bunga yang lebih tinggi dari jumlah pinjaman yang diberikan.
3. Kartu kredit: Kartu kredit adalah bentuk riba yang terjadi ketika seseorang tidak
membayar tagihan kartu kreditnya secara penuh pada akhir bulan. Dalam hal ini,
bank atau lembaga keuangan akan menagih bunga yang lebih tinggi dari jumlah
tagihan yang belum dibayar.
4. Leasing: Leasing adalah bentuk riba yang terjadi ketika seseorang menyewa
barang dengan membayar sejumlah uang setiap bulannya. Dalam hal ini, jumlah
uang yang dibayarkan setiap bulannya biasanya lebih tinggi dari harga barang
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah di atas tadi tentang riba dapat disimpulkan bahwa riba adalah
praktik yang diharamkan dalam Islam karena dianggap tidak adil dan merugikan
salah satu pihak. Riba memiliki implikasi yang signifikan terhadap perekonomian,
baik dari segi moral, sosial, maupun ekonomi. Beberapa yang berdampak pada
riba terhadap perekonomian antara lain inflasi ekonomi, eksploitasi kekayaan
pemberi pinjaman, monopoli sumber daya, penghambatan tingkat produktivitas,
krisis ekonomi, dan kesenjangan sosial. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam
untuk menghindari praktik riba dan memilih alternatif yang halal dalam
melakukan transaksi ekonomi. Selain itu, lembaga keuangan syariah dapat
menjadi alternatif yang halal untuk menghindari riba dan menjalani kehidupan
yang lebih baik dan lebih berkah.