Anda di halaman 1dari 6

Tugas Resume

Nama : Putra Ahlul Fikri

NIM : 220603086

Mata Kuliah : Ayat dan Hadist Ekonomi

RIBA DAN BUNGA BANK

QS. Al-Rum :39

‫َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْر ُبَو ۟ا ِفْٓي َاْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللاۚ َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك وٍة ُتِر ْي ُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللا‬
‫ٰۤل‬
‫َفُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْض ِع ُفْو َن‬
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Dalam ekonomi islam terdapat salah satu hal penting yang mendukung ialah riba. Penting bukan
saja karena dikecam di Al-quran dengan keras, tetapi karena dampak riba dapat menghancurkan
sendi-sendi ekonomi bangsa dan ummat. Riba sesungguhnya menjadi bagian dari tradisi bangsa
Arab yang sudah berurat berakar. Untuk menghapus riba. Perlu pendekatan khusus.
Demikianlah, Al-Qur’an dalam menegaskan pengharaman riba tampaknya menempuh jalan
istidraj (berangsur-angsur) atau bertahap. Akar kata r-b-w, yang menjadi sumber kata riba,
digunakan di dalam Al-Qur’an sebanyak dua puluh kali. Dari dari dua puluh itu, istilah riba
digunakan delapan kali. Akar kata r-b-w dalam Al-Qur’an memiliki makna “tumbuh”,
“menyuburkan,” “mengembang,” “mengasuh,” dan “menjadi besar dan banyak. Akar kata ini
digunakan dalam “dataran tinggi.” Penggunaan-penggunaan tersebut tampak secara umum
memiliki satu makna, yaitu “bertambah” dalam arti kualitas dan kuantitas.

Riba termasuk salah satu tema yang banyak diperbincangkan dalam Alquran. Bahkan
sebagaimana pengharaman khamar, pengharaman riba juga dilakukan secara bertahap. Ini
menunjukkan betapa riba telah menjadi tradisi bangsa Arab yang pemberantasannya tidak dapat
dilakukan sekaligu. Oleh sebab itulah, Alquran memilih metode gradual. Yang menarik justru
para pakar berbeda dalam menetapkan urutan-urutan ayat yang mana pertama turun, kedua,
ketiga dan selanjutnya ayat yang terakhir. Berikut ini sebelum masuk dalam tafsiran ayat penulis
akan kemukakan terdahulu pendapat pakar tentang urutan ayat-ayat riba.

Menurut Umar Chafra, di dalam Alquran pelarangan riba terdapat dalam empat wahyu
yang berlainan. Yang pertama, Ar-Rum:39, di Mekkah, menekankan jika bunga mengurangi
rezeki yang berasal dari rahmat Allah, kedermawanan justru melipatgandakan. Yang kedua, An
Nisa’:161, permulaan periode Madinah, sangat mencelanya, sejalan dengan pekarangan pada
ayat sebelumnya. Ayat ini menggolongkan mereka yang makan riba sama dengan mereka yang
mencuri harta orang lain dan Allah mengancam kedua pelaku tersebut dengan siksa yang pedih.
Yang Ketiga, Ali Imran:130-132, sekitar tahun kedua-tiga hijriah, memerintahkan muslim untuk
menjauhkan dari riba jika mereka menginginkan kebahagiaan bagi diri mereka sendiri
(kebahagiaan dalam pengertian komprehensif islami). Yang keempat, Al-Baqarah:275-281,
menjelang berakhirnya misi kenabian Muhammad Saw, mengecam keras mereka yang
melakukan riba, membuat pembedan yang jelas antara perdagangan dan riba, dan meminta kaum
muslimin untuk membatalkan semua riba, memerintahkan mereka untuk hanya mengambil uang
pokok, dan meninggalkannya meskipun ini merupakan kerugian dan beban berat bagi yang
meminjamkan.

Tahap pertama Q.S. Al-Rum :39

Pada tahap pertama, Al-Qur’an menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan yang
mendekatkan diri pada Allah. Ini dinyatakan Allah pada surah ar-rum:39 yang artinya,” Dan
sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah.

Dawam Rahardjo menjelaskan ayat pertama tentang riba ini sesungguhnya memberikan
definisi riba. Dari ayat inilah riba itu didefinisikan sebagai ziyadah. Yang dimaksud dengan riba
adalah nilai atau harga yang ditambahkan kepada harta atau uang yang dipinjamkan kepada
orang lain. Pada ayat di atas tidak atau belum terdapat ketetapan hukum tentang haramnya riba.
Agaknya ayat ini sekedar ancang-ancang terhadap larangan riba dalam ayat-ayat yang turun
kemudian.

Tahap Kedua, Q.S. An-Nisa’ ayat 160-161

‫َفِبُظْلٍم ِّم َن اَّلِذ ْيَن َهاُد ْو ا َح َّر ْم َنا َع َلْيِهْم َطِّيٰب ٍت ُاِح َّلْت َلُهْم َو ِبَص ِّد ِهْم َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللا َك ِثْيًر ۙا‬

‫َّو َاْخ ِذِهُم الِّر ٰب وا َو َقْد ُنُهْو ا َع ْنُه َو َاْك ِلِهْم َاْم َو اَل الَّناِس ِباْلَباِط ِل ۗ َو َاْعَتْد َنا ِلْلٰك ِفِر ْيَن ِم ْنُهْم َع َذ اًبا َاِلْيًم ا‬
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah,

161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang
daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami
Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

Menurut mufassir Muhamad Asad dalam The Message of the Qur’an, dahulu setelah
dibebaskan oleh Nabi Muda dari belenggu perbudakan Fir’aun, bangsa Yahudi beroleh berbagai
kenikmatan hidup. Tetapi sesudah itu, terutama setelah Nabi Isa, bangsa Yahudi mengalami
berbagai malapetaka dan kesengsaraan dalam sejarah mereka. Salah satu sebabnya adalah karena
mereka suka menjalankan peraktek riba dan memakan harta manusia secara batil. Padahal,
pekerjaan itu, seperti dikatakan Alquran telah dilarang di dalam kitab mereka sendiri yaitu, Kitab
Taurat dan Zabur yang dikenal sebagai Kitab Perjanjian Lama.

Tahap Ketiga, Q.S Ali Imran;130

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َع اًفا ُّم ٰض َع َفًةۖ َّو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َۚن‬

130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Wahbah Al-Zuhailiy di dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini adalah ayat periode ketiga
yang berbicara tentang marahil tadarruj al-tasyri’ fi tahrim al-riba (fase ketiga dalam proses pengharaman
riba yang berlangsung secara gradual). Ayat ini malah menegaskan baik riba itu sedikit (sekitar 1%) atau
lebih dari itu hukumnya haram. Bahkan pada QS Al-Baqarat yang merupakan ayat terakhir tentang
haramnya riba, ditegaskan bahwa riba yang diharamkan itu menyangkut riba al-nasi’ah dan juga riba al-
fadl. Penting ditegaskan, larangan tersebut bertujuan untuk kemaslahatan ummat baik secara pribadi
ataupun dalam konteks berjama’ah. Adapun riba al-fadl diharamkan dalam rangka sadd al-zari’at–riba al-
fadl berpotensi akan menggiring pelakukanya untuk melakukan riba al-nasi’ah. setiap qard yang
dimaksudkan untuk memperoleh manfa’at adalah riba.

Tahap Keempat, Al-Baqarah: 275-278

‫َاَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا اَل َيُقْو ُم ْو َن ِااَّل َك َم ا َيُقْو ُم اَّلِذ ْي َيَتَخَّبُطُه الَّش ْيٰط ُن ِم َن اْلَم ِّۗس ٰذ ِلَك ِبَاَّنُهْم َق اُلْٓو ا ِاَّنَم ا‬
‫اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر ٰب وۘا َو َاَح َّل ُهّٰللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا َفَم ْن َج ۤا َء ٗه َم ْو ِع َظ ٌة ِّم ْن َّرِّب ٖه َف اْنَتٰه ى َفَل ٗه َم ا َس َلَۗف‬
‫ٰۤل‬
‫َو َاْم ُر ٓٗه ِاَلى ِهّٰللاۗ َو َم ْن َعاَد َفُاو ِٕىَك َاْص ٰح ُب الَّناِر ۚ ُهْم ِفْيَها ٰخ ِلُد ْو َن‬

‫َيْمَح ُق ُهّٰللا الِّر ٰب وا َو ُيْر ِبى الَّص َد ٰق ِتۗ َو ُهّٰللا اَل ُيِح ُّب ُك َّل َك َّفاٍر َاِثْيٍم‬

‫ِاَّن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَة َو ٰا َتُو ا الَّز ٰك وَة َلُهْم َاْج ُر ُهْم ِع ْن َد َر ِّبِهْۚم َو اَل َخ ْو ٌف‬
‫َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم َيْح َز ُنْو َن‬

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اَّتُقوا َهّٰللا َو َذ ُرْو ا َم ا َبِقَي ِم َن الِّر ٰب ٓو ا ِاْن ُكْنُتْم ُّم ْؤ ِمِنْيَن‬
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan
rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Pada tahap ini, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan jenis tambahan yang diambil
dari pinjaman.11 Ayat terkahir yang terkait dengan riba diwahyukan menjelang akhir masa kenabian
Muhammad. Riwayat-riwayat yang terekam di dalam tafsir Thabari mengindikasikan tahun 8 H (630 M)
atau sesudahnya. Ada kesepakatan umum dikalangan mufassir bahwa ayat 2:275-278 adalah ayat-ayat
terakhir yang diwahyukan terkait dengan pengharaman riba.

Istilah riba yang digunakan dalam ayat-ayat ini tidak berbeda dengan penggunaannya pada ayat-
ayat Al-Qur’an yang terlebih dahulu, demikian menurut para mufassir generasi awal seperti Thabari,
Zamakhsyari dan Ibn Kasir. Thabari misalnya menafsirkan riba dalam ayat-ayat ini, merujuk kepada ayat
yang dipraktikkan pada zaman pra Islam, dengan mengatakan, “Allah telah mengharamkan riba yang
merupakan jumlah yang ditambahkan bagi pokok modal si pemilik atas penangguhan jatuh tempo untuk
debiturnya dan atas penangguhan pelunasan hutang.

Ragam Penafsiran Riba

Menarik untuk dicermati, riba bukanlah sebuah aktivitas ekonomi yang terlarang di dalam agama
Islam saja. Jauh sebelum Nabi Muhamad hadir membawa peradaban baru, sebagian masyarakat sudah
mengenal apa yang disebut dengan riba. Dawam Rahardjo di dalam Ensiklopedinya menuliskan sejarah
riba ini dengan cukup baik. Pada masa menjelang abad modern, timbul gerakan untuk menghapus
larangan riba. Sungguhpun sudah banyak cendikiawan liberal yang membela profesi pembungaan uang
seperti yang dilakukan oleh filsuf Inggris terkemuka Jeremy Bentham (In Defence of Usury, 1987), tetapi
undang-undang yang berlaku tetap melarang peraktek riba hingga pada zaman liberalisme dan
kapitalisme. Penghapusan terhadap larangan riba, baru dilakukan di Inggris pada tahun 1854 dan Belanda
pada tahun 1857. Pada waktu yang sama, sebagian besar negara-negara bagian di AS masih memper-
tahankan undang-undang anti riba tersebut. (hal. 595).
Ketika terjadi penghapusan undang-undang anti riba, maka pengertian tentang riba telah berubah.
Undang-undang di berbagai negara Eropa Barat dan Amerika Serikat telah memperbolehkan, menurut
hukum, bunga bank yang disebutdengan interest menurut istilah Inggris, atau rente menurut istilah
Belanda. Apa yang disebut dengan riba dalam bahasa Inggris mempunyai istilah lain yaitu usury dan
worker dalam bahasa Belanda. Sejalan dengan pembedaan pengertian itu, maka dalam bahasa Indonesia
terdapat pula perbedaan pengertian antara bunga dan riba.

Ulama telah sepakat bahwa riba hukumya haram. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat al-
Qur’an dan hadis nabi Muhammad SAW. Diantaranya terdapat pada surah al-Baqarah/2; 278, 279 dan ali-
Imran/3;130. Sebenarnya dalam agama selain Islampun khususnya agama samawi riba tetap dilarang.
Sampai abad ke-13, ketika kekuasaan gereja di Eropa masih dominan, riba dilarang oleh gereja dan
hukum canon. Akan tetapi, pada akhir abad ke-13, pengaruh geraja ortodoks mulai melemah dan
orangpun mulai berkompromi dengan riba. Bacon seorang tokoh saat itu menulis dalam buku, Discource
on Usury, “karena kebutuhannya, manusia harus meminjam uang dan pada dasarnya manusia enggan
hatinya untuk meminjamkan uang, kecuali dia akan menerima suatu manfaat dari pinjaman itu, maka
bunga harus diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai