Anda di halaman 1dari 18

1

Muamalah

A. Pengertian

Secara umun pengertian Fiqih Muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan
tindakan manusia dalam persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, hutang
piutang, kerja sama dagang, perserikatan, kerja sama dalam penggarapan tanah, dan sewa
menyewa, dan ijarah(upah).

Shahhathah (Al-Ustaz Universitas Al-Azhar Cairo) dalam buku Al-Iltizam bi Dhawabith asy-
Syar’iyah fil Muamalat Maliyah (2002) mengatakan, “Fiqh muamalah ekonomi, menduduki
posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas
muamalah, karena itu hukum mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.

Husein Shahhatah, selanjutnya menulis, “Dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang
muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan kepada
syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada
sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang Muslim yang bertaqwa dan
takut kepada Allah swt, harus berupaya keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh
dan ikhlas untuk Allah semata”.

Memahami/mengetahui hukum muamalah maliyah wajib bagi setiap muslim, namun untuk
menjadi expert (ahli) dalam bidang ini hukumnya fardhu kifayah. Oleh karena itu, Khalifah
Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata : “Tidak boleh berjual-beli di pasar kita,
kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqh (muamalah) dalam agama Islam”
(H.R.Tarmizi). Sehubungan dengan itulah Dr.Abdul Sattar menyimpulkan Muamalat adalah
inti terdalam dari tujuan agama Islam untuk mewujudkan kemashlahatan manusia.
Menurut Wahbah Zuhaili, hukum muamalah itu terdiri dari hukum keluarga, hukum
kebendaan, hukum acara, perundang-undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan
keuangan.

B. 4 Prinsip Muamalah dalam Islam


2

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat – hukumnya- adalah mubah,


kecuali yang ditentukan oleh al-qur’an dan sunnah rasul. Bahwa hukum Islam
memberi kesempatan yang luas terhadap perkembangan bentuk dan macam muamalat
baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.
2. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela , tanpa mengandung unsur paksaan.
Agar kebebasan kehendak pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.
3. Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
4. Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Oleh karena itu segala bentuk muamalat yang mengundang unsur penindasan tidak
dibenarkan.

C. 5 Batasan Muamalah dalam Islam

Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip
dasar yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai
landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan
secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih dikenal dengan
singkatan MAGHRIB, yaitu (singkatan dari ) Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.
1. Maisir
Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti
memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal
dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh
keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa
untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras.
Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an (2:219
dan 5:90)

2. Gharar
Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang
3

menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan. Setiap transaksi


yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di
luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep
gharar berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu
transaksi yang dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :
sesuatu barangan yang itu wujud atau tidak;
– barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak;
– transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya
tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.
Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak
yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang
bersifat gharar. Atau kegiatan para spekulan jual beli valas.

3. Haram
Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya
mnejadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.

4. Riba
Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat
mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan
turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga peringatan secara
keras.
Tahapan turunnya ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru
mengurangi harta. Sesungguhnya zakatlah yang menambah harta. Seperti yang
dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39 .
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)”
Kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras
4

kepada orang Yahudi yang memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa :
160-161 .
“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih.”
Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba
seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah
mengharamkan riba. (QS. Al Baqarah : 278-279). Berikut ini menjelaskan
konsep final tentang riba dan konsekuensi bagi siapa yang memakan riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.”

5. Bathil
Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada
kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama
rela dan adil sesuai takarannya. Maka, dari sisi ini transaksi yang terjadi akan
merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap agar bisa tercipta
hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang,
mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti
5

menggunakan barang tanpa izin, meminjam dan tidak bertanggungjawab atas


kerusakan harus sangat diperhatikan dalam bermuamalat.

Firman Allah Swt. dan Hadits Rasulullah Saw. yang berkaitan dengan Muamalat

Disyariatkannya jual-beli dan keutamaannya

Perintah mencari nafkah:

‫ب بِالْعَدْ ِل َوال‬ ٌ ِ‫س ًّمى فَا ْكتُبُوهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَيْنَ ُك ْم َكات‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإذَا تَدَايَنْت ُ ْم بِدَي ٍْن إِلَى أ َ َج ٍل ُم‬
‫َس‬ ْ ‫َّللاَ َربَّهُ َوال يَ ْبخ‬ َّ ‫ق‬ ِ َّ ‫علَ ْي ِه ْال َح ُّق َولْيَت‬
َ ‫َّللاُ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْلي ُ ْم ِل ِل الَّذِي‬ َّ ُ‫علَّ َمه‬َ ‫ب َك َما‬ َ ُ ‫ب أ َ ْن يَ ْكت‬
ٌ ‫ب َكا ِت‬ َ ْ ‫يَأ‬
ُ‫ض ِعيفًا أ َ ْو ال يَ ْست َ ِطي ُع أ َ ْن يُ ِم َّل هُ َو فَلْيُ ْم ِل ْل َو ِليُّه‬ َ ‫س ِفي ًها أ َ ْو‬ َ ‫علَ ْي ِه ْال َح ُّق‬َ ‫ش ْيئًا فَإِ ْن َكانَ الَّذِي‬ َ ُ‫ِم ْنه‬
َ‫ض ْون‬ َ ‫ان ِم َّم ْن ت َ ْر‬ ِ َ ‫ش ِهيدَي ِْن ِم ْن ِر َجا ِل ُك ْم فَإِ ْن لَ ْم يَكُونَا َر ُجلَي ِْن فَ َر ُج ٌل َوا ْم َرأَت‬ َ ‫بِ ْالعَدْ ِل َوا ْست َ ْش ِهد ُوا‬
‫عوا َوال‬ ُ ُ ‫ش َهدَا ُء ِإذَا َما د‬ ُّ ‫ب ال‬ َ ْ ‫ض َّل ِإحْ دَاهُ َما فَتُذ َ ِ ِّك َر ِإحْ دَاهُ َما األ ْخ َرى َوال يَأ‬ ِ َ ‫ش َهد َ ِاء أ َ ْن ت‬ُّ ‫ِمنَ ال‬
‫ش َهادَةِ َوأَدْنَى أَال‬ َّ ‫َّللا َوأ َ ْق َو ُم ِلل‬
ِ َّ َ‫ط ِع ْند‬ َ ‫يرا ِإلَى أ َ َج ِل ِه ذَ ِل ُك ْم أ َ ْق‬
ُ ‫س‬ ً ِ‫يرا أ َ ْو َكب‬ً ‫ص ِغ‬َ ُ‫تَسْأ َ ُموا أ َ ْن ت َ ْكتُبُوه‬
‫ح أَال ت َ ْكتُبُوهَا َوأ َ ْش ِهد ُوا‬ ٌ ‫علَيْ ُك ْم ُجنَا‬ َ ‫ْس‬ َ ‫ِيرونَ َها بَ ْينَ ُك ْم فَلَي‬ ُ ‫اض َرة ً ت ُد‬ ِ ‫ارة ً َح‬ َ ‫ت َ ْرتَابُوا إِال أ َ ْن ت َ ُكونَ ِت َج‬
َّ ‫َّللاُ َو‬
ُ‫َّللا‬ َّ ‫َّللاَ َويُعَ ِلِّ ُم ُك ُم‬
َّ ‫سو ٌق بِ ُك ْم َواتَّقُوا‬ ُ ُ‫ش ِهيد ٌ َو ِإ ْن ت َ ْفعَلُوا فَإِنَّهُ ف‬ َ ‫ب َوال‬ ٌ ِ‫ار َكات‬ َّ ‫ض‬ َ ُ ‫ِإذَا تَبَايَعْت ُ ْم َوال ي‬
)٢٨٢( ‫ع ِلي ٌم‬ َ ٍ‫يء‬ ْ ‫ش‬ َ ‫بِ ُك ِِّل‬
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada
dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
6

sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. A-l-Baqarah: 282.)

[179]. Bermuamalah ialah seperti jual-beli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.

Mencari nafkah (karunia Allah) adalah bagian dari urusan muamalah yang disyariatkan
dalam Islam, setiap kaum muslimin memiliki kesempatan yang sama dalam urusan
muamalah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup (bekal ibadah). Hal ini dapat kita lihat
dalam ayat yang artinya :” Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….”(QS. Al-Ra’du: 11),
Artinya jika kita ingin maju atau sukses untuk urusan dunia mapun akhirat tentu harus
berusaha. Dengan demikian kaum muslimin harus bangkit berusaha mencari nafkah sesuai
dengan aturan Allah Swt. Mencari nafkah juga merupakan ibadah kepada Allah Swt.
Jika dalam transaksi itu tidak tunai (utang), ayat di atas mengajarkan untuk dicatat agar
kedua belah pihak mimiliki pegangan yang sama untuk penyesesaiannya di kemudian hari.
Selain itu kalau kita fahami ternyata ilmu administrasi modern sudah diajarkan dalam Islam
sejak 14 abad silam, ini menunjukkan Islam adalah agama modern dan cocok untuk segala
zaman.

Firman Allah Swt:

‫ْص َرة ً ِلت َ ْبتَغُوا فَضْال ِم ْن‬ ِ ‫ار آيَتَي ِْن فَ َم َح ْونَا آيَةَ اللَّيْ ِل َو َجعَلْنَا آيَةَ النَّ َه‬
ِ ‫ار ُمب‬ َ ‫َو َجعَ ْلنَا اللَّ ْي َل َوالنَّ َه‬
ِ ‫ص ْلنَاهُ ت َ ْف‬
)١٢( ‫صيال‬ َّ َ‫يءٍ ف‬ َ ‫اب َو ُك َّل‬
ْ ‫ش‬ َ ‫س‬َ ‫سنِينَ َو ْال ِح‬ َ ‫َربِِّ ُك ْم َو ِلت َ ْعلَ ُموا‬
ِّ ِ ‫عدَدَ ال‬

“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan
tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia
dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan
perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. (QS. Al-
Isra: 12)

Dalam ayat lain Allah menjelaskan bahwa malam untuk istirahat dan siang untuk
kehidupan yakni berusaha/bekerja mencari karunia Allah (QS. An-Naba: 9 - 11)

Etika jual beli


7

Menjauhkan yang haram dalam jual beli:

)١٨٢( ‫اس الْ ُم ْست َ ِق ِيم‬ َ ‫)و ِزنُوا بِ ْال ِق ْس‬


ِ ‫ط‬ َ ١٨١( َ‫أ َ ْوفُوا الْ َكيْ َل َوال تَكُونُوا ِمنَ ْال ُم ْخس ِِرين‬
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang
merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus”. (QS. Asy-Syu’ara:
181 – 182)

Meskipun barang yang dijual-belikan adalah barang halal, tapi jika cara
penjualannya atau cara menakar/menimbangnya tidak benar maka jual-beli tersebut
menjadi haram. Jika kecurangan itu dilakukan oleh penjual, maka keuntungan si
penjual itu haram. Begitu pula jika kecurangan dalam jual-beli iru dilakukan oleh
pembeli, misalnya dengan cara memaksa, mengancam atau pembayarannya tidak
lunas, maka barang yang dibelinya tiu menjadi haram. Itulah sebabnya dalam aturan
Islam jual-beli itu harus suka-sama suka, tidak mengandung ancaman, paksaan,
penipuan dll.

Syarat-syarat jual beli

Syarat-syarat jual beli dalam Islam ialah Ridha:

Firman Allah Swt:

ٍ ‫ع ْن ت َ َر‬
‫اض‬ َ ً ‫ارة‬ ِ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ال تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل ِإال أ َ ْن تَكُونَ تِ َج‬
)٢٩( ‫َّللاَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ُ‫ِم ْن ُك ْم َوال ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
َّ ‫س ُك ْم إِ َّن‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287];
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisaa: 29)

Jual-beli (muamalah) yang benar menurut ajaran Islam adalah yang dilakukan
suka-sama suka (ridha) diantara kedua belah pihak, tidak boleh mengandung unsur
paksaan sebab dapat merugikan salah satu pihak,

[287]. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang
lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat
merupakan suatu kesatuan.
8

Jika kita tinjau pekerjaan tata niaga/jual-beli sebagai bagian dari bisnis, maka
pekerjaan tersebut mendapat tempat terhormat dalam ajaran Islam. Rasulullah Saw
pernah ditanya oleh seorang sahabat:

Dari Rifa’ah bin Rafi’ ra. Bahwasanya Nabi Saw pernah ditanya: “Pekerjaan apa
yang paling baik”, Beliau menjawab:”Karya tangan seseorang dan tiap-tiap
perjualan yang baik”. (HR. Al-Bazzar, dan menshahihkannya Al-Hakim).

Riba dan Hukum riba:

Firman Allah Swt:

َ‫س ذَلِك‬ ِّ ِ ‫طا ُن ِمنَ ْال َم‬َ ْ‫شي‬


َّ ‫طهُ ال‬ ُ َّ‫الربَا ال يَقُو ُمونَ إِال َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب‬ ِّ ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬
‫ظةٌ ِم ْن‬ َ ‫الربَا فَ َم ْن َجا َءهُ َم ْو ِع‬ِّ ِ ‫َّللاُ الْبَ ْي َع َو َح َّر َم‬ ِّ ِ ‫ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما الْبَ ْي ُع ِمثْ ُل‬
َّ ‫الربَا َوأ َ َح َّل‬
‫ار هُ ْم فِي َها‬ ِ َّ‫اب الن‬
ُ ‫ص َح‬ ْ َ ‫عادَ فَأُولَئِكَ أ‬ ِ َّ ‫ف َوأ َ ْم ُرهُ إِلَى‬
َ ‫َّللا َو َم ْن‬ َ َ ‫سل‬
َ ‫َر ِبِّ ِه فَا ْنت َ َهى فَلَهُ َما‬
)٢٧٥( َ‫خَا ِلد ُون‬
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
(QS. Al-baaqarah: 275)

Artinya riba itu dapat menimbulkan kemadharatan(dosa) bagi si pelakunya, begitu


pula bagi orang-orang yang setuju dengan dia, seperti saksi, penulis, pengantar, dll.
Padaha Allah Swt. dengan jelas menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.

Riba berasal dari Bahasa Arab yang artinya “tambahan”(ziyadah), yang maksudnya
tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.

Al-Jurjani merumuskan definisi riba sebagai berikuat:


9

“Kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi


salah seorang dari dua orang yang membuat akad (Traksaksi) (Al-Jurjani, Al-Ta’rifat, Cairo,
Mustafa Al-Babi al-Halabi wa auladuh, 1938 hlm. 97. Dikutip oleh Prof. Drs. H. Masyfuk Zuhdi, 1987)

Misalnya si A memberi pinjaman kepada si B dengan syarat si B harus


mengembalikan uang pokok pinjaman dengan sekian persen tambahannya

[174]. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih
yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu
barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang
yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas,
padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah
yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

[175]. Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang
kemasukan syaitan.

[176]. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak
dikembalikan.

)٢٧٦( ‫ار أَثِ ٍيم‬


ٍ َّ‫َّللاُ ال ي ُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ ِ ‫صدَقَا‬
َّ ‫ت َو‬ َّ ‫الربَا َويُ ْر ِبي ال‬ َّ ‫يَ ْم َح ُق‬
ِّ ِ ُ‫َّللا‬
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[177]. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”[178]. (QS. Al-
Baqarah: 276)

[177]. Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu
atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah
ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat
gandakan berkahnya.

[178]. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap


melakukannya.

Bukan hanya masalah jual-beli saja, tapi Allah Swt. pun mengajarkan dan
memerintahkan kepada kita untuk berbuat amal shaleh yaitu mendirikan shalat dan
mengeluarkan zakat sebagaima firmannya:
10

ُ َ ‫الز َكاة َ لَ ُه ْم أ‬
‫جْرهُ ْم ِع ْندَ َربِِّ ِه ْم‬ َّ ‫ت َوأَقَا ُموا ال‬
َّ ‫صالة َ َوآت َ ُوا‬ َ ‫إِ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا َو‬
َّ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
)٢٧٧( َ‫علَ ْي ِه ْم َوال هُ ْم يَحْ زَ نُون‬
َ ‫ف‬ ٌ ‫َوال خ َْو‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS, Al-
Baqarah: 277)

)٢٧٨( َ‫الربَا ِإ ْن كُ ْنت ُ ْم ُمؤْ ِم ِنين‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ‫َّللاَ َوذَ ُروا َما بَ ِق‬
ِّ ِ َ‫ي ِمن‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Al-
Baqarah: 278)

)١٣٠( َ‫َّللاَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬


َّ ‫عفَةً َواتَّقُوا‬ َ ‫ضعَافًا ُم‬
َ ‫ضا‬ ِّ ِ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ال تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ ‫الربَا أ‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”. (QS. Ali Imran: 130)

[228]. Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. Menurut sebagian besar ulama
bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Lihat
selanjutnya no. [174].

ِ َّ‫َو َما آت َ ْيت ُ ْم ِم ْن ِربًا ِليَ ْربُ َو ِفي أ َ ْم َوا ِل الن‬


ِ َّ َ‫اس فَال يَ ْربُو ِع ْند‬
َ‫َّللا َو َما آتَيْت ُ ْم ِم ْن زَ َكا ٍة ت ُ ِريد ُون‬
)٣٩( َ‫ض ِعفُون‬ ْ ‫َّللا فَأُولَئِكَ هُ ُم ْال ُم‬
ِ َّ َ‫َو ْجه‬
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya”). (QS. Ar-Ruum: 39)

Sewa-menyewa

Dibolehkannya sewa menyewa/upah (ijarah)


11

IJARAH (SEWA MENYEWA) Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Definisi Ijarah Ijarah secara bahasa berarti al-itsaabah (pengupahan). Secara istilah
yaitu pemilikan manfaat seseorang dengan imbalan.

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhua (ia berkata)

,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta Abu Bakar menyewa (mengupah)
seorang penunjuk jalan yang mahir dari Bani ad-Dail kemudian dari Bani ‘Abdu bin
‘Adi.”

Berdasarkan hadits tersebut lkita boleh memperkerjakan seseorang kemudian kita


memberi upah sebagai penghargaan atas jasanya

Allah Ta’ala berfirman menghikayatkan tentang sahabat Musa bahwa ia berkata:

“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua
anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu…” [Al-Qa-
shash: 27]

Upah (Uang Sewa) Para Pekerja


Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

“Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering keringatnya.’” [3]

Dosa orang yang tidak membayar upah pekerja.


12

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman.

“Tiga orang yang Aku akan menjadi musuhnya pada hari Kiamat; (1) seseorang
yang memberikan janji kepada-Ku lalu ia mengkhianati, (2) seseorang yang menjual
orang merdeka lalu memakan hartanya, dan (3) seseorang yang menyewa pekerja
lalu ia menunaikan kewajibannya (namun) ia tidak diberi upahnya.”

Hal-hal yang tidak boleh untuk keuntungan (upah):


1. Menyuruh orang untuk berzina guna mengambil untung (upahnya)

Dari Jabir (ia berkata) bahwa ‘Abdullah bin Ubay bin Salul memiliki seorang budak
wanita yang bernama Masikah dan seorang budak lain yang bernama Amimah.
‘Abdullah menyewakan keduanya untuk berzina, maka kedua budak tersebut
mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hal tersebut, lalu Allah
menurunkan ayat

َ َ ‫ض ِل ِه َوالَّذِينَ يَ ْبتَغُونَ الْ ِكت‬


‫اب‬ َّ ‫ف الَّذِينَ ال يَ ِجد ُونَ نِ َكا ًحا َحتَّى يُ ْغنِيَ ُه ُم‬
ْ َ‫َّللاُ ِم ْن ف‬ ِ ‫َو ْليَ ْست َ ْع ِف‬
‫َّللا الَّذِي آتَا ُك ْم َوال‬ َ ‫ت أ َ ْي َمان ُ ُك ْم فَ َكاتِبُوهُ ْم إِ ْن‬
ِ َّ ‫ع ِل ْمت ُ ْم فِي ِه ْم َخي ًْرا َوآتُوهُ ْم ِم ْن َما ِل‬ ْ ‫ِم َّما َملَ َك‬
‫ض ْال َحيَاةِ الد ُّ ْنيَا َو َم ْن ي ُ ْك ِر ُّه َّن‬
َ ‫ع َر‬ َ ‫صنًا ِلتَبْتَغُوا‬ُّ ‫علَى ْالبِغ َِاء ِإ ْن أ َ َردْنَ ت َ َح‬ َ ‫ت ُ ْك ِرهُوا فَتَيَاتِ ُك ْم‬
)٣٣( ‫ور َر ِحي ٌم‬ ٌ ُ‫غف‬ َ ‫َّللاَ ِم ْن بَ ْع ِد إِ ْك َرا ِه ِه َّن‬ َّ ‫فَإِ َّن‬

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang
kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka[1036], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah
kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu[1037].
Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran,
sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa itu”[1038]. (QS. An-Nuur: 33)

Budak-budak wanita tersebut adalah peninggalan masa jahiliyah, kemudian pada


masa Rasulullah Saw (masa Islam) dibebaskan satu-persatu sampai tidak tersisa lagi
13

[1036]. Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu
seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan
perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik
budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut
penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.

[1037]. Untuk mempercepat lunasnya perjanjian itu hendaklah budak- budak itu
ditolong dengan harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya.

[1038]. Maksudnya: Tuhan akan mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa


melakukan pelacuran oleh tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi
perbuatannya itu lagi.

2. Jual-beli anjing
Dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu‘anhu:

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengambil uang (hasil)


penjualan anjing, upah pelacuran dan upah perdukunan.”

Wasiat

ANJURAN BERWASIAT DENGAN PERSAKSIAN

ِ ‫صيَّ ِة اثْن‬
‫َان ذَ َوا‬ ِ ‫ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ ِحينَ ْال َو‬َ ‫ش َهادَة ُ بَ ْينِ ُك ْم ِإذَا َح‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
ُ‫صيبَة‬ َ َ ‫ض فَأ‬
ِ ‫صابَتْ ُك ْم ُم‬ ِ ‫األر‬ ْ ‫ض َر ْبت ُ ْم فِي‬ َ ‫غي ِْر ُك ْم إِ ْن أ َنْت ُ ْم‬
َ ‫ان ِم ْن‬ ِ ‫عدْ ٍل ِمنْ ُك ْم أ َ ْو آخ ََر‬ َ
‫ارت َ ْبت ُ ْم ال نَ ْشت َ ِري ِب ِه ث َ َمنًا َولَ ْو‬ ِ ‫صالةِ فَيُ ْق ِس َم‬
ِ َّ ‫ان ِب‬
ْ ‫اَّلل ِإ ِن‬ َّ ‫سونَ ُه َما ِم ْن بَ ْع ِد ال‬
ُ ‫ت تَحْ ِب‬ ِ ‫ْال َم ْو‬
)١٠٦( َ‫َّللا إِنَّا إِذًا لَ ِمنَ اآلثِ ِمين‬ ِ َّ َ ‫ش َهادَة‬ َ ‫َكانَ ذَا قُ ْربَى َوال نَ ْكت ُ ُم‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi


kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh
dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan
kamu[454], jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya
kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah),
lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu:
"(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit
(untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami
14

menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah


termasuk orang-orang yang berdosa." (QS. Al-Maidah: 106)

[454]. Ialah: mengambil orang lain yang tidak seagama dengan kamu sebagai
saksi dibolehkan, bila tidak ada orang Islam yang akan dijadikan saksi.

َ ‫ان َمقَا َم ُه َما ِمنَ الَّذِينَ ا ْست َ َح َّق‬


‫علَ ْي ِه ُم‬ ِ ‫علَى أَنَّ ُه َما ا ْست َ َحقَّا ِإثْ ًما فَآخ ََر‬
ِ ‫ان يَقُو َم‬ ُ ‫فَإِ ْن‬
َ ‫عثِ َر‬
َ ‫ش َهادَتُنَا أ َ َح ُّق ِم ْن‬
‫ش َهادَ ِت ِه َما َو َما ا ْعتَد َ ْينَا ِإنَّا إِذًا لَ ِم َن‬ َ َ‫اَّلل ل‬
ِ َّ ‫ان ِب‬ِ ‫ان فَيُ ْق ِس َم‬
ِ َ‫األولَي‬
ْ
)١٠٧( َ‫الظا ِل ِمين‬ َّ

“Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa [455], maka dua orang yang
lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang
meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya
bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami labih layak
diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas,
sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang menganiaya diri
sendiri." (QS. Al-Maidah: 107)

[455]. Maksudnya: melakukan kecurangan dalam persaksiannya, dan hal ini


diketahui setelah ia melakukan sumpah.

 Sedekah

Perintah bersedekah:

)١٩٥( َ‫َّللاَ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬


َّ ‫َّللاِ َوال ت ُ ْلقُوا ِبأ َ ْيدِي ُك ْم ِإلَى التَّ ْهلُ َك ِة َوأَ ْح ِسنُوا ِإ َّن‬ َ ‫َوأَ ْن ِفقُوا فِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu


menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Baqarah:195)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini Q(S. 2: 195) turun
berkenaan dengan hukum nafkah.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Hudzaifah.)\

Dalam riwayat lain dikemukakan peristiwa sebagai berikut: Ketika Islam telah
berjaya dan berlimpah pengikutnya, kaum Anshar berbisik kepada sesamanya:
15

"Harta kita telah habis, dan Allah telah menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya
kita membangun dan memperbaiki ekonomi kembali?" Maka turunlah ayat
tersebut di atas (S. 2: 195) sebagai teguran kepada mereka, jangan
menjerumuskan diri pada "tahlukah" (meninggalkan kewajiban fi sabilillah dan
berusaha menumpuk-numpuk harta).
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan yang
lainnya yang bersumber dari Abi Ayub al-Anshari. Menurut Tirmidzi hadits ini
shahih.)

Menurut riwayat lain, tersebutlah seseorang yang menganggap bahwa Allah tidak
akan mengampuni dosa yang pernah dilakukannya. Maka turunlah "Wala tulqui
biaidikum ilat-tahlukah."

(Diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan sanad yang shahih dan kuat, yang
bersumber dari Jabir an-Nu'man bin Basyir. Hadits ini diperkuat oleh al-Hakim
yang bersumber dari al-Barra.)

Anjuran membelanjakan harta

‫ي يَ ْو ٌم ال بَ ْي ٌع فِي ِه َوال ُخلَّةٌ َوال‬ ْ


َ ِ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ْن ِفقُوا ِم َّما َرزَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن قَب ِْل أ َ ْن يَأت‬
)٢٥٤( َ‫الظا ِل ُمون‬ َّ ‫عةٌ َو ْال َكافِ ُرونَ هُ ُم‬ َ ‫شفَا‬ َ
“ Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari
rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu
tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at [160]. Dan orang-orang kafir
itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).

[160]. Lihat no. [46]. [46]. Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu
manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Syafa'at
yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir

o Keutamaan dan pahala sedekah


16

CARA-CARA PENGGUNAAN HARTA DAN HUKUM-HUKUMNYA


Menafkahkan harta di jalan Allah

‫سنَابِ َل فِي ُك ِِّل‬


َ ‫س ْب َع‬ ْ َ ‫َّللا َك َمث َ ِل َحبَّ ٍة أَنْبَت‬
َ ‫ت‬ َ ‫َمث َ ُل الَّذِينَ ي ُ ْن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم فِي‬
ِ َّ ‫سبِي ِل‬
)٢٦١( ‫ع ِلي ٌم‬ َ ‫َّللاُ َوا ِس ٌع‬ َّ ‫ف ِل َم ْن يَشَا ُء َو‬
ُ ‫ضا ِع‬
َ ُ‫َّللاُ ي‬ َّ ‫س ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة َو‬ ُ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 261)

‫َّللا ث ُ َّم ال يُتْبِعُونَ َما أ َ ْنفَقُوا َمنًّا َوال أَذًى لَ ُه ْم‬


ِ َّ ‫يل‬ِ ِ‫سب‬َ ‫الَّذِينَ يُ ْن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم فِي‬
)٢٦٢( َ‫علَ ْي ِه ْم َوال هُ ْم يَحْ زَ نُون‬ َ ‫ف‬ ُ َ‫أ‬
ٌ ‫جْرهُ ْم ِع ْندَ َر ِبِّ ِه ْم َوال خ َْو‬
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-Baqarah: 262)

‫عالنِيَةً فَلَ ُه ْم أَج ُْرهُ ْم ِع ْندَ َربِِّ ِه ْم َوال‬ ِ ‫الَّذِينَ يُ ْن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم بِاللَّي ِْل َوالنَّ َه‬
َ ‫ار ِس ًّرا َو‬
)٢٧٤( َ‫علَ ْي ِه ْم َوال هُ ْم يَ ْحزَ نُون‬ َ ‫ف‬ ٌ ‫خ َْو‬
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara
tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah: 274)

[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk


kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan
ilmiah dan lain-lain

 Pembatasan

 Hajru (mengawasi dan mengatur urusan jual beli)


17

Pengertian Hajru dan Hukumnya – Hajru menurut bahasa artinya mencegah


sedangkan menurut istilah adalah melarang atau menahan seseorang untuk
membelanjakan hartanya. hajru dalam ajaran islam bermaksud untuk menjaga
kepentingan pribadi yang bersangkutan dan termasuk kepentingan orang lain agar
tidak mengalami kerugian.

Al-Hajru adalah larangan bagi seseorang untuk mengelola kekayaan karena masih
kecil atau akalnya tidak sempurna. Allah melarang memberi harta kepada para
pemilik yang tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Seperti anak yatim
yang belum baligh, orang yang bodoh, dan orang yang padir. Maka harta tersebut
harus diserahkan kepada walinya yang sanggup mengelola harta tersebut dengan
baik

Rasulullah Saw bersabda :

Artinya : “Sesungguhnya Nabi Saw telah menahan harta Muaz dan beliau jual harta
itu untuk membayar hutangnya.” (HR Daruquthni)

Hajr (tidak memberikan harta kepada pemiliknya) ditujukan kepada 6 kelompok


yaitu:

1. Anak kecil
2. Orang gila
3. Orang yang bodoh (menghamburkan hartanya)
4. Muflis (orang miskin) karena hutang
5. Orang yang sakit keras
6. hamba yang tidak diizinkan berdagang

Hukum Hajru

Kepada 6 kelompok orang yang sudah disebutkan diatas maka hajru hukumnya wajib
dilakukan larangan oleh wali masing-masing atau hakim. apabila telah dilakukan
larangan kepada mereka, maka tasarruf (membelanjakan) pada mereka tidak sah.

Allah Swt berfirman :

‫سوهُ ْم َوقُولُوا لَ ُه ْم قَ ْوال‬


ُ ‫ار ُزقُوهُ ْم ِفي َها َوا ْك‬ َّ ‫سفَ َها َء أ َ ْم َوالَ ُك ُم الَّ ِتي َجعَ َل‬
ْ ‫َّللاُ لَكُ ْم ِقيَا ًما َو‬ ُّ ‫َوال تُؤْ تُوا ال‬
)٥( ‫َم ْع ُروفًا‬
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (QS An-Nisa’ : 5)
18

Tujuan hajru yaitu untuk kemaslahatan pemiliknya dan untuk kemaslahatan orang
lain. untuk kemaslahatan pemiliknya seperti hajr kepada anak kecil, orang gila dan
orang yang bodoh. kalau harta diserahkan kepada mereka, tidak akan membawa
kebaikan sebab mereka tidak bisa menggunakannya dengan baik, sehingga membawa
kerugian.

Anak kecil belum bisa berpikir, orang gila tidak bisa berpikir dan orang yang bodoh
tidak akan mampu menggunakannya. maka harta ditahan oleh walinya dan diberikan
untuk memeliharanya.

 Ganti-rugi

Ghashab (mengambil tanpa izin)

Sanksi ghashab: 4:30

‫اض ِم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫ع ْن ت َ َر‬
َ ً ‫ارة‬ ِ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ال تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل ِإال أ َ ْن تَكُونَ تِ َج‬
)٢٩( ‫َّللاَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ُ‫َوال تَقْتُلُوا أ َ ْنف‬
َّ ‫س ُك ْم إِ َّن‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287];
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisaa: 29)

[287]. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang
lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat Islam
merupakan suatu kesatuan.

)٣٠( ‫ِيرا‬ ِ َّ ‫علَى‬


ً ‫َّللا يَس‬ َ َ‫َارا َو َكانَ ذَلِك‬ ْ ُ‫ف ن‬
ً ‫ص ِلي ِه ن‬ َ َ‫عدْ َوانًا َوظُ ْل ًما ف‬
َ ‫س ْو‬ ُ َ‫َو َم ْن يَفْعَ ْل ذَلِك‬
“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami
kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (QS. Al-Baqarah: 30)
Kesimpulan: Islam menghargai dan menghormati setiap hak hidup umat manusia

Anda mungkin juga menyukai